• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

Kemuning

Kemuning (Muraya paniculata (L.) Jack) merupakan golongan tanaman semak atau pohon kecil, dengan performa batang yang tegak dan tajuk yang luas (Gillman, 1999). Tanaman yang memiliki hubungan kekerabatan dengan jeruk ini berasal dari Asia Tenggara dan Australia (North Coast Weed Read, 2008) tetapi ada pula yang menyatakan bahwa kemuning berasal dari daratan India, Asia Selatan (Sulaksana dan Jayusman, 2005).

Mattjik (2010), Sulaksana dan Jayusman (2005), serta Rohman dan Riyanto (2005) menyatakan dalam keseharian, kemuning umumnya digunakan sebagai tanaman hias dan tanaman obat. Selain itu, Mollah dan Islam (2008) serta Heyne (1987) menyatakan bahwa kemuning juga biasa digunakan sebagai bahan baku produk seni kriya, kosmetik, dan insektisida nabati.

Ayu (2011) dan Mattjik (2010) menyatakan bahwa bunga kemuning merupakan bunga majemuk yang keluar dari ketiak daun atau ujung ranting, berbentuk terompet berwarna putih, jumlahnya sekitar 1-8. Buahnya buni berdaging, bentuknya bulat telur atau bulat memanjang, dengan panjang 8-12 mm, berwarna hijau jika masih muda dan bewarna merah ketika masak yang muncul sepanjang tahun. Selain itu, Mursito dan Prihmantoro (2011) menyatakan bahwa kulit buah kemuning mengandung minyak dan dalam satu buah terdapat 1-2 biji.

Tinggi tanaman kemuning dapat mencapai 3-3.5 m. Warna daun kemuning mengkilap, berbentuk oval, ujung lancip, dan panjangnya 5 cm (Mattjik, 2010). Daun kemuning merupakan daun majemuk, bersirip ganjil, dengan anak daun 3-9, dan letaknya berseling, serta tidak berbau ketika diremas. Helaian anak daun bertangkai, bentuk bulat telur sungsang atau jorong, ujung dan pangkal runcing, tepi rata atau agak beringgit, panjang 2-7 cm, dan lebar 1-3 cm. Kemuning bersifat pedas, pahit, dan hangat (Ayu, 2011).

Kayu kemuning berwarna kuning muda. Seiring bertambahnya usia, warna kayu yang tadinya berwarna kuning muda akan berubah menjadi cokelat. Serat

5   

   

Prihmantoro (2011) menyatakan bahwa diameter batang kemuning dapat mencapai 60 cm.

Lingkungan tumbuh yang diinginkan kemuning yaitu cahaya sedang hingga terang, tetapi toleran terhadap cahaya rendah, kelembaban 60-70%, dan suhu udara sekitar 18-240C (Mattjik, 2010). Kemuning dapat ditemukan hingga ketinggian ± 400 mdpl. Tanah yang cocok untuk budidaya kemuning yaitu tanah masam, tanah alkali, tanah lempung, tanah liat, dan tanah berpasir. Jarak antar tanaman yang digunakan bila dibudidayakan di lahan yakni sekitar 91-152 cm (Gillman, 1999).

Pembibitan

Manajemen pembibitan yang baik akan menghasilkan bibit yang baik pula. Pembibitan dapat dilakukan pada bedengan atau dalam wadah. Tujuannya yaitu untuk mengurangi kerusakan tanaman bila ditanam langsung pada pada lahan budidaya. Selain itu, pembibitan juga bertujuan untuk membantu tanaman dalam menghadapi stres sewaktu dipindahkan ke lapang.

Pembibitan kemuning mengacu pada tanaman jeruk karena kedua tanaman ini berasal dari famili yang sama yaitu rutaceae. Ashari (2006) menyatakan bahwa pembibitan jeruk dikenal dengan dua metode yakni secara generatif, melalui biji dan secara vegetatif, melalui penyambungan dan penempelan. Arief (2010) menyatakan bahwa pembibitan jeruk dengan menggunakan biji dilakukan dengan cara biji diambil dari buah dengan cara memeras buah yang telah dipotong. Biji dikeringanginkan di tempat yang tidak disinari selama 2-3 hari hingga lendirnya hilang. Areal persemaian memiliki tanah yang subur. Tanah diolah sedalam 30-40 cm dan dibuat petakan persemaian berukuran 1.15-1.20 m membujur dari utara ke selatan. Jarak petakan 0.5-1 m. Sebelum ditanami, sebanyak 1 kg/m2 pupuk kandang diaplikasikan. Biji ditanam dalam alur dengan jarak tanam 1-1.5 cm x 2 cm dan langsung disiram. Setelah tanam, persemaian diberi atap. Bibit dipindahtanam ke dalam polybag 15 x 35 cm setelah tingginya 20 cm pada umur 3-5 bulan. Media tumbuh dalam polybag adalah campuran pupuk kandang dan sekam

 

dengan perbandingan 2:1 atau pupuk kandang, sekam, pasir dengan perbandingan 1:1:1. Prosedur ini merupakan rekomendasi dari Departemen Pertanian.

Media Tanam

Media tanam merupakan salah satu faktor lingkungan yang penting bagi tanaman. Harjadi (1996) menyatakan bahwa media memiliki tiga fungsi yang primer: Pertama untuk menyediakan unsur hara, kedua menyimpan air, dan ketiga sebagai tempat berpegang dan bertumpunya akar sehingga tanaman tetap tegak. Media tanam yang baik menentukan kualitas tanaman. Media perakaran yang baik, dapat mewujudkan bibit tanaman yang juga baik.

Komposisi media tiap tanaman berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan tanaman dan keinginan kita (Dole dan Wilkins, 2005). Misalnya pada tanaman xerofit, membutuhkan komposisi media yang aerasinya baik (porous) karena tidak membutuhkan banyak air. Berbeda dengan tanaman xerofit, tanaman mesofit menginginkan komposisi media yang mampu menyediakan air yang cukup (Istomo, 2008). Komposisi yang sesuai dengan keinginan misalnya pedagang tanaman dalam pot. Pedagang umumnya mengingginkan media dengan bulk density yang ringan (0.1-0.8 g/cc) untuk memudahkan pengangkutan sehingga mengurangi input tenaga kerja dan biaya pengiriman (Dole dan Wilkins, 2005).

Penentuan komposisi media perlu memerhatikan terjadinya ketidakstabilan media. Ketidakstabilan media terjadi akibat terdekomposisinya bahan-bahan organik sehingga sifat media dapat berubah (Dole dan Wilkins, 2005). Syarat media tanam yang baik antara lain: (1) memiliki sifat fisik remah untuk memudahkan akar berkembang serta untuk aerasi dan drainase yang baik; (2) tidak mengandung bahan-bahan beracun; (3) tingkat kemasaman sesuai dengan toleransi tanaman; (4) tidak mengandung hama dan penyakit; (5) memiliki daya pegang air yang cukup (Baudendistel, 1982). Selain kelima syarat di atas, media tanam yang baik juga harus mudah didapat, murah, dan tidak berdampak negatif pada tanaman (Ashari, 2006).

7   

   

Tanah

Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan keras yang melapuk atau dari bahan yang lebih lunak seperti abu vulkan atau bahan endapan baru. Bahan-nahan tersebut bercampur dengan sisa-sisa bahan organik dan organisme yang hidup di atas maupun di dalamnya. Selain itu, di dalam tanah terdapat pula udara dan air (Hardjowigeno, 2010).

Arang sekam

Arang sekam merupakan hasil pengolahan limbah padi (sekam padi) dengan cara diasap hingga menjadi arang berwarna hitam. Menurut Wuryaningsih dan Darliah (1994), karakteristik arang sekam sangat ringan, kasar, berpori, dan efektif mengabsorbsi sinar matahari karena warnanya yang hitam. Arang sekam sudah umum digunakan dalam komposisi media tanam. Penggunaan arang sekam saja tanpa media lain tidak dianjurkan karena sifat fisik arang sekam tidak memungkinkan tanaman dapat tegak sempurna.

Pemupukan

Dalam pengertian sehari-hari pupuk didefinisikan sebagai bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah agar tanah menjadi lebih subur. Oleh sebab itu pemupukan pada umumnya diartikan sebagai penambahan unsur hara tanaman ke dalam tanah meskipun dalam arti luas sebenarnya pupuk ialah bahan-bahan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (Hardjowigeno, 2010).

Dole dan Wilkins (2005), membedakan aplikasi pupuk menjadi tiga yakni

preplant fertilization, fertigation, dan kombinasi antara preplant fertilization dan

fertigation. Aplikasi preplant fertilization yakni mencampurkan pupuk dengan media tanam sebelum penanaman. Aplikasi ini memiliki keuntungan pada tanaman yang dibudidayakan dalam wadah sebab dapat mengurangi erosi dan juga menghemat tenaga kerja (dilakukan hanya sekali). Kekurangan dari aplikasi ini yaitu tidak dapat dikontrol apabila terjadi perubahan lingkungan (tidak bisa sewaktu-waktu diubah).

 

Fertigation atau fertigasi yakni mencampurkan larutan pupuk dan mengaplikasikan bersama irigasi. Keuntungan aplikasi fertigasi yaitu dapat dikontrol bila terjadi perubahan lingkungan. Terdapat pula kerugian dari aplikasi fertigasi yaitu resiko pencucian nutrisi sangat besar dan beberapa sistem membutuhkan biaya yang besar dan keahlian tertentu dalam menjalankannya. Aplikasi ini dibedakan lagi menjadi beberapa jenis berdasarkan aplikasi irigasinya yaitu hand-watering, microtube, in-line drippers, automoted hanging basket systems, sprinkler and boom irrigation, trickle tapes, perimeter nozzles, flood and trough, dan capilary mat. Aplikasi dengan fertigasi harus memerhatikan konsentrasi pupuk yang dipengaruhi oleh spesies tanaman, kualitas air, media, musim, dan fase pertumbuhan.

Aplikasi kombinasi antara preplant fertilization dan fertigation adalah aplikasi pupuk yang menggabungkan dua jenis aplikasi pemupukan. Keuntungan aplikasi ini yaitu dapat menyediakan secara kontinu kebutuhan hara. Kekurangan dari aplikasi ini berupa adanya resiko keracunan hara sangat besar apabila terjadi kelebihan dosis pupuk yang diberikan akibat tidak sesuainya jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dengan banyaknya aplikasi yang diberikan.

Pupuk Organik

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk organik sangat bermanfaat dalam peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas. Pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi degradasi lahan (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Hartatik dan Widowati (2006) menyatakan bahwa pupuk kandang merupakan salah satu jenis pupuk organik dari limbah kotoran hewan. Komposisi hara pada masing-masing kotoran hewan berbeda-beda tergantung pada jumlah dan jenis makanannya. Secara umum kandungan hara pupuk kandang lebih rendah dari pupuk anorganik sehingga biaya aplikasi lebih besar dari pupuk anorganik.

9   

   

Pupuk kandang kotoran ayam

Pupuk kandang kotoran ayam berasal dari kotoran ayam. Beberapa hasil penelitian aplikasi pupuk kandang kotoran ayam, selalu memberikan respon terbaik bagi pertumbuhan tanaman karena rasio C/N pupuk kotoran ayam lebih rendah serta memiliki kadar hara yang cukup dibanding pupuk kandang lain. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa pupuk kandang kotoran ayam yang dilarutkan dalam air, memiliki kadar hara yang cukup tinggi (Hartatik dan Widowati, 2006).

Pupuk kandang kotoran kambing

Tekstur pupuk kandang kotoran kambing sangat khas karena berbentuk butiran-butiran yang sukar pecah sehingga sangat bepengaruh terhadap proses dekomposisi. Nilai rasio C/N umumnya >30. Pupuk kandang yang berkualitas baik, sebaiknya memiliki rasio C/N <20 sehingga bila langsung digunakan, pupuk kandang kotoran kambing akan memberikan manfaat yang lebih baik pada musim kedua. Kadar hara pupuk kandang kotoran kambing umumnya memiliki kadar kalium yang lebih tinggi sedangkan kadar nitrogen dan fosfor relatif sama dengan pupuk kandang lainnya (Hartatik dan Widowati, 2006).

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Pengamatan destruktif dilaksanakan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Uji fitokimia dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 – Maret 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman kemuning yang berasal dari biji, kotoran ayam, kotoran kambing, polybag hitam ukuran 15 cm x 7.5 cm, bahan laboratorium, arang sekam, dan tanah. Alat yang digunakan alat ukur, timbangan, gunting stek, sprayer, alat pertanian, alat laboratorium, paranet dengan naungan 55%, dan alat tulis.

Metode Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) satu faktor yaitu komposisi media dan jenis pupuk organik dengan lima taraf perlakuan:

1. P0 = tanpa pemupukan

2. P1 = media campuran kotoran kambing dengan fertigasi kotoran kambing. 3. P2 = media campuran kotoran kambing dengan fertigasi kotoran ayam. 4. P3 = media campuran kotoran ayam dengan fertigasi kotoran kambing. 5. P4 = media campuran kotoran ayam dengan fertigasi kotoran ayam.

11   

   

Tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehingga terdapat 15 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri atas 25 tanaman dengan satu tanaman per

polybag, sehingga populasi kemuning seluruhnya adalah 375 tanaman.

Model statistika untuk rancangan dengan data yang menyebar normal pada penelitian ini adalah:

Yij µ βi Pj εij

Yij = Pertumbuhan tanaman dari aplikasi pemupukan ke-j. µ = Nilai rataan umum hasil pengamatan.

βi = Pengaruh aditif dari ulangan ke-i (i = 1, 2, 3).

Pj = Pengaruh aplikasi pemupukan pada faktor pertumbuhan ke-j (j = 1, 2, 3, 4, 5).

εij = Pengaruh acak dari komposisi pemupukan ke-j.

Data analisis mengunakan analisis ragam (uji F) pada taraf kesalahan 5%. Apabila hasilnya berpengaruh signifikan maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk melihat perbandingan nilai tengah tiap parameter yang diamati antar perlakuan (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Percobaan

Pembibitan

Bibit yang digunakan adalah bibit hasil persemaian dari biji yang tingginya telah mencapai lebih kurang 5-10 cm. Jumlah bibit yang digunakan sebanyak 375 bibit. Bibit yang digunakan merupakan bibit yang segar, tidak terserang hama dan penyakit, bentuk pertumbuhan normal, dan tidak cacat.

Cara penanamannya, setiap bibit dipindahkan dari polybag persemaian ke

polybag baru yang telah diisi media sesuai dengan perlakuan masing-masing. Komposisi media arang sekam, tanah, dan pupuk organik yakni 1:1:1 (v/v). Setelah itu, seluruh polybag berisi tanaman diletakkan di dalam net house. Tujuan diletakkan di dalam net house yakni untuk melindungi tanaman yang masih rentan

 

terhadap perubahan lingkungan yang akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pemeliharaan

Pemeliharaan selama penelitian yang dilakukan adalah penyiraman, pemupukan, penyiangan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Aplikasi penyiraman dilakukan setiap hari. Aplikasi fertigasi dilakukan setiap dua minggu sekali dengan dosis 60 ml. Dosis 60 ml dipilih berdasarkan kapasitas lapang terbesar pada komposisi media (Lampiran 1). Pupuk kandang yang digunakan untuk fertigasi, menggunakan konsentrasi yang digunakan oleh Lestari (2011), yakni 1 kg bahan per 5 liter air. Larutan pupuk kandang diaduk hingga tercampur rata dan langsung diaplikasikan ke tanaman.

Pengamatan

Pengamatan yang diamati adalah karakter morfologi tanaman yang terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anak daun, jumlah cabang, luas daun, dan bobot tanaman. Pengamatan juga dilakukan terhadap karakter fisiologi berupa analisis bahan bioaktif daun yang dilakukan secara kualitatif meliputi kandungan alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, triterponoid, dan steroid. Untuk menunjang penelitian juga dilakukan pengamatan bobot jenis media dan kapasitas lapang media. Pengamatan dimulai pada 2 minggu setelah perlakuan (MSP). Parameter yang diamati antara lain:

1. Tinggi tanaman (Gambar 1a)

Tinggi tanaman diukur mulai pangkal batang utama yang menyentuh tanah hingga titik tumbuh batang utama yang diukur seminggu sekali. 2. Jumlah daun (Gambar 1b)

Jumlah daun yang dihitung yaitu daun telah membuka sempurna pada seluruh tanaman yang diukur seminggu sekali.

3. Jumlah anak daun (Gambar 1c)

Jumlah anak daun yaitu banyaknya lembaran anak daun pada tiap daun yang dihitung seminggu sekali.

13   

   

4. Jumlah cabang (Gambar 1d)

Jumlah cabang yang muncul dari batang utama yang diukur seminggu sekali.

5. Jumlah bunga (Gambar 1e)

Jumlah bunga yang telah mekar sempurna yang dihitung seminggu sekali. 6. Jumlah buah (Gambar 1f)

Jumlah buah yang terbentuk yang dihitung seminggu sekali. 7. Panjang akar (Gambar 1g)

Panjang akar diukur sebulan sekali dengan metode destruktif.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f) (g)

Gambar 1. Karakter Morfologi yang Diamati (a) Tinggi tanaman, (b) Jumlah Daun, (c) Jumlah Anak Daun, (d) Jumlah Cabang, (d) Jumlah Bunga, (f) Jumlah Buah, dan (g) Panjang Akar

8. Luas daun per tanaman

Luas daun per tanaman dihitung dengan metode penimbangan, dengan menggunakan rumus: LD = LD1 x BD BD1 Keterangan: LD = Luas daun (cm2) LD1 = Luas daun 1 x 1 cm2

 

BD = Bobot daun (g)

BD1 = Bobot daun 1 x 1 cm2 (g) 9. Bobot tanaman

Bobot tanaman dihitung untuk mengetahui pengaruh interaksi media dan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kemuning, yang dilihat melalui laju tumbuh relatif dan laju asimilasi basah yang dihitung sebulan sekali dengan menggunakan rumus:

LTR = ln W2 – ln W1 T2 – T1

LAB = W2 – W1 x ln A2 – ln A1 A2 – A1 T2 – T1 Keterangan:

LTR = Laju Tumbuh Relatif (g/bulan) LAB = Laju Asimilasi Bersih (g/cm2/bulan) T1 = Waktu pengamatan awal (bulan) T2 = Waktu pengamatan akhir (bulan) W1 = Bobot kering total pada waktu T1 (g) W2 = Bobot kering total pada waktu T2 (g)

A1 = Masing-masing luas daun total pada waktu T1 (cm2) A2 = Masing-masing luas daun total pada waktu T2 (cm2) 10.Skoring Bibit Berkualitas Baik

Penilaian dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan selang nilai tengah pengamatan 2-13 MSP. Skor terendah bernilai 1 dan skor tertinggi bernilai 4 (Tabel 1).

15   

   

Tabel 1. Skor Rekomendasi Komponen Pertumbuhan Kemuning di Pembibitan Skor Tinggi (cm) Jumlah Daun Jumlah Anak Daun Jumlah Bunga Jumlah Cabang Panjang Akar (cm) 1 < 7.78 atau > 8.77 < 9.25 < 11.74 > 0.18 < 1.95 < 15.26 2 7.78 - 8.11 9.25 - 10.10 11.74 - 15.09 0.18 - 0.15 1.95 - 2.34 15.26 - 16.70 3 8.12 - 8.44 10.11 - 10.95 15.01 - 18.43 0.16 - 0.12 2.35 - 2.72 16.71 - 18.13 4 8.44 - 8.77 > 10.95 > 18.45 < 0.12 > 2.72 > 18.13

11.Analisis kandungan bioaktif daun

Analisis kandungan bioaktif daun dilakukan secara kualitatif, untuk menganalisis kandungan alkaloid, triterpenoid, steroid, saponin, flavonoid dan tanin. Analisis data dilakukan pada skor kandungan bioaktif masing-masing jenis dengan menggunkan skor dari Pusat Studi Biofarmaka IPB (Tabel 2).

Tabel 2. Skor Kandungan Bahan Bioaktif

Skor Saponin Flavonoid Tanin Steroid Alkaloid Triterpenoid + berbusa jingga cokelat hijau ada endapan merah ++ berbusa tebal jingga tua cokelat tua hijau tua banyak endapan merah tua +++ berbusa sangat tebal jingga pekat/ kemerahan cokelat kehitaman hijau pekat sangat banyak endapan merah pekat Keterangan: (+) menunjukkan kandungan senyawa bioaktif rendah; (++) menunjukkan kandungan

senyawa bioaktif sedang; dan (+++) menunjukkan kandungan senyawa bioaktif kuat.

- Persiapan bahan: daun basah dicuci terlebih dahulu kemudian dicincang halus. Selanjutnya, daun dibagi dalam tiga tabung reaksi.

- Pengujian alkaloid: daun dalam tabung reaksi ditambah beberapa tetes 2 M H2SO4 dan kloroform 10 ml kemudian dikocok dan disaring. Setelah di saring, larutan dikocok kembali sampai terbentuk lapisan keruh dan bening. Lapisan bening diambil dan dibagi menjadi tiga bagian pada

spot plate. Ekstrak pada spot plate ditetesi reagen Dragendorff, Mayer, dan Wagner. Uji alkaloid positif bila salah satu spot menunjukkan adanya

 

endapan warna jingga dengan reagen Dragendorf, warna putih kekuningan dengan reagen Mayer, dan cokelat pada reagen Wagner.

- Pengujian triterpenoid: daun pada tabung reaksi dilarutkan dengan etanol 96% hingga larut kemudian disaring. Ekstrak kemudian dipanaskan hingga kering dan diletakkan pada cawan. Setelah kering, ditambahkan dietil eter, 1 tetes H2SO4, dan 3 tetes asam asetat glasial lalu diaduk cepat. Uji steroid positif jika pada pinggir cawan timbul warna hijau sedangkan triterpenoid ditandai dengan adanya warna merah atau ungu .

- Pengujian saponin, flavonoid dan tanin: daun pada tabung reaksi ditambah dengan aquades secukupnya, kemudian dikocok kuat dan dibagi menjadi dua tabung.

1. Tabung pertama dikocok secara vertikal, dan bila timbul busa yang stabil selama 10 menit menandakan uji saponin positif.

2. Tabung berisi filtrat bekas uji saponin, ditambah dengan logam Mg, beberapa HCl pekat, etanol, dan larutan amil alkohol, kemudian dikocok. Uji flavonoid positif ditunjukkan dengan timbulnya warna jingga hingga kemerahan.

3. Tabung ketiga ditambah dengan FeCl3 1% bila menghasilkan warna biru, hitam, atau cokelat menandakan uji tanin positif.

12.Bobot jenis media

Bobot jenis media diukur dengan cara menimbang gelas piala terlebih dahulu. Kemudian memasukan media ke dalam gelas piala hingga skala 100 ml dan ditimbang. Hasil penimbangan media dikurangi dengan hasil penimbangan gelas ukur sehingga diperoleh bobot jenis media dengan satuan g/cm3.

13.Kapasistas lapang media

Kapasitas lapang media diukur dengan cara menuangkan air ke media secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit. Penuangan air dihentikan apabila air berhenti menetes dari polybag. Selisih volume awal dan volume akhir air yang dituangkan ke media (ml) merupakan kapasitas lapang media.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kondisi Umum Penelitian

Hasil pengamatan bobot jenis media di Laboratorium Pascapanen Departemen Agronomi dan Hortikultura (Tabel 3), menunjukkan pencampuran media berpengaruh sangat signifikan terhadap bobot jenis media. Bobot jenis media tanah + arang sekam sebesar 62.87 g/cm3, tanah + arang sekam + kotoran kambing sebesar 66.06 g/cm3, dan tanah + arang sekam + kotoran ayam sebesar 79.59 g/cm3.

Tabel 3. Bobot Jenis Media

Media Bobot jenis (g/cm3)

Tanah latosol Darmaga 101.60a

Arang sekam 16.47g

Kotoran ayam 75.08c

Kotoran kambing 68.13d

Tanah latosol Darmaga + arang sekam 62.87f

Tanah latosol Darmaga + arang sekam + kotoran kambing 66.06d

Tanah latosol Darmaga + arang sekam + kotoran ayam 79.59b

Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan memberikan hasil yang berbeda signifikan menurut uji DMRT pada taraf kesalahan 1%.

 

Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, Bogor (Lampiran 2), komposisi media tanam cenderung netral dengan pH H2O tanah arang sekam, tanah arang sekam kotoran kambing, dan tanah arang sekam kotoran ayam berturut-turut 6.40, 6.90, dan 6.80.

Seluruh komposisi media yang digunakan pada percobaan tergolong bertesktur liat karena kandungan liatnya lebih dari 30%. Media tanah + arang sekam memiliki kandungan C sedang, N sedang, P sangat tinggi, Ca sedang, Mg tinggi, K sangat tinggi, Na sedang, dan KTK sedang. Media tanah + arang sekam + kotoran kambing menunjukkan kandungan C sangat tinggi, N tinggi, P sangat tinggi, Ca tinggi, Mg tinggi, K sangat tinggi, Na sangat tinggi, dan KTK sedang. Pada media tanah + arang sekam + kotoran ayam menunjukkan kandungan C

 

sangat tinggi, N sedang, P sangat tinggi, Ca tinggi, Mg sangat tinggi, K sangat tinggi, Na sangat tinggi, dan KTK tinggi.

Kandungan hara pupuk organik yang diberikan pada percobaan, menunjukkan kotoran kambing mengandung C sangat tinggi, N tinggi, P sangat tinggi, Ca sangat tinggi, Mg sangat tinggi, K sangat tinggi, Na sangat tinggi, dan KTK tinggi. Pada kotoran ayam, kandungan C sangat tinggi, N sangat tinggi, P sangat tinggi, Ca sangat tinggi, Mg sangat tinggi, K sangat tinggi, Na sangat tinggi, dan KTK sedang.

Penanaman bibit kemuning di lapangan dilakukan pada musim penghujan yang dimulai dari bulan November 2011 dan berakhir pada bulan Februari 2012. Saat penanaman curah hujan cukup tinggi yaitu 457.7 mm/bulan dengan temperatur 26.20C, kelembaban 80%, lama penyinaran 56%, dan intensitas penyinaran matahari sebesar 457.7 cal/cm2 (Lampiran 3). Penanaman pada musim penghujan menyebabkan dampak positif bagi bibit tanaman kemuning yang dapat dilihat dari sangat sedikitnya jumlah bibit yang mati saat 1 MSP.

Hama yang menyerang kemuning pada percobaan adalah Toxoptera citricida

Kirk. T. citricida Kirk mulai terlihat pada 6 MSP namun intensitas serangan semakin tinggi pada 7 MSP yang mengakibatkan pengurangan jumlah daun dan anak daun (Gambar 2). Halbert dan Lawrence (1998) menyatakan T. citricida Kirk atau yang lebih dikenal dengan nama brown citrus aphid (BrCA) merupakan hama yang menyerang tanaman famili rutaceae. Hama ini menyerang daun tanaman terutama daun muda dengan menghisap cairan tanaman sehingga daun menggulung,

Dokumen terkait