PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP
PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA
DENGAN KEMANDIRIAN USIA LANJUT
DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN
T E S I S
OLEH :
NURHAYATI
037012018/AKK
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP
PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA
DENGAN KEMANDIRIAN USIA LANJUT
DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN
T E S I S
Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH :
NURHAYATI
037012018/AKK
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU
TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEMANDIRIAN USIA LANJUT DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN
Nama Mahasiswa : NURHAYATI
Nomor Pokok : 037012018/AKK
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui : Komisi Pembimbing
Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD
Ketua
Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS
Anggota
Ketua Program Studi, Direktur SPs USU,
Dr. Drs. Surya Utama, MS Prof.Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc
Telah diuji
Pada tanggal : 10 Agustus 2007
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD Anggota : Evi Karota Bukit S.Kp, MNS
PERNYATAAN
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEMANDIRIAN
USIA LANJUT DI PUSKESMAS HELVETIA MEDAN
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2007
PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU USILA DAN HUBUNGANNYA
DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN USILA DIPUSKESMAS HELVETIA MEDAN
NURHAYATI
ABSTRAK
Penuaan adalah konsikuensi yang tidak dapat dihindari dan merupakan sesuatau hal yang normal dan tidaka selalu berupa ketidak mampuan dan ketergantungan . Usia Lanjut (usila) dapat mempertahankan kualitas hidup tetap aktif produktif dalam menjalankan aktivitasnya sehari- hari dan mengalami kemandirian diantaranya adalah dengan mengikuti kegiatan posyandu. Dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh karakteristik individu terhadap pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.
Penelitian ini merupakan penelitian survey bersifat analitik dengan jumlah sampel sebanyak 120 orang usila yang aktif mengikuti posyandu usila di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan. Berdasarkan hasil uji statistik terlihat bahwa ada pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) terhadap pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 dengan nilai P= 0,000. Ada hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 dengan nilai P= 0,000. Pemanfaatan posyandu memberikan kontribusi positif terhadap kemandirian usila di Puskesmas Helvetia Medan.
Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh karakteristik terdiri dari umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga terhadap pemanfaatan posyandu dan ada hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila. Disarankan agar adanya monitoring secara terus-menerus terhadap perkembangan kesehatan usila khususnya terhadap kemandiriannya dengan meningkatkan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan dalam kegiatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan.
Kata Kunci : Karakteristik, Pemanfaatan Posyandu, Usila, Kemandirian
INFLUENCE OF INDIVIDUAL CHARACTERISTIC ON THE USE OF
POSYANDU AND ITS RELATIONSHIP WITH THE LEVEL OF
SELF-SUFFICIENCY OF THE ELDERLY AT HELVETIA COMMUNITY HEALTH CENTER MEDAN
NURHAYATI
ABSTRACT
Aging is an unavoidable consequence. Aging is a normal process which is not always in the forms of incapability and dependency. The elderly can maintain their quality of life, remain active and productive in doing their daily activities and
undergo self-sufficiency such as participating in the posyandu (integrated service post) activities. This study was carried out to analyze the influence of individual characteristic, on the use Helvetia Community health Center, Medan in 2007.
This is an analitycal survey study with the samples 120 elder persons using the special posyandu for the elderly at Helvetia Community health Center, Medan. Based on the statistical test done, it is found out that the characteristics (age, education, old- age investment, health history, nutrition, and exercise/ sport) have an influence an the use of the special posyandu for the elderly at Helvetia Community health Center, Medan in 2007 with p= 0,000 and the re is a relationship between the use of Posyandu and the level of self-sufficiency of the elderly at Helvetia Community health Center, Medan in 2007 with p= 0,000. The use of Posyandu provides a positive contribution to self-sufficiency of the elderly at Helvetia Community health Center, Medan.
It can be concluded that the characteristics have an influence on the use of posyandu and the use of Posyandu has a relationshipwith the level of self-sufficiency of the elderly. It is suggested that health development of the elderly especially their self-sufficiency should be continuously monitored by improving the quality of service provided in the activities of the special Posyandu for the elderly at Helvetia Community health Center, Medan.
Key words : Characteristics, The Use of Posyandu, The Elderly, Self-Sufficiency
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ”Pengaruh Karakteristik
Individu Terhadap Pemanfaatan Posyandu Usila Dan Hubungannya Dengan Kemandirian Usia Lanjut di Puskesmas Helvetia Medan”.
Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai
pihak, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada yang
terhotmat :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, sebagai Ketua Komisi Pembimbing
yang banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
4. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
5. Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, MSi, selaku dosen penguji.
6. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku dosen penguji.
7. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dr. Umar Zein, DTMH, SPPD
yang telah memberi izin untuk pengambilan data di Puskesmas.
8. Kepala Puskesmas Helvetia Medan dr. Anjeli Meri Paulina yang telah banyak
membantu dalam perizinan pengambilan data.
9. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Sekolah Pascasarjana Program
Studi Kesehatan Masyarakat Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan serta
pengarahan selama penulis mengikuti pendidikan.
10.Rekan-rekan mahasiswa Administrasi Kebijakan Kesehatan Sekolah
11.Ucapan tarima kasih yang tulus kepada suami tercinta Rifai Saragih, SH, serta
anak-anakku tersayang Rinaldi Ichsan, Eviyanti Pratiwi, dan Febrina yang
telah memberikan dorongan moril maupun materil yang sangat besar kepada
penulis dalam menyelesaikan pendidikan.
Akhirnya penulis ucapakan semoga Allah SWT selalu melimpahkan taufiq
dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi
penulis dan juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Nopember 2007
Penulis,
Nurhayati
DAFTAR RIWAYAT HIDUP KANDIDAT
Bio Data
Nama : Nurhayati
Tempat/Tgl. Lahir : P. Tanah Jawa/26 Maret 1960
Status : Kawin
Riawayat Pendidikan
SDN 8 : P. Tanah Jawa Lulus Tahun 1971
SMP Negeri 2 : P. Tanah Jawa Lulus Tahun 1974
SMA Negeri : P Siantar Lulus Tahun 1977
DIII Keperawatan : UDA Medan Lulus Tahun 1983
S1 : FKM-USU Lulus Tahun 1987
S2 : Sekolah Pascasarjana USU Lulus Tahun 2007
Riwayat Pekerjaan
Tahun 1989 : Pegawai Negeri Sipil Pada AKPER Depkes Medan
Tahun 1992-2001 : Dosen Pada AKPER Depkes Medan
Tahun 2002-2006 : Ketua Jurusan Keperawatan Poltekes Medan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... vii
KATA PENGANTAR ... viii
RIWAYAT HIDUP KANDIDAT... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
DAFTAR ISTILAH ... xx
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Permasalahan ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 7
1.4. Hipotesis... 7
1.5. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10
2.1. Teori Menua ... 10
2.1.1. Teori Kejiwaan Sosial ... 11
2.2. Konsep Menua Sehat ... 12
2.2.1. Pengertian... 12
2.2.2. Tanda-tandan Penuaan ... 12
2.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Penuaan... 15
2.2.4. Penurunan Organ Tubuh pada Masa usila ... 16
2.2.5. Batasan-batasan usila ... 18
2.3. Posyandu usila ... 20
2.3.1. Pengertian... 20
2.3.2. Sasaran Posyandu usila . ... 21
2.3.3. Indikator keberhasilan posyandu usila. ... 21
2.3.4. Peranan kader usila . ... 22
2.3.5. Pelayanan Kesehatan... 23
2.3.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi pelayanan Kesehatan ... 24
2.3.7. Pengorganisasian... 26
2.3.8. Tujuan Penyelenggaraan ... 26
2.4. Kemandirian usila ... 27
2.4.1. Penuaan yang berhasil... 27
2.4.2. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian usila ... 28
2.4.3. Ketergantungan ... 29
2.5. Pengukuran Kemandirian Menggunakan Indeks Barthel yang dimodifikasi... 29
2.6. Landasan Teori... 30
2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 34
3.1. Jenis Penelitian... 34
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34
3.2.1. Lokasi Penelitian... 34
3.2.2. Waktu Penelitian ... 34
3.3. Populasi dan Sampel ... 35
3.2.1. Populasi ... 35
3.3.2. Sampel... 35
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 36
3.5.2. Defenisi Operasional ... 37
3.5.3. Metode Pengukuran ... 38
3.6. Metode Analisis Data... 38
3.6.1. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38
3.6.2. Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN... 40
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 40
4.2. Analisa Univariat ... 41
4.2.1. Karakteristik Responden ... 41
4.2.1.1. Umur Responden... 42
4.2.1.2. Pendidikan Responden ... 42
4.2.1.3. Investasi Hari Tua Responden ... 43
4.2.1.4. Riwayat Kesehatan Responden ... 43
4.2.1.5. Nutrisi Responden... 44
4.2.1.6. Latihan/olah raga responden ... 44
4.2.2. Pemanfaatan Posyandu usila ... 44
4.2.3. Kemandirian usila ... 45
4.3. Analisa Bivariat... 45
4.3.1. Pengaruh umur usila terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 46
4.3.2. Pengaruh Pendidikan usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 47
4.3.3. Pengaruh Investasi hari tua usila Terhadap Peman- faatan Posyandu ... 48
4.3.4. Pengaruh Riwayat kesehatan usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu ... 49
4.3.6. Pengaruh Latihan/Olah raga usila Terhadap Peman-
faatan Posyandu ... 51
4.4. Analisia Multivariat ... 52
4.5. Analisa Statistik Hubungan Pemanfaatan Posyandu
Dengan Kemandirian usila... 53
BAB V PEMBAHASAN ... 55
5.1. Pengaruh Karakteristik (umur, pendidikan, riwayat
kesehatan, Nutrisi dan latihan/olah raga) terhadap
pemanfaatan posyandu usila di Puskesmas Helvetia
Medan Tahun 2007. ... 55
5.1.1. Pengaruh Umur terhadap pemanfaatan posyandu
usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 ... 55
5.1.2. Pengaruh Pendidikan terhadap pemanfaatan
posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun
2007... 56
5.1.3. Pengaruh Investasi Hari Tua terhadap pemanfaatan
posyandu usila dipuskesmas Helvetia Medan
tahun 2007... 56
5.1.4. Pengaruh Riwayat kesehatan terhadap pemanfaatan
posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan
tahun 2007... 57
5.1.5. Pengaruh Nutrisi terhadap pemanfatan posyandu
usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007 ... 58
5.1.6. Pengaruh Latihan/Olah raga terhadap pemanfaatan
posyandu usila di Puskesmas Helvetia Medan
tahun 2007... 59
5.1.7. Hubungan pemanfaatan posyandu terhadap tingkat
kemandirian usila dipuskesmas Helvetia Medan
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 63
6.1. Kesimpulan ... 63
6.2. Saran... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 37
Tabel 3.2. Tabel Hasil Uji validitas ... 38
Tabel 3.3. Tabel hasil uji reliabilitas... 39
Tabel 4.1. Distribusi Umur usila yang memanfaatkan posyandu
usila di Puskesmas Helvetia Medan... 42
Tabel. 4.2. Distribusi Pendidikan usila yang memanfaatkan posyandu
usila di puskesmas Helvetia Medan ... 42
Tabel. 4.3. Distribusi Investasi Hari Tua yang memanfaatkan
posyandu usila di puskesmas Helvetia Medan ... 43
Tabel. 4.4. Distribusi Riwayat Kesehatan usila yang memanfaatkan
posyandu usial di puskesmas Helvetia Medan... 43
Tabel. 4.5. Distribusi Nutrisi usila yang memanfaatkan posyandu
usila di puskesmas Helvetia Medan ... 44
Tabel. 4.6. Distribusi Latihan/Olah Raga usila yang memanfaatkan
posyandu usila di puskesmas Helvetia Medan... 44
Tabel. 4.7. Distribusi usila Berdasarkan Pemanfaatan Posyandu
Dalam satu tahun terakhir di puskesmas Helvetia Medan ... 45
Tabel. 4.8. Distribusi usila Berdasarkan Perubahan Kesehatan Yang
Dirasakan Selama Memanfaatkan Posyandu usila di
Puskesmas Helvetia Medan ... 45
Tabel. 4.9. Pengaruh Umur usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu di
Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 46
Tabel. 4.10.Pengaruh Pendidikan usila terhadap pemanfaatan
posyandu di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 47
Tabel.4.11.Pengaruh Investasi Hari Tua Terhadap pemanfaatan
Tabel 4.12.Pengaruh Riwayat Kesehatan Terhadap Pemanfaatan
Posyandu di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 49
Tabel 4.13.Pengaruh Nutrisi Terhadap Pemanfaatan Posyandu
di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan... 50
Tabel 4.14.Pengaruh Latihan/Olah raga Terhadap Pemanfaatan
Posyandu di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan ... 51
Tabel 4.15.Tabel hasil uji Multi Regresion Pengaruh Karakteristik
usila Terhadap Pemanfaatan Posyandu... 52
Tabel 4.16. Tabel Hasil Uji Multiple Regresion Pengaruh Karakteristik
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
Usila : Usia Lanjut (Lansia)
SPM : Standar Pelayanan Minila
PMT : Pemberian Makanan Tambahan
KMS : Kartu Menuju Sehat
ADL : Suatu Program Kemandirian (terbagi 3 yaitu : A, B, dan C)
WHO : Organisasi Kesehatan Dunia
LKMD : Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia
seutuhnya, meliputi biologis, psikologis, sosiologis dan spiritual yang dimulai sejak masa
pembuahan sampai dengan sepanjang hidupnya.Seiring dengan keberhasilan pemerintah
dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang
antara lain kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi terutama dibidang medis dan
kedokteran, meningkatnya umur harapan hidup usia lanjut (usila), sehingga berakibat
pada pertumbuhan jumlah penduduk usila meningkat cenderung lebih cepat. Proses
tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk usila. Bila
pada tahun 1950 jumlah usila di dunia sebanyak 205 juta jiwa; pada tahun 2000 telah
meningkat menjadi 606 juta jiwa dan padatahun 2050 diprediksikan akan mendekati
1,8 milyar jiwa.(Depkes. RI, 2003)
Dengan demikian telah terjadi peningkatan jumlah usila sebanyak (tiga) 3 kali
lipat dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia berpengaruh pada meningkatnya usia harapan
hidup. Menurut Departemen Sosial (2004), pada tahun 1971 jumlah usila di Indonesia
sebanyak 5,3 juta jiwa atau 4,48 % dari jumlah total penduduk Indonesia, pada tahun
2000 telah meningkat menjadi 12,7 juta jiwa (6,56 %), dan pada tahun 2010 akan
menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%) dan diperkirakan pada tahun 2020 akan berjumlah
2
Di Sumatera Utara pada tahun 2003 jumlah usila adalah 298.223 jiwa, sedangkan
cakupan pelayanan kesehatan lansia 60 tahun ke atas mencapai 22,661 (13,16%). Data
ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan usila akan mengalami masalah kesehatan
seiring dengan prosespenuaan. Inilah salah satu ciri kependudukan di dunia pada abad
ke – 21. Peningkatan populasi usila terjadi karena bertambahnya usia harapan hidup,
baik sebagai akibat peningkatan pelayanan kesehatan maupun kesejahteraan sosial.
(Dep.Sos.RI, 2004).
Data Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2005 menunjukkan bahwa Kota
Medan memiliki jumlah penduduk sebesar 2.006.142 jiwa dengan jumlah seluruh
populasi usia lanjut sebesar 190.698 jiwa. Dari jumlah tersebut hanya 2,15% atau
4.114 jiwa yang telah dibina melalui kelompok usila/posyandu usila. Usila yang
datang dibina dan mempunyai gangguan kesehatan yaitu 1.218 jiwa atau sekitar
35,6% dengan berbagai gangguan kesehatan seperti tidak normalnya tekanan darah
sebesar 16%, Diabetes mellitus 4%, Haemoglobin 7% dan lain-lain (ginjal, Indeks
Masa Tubuh (IMT), Osteoporosis) sebesar 8%. Kondisi ini berdampak pada fungsi
fisik usila, khususnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
mandiri.
Menurut Azwar (2002), pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Departemen
Kesehatan kepada usila masih terbatas dan tidak seluruhnya puskesmas di Indonesia
memiliki posyandu usila. Dalam hal ini Dinas kesehatan Sumatera Utara mempunyai
kebijakan bahwa setiap Kabupaten menentukan 2 Puskesmas santun usila/puskesmas
percontohan sekaligus ditetapkan juga dengan program desa percontohan/desa binaan
3
diluar percontohan/binaan termotivasi untuk menggalakkan program pembinaan
kesehatan usila di wilayah masing-masing.
Meningkatnya pelayanan kesehatan maupun kesejahteraan sosial di
masyarakat diharapkan terciptanya usila mandiri dalam proses penuaan. Proses
penuaan hendaknya diiringi dengan kemampuan dan kesadaran usila dalam
menampilkan peranan untuk terlibat secara aktif dalam aktivitas diri yaitu dengan
melakukan aktivitas baik yang bernilai ekonomi maupun yang tidak bernilai ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian Ogawa at al, (1994) di Korea Selatan dan Thailand,
status kesehatan usila merupakan salah satu variabel penting yang mempengaruhi usila
ikut berpartisipasi dalam angkatan kerja. Hasil penelitian Hadmaji dkk (1999) di
Kabupaten Bogor dan Cirebon menunjukkan bahwa 50% usila laki-laki dan 40,6% usila
perempuan berperan sebagai pencari nafkah (Suryadi, 2005). Dari hal tersebut dapat
dilihat bahwa usila masih berperan dalam mencari nafkah.
Menurut Kalz dan Conorkeus dalam Miller (1995), penuaan adalah konsekuensi
yang tidak dapat dihindari. Proses penuaan sesuatu yang normal dan tidak selalu
berupa ketidakmampuan dan ketergantungan. Hal yang perlu dipertimbangkan
adalah bagaimana untuk menjadi usila yang normal tanpa kondisi patologis yang
jelas. usila dapat mempertahankan kualitas hidup tetap aktif produktif dalam
menjalankan aktivitasnyasehari-hari.
Masalah yang paling umum dihadapi para usila pada umumnya antara lain
tidak dapat menahan buang air kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
401 usia lanjut yang dijadikan subjek penelitian terdapat 68 subjek (17%) tidak dapat
4
pada sedikitnya satu fungsi tugas dari kegiatan hidup sehari-hari. Sebanyak 40 Subyek
penelitian (10,4%) tergantung sedikitnya satu alat bantu kegiatan hidup sehari-hari. Subyek
penelitian wanita yang berusia lebih dari 75 tahun lebih memungkinkan tergantung pada
lebih dari 1 kegiatan : rasio kemungkinannya 2,22. (Darmojo, 2004).
Berdasarkan hal tersebut peran posyandu dalam pemanfaatannya sangat
dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan sehingga usila tetap mandiri di dalam aktifitas
sehari-hari. Hal ini juga dikuatkan dengan dikeluarkannya surat edaran Menteri Dalam
Negeri No. 411.3/536/SJ-tanggal 3 Maret 1999 tentang revitalisasi posyandu yang selama
ini menjadi pedoman operasional kegiatan revitalisasi yang menyatakan bahwa posyandu
perlu diperbaharui atau disesuaikan dengan tuntutan perkembangan.
Harapan yang terpenting dari dilakukannya revitalisasi tersebut adalah agar
masyarakat Indonesia meskipun sudah usila sebaiknya masih dapat tetap aktif dalam
menjalankan aktivitas sehingga tidak menjadi tanggungan keluarga maupun orang lain.
Namun tidak demikian halnya dengan para usila yang ada di Puskesmas Helvetia
Medan melalui posyandu yang melakukan keperawatan mandiri usila.
Dari survei awal yang dilakukan peneliti pada bulan Januari 2007 usila
kurang mempunyai kemampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari seperti makan,
Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya, kebersihan diri, aktivitas
ditoilet, mandi, berjalan, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi, mengontrol
defekasi dan berkemih secara mandiri, untuk itulah hendaknya para usila lebih
memanfaatkan Posyandu usila. Posyandu usila bertujuan untuk memandirikan USILA
dalam upaya kesehatan dengan melakukan kegiatan pemeriksaan kesehatan fisik dan
5
living), pemeriksaan status mental, pemeriksaan status gizi, pengukuran tekanan darah,
pemeriksaan hemoglobin, pemeriksaan gula darah, pemeriksaan protein dalam air seni,
pelaksanaan rujukan, penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, pemberian makanan
tambahan (PMT) dan kegiatan olah raga. Pemantauan kesehatan di posyandu usila
dilakukan dengan KMS (kartu menuju sehat) dengan kegiatan ini segala masalah
kesehatan yang dapat membuat usila tidak mandiri dalam melakukan kegiatan sehari-hari
karena faktor fisik dan emosional akan lebih cepat terdeteksi.
Usila di dalam program posyandu ini dapat digolongkan atas tiga kelompok
ukuran kemandirian (ADL) usila tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Usila
yang bisa datang sendiri ke posyandu usila digolongkan pada ”kemandirian C”, usila
yang datang ke posyandu dengan bantuan orang lain atau dipapah digolongkan dalam
”kemandirian B” dan usila yang tidak bisa datang ke posyandu termasuk golongan
”kemandirian A”. (Depkes. RI, 2003)
Golongan kemandirian B dan C merupakan sasaran utama dalam program
posyandu usila karena sesuai dengan pelayanan di posyandu yang menekankan pada
upaya promotif dan preventif. Namun pihak Dinas Kesehatan Kota Medan tetap
memberikan pelayanan kesehatan pada usila dengan golongan A dengan melakukan
program Home Care atau kunjungan rumah melalui upaya Nursing Home sebagai
pengembangan dari program perawatan kesehatan masyarakat. Menurut SK Menkes RI
No.475/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM), target
pencapaian cakupan pelayanan kesehatan pada usila sampai tahun 2010 sebesar 70%.
6
Sementara pencapaian hasil kelompok usila hanya 2.68%. Kenyataan ini
menunjukkan evaluasi pelaksanaan pemanfaatan program pelayanan kesehatan para usila
di Kota Medan masih sangat rendah dari standar yang telah ditetapkan.
Diantara Puskesmas yang ada di Kota Medan, Puskesmas Helvetia merupakan
Puskesmas yang menjalankan program ini dengan jumlah Posyandu usila dan jumlah
usila yang aktif relatif paling banyak sehingga layak dijadikan tempat penelitian. Data
yang diperoleh dari petugas kesehatan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Helvetia tahun
2007 terdapat 14.457 usila, sedangkan yang mengikuti kegiatan Posyandu usila hanya
sebanyak 120 orang (0,8%). Usila tersebut mengikuti kegiatan Posyandu usila di 3 (tiga)
posyandu usila wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan yaitu Posyandu usila Sei
Sekambing sebanyak 30 orang, Posyandu usila Helvetia sebanyak 70 orang dan
Posyandu usila Cinta Damai sebanyak 25 orang. Tiga posyandu wilayah kerja
Puskesmas Helvetia Medan yaitu Posyandu Sei Sekambing, Posyandu Helvetia dan
Posyandu Cinta Damai merupakan posyandu aktif sedangkan empat posyandu
lainnya tidak aktif (sudah tutup). Di Posyandu tempat perawatan usila dilakukan
pemeriksaan fisik, olah raga dan penyuluhan kesehatan. Usila tersebut rata-rata
banyak mengalami ketidakmampuan fungsional meskipun tidak mengalami cacat fisik
dan sakit, sehingga mereka tidak mandiri dan mengalami ketergantungan pada orang
lain. Ketergantungan ini dapat sebagian dan tergantung penuh dan sangat sedikit usila
yang dapat mandiri. Padahal seharusnya usila menjadi tua tanpa kemunduran yang
7
1. 2. Permasalahan
Pada masa usila umumnya terjadi penurunan kemampuan fungsi tubuh untuk
beradaptasi sehingga sering mengalami kurangnya kemampuan melakukan aktivitas
sehari-hari secara rnandiri yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain.
Sebagian besar usila (92%) yang ada di Posyandu Puskesmas Helvetia Medan tidak
aktif dalam kegiatan posyandu usila sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko
penurunan fungsi tubuh dan untuk meningkatkan kemampuan aktivitas sehari-hari secara
mandiri, belum ada referensi dan penelitian yang melaporkan penyebab rendahnya usila
yang yang mengikuti program Posyandu usila. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti
melakukan penelitian untuk menganalisa apakah ada pengaruh karakteristik individu
terhadap pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan tingkat kemandirian usila
di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisa pengaruh karakteristik individu (umur, pendidikan,
investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) terhadap
pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan tingkat kemandirian usila di
Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.
1.4. Hipotesis
8
1. Ada pengaruh karakteristik (umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat
kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga) individu terhadap pemanfaatan posyandu
usila di Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.
2. Ada hubungan pemanfaatan posyandu terhadap tingkat kemandirian usila di
Puskesmas Helvetia Medan tahun 2007.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Puskesmas
Helvetia Medan, petugas kesehatan dan penelitian.
1. Bagi Puskesmas Helvetia Medan hasil penelitian ini memberikan sumbangan
pikiran kepada pengambil kebijakan di Puskesmas Helvetia Medan, dalam
menetapkan kebijakan dan strategi intervensi tentang pemanfaatan posyandu dan
kemandirian usila agar dapat meningkatkan kemampuan dirinya dalam
melakukan aktifitas sehari-hari melalui posyandu usila.
2. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan, pihak Kecamatan, Pemerintah
Daerah dan sektor yang terkait didalam pembinaan usila melalui pemberdayaan
program posyandu usila.
3. Penelitian ini akan memberikan masukan bagi petugas kesehatan khususnya di
puskesmas agar dapat mengembangkan program posyandu usila dengan
mempertimbangkan karakteristik usila dan bagi kelompok usila yang ada di
posyandu Puskesmas Helvetia Medan lebih aktif dan termotivasi untuk
9
4. Bagi penelitian hasil penelitian ini merupakan Evidence yang dapat menambah
bahan informasi dan wawasan khasanah ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan
referensi bagi pengembangan penelitian lebih lanjut dalam bidang penelitian
khususnya tentang pelaksanaan kesehatan usila untuk mendukung
kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari melalui program posyandu
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Menua
Menua terjadi akibat penggunaan sel-sel tubuh melayani kemampuan yang
diakibatkan berbagai faktor antara lain: perubahan fungsi sel, ketidaknormalannya sel
dan kemunduruan sel dalam organ dan jaringan.
Usila adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Umur
manusia sebagai mahluk hidup terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar
6 (enam) kali masa bayi sampai dewasa, atau 6 x 20 tahun, sama dengan 120 tahun.
Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu
fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke
arah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia.
Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran
yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam struktur anatomik
proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung
secara alamiah, terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan
akhirnya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.
Seiring dengan pertambahan usia maka akan terjadi berbagai perubahan dan
penurunan struktur fungsi tubuh manusia. Dengan bertambahnya umur, ditambah
dengan adanya faktor-faktor yang lain seperti motivasi diri, lingkungan, riwayat
11
awal perubahan itu mungkin merupakan homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi
dan paling akhir terjadi kematian sel.(Boedhi dan Hadi, 2004).
Kematian sel pada tubuh usila mengakibatkan berbagai perubahan anatomik
dan fisiologik sehingga menyebabkan usila tidak lagi mampu mandiri sehingga
menyebabkan ketergantungan. Disamping itu dengan bertambahnya umur, tubuh
tidak berespon secara hebat terhadap cedera atau penyakit.
2.1.1. Teori Kejiwaan Sosial a. Teori Aktivitas
1. Usila yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak mengikuti
kegiatan-kegiatan sosial.
2. Ketentuan akan meningkatkan pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung
mengatakan bahwa usila yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak
dalam kegiatan sosial.
3. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari usila.
4. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke usila.
b. Teori Kepribadian Berlanjut.
Pada teori ini mengatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang usila
sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimilikinya.
c. Teori Pembebasan.
Dengan bertambahnya usia seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosial yang mengakibatkan interaksi sosial usila manurun baik secara
12
Tidak satu teori pun mampu menjelaskan penuaan secara universal. Meskipun
penuaan merupakan proses yang universal, tidak seorang pun mengetahui
penyebabnya atau mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda.
(Nugroho , 2000).
2.2. Konsep Menua Sehat 2.2.1 Pengertian
Menurut Darmojo. B (1994) tujuan hidup manusia ialah menjadi tua tetapi tetap
sehat (Healthy aging). Healthy Aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat.
1. Endogenic Aging (faktor endogen).
Proses seperti jam yang terus berputar.
2. Faktor Exogenik.
Dimana seseorang hidup dan faktor sosial budaya merupakan faktor resiko. Jadi
tugas dan tujuan gerontologi/geriatri yaitu menuju menua sehat dengan jalan P4 bidang
kesehatan yaitu:
1. Peningkatan mutu kesehatan (promotion).
2. Pencegahan penyakit (Prevention).
3. Pengobatan penyakit (Curative).
4. Pemulihan kesehatan (Rehalibitatition). (Darmojo B, 2004).
2.2.2. Tanda-tanda Penuaan
Pada tahun 1977 Birren Clan Jenner mengusulkan untuk membedakan
13
1. Usia biologis: yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir sampai masa tua berada
dalam keadaan hidup.
2. Usia psikologis: yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
3. Usia sosial: yaitu peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada
seseorang sehubungan dengan usianya. Ketiga hal tersebut saling
mempengaruhi dan prosesnya saling berkaitan.
Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang terlihat
sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain:
1. Rambut mulai beruban dan menjadi putih.
Rambut berkembang dalam salah satu lapisan epidermal tetapi kadang-kadang
dilekatkan dalam dermis. Setiap rambut terdiri dari akar, batang, tangkai dan
folikel. Melanosit pada batang rambut memberikan warna. Kuantitas, kualitas
dan distribusi rambut berubah sesuai usia. Terdapat suatu pengurangan rambut
umum dari perifer sampai kepusat tubuh. Rambut pada kulit kepala,
ekstremitas, aksila dan pubis berkurang dan menipis. Rambut pada lubang
hidung, telinga dan alis mata menjadi kasar dan tebal.
2. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang
menetap.
Sedikit kolagen dibentuk pada proses penuaan dan terdapat penurunan jaringan
elastik, mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Kulit mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak. Tekstur kulit lebih kering karena
14
maupun kelenjar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan penyambung,
disertai dengan penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor
kulit.
3. Penglihatan dan pendengaran berkurang.
Gangguan penglihatan pada usila biasanya disebabkan oleh degenerasi
makularsenilis, katarak dan glaukoma.
Gangguan pendengaran pada usia lanjut disebut dengan presbikusis. Gangguan
pendengaran yang terjadi dapat dipantau dengan audio meter. Laki-laki
umumnya lebih sering menderita presbikusis dari pada perempuan. Presbikusis
merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor
eksternal seperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, penyakit
sistemik serta arteriosklerosis vertebrobasiler.
4. Mudah lelah.
Disebabkan oleh faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan atau perasaan
depresi), gangguan organis (anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada
tulang, gangguan pencernaan, kelainan metabolisme, gangguan ginjal dengan
uremia/gangguan faal hati dan gangguan sistem peredaran darah jantung) dan
pengaruh obat-obatan (obat penenang, obat jantung yang melelahkan daya kerja
otot).
5. Gigi tanggal.
Gigi mengalami perubahan morfologik degeneratif antara lain perubahan
atrofik pada rahang, sehingga gigi lebih mudah tanggal. Perubahan atrofik juga
15
morfologik akan menyebabkan perubahan fungsional sampai perubahan
patologik, diantaranya ganguan mengunyah dan menelan, perubahan nafsu
makan sampai pada penyakit.
6. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
Keterbatasan gerak seringkali membuat usila kehilangan kemandirian baik
secara fisik dan mental, sehingga mereka harus bergantung pada orang lain.
7. Kerampingan tubuh menghilang, disana-sini terjadi penimbunan lemak terutama
dibagian perut dan pinggul.
Proses metabolisme yang menurun pada usila, bila tidak diimbangi dengan
peningkatan aktivitas fisik atau penurunan jumlah makanan, sehingga kalori
yang berlebihan akan diubah menjadi lemak yang akan mengakibatkan
kegemukan. Kebutuhan energi pada usila menurun sehubungan dengan
penurunann metabolisme basal (sel-sel banyak yang inaktif) dan kegiatan fisik
cenderung menurun. Kebutuhan kalori akan menurun sekitar 5% pada usia
40-49 tahun dan 10% pada usia 50-59 tahun serta 60-69 tahun. (Depkes RI, 2001).
2.2.3. Faktor yang mempengaruhi penuaan
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Bila seseorang
mengalami penuaan fisiologis (physiological aging), diharapkan mereka tua dalam
keadaan sehat (healthy aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia (penuaan
primer), dipengaruhi oleh faktor endogen, perubahan dimulai dari sel-jaringan
organ-system pada tubuh. Bila penuaan dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan,
sosial budaya, gaya hidup disebut dengan penuaan sekunder. Penuaan itu tidak sesuai
16
faktor endogen sehingga dikenal dengan faktor risiko. Faktor risiko tersebut yang
menyebabkan terjadinya penuaan patologis (patological aging). Penuaan sekunder
yaitu ketidak mampuan yang disebabkan oleh trauma atau sakit kronis dan nutrisi,
mungkin pula terjadi perubahan degeneratif yang timbul karena stress yang dialami oleh
individu. (Pudjiastuti dan Utomo B, 2003).
2.2.4. Penurunan Organ Tubuh pada Masa usila
Berbagai organ tubuh pada usila terjadi penurunan fungsi, oleh karena itu
yang perlu diperhatikan adalah:
a. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan cara : Pemeriksaan kondisi kesehatan secara teratur
yaitu upaya deteksi dini kondisi penyakit melalui pemeriksaan berkala dengan
menggunakan kartu menuju Sehat (KMS) lansia dan melaksanakan upaya
rujukan bila diperlukan, pengaturan pola makan (gizi seimbang) yang bertujuan
untuk meningkatkan status gizi para usila melalui penyuluhan dan demontrasi
gizi sesuai pedoman umum gizi seimbang, pemeliharaan kebugaran fisik melalui
olah raga secara teratur berupa senam usila, senam osteoporosis, gerak jalan
santai dan lain-lain, penerapan pola hidup sehat demi terwujudnya peningkatan
kualitas hidup dan taraf kesejahteraan sosial usila, sehingga mereka dapat
menikmati hari tuanya dalam suasana aman, tentram, sejahtera lahir dan batin,
penyuluhan kesehatan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan permasalahan
serta kondisi masing-masing usila, melakukan rujukan oleh kader kepada petugas
17
b. Psikologik usila Dapat dibedakan :
1. Psikologik
Psikologis usila dilakukan melalui:
a. Konsultasi usia yang berisi kegiatan pemberian bimbingan praktis
untuk menghadapi gejala-gejala psikologis yang muncul pada masa
usila.
b. Diskusi dan dinamika kelompok sesama usila, sebagai wahana untuk
saling bertukar pikiran dan curah pendapat dan saling membantu satu
sama lain.
2. Spritual
Spritual pada masa usila dilakukan melalui:
a. Peningkatan kualitas dan kuantitas beribadah untuk lebih
mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan Agama
dan kepercayaan masing-masing.
b. Peningkatan pengetahuan tentang ilmu keagamaan melalui kegiatan
ceramah agama, pengajian, kebaktian dan buku-buku agama.
c. Aktif dalam kegiatan-kegiatan keagamaan, seperti peringatan hari-hari
besar keagamaan dan sebagainya.
d. Aktif dalam organisasi keagamaan.
c. Persiapan Ekonomi Pada usila
Persiapan ekonomi dilakukan untuk mengantisipasi menurunnya penghasilan
18
1. Perintisan kesempatan kerja baru beralih profesi sesuai dengan kondisi usia
sebagai kesempatan kedua dalam rangka mencari nafkah dan meningkatkan
kondisi sosial ekonominya melalui kegiatan antara lain, peningkatan
keterampilan, pelaksanaan usaha dan manajemen usaha.
2. Latihan pada usila sebagai upaya untuk memberikan pelatihan praktis yang
berguna untuk mengisi kehidupan usila dengan kegiatan-kagiatan yang
bermanfaat.
3. Hidup hemat dan aktif menabung.
4. Ikut serta dalam kelompok-kelompok swadaya (Self help groups) sebagai media
untuk saling tukarpengalaman dan sambung rasa.
5. Meningkatkan fungsi dan perannya sebagai anggota keluarga, anggota
masyarakat dan warga negara.(Nugroho W, 2000).
2.2.5. Batasan-batasan usila
Batasan USILA menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu :
1. Usia pertengahan (middle age) : usia 45 - 59 tahun.
2. Usila (elderly) : usia 60 - 74 tahun.
3. Usila tua (old) : usia 75 - 90 tahun.
4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun. (Nugroho Wahjudi, 2000).
Sedangkan menurut Sumiati Ahmad membagi priodisasi biologis
perkembangan manusia sebagai berikut:
1. 0 - 1 tahun = masa bayi.
2. 1- 6 tahun = masa pra sekolah.
19
4. 10 - 20 tahun = masa pubertas.
5. 40 - 65 tahun = masa setengah umur (prasenium).
6. 65 tahun keatas = masa usila (Senium). (Nugroho W, 2000).
2.2.6 Perkembangan kelompok usila
Tingkat perkembangan kegiatan kelompok usila dapat digolongkan menjadi 4
tingkatan yaitu :
1. Kelompok usila pratama adalah kelompok yang belum mantap, kegiatan yang
terbatas, dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali. Jumlah kader
aktif terbatas serta masih memerlukan dukungan dana dari pemerintah.
2. Kelompok usila madya adalah kelompok yang telah berkembang dan
melaksanakan kegiatan hampir setiap bulan (paling sedikit 8 kali setahun) jumlah
kader aktif lebih dari 3 dengan cakupan program < 50% serta masih memerlukan
dukungan dana dari pemerintah.
3. Kelompok usila purnama adalah kelompok yang sudah mantap dan
melaksanakan kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali setahun, dengan
beberapa kegiatan tambahan diluar kesehatan dan cakupan yang lebih tinggi
(>60%).
4. Kelompok usila mandiri adalah kelompok purnama dengan kegiatan tambahan
yang beragam dan telah mampu membiayai kegiatannya dengan dana sendiri.
20
2.3. Posyandu usila 2.3.1 Pengertian
Posyandu usila perlu diupayakan dan mendapat perhatian dari pemerintah,
keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan
meringankan beban masyarakat khususnya usila.
Menurut Depkes RI yang dikutip oleh Muninjaya (1999) bahwa pelayanan
kesehatan terpadu (yandu) adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan dan
keluarga berencana yang dilaksanakan ditingkat dusun/desa dalam wilayah kerja
masing-masing puskesmas. Tempat pelayanan program terpadu ini disebut posyandu.
Dalam suatu posyandu dikembangkan beberapa kegiatan yang terpadu dan
saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama.
Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari dua program
menjadi lebih banyak program. Keterpaduan dapat berupa aspek sasaran, aspek
lokasi, kegiatan maupun aspek petugas penyelenggara. Sesuai dengan prinsip
posyandu adalah suatu kegiatan yang dikelola masyarakat dan ditujukan untuk
kesejahteraan masyarakat itu sendiri. (Depkes RI, 1988).
Adapun posyandu usila adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan
terhadap usila ditingkat desa/kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja
puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu usila berupa keterpaduan pada pelayanan
yang dilatarbelakangi oleh kreteria usila yang memiliki berbagai macam penyakit.
Dasar pembentukan posyandu adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
21
2.3.2 Sasaran Posyandu usila. 1. Sasaran langsung.
a. Kelompok usia virilitas/pra-usila 45-49 tahun.
b. Kelompok usila 60-69 tahun.
c. Kelompok usila resiko tertinggi 70 keatas.
2. Sasaran tidak langsung.
a. Keluarga yang mempunyai usila.
b. Masyarakat dilingkungan usila berada.
c. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usila.
d. Masyarakat luas.
Semuanya menjadi sasaran prioritas karena dianggap sebagai pusat sasaran
strategis dalam pembinaan usila yang pada gilirannya akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. (Dinkes Medan, 2005).
2.3.3 Indikator keberhasilan posyandu usila.
Penilaian keberhasilan upaya pembinaan usila melalui kegiatan pelayann
kesehatan di posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan dan
pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat
dari:
1. Meningkatnya sosialisasi masyarakat usila dengan berkembangnya jumlah
organisasi masyarakat usila dengan berbagai aktivitas pengembangannya.
2. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan
kesehatan bagi usila.
22
4. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi usila.
5. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada usila.
2.3.4 Peranan kader usila. 1. Umum.
Melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan terpadu besama masyarakat dalam
rangka pembangunan kesehatan.
2. Khusus.
a. Persiapan.
b. Memotivasi masyarakat untuk memanfaat pelayanan kesehatan usila dan
berperan serta untuk mensukseskannya
c. Bersama dengan masyarakat merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan
usila di tingkat desa/kelurahan.
d. Menyiapkan sarana yang diperlukan usila.
3. Pelaksanaan.
a. Melakukan penyuluhan kesehatan usila secara terpadu.
b. Mengelola kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pengisian KMS usila, PMT, pencatatan dan pelaporan serta rujukan.
c. Mengikuti kegiatan pasca pelayanan.
4. Pembinaan.
a. Menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan masyarakat untuk
membicarakan pengembangan program, di integrasikan dengan kegiatan
23
b. Melakukan kunjungan rumah pada keluarga usila yang dibinanya.
c. Membina kemampuan diri melalui pertukaran pengalaman antar kader.
2.3.5 Pelayanan Kesehatan.
Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada usila dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) meliputi
kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya.
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 menit. (KMS Usia Lanjut).
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan.
4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta
menghitung denyut nadi selama 1 menit.
5. Pemeriksaan hemoglobin.
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit
gula (diabetes mellitus).
7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal
adanya penyakit ginjal.
8. Pelaksanaan rujukan kepuskesmas bila mana ada keluhan atau ditemukan
24
9. Penyuluhan bisa dilakukan didalam maupun diluar kelompok dalam rangka
kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh individu atau kelompok usila.
10.Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok usila yang
tidak datang dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat (public
health nursing).
11.Pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu makanan
dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi usila serta menggunakan bahan
makanan yang berasal dari daerah tersebut.
12.Kegiatan olah raga, antara lain senam usila, gerak jalan santai dan lain sebagainya
untuk meningkatkan kebugaran.
Kecuali kegiatan pelayanan kesehatan seperti diuraikan diatas dapat dilakukan
kegiatan non kesehatan mialnya kegiatan kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi
produktif, forum diskusi, penyaluran hoby dan lain-lain (Depkes RI, 2003).
2.3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi pelayanan Kesehatan
Menurut Departement of health education and welfare, USA (1997) dalam
Azhari (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan kesehatan yaitu:
1. Faktor sistem pelayanan kesehatn yang bersangkutan: tipe organisasi,
kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga kesehatan dengan masyarakat
dan adanya asuransi kesehatan serta faktor adanya fasilitas kesehatan lainnya .
2. Faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan: faktor sosio
demografi (meliputi umur, jenis kelamin, status kesehatan, besar keluarga dan
25
pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari
pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksanaan kesehatan sebelumnya),
faktor status ekonomi (meliputi: pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan/penghasilan), dapat digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi
jarak antar rumah dengan tempat pelayanan kesehatan, variabel yang
menyangkut kebutuhan (mobilitas, gejala penyakit yang dirasakan oleh yang
bersangkutan dan lain sebagainya).
Menurut Lapau (1997), ada dua faktor yang mempengaruhi penggunaan
pelayanan kesehatan meliputi:
1. Faktor sistem pelayanan seperti kelengkapan program tersedianya tenaga dan
fasilitas medis, teraturnya pelayanan dan hubungan antar tenaga kesehatan degan
penderita.
2. Faktor konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan meliputi sosial
ekonomi seperti pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.
Anderson (1995) menyatakan bahwa ada tiga kategori utama yang perlu
diperhatikan dalam pelayanan kesehatan dan mempengaruhi perilaku seseorang untuk
menggunakan yaitu:
1. Faktor predisposing, mencakup karakteristik keluarga yaitu variabel demografi
dan struktur sosial.
2. Faktor kebutuhan dibagi atas dua kategori antara lain; perasaan subjektif
26
2.3.7 Pengorganisasian
Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang
diselenggarakan oleh lembaga swadaya masyarakat lainnya dengan bantuan tehnis
dari puskesmas, pemerintah daerah, organisasi sosial, dinas pendidikan, pertanian,
agama, dan lembaga ketahana masyarakat desa (LKMD). Sebagai kegiatan swadaya
masyarakat yang semula dikenal dengan kegiatan pembangunan kesehatan
masyarakata desa. (Depkes RI, 1988).
Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat
setempat maka tugas kader, pemimpin kader dan pemuka masyarakat untuk
menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa posyandu adalah milik
warga. Pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya berperan membantu. Di
Indonesia dana yang digunakan untuk pelaksanaan posyandu usila adalah dari dan
oleh masyarakat, (Azwar, 2002).
2.3.8 Tujuan penyelenggaraan
Posyandu usia lanjut (usila) diselenggarakan dengan tujun sebagai berikut :
a. Umum.
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usila untuk sesuai
mencapai masa tua yang bahagia dan berdayaguna dalam kehidupan keluarga
dan masyarakat dengan keberadaannya.
b. Khusus.
27
2. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam
menghayati serta mengatasi masalah kesehatan usila.
3. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan usila.
4. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usila (Soedja, 2002).
2.4 Kemandirian usila
Penuaan tidak selalu berupa ketidak mampuan dan kebergantungan, hasil
penelitian memperlihatkan bahwa aspek fisiologis dan psikologis pada penuaan
tidak menyebabkan kemunduran mental dan kerusakan fisik pada kehidupan lebih
lanjut. Kemandirian pada usila dapat di nilai dari kemampuannya untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Meskipun pada usia mengalami kemunduran fungsi fisik tetapi
diharapkan masih dapat mandiri. Menurut Ferguson,1984 pada peroses penuaan
terjadi penurunan fungsi kunyah 1/6 kali semula dan fungsi bicara. Hal yang sama
dikemukakan oleh Raharja (1998) bahwa fungsi penelanan menurun menjadi
25-50% pada usia diatas 50 tahun. Menurut Miller (1995) penurunan fungsi pada organ
tubuh berdampak pada kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2.4.1 Penuaan yang berhasil
Penuaan tidak selalu berupa ketidak mampuan dan ketergantungan.
Dalam hal ini apa yang dapat dipertimbangkan untuk menjadi usila yang normal
tanpa kondisi patologis yang jelas, telah diidentifikasi dua kemungkinan hasil
penuaan yang biasa atau penuaan yang berhasil. Pendukung yang tertarik pada
28
atau usila yang berhasil. Beberapa masalah yang timbul yang dihubungkan
dengan peningkatan kemandirian usila adalah dukungan sosial yang baik akan
meningkatkan keberhasilan usila. Secara umum kondisi fisik seseorang yang
sudah memasuki masa usila mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini
dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis maupun
sosial yang selanjutnya dapat menyebabkan ketergantungan pada orang lain.
(Miller, 1995).
2.4.2Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Usila
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian usila diantaranya
adalah keadaan mental, karena pada usila sering mengalami apa yang disebut
dementia yaitu kemunduran dalam fungsi berpikir. Gangguan biasanya dimulai
dengan sukar mengingat apa yang didengar atau dibaca sampai dengan bicara tanpa
ada ujung pangkalnya. Dementia tersebut disebabkan oleh berbagai hal, antara lain:
berkurangnya sel-sel neuron otak. Menurut hasil penelitian Sirait dan Woro, (1998)
menyatakan bahwa semakin meningkatnya usia maka risiko sakit semakin tinggi
pula. Oleh sebab itu program 3 sehat sangatlah penting, inti program tersebut adalah
olah raga teratur, makan yang seimbang dan menjaga ketenangan batin (Soesilo,
2005).
Disamping faktor tersebut diatas gaya hidup juga sangat mempengaruhi
kemandirian usila. Gaya hidup disini dapat berarti gaya hidup yang ditampilkan
oleh individu dan gaya hidup karena kebiasaan sehari-hari. Hingga kini obesitas,
merokok, ketergantungan, alkohol dan latihan yang kurang merupakan faktor
29
2.4.3. Ketergantungan
Ketidak mampuan dan kebergantungan bukan hal yang penting pada
penuaan. Hampir sepenuhnya usila dapat beraktivitas secara normal dan tanpa
batas. Hanya kalangan minoritas sekitar 5 - 10% yang memerlukan perawatan
dari staf keperawatan. Selain penghargaan yang lebih penting pada usila adalah
kesehatan dan kemandiriannya. Usila lebih menderita karena ketidak
mampuannya daripada orang yang lebih muda yang cenderung mengalami lebih
dari satu kondisi yang kronik. Sejumlah kondisi yang kronik merupakan ketidak
mampuan pada usila. Faktor lain seperti merokok dan obesitas juga merupakan
penyebab akan tetapi kerusakan penglihatan dan ketajaman penglihatan bukan
penyebab utama ketidak mampuan. (Watson, 2003).
2.5. Penilaian Kemandirian Usila.
Penilaian kemandirian usila dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
kemanpuan fuingsional usila melalui sistem penilaian yang sudah dimodifikasi dan
umum digunakan, diantaranya adalah “Indeks Barthel” (Pudjiastuti, 2003).
Penilaian ini didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam peningkatan aktivitas
fungsional. Pengukuran meliputi sepuluh kemampuan yaitu kemampuan untuk
melakukan makan sendiri; berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya,
termasuk duduk ditempat tidur; kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur dan
menggosok gigi; aktivitas ditoilet (menyemprot, mengelap); mandi; berjalan di jalan
yang datar jika tidak mampu berjalan, lakukan dengan kursi roda; naik turun tangga;
30
penilaian dengan kategori 0-100, dimana nilai 0-20 : ketergantungan penuh, 21-61 :
ketergantungan berat/sangat tergantung, 62-90 : ketergantungan moderat, 91-99 :
ketergantungan ringan dan nilai 100 : Mandiri. Disamping itu penilaian kemandirian
usila juga telah dimodifikasi secara khusus untuk usila diposyandu dengan 3 kategori
kemandirian yaitu kemandirian A, B dan C, dimana kemunduran gerak fungsional
dapat dikelompokkan menjadi tiga ukuran kemandirian yaitu:
1. Kemandirian C, yaitu usila tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari yang
bisa datang sendiri keposyandu usila.
2. Kemandirian B, yaitu usila yang datang keposyandu dengan bantuan orang lain
atau dipapah.
3. Kemandirian A, yaitu usila yang tidak bisa datang ke posyandu.
a) Mandiri, yaitu usila mampu melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari
tanpa bantuan orang lain (bisa saja usila tersebut membutuhkan alat
adaptasi seperti alat bantu jalan, alat kerja, dan lain-lain.
b) Bergantung sebagian, yaitu usila mampu melakukan aktivitas dengan
beberapa bagian memerlukan bantuan orang lain.
c) Bergantung sepenuhnya, yaitu usila tidak dapat melakukan tugas tanpa
bantuan orang lain dalam perawatan diri secara keseluruhan. (Pudjiastuti,
2003).
2.6. Landasan Teori
Kondisi fisik pada masa usila ditandai dengan keterbatasan-keterbatasan fisik
seperti semakin berkurangnya fungsi panca indera dan organ tubuh serta munculnya
31
apabila perubahan dan penurunan berbagai fungsi tersebut tidak dikendalikan, maka
akan menjadi hambatan dalamkehidupan sehari-hari.
Usila juga akan mengalami perubahan yang ditandai dengan
keterbatasan-keterbatasan serta hilangnya peran dalam keluarga dan masyarakat yang selama ini
mereka miliki. Oleh sebab itu seringkali mereka dihadapkan pada sindrom pasca
kekuasaan (post power syndrome). Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan baik,
diperkirakan akan menimbulkan masalah psikologis yang lebih kompleks dan pada
akhirnya dapat mengakibatkan berbagai penyakit fisik. Keberhasilan untuk menghadapi
tekanan-tekanan psikologis pada masa itu tergantung pada kesadaran dan sikap mereka
terhadap berbagai keterbatasan yang akan muncul pada masa usila, sehingga mereka
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Menjadi tua (menua) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses ini merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut
secara alamiah) yang dinilai sejak lahir - anak - dewasa - tua. Proses penuaan dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi proses
kurangnya daya tahan tubuh menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar
tubuh, yang dapat berakibat kemunduran fisik dan kemunduran fungsional baik
kemampuan, mobilitas maupun perawatan diri.
Studi terdahulu menjelaskan bahwa kemandirian usila berfokus pada
kemampuan fungsional dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kemampuan
32
makan, defikasi, berkemih dan naik turun tangga (Miller, 1995; Lueckenote,1998).
Penilaian kemampuan kemandirian usila telah dimodifikasi dari Indeks Bartel, Indeks
Katz, Indeks Kenny self Care untuk mengukur tingkat ketergantungan.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh karakteristik usila terhadap
pemanfaatan posyandu dan hubungannya dengan kemandirian usila. Adapun
karakteristik yang akan diteliti dalam hal ini adalah pendidikan, investasi hari tua,
riwayat kesehatan, nutrisi, latihan olah raga dan kegiatan non kesehatan seperti
hiburan, kegiatan keagamaan dan refresing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar kerangka konseptual penelitian dibawah ini:
Pemanfaatan posyandu Usila
Kemandirian Usila - Umur
- Pendidikan - Investasi hari tua - Riwayat kesehatan - Nutrisi
- Latihan/olah raga Karakteristik Usila
33
Keterangan:
Salah satu perhatian pemerintah dalam kesehatan adalah di terapkannya
program pemerintah yang merata dari berbagai dimensi umur masyarakat,
diantaranya adalah usila. Untuk mengatasi ketergantungan usila pada keluarganya
adalah dilakukannya Upaya keperawatan mandiri usila di Puskesmas Helvetia
Medan. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh karakteristik usila meliputi umur,
pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan/olah raga
terhadap pemanfaatan posyandu. Kemudian dilanjutkan dengan mengetahui
hubungan pemanfaatan posyandu terhadap kemandirian usila di Puskesmas Helvetia
Medan. Kemandirian usila digolongkan dalam ”kemandirian C”, usila yang datang
keposyandu dengan bantuan orang lain atau dipapah digolongkan dalam ”kemandirian
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat analitik yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas yaitu karakteristik usila
dengan variabel terikat yaitu pemanfaatan posyandu, serta hubungan pemanfaatan
posyandu dengan tingkat kemandirian usila di posyandu Puskesmas Helvetia Medan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Helvetia Medan melalui kegiatan
Posyandu. Adapun alasan pemilihan lokasi dalam penelitian ini adalah karena
Puskesmas Helvetia Medan merupakan salah satu puskesmas yang mempunyai
binaan posyandu usila yang relatif lebih aktif di bandingkan dengan Puskesmas lain.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 5 (lima) bulan terhitung mulai pada bulan
Maret sampai dengan bulan Juli tahun 2007. Penelitian ini dimulai dengan
melakukan penelusuran pustaka, survey awal, mempersiapkan proposal penelitian,
persiapan alat ukur, seminar proposal, selanjutnya pelaksanaan penelitian dan
35
3.3. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua usila yang aktif mengikuti
posyandu usila di wilayah kerja Puskesmas Helvetia Medan yaitu sebanyak 120 orang
dari 7 (tujuh) posyandu usila yang ada.
3.3.2. Sampel
Sehubungan dengan keterbatasan jumlah posyandu usila dan jumlah usila
yang aktif di posyandu usila, maka penetapan jumlah sampel penelitian menggunakan
metode “total sampling” sesuai dengan kriteria penelitian yaitu tidak mengalami cacat
fisik dan tidak sedang sakit (tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari) pada saat
penelitian berlangsung dan aktif datang keposyandu, dengan demikian jumlah sampel
yang digunakan adalah 120 usila dari 3 (tiga) posyandu usila yang aktif yaitu :
1) Posyandu : Sei Sekambing sebanyak 30 orang.
2) Posyandu : Helvetia sebanyak 70 orang.
3) Posyandu : Cinta Damai sebanyak 20 orang.
3.4. Metode Pengumpulan Data 1) Data primer
Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengukuran dengan kuesioner
untuk menganalisa pengaruh karakteristik individu terhadap pemanfaatan posyandu
serta hubungan pemanfaatan posyandu dengan tingkat kemandirian usila di posyandu
36
2) Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan dan laporan
institusi terkait dari: Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara untuk mengetahui
jumlah populasi usila di Provinsi Sumatera Utara, Dinas Kesehatan Kota Medan
untuk mengetahui data-data usila di Kota Medan beserta Posyandu usila, Puskesmas
Helvetia Medan untuk mengetahui jumlah usila beserta kegiatan-kegiatan di
Posyandu usila.
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional. 3.5.1. Variabel penelitian
1. Variabel Independen (Variabel bebas) adalah karakteristik individu terdiri dari umur, pendidikan, investasi hari tua, riwayat kesehatan, nutrisi dan latihan olah
raga.
37
3.5.2. Definisi Operasional.
Definisi operasional secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini;
Tabel 3.1. Definisi Operasional.
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Umur Lamanya usia usila yang dinyatakan
dalam tahun Kuesioner
1. <60 tahun 2. 60- 70 tahun
3. >70 tahun Ordinal 2. Pendidikan Pendidikan formal terakhir responden
yang dibuktikan dengan adanya ijazah
Adanya simpanan ekonomi untuk
kelangsungan hidup dihari tua Kuesioner
1.Ada investasi
Penyakit sebelumnya yang pernah diderita responden seperti stroke, hipertensi, gastritis, DM, jantung, Rhematik, paru- paru, gangguan tidur dan lain-lain makan.
Kuesioner
Penyakit 1. ada
2. tidak ada Nominal
5. Nutrisi Pola makan gizi seimbang yang
dikomsumsi oleh usila yang mengandung zat tenaga seperti makanan yang mengandung karbohidrat, zat pembangun seperti protein dan zat pengatur seperti vitamin dan mineral. yaitu zat tenaga dan zat pembangun atau zat tenaga dan zat pengatur)
3.kurang
skor 1:(hanya 1 zat yaitu zat tenaga atau zat pem-bangun atau zat pengatur)
Interval
6. Latihan/ olah raga
Kegiatan olah raga fisik yang ringan dan dilakukan secara teratur untuk meningkatkan kebugaran usila.
usila tidak dapat melakukan aktivitas sehari- hari dan memerlukan bantuan orang lain sepenuhnya, dalam golongan “Kemandirian A”
usila dapat melakukan aktivitas sehari- hari dan memerlukan bantuan orang lain sebagian, dalam golongan “Kemandirian B” usila dapat melakukan aktivitas sehari- hari tanpa memerlukan bantuan orang lain “Kemandirian C” keposyandu dalam satu tahun terakhir
Kuesioner
1.Tinggi ≥ 8 kali 2.Sedang 5-7 kali