• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman

Menurut Tim Penulis PS (2004), klasifikasi tanaman karet (Hevea

brasiliensis) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.

Tanaman karet dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji) dan vegetatif (menggunakan klon). Biji yang akan dipakai untuk bibit, terutama untuk penyediaan batang bagian bawah harus sungguh-sungguh baik (Setyamidjaja, 2000). Tanaman karet memproduksi senyawa kompleks seperti vitamin, hormon, pati, sellulosa, protein, lemak,asam nukleat dan enzim untuk mengendalikan dan mengatur dan mendukung proses perkembangannya (Salisbury dan Ross, 1995).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Tim Penulis PS, 2004).

Daun karet berselang-seling, helai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak daun berhelai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).

Pohon karet mulai menghasilkan buah pada usia 4 tahun. Setiap buah terdiri dari tiga atau empat biji, yang jatuh ke tanah ketika buah matang dan pecah. Setiap tanaman karet menghasilkan 800 biji (1,3 kg) dua kali setahun. Biji terdiri dari cangkang keras yang tipis dan sebuah kernel. Cangkang juga terdiri dari beberapa minyak kernel dan cangkang terkadang dicampur bersama, menghasilkan minyak yang mengandung serat yang tinggi (http://www.tempointeraktif.com., 2007).

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah sudah masak, maka akan pecah dengan sendirinya. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji biasanya tiga, kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas (Tim Penulis PS, 2004).

Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang, sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk “lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga

jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga helai putik akan tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang berwarna kuning. Bunga karet mmpunyai bau dan warna yang menarik dengan tepung sari dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 2000).

Syarat tumbuh

Iklim

Tanaman karet tumbuh baik di dataran rendah. Yang ideal adalah pada tinggi 0-200 m dari permukaan laut. Penyebaran perkebunan karet di indonesia terbanyak adalah hingga tinggi 400 m dari permukaan laut. Tanaman karet tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan 2000-4000 mm per tahun. Tanaman karet dapat tumbuh pada suhu diantara 250 hingga 350 C. Suhu terbaik adalah rata-rata 280 C. Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata berkisar diantara 75-90 %. Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang. Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari sangat menentukan produktivitas tanaman. Di daerah yang kurang hujan yang menjadi faktor pembatas adalah kurangnya air, sebaliknya di daerah yang terlalu banyak hujan, cahaya matahari menjadi pembatas (Sianturi, 2001).

Tanah

Menurut Setyamidjaja (2000), sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet adalah sebagai berikut :

 Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat batu-batuan.  Aerase dan drainase baik.

 Remah, porous dan dapat menahan air.  Tekstur terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir .

 Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm.

 Kandungan unsur hara N, P, dan K cukup dan tidak kekurangan unsur mikro.

 pH 4,5 - 6,5.

 Kemiringan tidak lebih dari 16 %.

 Permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm.

Bibit Stum Mata Tidur dalam Polybag

Bibit karet dalam polybag dapat berasal dari biji atau okulasi mata tidur (OMT) yang dipelihara sampai tumbuh menjadi tanaman kecil yang siap dipindahkan.Bibit dalam polybag dapat digunakan untuk keperluan pembibitan, kebun kayu okulasi, kebun produksi maupun ditanam di lahan bekas hutan atau yang lain.Tanaman karet yang berada dalam polybag merupakan tanaman yang telah siap untuk dipindahkan atau ditanam di lapangan. Bibit karet dalam polybag merupakan bahan tanam yang ideal karena perakarannya telah siap dan tunas tumbuh dengan baik. Cara membuatnya adalah sebagai berikut:

1. Akar tunggang OMT dipotong dan disisakan ± 35 cm atau disesuaikan dengan panjang polybag, sedang akar lateral dipotong hingga tinggal 2 cm.

2. Polybag ukuran 30 cm x 50 cm dilubangi (12 lubang) kemudian diisi tanah permukaan atas kurang lebih setengahnya. Stump okulasi diletakkan tegak lurus di dalam polybag kemudian diisi kembali dengan tanah sampai penuh. Leher akar harus terletak di bawah permukaan tanah. Selanjutnya tanah dipadatkan agar tidak terdapat rongga di sekitar permukaan akar.

3. Polybag diatur dalam barisan dengan mata okulasi menghadap ke arah yang sama. Barisan dibuat kelompok-kelompok dengan lebar 5-10 polybag dan panjang 50-100 polybag. Antar barisan diberi jarak untuk memudahkan pemeliharaan, seperti menyiang rumput atau gulma, mewiwil tunas-tunas aksiler yang tumbuh baik pada batang bawah maupun pada batang atas, memberantas hama dan penyakit bila ada, memupuk, dan menyiram bila tidak ada hujan.

4. Bibit dalam polybag dipelihara sampai tumbuh 2-3 payung daun atau 3-4 bulan, selanjutnya bibit siap dipindah ke lapangan.

5. Penyiraman dilakukan apabila tidak ada hujan. Oleh karena itu bibit dalam polybag harus diletakkan dekat sumber air baik itu sungai, sumur atau air irigasi untuk memudahkan penyiraman.

(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).

Okulasi atau penempelan bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh batang bawah (stock) dengan batang atas (scion) yang ditempelkan padanya. Dewasa ini dikenal dua cara okulasi, yaitu okulasi coklat (brown budding) dan okulasi hijau (green budding) (Setyamidjaja, 2000). Dengan cara okulasi akan terjadi penggabungan sifat-sifat baik dari dua tanaman dalam waktu yang relatif pendek dan memperlihatkan pertumbuhan yang seragam. Setelah pengokulasian tanaman berhasil, 3 minggu kemudian dilakukan penyeroan/pemotongan 5-10 cm diatas batang tanaman yang telah berhasil diokulasi, agar pertumbuhan difokuskan melalui okulasi (mata tunas) yang telah terbentuk. Tujuan utama membuat bibit okulasi adalah agar produksi bisa lebih tinggi (Tim Penulis PS, 2004).

Stump mata tidur karet merupakan hasil pembiakan vegetatif (okulasi) atau sering juga disebut bibit okulasi yang dibongkar setelah mata bengkak. Awalnya (Sianturi, 2001).

Klon tanaman karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah klon PB-260 karena mempunyai keunggulan dalam hal kualitas dan kuantitas produksi tiap bulannya. PB-260 merupakan klon yang sampai saat ini diteliti dan dikembangkan oleh perusahaan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate untuk meningkatkan kualitas output (ban) yang di produksi oleh mereka yang dipakai dalam perlombaan Internasional Formula 1 (mobil) dan Moto GP (sepeda motor) (http://www.bridgestone.co.id., 2008).

Rootone – F

Zat pengatur tumbuh rootone-f adalah formulasi dari beberapa zat : Napthalene Acitic Acid (NAA), Indole Acitid Acid (IAA), dan IBA yang berbentuk tepung berwarna putih kotor dan sukar larut dalam air. Komposisi bahan aktif rootone-f adalah Napthalene Acetamida (NAA) 0,067 %; 3-metil-1-Napthalene acetatamida (MNAD) 0,013 %; 3-Indol butyric Acid (IBA) 0,057 % dan Thyram (Tetramithiuram disulfat) 4,00 %. NAD, NAA, DAN IBA merupakan senyawa organik yang dapat mempercepat dan memperbanyak perakaran stek. Thyram merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai fungisida. Waktu pengeratan sebelum pengambilan stek ini berkaitan dengan pengumpulan zat makanan pada pangkal batang yang dikerat nantinya akan membantu dalam pembentukan akar pada stek tersebut. Zat pengatur tumbuh rootone-f berfungsi untuk mempercepat proses fisiologis yang memungkinkan tersedianya bahan pembentuk akar dengan segera (Astuti, 2006). Indole Acitid Acid (IAA), IBA,

PAA disebut sebagai hormon auksin yang dapat menghambat perakaran bila dalam jumlah besar dan dapat meningkatkan perakaran dalam konsentrasi yang jauh lebih rendah (Salisbury dan Ross, 1995).

Media Tanam

Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi sub soil dengan kompos tandan kosong kelapa sawit dan diharapkan kombinasi ini akan membantu dalam hal penyediaan media tanam yang subur menyerupai top soil mengingat semakin banyaknya kerusakan lahan pertanian Indonesia. Media tanam ini dimasukkan ke dalam polybag (Setiawan dan Andoko, 2006).

Media tanam, hasil karet maksimal didapatkan jika di tanam di tanah subur, berpasir, dapat melalukan air dan tidak berpadas (kedalaman padas yang dapat ditolerir adalah 2-3 m). Tanah ultisol yang kurang subur banyak ditanami karet dengan pemupukan dan pengolahan yang baik (http://www.agroindonesia.com., 2006).

Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka/sarang sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dibandingkan dengan tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan organik relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang digunakan oleh mikroorganisme tanah bermanfaat dalam mempercepat aktivitasnya, meningkatkan kecepatan dekomposisi bahan organik dan mempercepat pelepasan hara. Pupuk kimia tidak dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik tanah (Sutanto, 2002). Beberapa kelemahan pupuk organik yaitu kandungan unsur hara relatif lebih rendah dibanding pupuk anorganik sehingga dosis penggunaannya lebih tinggi

dan respon tanaman terhadap pupuk organik relatif lebih lambat (Musnamar, 2006).

Kompos merupakan senyawa bahan organik yang telah mengalami degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau. Bahan organik ini berasal dari tanaman maupun hewan, termasuk kotoran hewan. Namun, khusus pupuk yang dibuat dari kotoran hewan biasa disebut pupuk kandang. Adapun humus adalah hasil proses humifikasi atau perubahan-perubahan lebih lanjut dari kompos. Berikut Perbedaan Kompos (Pupuk Organik) dan Pupuk Anorganik pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbedaan Kompos (Pupuk Organik) dan Pupuk Anorganik Kompos (Pupuk Organik) Pupuk Anorganik Mengandung unsur hara makro dan

mikro yang lengkap, tetapi dalam jumlah sedikit.

Hanya mengandung beberapa unsur hara saja, tetapi dalam jumlah banyak. Memperbaiki struktur

(menggemburkan) tanah dan meningkatkan bahan organik.

Tidak memperbaiki struktur tanah, bahkan penggunaan jangka panjang mengakibatkan tanah mengeras.

Harga relatif murah Harga relatif mahal Menambah daya serap air Tidak

Memperbaiki kehidupan - mikroorganisme dalam tanah

Tidak

Dapat dibuat sendiri Dibuat oleh pabrik Sumber : Indriani, 2004.

Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan lain-lain.

Penggunaan kompos dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air yang lebih lama pada tanah, menghemat pemakaian pupuk kimia, menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, dan ramah lingkungan (Murbandono, 2000).

Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA)

Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).

Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalam menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh

asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Pemanfaatan CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) telah terbukti sangat berperan bagi tanaman dalam meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara serta berfungsi meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan patogen sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Jamur Mikoriza Arbuskula telah banyak di teliti di laboratorium dimana mampu meningkatkan penyerapan unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur hara mikro seperti Cu, Zn, dan Bo, sehingga penggunaan CMA dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama fosfat, di samping itu CMA dapat mengefisienkan unsur-unsur hara terutama pada lahan marginal/kritis (Setiadi, 1998).

Keuntungan mikoriza pada tumbuhan yang dikenal baik adalah meningkatkan penyerapan fosfat, meskipun penyerapan hara lainnya dan air sering meningkat pula. Manfaat mikoriza yang paling besar yaitu dalam meningkatkan penyerapan ion yang biasanya berdifusi secara lambat menuju akar atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat, NH4+, K+, dan NO3-. Penyerapan hara dilakukan oleh akar. Hara ini mencapai akar melalui tiga cara, yaitu : difusi melalui larutan tanah, dibawa air secara pasif dalam aliran massa menuju akar, dan akar yang tumbuh mendekati unsur hara tersebut (Salisbury dan Ross, 1995).

Wilarso (1990), mengemukakan bahwa CMA adalah salah satu cendawan yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan melalui hifa eksternal mampu meningkatkan serapan hara immobil dari dalam tanah (terutama P) sehingga dapat

mengurangi gejala defisiensi dan menghemat penggunaan pupuk TSP 70 – 90%. Selain itu, CMA apabila menginfeksi jaringan akar tanaman maka akan ada selama tanaman tersebut hidup.

Berdasarkan perkembangbiakannya, cendawan mikoriza (MA) dibagi menjadi dua golongan, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. Endomikoriza adalah cendawan MA simbion obligat sehingga tidak dapat dibiakkan tanpa keberadaan tanaman inang. Hingga saat endomikoriza belum dapat ditumbuhkan dalam medium buatan. MA merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan dengan perakaran tingkat tinggi. Hubungan simbiosis antara inang dan cendawan meliputi penyediaan fotosintat (karbohidrat) oleh tanaman inang. Sebaliknya tanaman inang mendapatkan tambahan nutrien yang diambil oleh cendawan dari tanah. Perkembangan cendawan MA pada umumnya dipengaruhi kondisi rizosfer dan spora cendawan. Kondisi rizosfer adalah kondisi di sekitar perakaran seperti suhu, pH, dan eksudat akar. Sementara kondisi spora cendawan adalah dormansi dan kematangan spora. Pada asosiasi ini infeksi cendawan akar tidak menyebabkan penyakit, tetapi meningkatkan penyerapan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Infeksi cendawan MA sangat membantu pertumbuhan tanaman, terutama untuk tanah miskin hara (Musnawar, 2006).

Dokumen terkait