STUMP MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
DERMAWAN SAPUTRA SARAGIH 040301002
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN MIKORIZA
VESIKULA ARBUSKULA (MVA) TERHADAP PERTUMBUHAN
STUMP MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
SKRIPSI
Oleh :
DERMAWAN SAPUTRA SARAGIH 040301002
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN MIKORIZA
VESIKULA ARBUSKULA (MVA) TERHADAP PERTUMBUHAN
STUMP MATA TIDUR KARET (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
SKRIPSI
Oleh :
DERMAWAN SAPUTRA SARAGIH 040301002/BDP – AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) Terhadap Pertumbuhan Stump mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.)
Nama : Dermawan Saputra Saragih NIM : 040301002
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ir. T. Irmansyah, MP
Ir. Charloq, MP
Mengetahui :
Prof. Ir. Edison Purba, Ph. D
Ketua Departemen Budidaya Pertanian
ABSTRAK
DERMAWAN S. SARAGIH : Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) terhadap Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dibimbing oleh Ir. T. IRMANSYAH, MP dan Ir. CHARLOQ, MP.
Dari tahun ke tahun kebutuhan akan media tanam yang subur untuk stump mata tidur karet terus meningkat. Untuk itu suatu penelitian ini telah dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl.), pada Oktober 2008 sampai Januari 2009 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor perlakuan yaitu faktor pertama media tanam dengan 3 taraf : sub soil : kompos TKKS = 25 % + 75 %; 50 % + 50 %; 75 % + 25 %, faktor kedua mikoriza vesikula arbuskula dengan 4 taraf : 0 g/tan, 10 g/tan, 20 g/tan, 30 g/tan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 9,13 MST, berat basah tunas dan berat kering tunas. Pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) berpengaruh nyata terhadap berat basah akar lateral + tunas 13 MST dan berat kering akar lateral + tunas 13 MST. Interaksi antara media tanam dan mikoriza vesikula arbuskula (MVA) berpengaruh nyata terhadap berat basah akar lateral. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa media tanam dengan menggunakan sub soil + kompos TKKS dengan proporsi 25 % : 75 %; 50 % : 50 %; 75 % : 25 %; serta pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) pada media tanam 10 g/tan; 20 g/tan; 30 g/tan belum signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan stump mata tidur tanaman karet. Interaksi antara media tanam dan mikoriza vesikula arbuskula (MVA) dengan kombinasi terbaik adalah M2N2 dan M1N2 (sub soil + kompos TKKS 50 % : 50 % dan sub soil + kompos TKKS 25 % : 75 %, dengan pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) masing-masing 20 g/tan), namun belum signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan stump mata tidur tanaman karet.
ABSTRACT
DERMAWAN S. SARAGIH : Influence of Planting Medium and Giving Mycorrhizae Vesicular Arbuscular (MVA) to the Growth of Rubber Stump
(Hevea brasiliensis Muell Arg.) supervised by IR. T. IRMANSYAH, MP and IR. CHARLOQ, MP.
Years to years the need of fertile planting medium of rubber stump is increased. Therefore, ar research had been conducted at experimental field College of Agriculture USU ( + 25 asl.), in october 2008 until january 2009 using factorial randomized block design with 2 treatment factors, i.e. first factor of planting medium by 3 levels : sub soil : compost TKKS = 25 % + 75 %; 50 % + 50 %; 75 % + 25 %, second factor of mycorrhizae vesicular arbuscular by 4 levels : 0 g/plant, 10 g/plant, 20 g /plant, 30 g/plant.
This results showed that indicate planting medium affected significantly on amount of leaf 9, 13 weeks after plant, weight of wet bud and weight of dry bud. Giving mycorrhizae vesicular arbuscular affected significantly on weight of wet lateral roots + bud that 13 weeks after plant, and weight of dry lateral roots + bud that 13 weeks after plant. Interaction between planting medium and giving mycorrhizae vesicular arbuscular (MVA) affected significantly on weight of wet lateral roots. From the result it’s could be concluded that planting medium in sub soil : compost TKKS with proportion 25 % : 75 %; 50 % : 50 %; 75 % : 25 %; also giving mycorrhizae vesicular arbuscular (MVA) in planting medium 10 g/plant; 20 g/plant; 30 g/plant not significant to increase the growth of rubber stump. Interaction between planting medium and giving mycorrhizae vesicular arbuscular (MVA) which the best combination was M2N2 and M1N2 (sub soil : compost TKKS : 50 % + 50 % and sub soil : compost TKKS : 25 % + 75 %, with each giving mycorrhizae vesicular arbuscular 20 g/plant), but not significant to increase the growth of rubber stump.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula
Arbuskula (MVA) terhadap Pertumbuhan Stump Mata Tidur
Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.)”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
Bapak Ir. T. Irmansyah, MP dan Ibu Ir. Charloq, MP selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran kepada
penulis mulai dari persiapan penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada
Ibu Ir. Ratna Rosanty Lahay, MP dan Bapak Prof. Ir. Edison Purba, Ph.D;
Ibu Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP; yang telah membantu penulis, Staff
penanggung jawab lahan FP USU, Staf penganggung jawab Laboratorium
Teknologi Benih FP USU dan kepada Staff dosen Fakultas Pertanian yang telah
memberi masukan, motivasi dan dukungan dalam menyusun skripsi ini serta
Bapak Hendra Suwarta, SP, S.Kom selaku Kepala Bidang Data & Informasi di
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Wilayah I Medan atas bantuan
data curah hujan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya buat
keluarga tersayang, Ayahanda S. Saragih (Alm) dan Ibunda T. Br. Purba yang
telah memberikan dukungan dan dorongan kepada penulis baik secara moril dan
kepada Rida, Jurni yang telah mendukung penulis dalam doa, daya, motivasi dari
awal penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat yang setia
mendukung dan mendoakan penulis, Eko, Rimember, Bosco, Dornado, Adifa,
Adi, Tarto, Pu Raja, Sandi, Sony, Nico, Daniel, Zainal, Darma, Yessi, Jojor,
Hayati, Ani, Icha, Ayu, Dina, Grace, Lidia, Rinda, Lasma, Mida, Uli, Evi, Jely,
Lenny, yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat selama penyusunan
skripsi ini. Serta teman-teman BDP stambuk 2004 yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, B’Doris, B’Frans, B’Rekki, B’Adit, B’Agus, B’Rajani,
B’Rino, B’Doddy B’Adriansyah, K’Loura, K’Tetty, Abang dan Kakak Jurusan
BDP stambuk 2003 yang lain, Adik-adik Jurusan BDP 2005 (Edy, Swonary,
Reinhart, dan yang lainnya), Adik-adik BDP stambuk 06 (Henri, Erwin, Victor,
dan yang lainnya), Adik-adik BDP stambuk 2007 (Hendri, Nangon, dan yang
lainnya), Adik-adik BDP 2008,serta teman-teman yang ada di Berdikari 26 (Heri,
Martin, Manroy, Uhum, Nalon, Decky, Hendri, Philip), PKKku (B’Franky,
B’Oktav, K’Juita, K’Benita), KTBku (K’Sesep, K’Irene) yang telah membantu
baik pikiran, tenaga dari awal penelitian sampai selesainya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih.
Medan, November 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sungai Buaya, Kec. B.Purba pada tanggal
05 September 1985 dari Ayahanda S.Saragih (Alm) dan Ibunda T.Br Purba.
Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lubuk Pakam, Kabupaten
Deli Serdang dan pada tahun yang sama lulus ke Fakultas Pertanian USU melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi
Agronomi Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti persekutuan Kebaktian
Mahasiswa Kristen. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate, Kecamatan Dolok Merangir, Kabupaten
DAFTAR ISI
Bibit Stump Mata Tidur dalam Polybag ... 9
Rootone-F ... 11
Media Tanam ... 12
Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) ... 14
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 17
Bahan dan Alat ... 17
Metode Penelitian ... 18
Metode Analisa Data ... 19
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 20
Persiapan Media Tanam ... 20
Penanaman Stump Mata Tidur Karet ... 21
Aplikasi Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) ... 21
Pemeliharaan Tanaman ... 21
Penyiraman ... 21
Penyulaman ... 22
Penyiangan ... 22
Pewiwilan ... 22
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 22
Pengamatan Parameter ... 23
Waktu Keluarnya Tunas (hst) ... 23
Panjang Tunas (cm)... 23
Diameter Tunas (mm) ... 23
Persentase Stump Bertunas (%) ... 23
Jumlah Daun (helai) ... 24
Berat Basah Akar Lateral (g) ... 24
Berat Basah Tunas (g) ... 24
Berat Kering Akar Lateral (g) ... 24
DAFTAR TABEL
No. Teks Hal
1. Komposisi Unsur dalam Kompos TKKS ... 4
2. Perbedaan Kompos (Pupuk Organik) dan Pupuk Anorganik ... 13
3. Waktu Keluarnya Tunas atas Perlakuan Media Tanam 1-3 MST (hst) ... 28
4. Rataan Panjang Tunas 5-13 MST (cm) pada perlakuan Media Tanam dan pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 29
5. Rataan Diameter Tunas 5-13 MST (mm) pada Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 32
6. Rataan Jumlah Daun 5-13 MST (helai) pada Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 35
7. Berat Basah Akar Lateral 13 MST (g) pada Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 37
8. Berat Kering Akar Lateral 13 MST (g) pada Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 41
9.
Berat Basah Tunas 13 MST (g) pada Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 4210.Berat Kering Tunas 13 MST (g) pada Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 43
11.Berat Basah Akar Lateral + Tunas 7 MST (g) pada Media Tanam dan
Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 44
12.Berat Kering Akar Lateral + Tunas 7 MST (g) pada Media Tanam dan
Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 45
13.Berat Basah Akar Lateral + Tunas 10 MST (g) pada Media Tanam dan
Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 46
14.Berat Kering Akar Lateral + Tunas 10 MST (g) pada Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 47
15.Berat Basah Akar Lateral + Tunas 13 MST (g) pada Media Tanam dan
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Hal
1. Hubungan Panjang Tunas dengan Berbagai Media Tanam Pada
Berbagai Umur Tanaman ... 30
2. Hubungan Panjang Tunas dengan Berbagai Mikoriza Vesikula
Arbuskula Pada Berbagai Umur Tanaman ... 31
3. Hubungan Diameter Tunas dengan Berbagai Media Tanam Pada
Berbagai Umur Tanaman ... 33
4. Hubungan Diameter Tunas dengan Berbagai Mikoriza Vesikula Arbuskula Pada Berbagai Umur Tanaman ... 33
5. Hubungan Berat Basah Akar Lateral 13 MST dengan Media Tanam pada berbagai Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 38
6. Hubungan Berat Basah Akar Lateral 13 MST dengan Mikoriza Vesikula Arbuskula pada berbagai Media Tanam ... 39
7. Hubungan Berat Basah Akar Lateral + tunas 13 MST dengan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Hal
1. Data Waktu Keluarnya Tunas (hst) ... 64
2. Data Panjang Tunas 5 MST (cm) ... 65
3. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 5 MST ... 65
4. Data Panjang Tunas 7 MST (cm) ... 66
5. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 7 MST ... 66
6. Data Panjang Tunas 9 MST (cm) ... 67
7. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 9 MST ... 67
8. Data Panjang Tunas 11 MST (cm) ... 68
9. Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 11 MST ... 68
10.Data Panjang Tunas 13 MST (cm) ... 69
11.Daftar Sidik Ragam Panjang Tunas 13 MST ... 69
12.Data Diameter Tunas 5 MST (mm) ... 70
13.Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 5 MST ... 70
14.Data Diameter Tunas 7 MST (mm) ... 71
15.Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 7 MST ... 71
16.Data Diameter Tunas 9 MST (mm) ... 72
17.Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 9 MST ... 72
18.Data Diameter Tunas 11 MST (mm) ... 73
19.Daftar Sidik Ragam Diameter Tunas 11 MST ... 73
20.Data Diameter Tunas 13 MST (mm) ... 74
22.Data Persentase Stump Bertunas 1 MST (%) ... 75
23.Data Persentase Stump Bertunas 2 MST (%) ... 75
24.Data Persentase Stump Bertunas 3 MST (%) ... 76
25.Data Persentase Stump Bertunas 4 MST (%) ... 76
26.Data Persentase Stump Bertunas 5 MST (%) ... 77
27.Data Persentase Stump Bertunas 6 MST (%) ... 77
28.Data Persentase Stump Bertunas 7 MST (%) ... 78
29.Data Jumlah Daun 5 MST (helai) ... 79
30.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST ... 79
31.Data Jumlah Daun 7 MST (tangkai) ... 80
32.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 7 MST ... 80
33.Data Jumlah Daun 9 MST (tangkai) ... 81
34.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 9 MST ... 81
35.Data Jumlah Daun 11 MST (tangkai) ... 82
36.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 11 MST ... 82
37.Data Jumlah Daun 13 MST (tangkai) ... 83
38.Daftar Sidik Ragam Jumlah Daun 13 MST ... 83
39.Data Berat Basah Akar Lateral 13 MST (gram) ... 84
40.Data Transformasi Akar Berat Basah Akar Lateral 13 MST (gram) ... 84
41.Daftar Sidik Ragam Berat Basah Akar Lateral 13 MST ... 85
42.Data Berat Kering Akar Lateral 13 MST (gram) ... 85
43.Data Transformasi Akar Berat Kering Akar Lateral 13 MST (gram) ... 86
44.Daftar Sidik Ragam Berat Kering Akar Lateral 13 MST ... 86
46.Daftar Sidik Ragam Berat Basah Tunas 13 MST ... 87
47.Data Berat Kering Tunas 13 MST (gram) ... 88
48.Data Transformasi Akar Berat Kering Tunas 13 MST (gram) ... 88
49.Daftar Sidik Ragam Berat Kering Tunas 13 MST ... 89
50.Data Berat Basah Akar Lateral + Tunas 7 MST (gram) ... 89
51.Data Transformasi Akar Berat Basah Akar Lateral + Tunas 7 MST (gram) ... 90
52.Daftar Sidik Ragam Berat Basah Akar Lateral + Tunas 7 MST ... 90
53.Data Berat Kering Akar Lateral + Tunas 7 MST (gram) ... 91
54.Data Transformasi Akar Berat Kering Akar Lateral + Tunas 7 MST (gram) ... 91
55.Daftar Sidik Ragam Berat Kering Akar Lateral + Tunas 7 MST ... 92
56.Data Berat Basah Akar Lateral + Tunas 10 MST (gram) ... 92
57.Daftar Sidik Ragam Berat Basah Akar Lateral + Tunas 10 MST ... 93
58.Data Berat Kering Akar Lateral + Tunas 10 MST (gram) ... 93
59.Data Transformasi Akar Berat Kering Akar Lateral + Tunas 10 MST (gram) ... 94
60.Daftar Sidik Ragam Berat Kering Akar Lateral + Tunas 10 MST ... 94
61.Data Berat Basah Akar Lateral + Tunas 13 MST (gram) ... 95
62.Daftar Sidik Ragam Berat Basah Akar Lateral + Tunas 13 MST ... 95
63.Data Berat Kering Akar Lateral + Tunas 13 MST (gram) ... 96
64.Data Transformasi Akar Berat Kering Akar Lateral + Tunas 13 MST (gram) ... 96
66.Rangkuman Hasil Penelitian ... 98
67.Deskripsi Tanaman Karet Klon PB-260 ... 99
68.Bagan Lahan Penelitian ... 100
69.Bagan Plot Tanaman ... 101
70.Curah Hujan Harian Medan dan Sekitarnya Oktober 2008 – Januari 2009 ... 102
71.Analisa Usaha Tani ... 103
72.Foto Lahan Penelitian ... 104
73.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 105
74.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 106
75.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 107
76.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 108
77.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 109
78.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 110
79.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 111
80.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 112
81.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 113
82.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 114
83.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 115
84.Foto Stump Karet, Tunas dan Akarnya ... 116
ABSTRAK
DERMAWAN S. SARAGIH : Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA) terhadap Pertumbuhan Stump Mata Tidur Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dibimbing oleh Ir. T. IRMANSYAH, MP dan Ir. CHARLOQ, MP.
Dari tahun ke tahun kebutuhan akan media tanam yang subur untuk stump mata tidur karet terus meningkat. Untuk itu suatu penelitian ini telah dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian USU (± 25 m dpl.), pada Oktober 2008 sampai Januari 2009 menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 2 faktor perlakuan yaitu faktor pertama media tanam dengan 3 taraf : sub soil : kompos TKKS = 25 % + 75 %; 50 % + 50 %; 75 % + 25 %, faktor kedua mikoriza vesikula arbuskula dengan 4 taraf : 0 g/tan, 10 g/tan, 20 g/tan, 30 g/tan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 9,13 MST, berat basah tunas dan berat kering tunas. Pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) berpengaruh nyata terhadap berat basah akar lateral + tunas 13 MST dan berat kering akar lateral + tunas 13 MST. Interaksi antara media tanam dan mikoriza vesikula arbuskula (MVA) berpengaruh nyata terhadap berat basah akar lateral. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa media tanam dengan menggunakan sub soil + kompos TKKS dengan proporsi 25 % : 75 %; 50 % : 50 %; 75 % : 25 %; serta pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) pada media tanam 10 g/tan; 20 g/tan; 30 g/tan belum signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan stump mata tidur tanaman karet. Interaksi antara media tanam dan mikoriza vesikula arbuskula (MVA) dengan kombinasi terbaik adalah M2N2 dan M1N2 (sub soil + kompos TKKS 50 % : 50 % dan sub soil + kompos TKKS 25 % : 75 %, dengan pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) masing-masing 20 g/tan), namun belum signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan stump mata tidur tanaman karet.
ABSTRACT
DERMAWAN S. SARAGIH : Influence of Planting Medium and Giving Mycorrhizae Vesicular Arbuscular (MVA) to the Growth of Rubber Stump
(Hevea brasiliensis Muell Arg.) supervised by IR. T. IRMANSYAH, MP and IR. CHARLOQ, MP.
Years to years the need of fertile planting medium of rubber stump is increased. Therefore, ar research had been conducted at experimental field College of Agriculture USU ( + 25 asl.), in october 2008 until january 2009 using factorial randomized block design with 2 treatment factors, i.e. first factor of planting medium by 3 levels : sub soil : compost TKKS = 25 % + 75 %; 50 % + 50 %; 75 % + 25 %, second factor of mycorrhizae vesicular arbuscular by 4 levels : 0 g/plant, 10 g/plant, 20 g /plant, 30 g/plant.
This results showed that indicate planting medium affected significantly on amount of leaf 9, 13 weeks after plant, weight of wet bud and weight of dry bud. Giving mycorrhizae vesicular arbuscular affected significantly on weight of wet lateral roots + bud that 13 weeks after plant, and weight of dry lateral roots + bud that 13 weeks after plant. Interaction between planting medium and giving mycorrhizae vesicular arbuscular (MVA) affected significantly on weight of wet lateral roots. From the result it’s could be concluded that planting medium in sub soil : compost TKKS with proportion 25 % : 75 %; 50 % : 50 %; 75 % : 25 %; also giving mycorrhizae vesicular arbuscular (MVA) in planting medium 10 g/plant; 20 g/plant; 30 g/plant not significant to increase the growth of rubber stump. Interaction between planting medium and giving mycorrhizae vesicular arbuscular (MVA) which the best combination was M2N2 and M1N2 (sub soil : compost TKKS : 50 % + 50 % and sub soil : compost TKKS : 25 % + 75 %, with each giving mycorrhizae vesicular arbuscular 20 g/plant), but not significant to increase the growth of rubber stump.
Latar Belakang
Permasalahan lahan kritis di Indonesia semakin besar dengan semakin
meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena
pemanfaatannya yang melebihi kapasitasnya. Menurut Menkokesra, 2005 dalam
Nurcholis dan Sumarsih, (2007) Saat ini diperkirakan luas lahan kritis di
Indonesia mencapai sekitar 25 juta ha. Hal ini juga semakin diperparah dengan
adanya kegiatan perambahan hutan yang mengakibatkan 2,8 juta hektar per tahun
hutan Indonesia rusak (http://www.tempointeraktif.com., 2007).
Tanaman karet merupakan tanaman yang dapat tumbuh secara liar
meskipun di tanah yang kurang subur. Reaksi tanah yang umumnya ditumbuhi
karet berada pada kisaran pH 3,0-8,0 (Setyamidjaja, 2000).
Tanaman karet merupakan tanaman perkebunan yang memiliki peranan
sangat penting dalam perekonomian nasional, antara lain sebagai sumber
pendapatan bagi lebih dari 10 juta petani dan menyerap sekitar 1,7 juta tenaga
kerja lainnya. Selain itu, karet merupakan salah satu komoditas nonmigas yang
secara konsisten nilai ekspornya. (http://www.tempointeraktif.com., 2007).
Saat ini karet banyak digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari
keperluan rumah tangga sampai kepada keperluan industri. Untuk kebutuhan
peralatan rumah tangga seperti : mainan anak-anak, sepatu, sandal, makanan
(permen karet), hingga peralatan elektronik. Untuk keperluan industri sebagai
bahan untuk membuat ban sepeda motor, ban mobil, hingga ban pesawat terbang.
Tak mengherankan, permintaan karet di dunia terus meningkat. Data terbaru
sekitar 4,1% dari 20,68 juta ton pada 2005 menjadi 21,51 juta ton pada 2006.
Tahun 2007, seperti perkiraan banyak kalangan, permintaan karet naik sekitar
10%. International Rubber Study Group (IRSG) memperkirakan, permintaan atau
konsumsi karet dunia akan naik menjadi 24 juta ton pada 2010
(http://www.bexi.co.id., 2008).
Perkebunan karet Indonesia seluas 3,3 juta hektar, 85 % di antaranya
perkebunan rakyat, selebihnya, 7 %, merupakan perkebunan besar negara dan 8 %
perkebunan besar swasta. Dari segi produksi Indonesia kalah dengan Thailand.
Produksi karet Indonesia selama 2006 tercatat 2,6 juta ton, kalah dibandingkan
dengan Thailand yang menempati posisi teratas dengan tiga juta ton, melalui
upaya penerapan teknologi maju dan bibit jenis unggul diharapkan mampu
meningkatkan produksi per satuan hektar sehingga tahun 2020 Indonesia bisa
menjadi produsen karet terbesar di dunia (http://wwwkemenegpdt.go.id., 2008).
Secara umum permasalahan utama perkebunan karet rakyat adalah masih
rendahnya produktivitas kebun (sekitar 610 kg/ha/tahun) bila dibandingkan
dengan produktivitas tanaman karet perkebunan besar yang mencapai sekitar
1100-1200 kg/ha/thn (Ditjenbun, 2005).
Rendahnya produktivitas tersebut antara lain disebabkan sebagian besar
kebun petani (> 60%) masih menggunakan bahan tanam non-unggul dan masih
luasnya areal karet yang tua/rusak yang perlu diremajakan (Supriadi, 1997).
Masalahnya, proyek pengembangan karet berbantuan dengan pembiayaan
dari pemerintah pusat atau pinjaman luar negeri sudah sulit diadakan. Oleh karena
itu perlu didorong upaya-upaya untuk melakukan percepatan pengembangan
pemberdayaan petani serta masyarakat. Hal ini dilandasi pula oleh kenyataan
bahwa upaya peremajaan karet oleh petani dengan menerapkan teknologi maju
secara swadaya berjalan relatif lambat dan tingkat keberhasilannya rendah, karena
menghadapi berbagai kendala seperti terbatasnya dana yang dimiliki petani,
ketersediaan benih bermutu, ketersediaan informasi dan SDM yang handal,
kelemahan sistem kelembagaan finansial, pengolahan dan pemasaran
(Supriadi et al, 1992).
Subsoil (Tanah bawahan) merupakan horizon B atau bagian tanah yang
sudah terbentuk horizon; sedang bagi tanah yang sedang berkembang berarti
lapisan tanah dibawah tanah permukaan dimana terdapat pertumbuhan akar yang
normal (http://warintek.bantul.go.id., 2008).
Kompos adalah hasil pembusukan sisa-sisa tanaman yang disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme pengurai. Kualitas kompos sangat ditentukan oleh
besarnya perbandingan antara jumlah karbon dan nitrogen (C/N rasio). Jika C/N
rasio tinggi, berarti bahan penyusun kompos belum terurai secara sempurna.
Bahan kompos dengan C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama
dibandingkan dengan bahan C/N rasio rendah. Kualitas kompos dianggap baik
jika memiliki C/N rasio antara 12-15 (Novizan, 2005).
Kompos dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang digunakan untuk
memupuk perkebunan kelapa sawit dapat mengurangi kebutuhan pupuk kimia
sampai 50 % pada tahun ketiga. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Kompos
dari TKKS bila digunakan dengan dosis 50 kg/pohon maka setara dengan unsur
hara 99 kg N, 53 kg P, dan 165 kg K2O per hektar atau 215 kg urea, 147 kg
juga akan meningkatkan kualitas tanah dengan lebih baiknya agregasi, aerasi dan
kapasitas tanah (Indriani, 2004).
Tabel 1. Komposisi unsur dalam kompos TKKS
Unsur Nilai
Di alam, terdapat berbagai bentuk simbiosis yang secara tidak langsung
dapat meningkatkan produktivitas tanaman, diantaranya ialah cendawan mikoriza.
Cendawan ini sering disebut mikoriza vesikula arbuskula (MVA) karena dapat
membentuk struktur vesikula pada korteks akar tanaman yang terinfeksi. Vesikula
merupakan struktur seperti kantung di ujung hifa yang mengandung banyak
butiran lemak. Vesikula berfungsi sebagai organ penyimpanan (Musnawar, 2006).
Karet merupakan tanaman yang bernilai ekonomis tinggi, tetapi satu hal
yang sering terjadi di lapangan adalah tingginya tingkat kematian stump setelah
beberapa saat tanam di lapangan. Kombinasi media tanam (sub soil, kompos
TKKS, dan pemberian mikoriza) dan pemakaian stump yang unggul diharapkan
dapat membantu menyelesaikan permasalahan tingginya tingkat kematian stump
karet tersebut setelah di tanam di lapangan.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh media tanam dan pemberian mikoriza vesikula
karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) dan diharapkan penelitian ini dapat
bermanfaat bagi peneliti dan bagi pihak – pihak yang membutuhkan informasi
khususnya dalam pengadaan bibit tanaman karet.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh media tanam dan
pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) terhadap pertumbuhan stump
mata tidur karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.).
Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan stump mata tidur karet.
2. Ada pengaruh pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) terhadap
pertumbuhan stump mata tidur karet.
3. Ada interaksi media tanam dan pemberian mikoriza vesikula arbuskula
(MVA) terhadap pertumbuhan stump mata tidur karet.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Botani Tanaman
Menurut Tim Penulis PS (2004), klasifikasi tanaman karet (Hevea
brasiliensis) adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Family : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg.
Tanaman karet dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji) dan
vegetatif (menggunakan klon). Biji yang akan dipakai untuk bibit, terutama untuk
penyediaan batang bagian bawah harus sungguh-sungguh baik
(Setyamidjaja, 2000). Tanaman karet memproduksi senyawa kompleks seperti
vitamin, hormon, pati, sellulosa, protein, lemak,asam nukleat dan enzim untuk
mengendalikan dan mengatur dan mendukung proses perkembangannya
(Salisbury dan Ross, 1995).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada
kecondongan arah tumbuh tanaman agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini
Daun karet berselang-seling, helai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak
daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak
daun berhelai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal
sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak
cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).
Pohon karet mulai menghasilkan buah pada usia 4 tahun. Setiap buah
terdiri dari tiga atau empat biji, yang jatuh ke tanah ketika buah matang dan
pecah. Setiap tanaman karet menghasilkan 800 biji (1,3 kg) dua kali setahun. Biji
terdiri dari cangkang keras yang tipis dan sebuah kernel. Cangkang juga terdiri
dari beberapa minyak kernel dan cangkang terkadang dicampur bersama,
menghasilkan minyak yang mengandung serat yang tinggi
(http://www.tempointeraktif.com., 2007).
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang
berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai
enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Bila buah sudah masak, maka akan pecah
dengan sendirinya. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi, jumlah biji
biasanya tiga, kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar
dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola
yang khas (Tim Penulis PS, 2004).
Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap
karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang,
sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah
bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk
jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga helai putik akan tampak.
Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang berwarna
kuning. Bunga karet mmpunyai bau dan warna yang menarik dengan tepung sari
dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 2000).
Syarat tumbuh
Iklim
Tanaman karet tumbuh baik di dataran rendah. Yang ideal adalah pada
tinggi 0-200 m dari permukaan laut. Penyebaran perkebunan karet di indonesia
terbanyak adalah hingga tinggi 400 m dari permukaan laut. Tanaman karet
tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan 2000-4000 mm per tahun.
Tanaman karet dapat tumbuh pada suhu diantara 250 hingga 350 C. Suhu terbaik
adalah rata-rata 280 C. Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet
adalah rata-rata berkisar diantara 75-90 %. Angin yang bertiup kencang dapat
mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang. Lama penyinaran dan
intensitas cahaya matahari sangat menentukan produktivitas tanaman. Di daerah
yang kurang hujan yang menjadi faktor pembatas adalah kurangnya air,
sebaliknya di daerah yang terlalu banyak hujan, cahaya matahari menjadi
pembatas (Sianturi, 2001).
Tanah
Menurut Setyamidjaja (2000), sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman
karet adalah sebagai berikut :
Remah, porous dan dapat menahan air. Tekstur terdiri atas 35 % liat dan 30 % pasir .
Tidak bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm.
Kandungan unsur hara N, P, dan K cukup dan tidak kekurangan unsur
mikro.
pH 4,5 - 6,5.
Kemiringan tidak lebih dari 16 %.
Permukaan air tanah tidak kurang dari 100 cm.
Bibit Stum Mata Tidur dalam Polybag
Bibit karet dalam polybag dapat berasal dari biji atau okulasi mata
tidur (OMT) yang dipelihara sampai tumbuh menjadi tanaman kecil yang siap
dipindahkan.Bibit dalam polybag dapat digunakan untuk keperluan pembibitan,
kebun kayu okulasi, kebun produksi maupun ditanam di lahan bekas hutan atau
yang lain.Tanaman karet yang berada dalam polybag merupakan tanaman yang
telah siap untuk dipindahkan atau ditanam di lapangan. Bibit karet dalam polybag
merupakan bahan tanam yang ideal karena perakarannya telah siap dan tunas
tumbuh dengan baik. Cara membuatnya adalah sebagai berikut:
1. Akar tunggang OMT dipotong dan disisakan ± 35 cm atau disesuaikan dengan
panjang polybag, sedang akar lateral dipotong hingga tinggal 2 cm.
2. Polybag ukuran 30 cm x 50 cm dilubangi (12 lubang) kemudian diisi tanah
permukaan atas kurang lebih setengahnya. Stump okulasi diletakkan tegak
lurus di dalam polybag kemudian diisi kembali dengan tanah sampai penuh.
Leher akar harus terletak di bawah permukaan tanah. Selanjutnya tanah
3. Polybag diatur dalam barisan dengan mata okulasi menghadap ke arah yang
sama. Barisan dibuat kelompok-kelompok dengan lebar 5-10 polybag dan
panjang 50-100 polybag. Antar barisan diberi jarak untuk memudahkan
pemeliharaan, seperti menyiang rumput atau gulma, mewiwil tunas-tunas
aksiler yang tumbuh baik pada batang bawah maupun pada batang atas,
memberantas hama dan penyakit bila ada, memupuk, dan menyiram bila tidak
ada hujan.
4. Bibit dalam polybag dipelihara sampai tumbuh 2-3 payung daun atau 3-4
bulan, selanjutnya bibit siap dipindah ke lapangan.
5. Penyiraman dilakukan apabila tidak ada hujan. Oleh karena itu bibit dalam
polybag harus diletakkan dekat sumber air baik itu sungai, sumur atau air
irigasi untuk memudahkan penyiraman.
(Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Okulasi atau penempelan bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat baik yang
dimiliki oleh batang bawah (stock) dengan batang atas (scion) yang ditempelkan
padanya. Dewasa ini dikenal dua cara okulasi, yaitu okulasi coklat (brown
budding) dan okulasi hijau (green budding) (Setyamidjaja, 2000). Dengan cara
okulasi akan terjadi penggabungan sifat-sifat baik dari dua tanaman dalam waktu
yang relatif pendek dan memperlihatkan pertumbuhan yang seragam. Setelah
pengokulasian tanaman berhasil, 3 minggu kemudian dilakukan
penyeroan/pemotongan 5-10 cm diatas batang tanaman yang telah berhasil
diokulasi, agar pertumbuhan difokuskan melalui okulasi (mata tunas) yang telah
terbentuk. Tujuan utama membuat bibit okulasi adalah agar produksi bisa lebih
Stump mata tidur karet merupakan hasil pembiakan vegetatif (okulasi) atau
sering juga disebut bibit okulasi yang dibongkar setelah mata bengkak. Awalnya
(Sianturi, 2001).
Klon tanaman karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah klon
PB-260 karena mempunyai keunggulan dalam hal kualitas dan kuantitas produksi
tiap bulannya. PB-260 merupakan klon yang sampai saat ini diteliti dan
dikembangkan oleh perusahaan PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate untuk
meningkatkan kualitas output (ban) yang di produksi oleh mereka yang dipakai
dalam perlombaan Internasional Formula 1 (mobil) dan Moto GP (sepeda motor)
(http://www.bridgestone.co.id., 2008).
Rootone – F
Zat pengatur tumbuh rootone-f adalah formulasi dari beberapa zat :
Napthalene Acitic Acid (NAA), Indole Acitid Acid (IAA), dan IBA yang
berbentuk tepung berwarna putih kotor dan sukar larut dalam air. Komposisi
bahan aktif rootone-f adalah Napthalene Acetamida (NAA) 0,067 %;
3-metil-1-Napthalene acetatamida (MNAD) 0,013 %; 3-Indol butyric Acid (IBA) 0,057 %
dan Thyram (Tetramithiuram disulfat) 4,00 %. NAD, NAA, DAN IBA merupakan
senyawa organik yang dapat mempercepat dan memperbanyak perakaran stek.
Thyram merupakan senyawa organik yang berfungsi sebagai fungisida. Waktu
pengeratan sebelum pengambilan stek ini berkaitan dengan pengumpulan zat
makanan pada pangkal batang yang dikerat nantinya akan membantu dalam
pembentukan akar pada stek tersebut. Zat pengatur tumbuh rootone-f berfungsi
untuk mempercepat proses fisiologis yang memungkinkan tersedianya bahan
PAA disebut sebagai hormon auksin yang dapat menghambat perakaran bila
dalam jumlah besar dan dapat meningkatkan perakaran dalam konsentrasi yang
jauh lebih rendah (Salisbury dan Ross, 1995).
Media Tanam
Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi sub
soil dengan kompos tandan kosong kelapa sawit dan diharapkan kombinasi ini
akan membantu dalam hal penyediaan media tanam yang subur menyerupai top
soil mengingat semakin banyaknya kerusakan lahan pertanian Indonesia. Media
tanam ini dimasukkan ke dalam polybag (Setiawan dan Andoko, 2006).
Media tanam, hasil karet maksimal didapatkan jika di tanam di tanah
subur, berpasir, dapat melalukan air dan tidak berpadas (kedalaman padas yang
dapat ditolerir adalah 2-3 m). Tanah ultisol yang kurang subur banyak ditanami
karet dengan pemupukan dan pengolahan yang baik
(http://www.agroindonesia.com., 2006).
Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka/sarang sehingga
aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dibandingkan
dengan tanah yang mengandung bahan organik rendah. Tanah yang kaya bahan
organik relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah sehingga yang
tersedia bagi tanaman lebih besar. Hara yang digunakan oleh mikroorganisme
tanah bermanfaat dalam mempercepat aktivitasnya, meningkatkan kecepatan
dekomposisi bahan organik dan mempercepat pelepasan hara. Pupuk kimia tidak
dapat menggantikan manfaat ganda bahan organik tanah (Sutanto, 2002).
Beberapa kelemahan pupuk organik yaitu kandungan unsur hara relatif lebih
dan respon tanaman terhadap pupuk organik relatif lebih lambat
(Musnamar, 2006).
Kompos merupakan senyawa bahan organik yang telah mengalami
degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak
dikenali bentuk aslinya, berwarna kehitam-hitaman, dan tidak berbau. Bahan
organik ini berasal dari tanaman maupun hewan, termasuk kotoran hewan.
Namun, khusus pupuk yang dibuat dari kotoran hewan biasa disebut pupuk
kandang. Adapun humus adalah hasil proses humifikasi atau
perubahan-perubahan lebih lanjut dari kompos. Berikut Perbedaan Kompos (Pupuk Organik)
dan Pupuk Anorganik pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Kompos (Pupuk Organik) dan Pupuk Anorganik
Kompos (Pupuk Organik) Pupuk Anorganik Mengandung unsur hara makro dan
mikro yang lengkap, tetapi dalam jumlah sedikit.
Hanya mengandung beberapa unsur hara saja, tetapi dalam jumlah banyak.
Memperbaiki struktur
Harga relatif murah Harga relatif mahal
Menambah daya serap air Tidak
Memperbaiki kehidupan - mikroorganisme dalam tanah
Tidak
Dapat dibuat sendiri Dibuat oleh pabrik
Sumber : Indriani, 2004.
Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk)
yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan,
Penggunaan kompos dapat memberikan beberapa manfaat yaitu menyediakan
unsur hara makro dan mikro bagi tanaman, menggemburkan tanah, memperbaiki
tekstur dan struktur tanah, meningkatkan porositas, aerase dan komposisi
mikroorganisme tanah, memudahkan pertumbuhan akar tanaman, daya serap air
yang lebih lama pada tanah, menghemat pemakaian pupuk kimia, menjadi salah
satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya lebih murah, dan ramah
lingkungan (Murbandono, 2000).
Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA)
Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur.
Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat
baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh
dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem
perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga
tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan
kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).
Mikoriza merupakan salah satu dari jenis jamur. Jamur merupakan suatu
alat yang dapat memantapkan struktur tanah. Faktor-faktor yang terlibat dalam
pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat
mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan
dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa
polysakarida, asam organik dan lendir yang di produksi juga oleh hifa-hifa
eksternal, akan mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi
butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalam
asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap
(Subiksa, 2002).
Pemanfaatan CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) telah terbukti sangat
berperan bagi tanaman dalam meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara serta
berfungsi meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan patogen
sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Jamur Mikoriza Arbuskula
telah banyak di teliti di laboratorium dimana mampu meningkatkan penyerapan
unsur hara makro terutama fosfat dan beberapa unsur hara mikro seperti Cu, Zn,
dan Bo, sehingga penggunaan CMA dapat dijadikan sebagai alat biologis untuk
mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama fosfat, di samping itu CMA
dapat mengefisienkan unsur-unsur hara terutama pada lahan marginal/kritis
(Setiadi, 1998).
Keuntungan mikoriza pada tumbuhan yang dikenal baik adalah
meningkatkan penyerapan fosfat, meskipun penyerapan hara lainnya dan air
sering meningkat pula. Manfaat mikoriza yang paling besar yaitu dalam
meningkatkan penyerapan ion yang biasanya berdifusi secara lambat menuju akar
atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat, NH4+, K+, dan NO3-.
Penyerapan hara dilakukan oleh akar. Hara ini mencapai akar melalui tiga cara,
yaitu : difusi melalui larutan tanah, dibawa air secara pasif dalam aliran massa
menuju akar, dan akar yang tumbuh mendekati unsur hara tersebut
(Salisbury dan Ross, 1995).
Wilarso (1990), mengemukakan bahwa CMA adalah salah satu cendawan
yang dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan melalui hifa eksternal mampu
mengurangi gejala defisiensi dan menghemat penggunaan pupuk TSP 70 – 90%.
Selain itu, CMA apabila menginfeksi jaringan akar tanaman maka akan ada
selama tanaman tersebut hidup.
Berdasarkan perkembangbiakannya, cendawan mikoriza (MA) dibagi
menjadi dua golongan, yaitu endomikoriza dan ektomikoriza. Endomikoriza
adalah cendawan MA simbion obligat sehingga tidak dapat dibiakkan tanpa
keberadaan tanaman inang. Hingga saat endomikoriza belum dapat ditumbuhkan
dalam medium buatan. MA merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme
antara cendawan dengan perakaran tingkat tinggi. Hubungan simbiosis antara
inang dan cendawan meliputi penyediaan fotosintat (karbohidrat) oleh tanaman
inang. Sebaliknya tanaman inang mendapatkan tambahan nutrien yang diambil
oleh cendawan dari tanah. Perkembangan cendawan MA pada umumnya
dipengaruhi kondisi rizosfer dan spora cendawan. Kondisi rizosfer adalah kondisi
di sekitar perakaran seperti suhu, pH, dan eksudat akar. Sementara kondisi spora
cendawan adalah dormansi dan kematangan spora. Pada asosiasi ini infeksi
cendawan akar tidak menyebabkan penyakit, tetapi meningkatkan penyerapan
unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Infeksi cendawan MA sangat membantu
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan. Dengan ketinggian tempat + 25 meter di
atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2008
sampai dengan Januari 2009.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah stump mata
tidur karet klon PB-260, mikoriza vesikula arbuskula (MVA), sub soil sebagai
media tanam, kompos tandan kosong kelapa sawit (TKKS), air, kertas label,
polybag dengan ukuran 40 cm x 20 cm, bambu sebagai pagar, kawat sebagai
pengikat bambu, insektisida curacron, fungisida dithane M-45, rootone-f dengan
dosis 500 ppm dan bahan-bahan lain yang mendukung pelaksanaan penelitian ini.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor,
meteran, pisau tajam, jangka sorong, gembor, handsprayer, benang, kalkulator,
timbangan analitik, gelas ukur, oven, desikator, alat tulis dan alat-alat lain yang
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
dengan 2 faktor perlakuan yaitu :
Faktor I : Media Tanam (M), dengan 3 taraf yaitu :
M1 : Sub soil : Kompos TKKS = 25 % + 75 %
M2 : Sub soil : Kompos TKKS = 50 % + 50 %
M3 : Sub soil : Kompos TKKS = 75 % + 25 %
Faktor II : Mikoriza Vesikula Arbuskula (N) dengan 4 taraf yaitu :
N0 : MVA 0 g/tanaman
N1 : MVA 10 g/tanaman
N2 : MVA 20 g/tanaman
N3 : MVA 30 g/tanaman
Maka diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut :
M1N0 M2N0 M3N0
M1N1 M2N1 M3N1
M1N2 M2N2 M3N2
M1N3 M2N3 M3N3
Jumlah Blok : 3
Jumlah plot : 36
Jumlah stump per plot : 6
Jumlah stump sampel per plot : 3
Jumlah stump sampel seluruhnya : 108
Jumlah stump seluruhnya : 216
Jarak antar blok : 50 cm
Jarak antar plot : 30 cm
Ukuran plot : 100 x 150 cm
Metode Analisa Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut:
Yijk = + i + j + k + ()jk + ijk
Dimana :
Yijk = Hasil pengamatan dari blok ke-i dengan pemberian media tanam pada j
dan pemberian mikoriza vesikula arbuskula pada k
= Nilai tengah
i = Efek blok ke-i
j = Pengaruh pemberian media tanam pada j
βk = Pengaruh pemberian mikoriza vesikula arbuskula pada k
(β)jk = Efek interaksi pemberian media tanam pada j dan pemberian mikoriza
vesikula arbuskula pada k
ijk = Efek galat pada blok ke-i yang mendapat pemberian media tanam pada
pada j dan pemberian mikoriza vesikula arbuskula pada k
Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan
uji beda rataan yaitu uji Duncan dengan taraf 5%.
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu dibersihkan dari
kotoran-kotoran, gulma, batu-batu kerikil dan sampah lainnya. Kemudian
dilakukan pembuatan plot percobaan dengan ukuran 150 x 100 cm, jarak antar
plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm.
Persiapan Media Tanam
Media tanam terdiri dari sub soil dan kompos tandan kosong kelapa sawit.
Kompos tandan kosong kelapa sawit diperoleh dari Tasma Puja, Medan. Sub soil
terlebih dahulu dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan kotoran. Kemudian media
tanam tersebut dicampur hingga merata sesuai dengan perbandingan pada
komposisi perlakuan dan dimasukkan ke dalam polybag berdiameter 18 cm
dengan tinggi 40 cm. Media tanam disikan ke polybag hingga setinggi 36 cm.
Persiapan Bahan Tanaman
Bahan tanaman diambil dari tanaman karet yang sudah berhasil diokulasi
(stump mata tidur) yang berumur + 6,5 bulan, dengan pertumbuhan sehat dan
normal. Stump di peroleh dari PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate di Dolok
Merangir, Kabupaten Simalungun. Stump dipilih yang baik dan seragam
penampilannya, seleksi meliputi keseragaman besar batang, tinggi mata okulasi
mata okulasi yang berwarna hijau dengan panjang batang 25-30 cm, diameter
batang 1,5 - 2 cm. Pengambilan bahan tanaman (stump) dilakukan pada sore hari.
Penanaman Stump Mata Tidur Karet
Jumlah stump per polybag sebanyak 1 batang, penanaman stump dilakukan
pada sore hari. Sebelum ditanam, terlebih dahulu stump direndam dengan larutan
rootone-f 500 ppm selama 15 menit. Penanaman dilakukan dengan memasukkan
stump secara tegak tepat di bagian tengah polybag. Stump yang terbenam dalam
media adalah sedalam 10-15 cm. Setelah stump ditanam, dibuat 1 buah bambu
kecil di satu sisi polybag sebagai tempat aplikasi mikoriza 1 bulan berikutnya.
Kemudian media tanam di siram dengan air hingga kapasitas lapang.
Aplikasi Mikoriza Vesikula Arbuskula (MVA)
Mikoriza diaplikasikan setelah 1 bulan penanaman stump dalam polybag
dengan mengangkat 1 buah bambu kecil di satu sisi polybag yang telah dibuat
sebelumnya kemudian cendawan mikoriza arbuskula dimasukkan pada lubang
bambu tersebut sesuai dengan perlakuan dan sedalam 20 cm. Mikoriza diperoleh
dari BP2TP Sumatera Utara.
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari secara merata
pada seluruh tanaman dengan menggunakan gembor dan air bersih, dan
Penyulaman
Penyulaman dilakukan guna mengganti tanaman yang rusak akibat hama,
penyakit ataupun kerusakan mekanis lainnya. Batas waktu penyulaman adalah
2 minggu setelah tanam.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan bila ditemukan gulma di areal penelitian.
Penyiangan di lakukan secara manual, untuk gulma yang terdapat dalam polybag,
sedangkan yang berada di luar polybag di bersihkan dengan menggunakan
cangkul.
Pewiwilan
Pewiwilan atau pembuangan tunas - tunas liar dilakukan bila ditemukan
tunas- tunas liar (tunas - tunas yang tumbuh selain dari mata okulasi) pada stump
mata tidur karet yang telah ditanam. Pewiwilan dilakukan secara manual dengan
menggunakan pisau lipat setiap hari apabila ditemukan tunas – tunas liar yang
baru tumbuh pada stump mata tidur karet.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan metode manual dan kimia.
Sedangkan pengendalian penyakit dilakukan dengan metode kimia. Secara kimia
menggunakan insektisida Curacon untuk mengendalikan serangan hama dan
fungisida Dithane M-45 untuk mengendalikan penyakit, dengan dosis
Pengamatan Parameter
Waktu Keluarnya Tunas (HST)
Waktu keluarnya tunas diamati dengan menghitung hari sejak tanam
sampai membukanya mata tunas dengan ciri-ciri mata okulasi membengkak dan
berwarna hijau. Penghitungan waktu keluarnya tunas sampai dengan 9 minggu
setelah tanam (9 MST).
Panjang Tunas (cm)
Panjang tunas diukur dari pangkal tumbuhnya tunas hingga titik tumbuh
dengan memakai penggaris/benang sebagai alat bantu. Pengukuran dimulai sejak
5 minggu setelah tanam dengan interval 2 minggu sekali sampai dengan 13 MST.
Diameter Tunas (mm)
Diameter tunas diukur + 1 cm dari pangkal tunas. Tunas yang diukur
adalah tunas yang sama dengan tunas yang diukur pada panjang tunas, dengan
menggunakan jangka sorong dan dilakukan sejak 5 minggu setelah tanam dengan
interval 2 minggu sekali sampai dengan 13 MST.
Persentase Stump Bertunas (%)
Persentase stump bertunas dihitung setiap minggunya setelah tanam yaitu
dengan menghitung stump yang bertunas dibagi jumlah stump pada
masing-masing plot dikali 100%. Rumus
% stump bertunas = Jumlah stump yang bertunas
Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang sudah membuka sempurna
dan dilakukan sejak 5 minggu setelah tanam dengan interval 2 minggu sekali
sampai dengan 13 MST.
Berat Basah Akar Lateral (g)
Penghitungan berat basah akar lateral dilakukan pada akhir penelitian
yaitu pada 13 MST. Penghitungan berat basah akar lateral dilakukan dengan
memangkas semua akar lateral dari pangkalnya, kemudian dibersihkan dari tanah
yang melekat. Akar yang telah dipotong dan dibersihkan ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik.
Berat Basah Tunas (g)
Penghitungan berat basah tunas dilakukan pada akhir penelitian yaitu pada
13 MST. Penghitungan berat basah tunas dilakukan dengan mengambil tunas
beserta daun tanaman sampel dengan cara dipotong, untuk tiap plot, kemudian
dilakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan analitik.
Berat Kering Akar Lateral (g)
Penghitungan berat kering akar lateral dilakukan setelah penimbangan
berat basah akar lateral, akar tersebut dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian
amplop yang berisi akar tadi diovenkan dengan suhu 1050 C sampai berat akar
konstan. Setelah itu dimasukkan ke desikator + 15 menit, lalu ditimbang dengan
Berat Kering Tunas (g)
Penghitungan berat kering tunas dilakukan setelah penimbangan berat
basah tunas, tunas tersebut dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian amplop yang
berisi tunas tadi diovenkan dengan suhu 1050 C sampai berat tunas konstan.
Setelah itu dimasukkan ke desikator + 15 menit, lalu ditimbang dengan
menggunakan timbangan analitik.
Berat Basah Akar Lateral + Tunas 7 MST (g)
Penghitungan berat basah akar lateral + tunas dilakukan pada tanaman
yang ditentukan saat 7 MST. Penghitungan berat basah akar lateral dilakukan
dengan memangkas semua akar lateral dari pangkalnya, kemudian dibersihkan
dari tanah yang melekat. Penghitungan berat basah tunas dilakukan dengan
mengambil tunas beserta daun tanaman dengan cara dipotong. Kemudian akar
lateral dan tunas ditimbang bersama dengan menggunakan timbangan analitik.
Berat Kering Akar Lateral + Tunas 7 MST (g)
Penghitungan berat kering akar lateral + tunas 7 MST dilakukan setelah
penimbangan berat basah akar lateral + tunas 7 MST, akar + tunas tersebut
dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi akar tadi diovenkan
dengan suhu 1050 C sampai beratnya konstan. Setelah itu dimasukkan ke
desikator + 15 menit, lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Berat Basah Akar Lateral + Tunas 10 MST (g)
Penghitungan berat basah akar lateral + tunas dilakukan pada tanaman
yang ditentukan saat 10 MST. Penghitungan berat basah akar lateral dilakukan
dari tanah yang melekat. Penghitungan berat basah tunas dilakukan dengan
mengambil tunas beserta daun tanaman dengan cara dipotong. Kemudian akar
lateral dan tunas ditimbang bersama dengan menggunakan timbangan analitik.
Berat Kering Akar Lateral + Tunas 10 MST (g)
Penghitungan berat kering akar lateral + tunas 10 MST dilakukan setelah
penimbangan berat basah akar lateral + tunas 10 MST, akar lateral + tunas
tersebut dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi akar lateral
dan tunas tadi diovenkan dengan suhu 1050 C sampai beratnya konstan. Setelah
itu dimasukkan ke desikator + 15 menit, lalu ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik.
Berat Basah Akar Lateral + Tunas 13 MST (g)
Penghitungan berat basah akar lateral + tunas dilakukan pada tanaman
yang ditentukan saat 13 MST. Penghitungan berat basah akar lateral dilakukan
dengan memangkas semua akar lateral dari pangkalnya, kemudian dibersihkan
dari tanah yang melekat. Penghitungan berat basah tunas dilakukan dengan
mengambil tunas beserta daun tanaman dengan cara dipotong. Kemudian akar
lateral dan tunas ditimbang bersama dengan menggunakan timbangan analitik.
Berat Kering Akar Lateral + Tunas 13 MST (g)
Penghitungan berat kering akar lateral + tunas 13 MST dilakukan setelah
penimbangan berat basah akar lateral + tunas 13 MST, akar + tunas tersebut
dimasukkan ke dalam amplop. Kemudian amplop yang berisi akar tadi diovenkan
dengan suhu 1050 C sampai beratnya konstan. Setelah itu dimasukkan ke
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis data secara statistik menunjukkan bahwa media tanam
berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun
5,7,11 MST, berat basah akar lateral, berat kering akar lateral, berat basah akar
lateral + tunas 7, 10, 13 MST, berat kering akar lateral + tunas 7, 10, 13 MST dan
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun 9,13 MST, berat basah tunas dan berat
kering tunas.
Pemberian mikoriza vesikula arbuskula (MVA) berpengaruh tidak nyata
terhadap panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, berat basah akar lateral,
berat kering akar lateral, berat basah tunas, berat kering tunas, berat basah akar
lateral + tunas 7, 10 MST, berat kering akar lateral + tunas 7, 10 MST, dan
berpengaruh nyata terhadap berat basah akar lateral + tunas 13 MST dan berat
kering akar lateral + tunas 13 MST.
Interaksi antara media tanam dan mikoriza vesikula arbuskula (MVA)
berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun,
berat kering akar lateral, berat basah tunas, berat kering tunas, berat basah akar
lateral + tunas 7, 10, 13 MST, berat kering akar lateral + tunas 7, 10, 13 MST, dan
Waktu Keluarnya Tunas (HST)
Hasil pengamatan waktu keluarnya tunas dapat dilihat pada
Lampiran 1, yang menunjukkan bahwa rataan waktu keluarnya tunas tercepat
terdapat pada media M3 (sub soil + kompos TKKS = 75% + 25%), yaitu
13.14 hari setelah tanam, sedangkan rataan waktu keluarnya tunas terlama
terdapat pada media M2 (sub soil + kompos TKKS = 50% + 50%), yaitu 15.53
hari setelah tanam.
Data rataan waktu keluarnya tunas pada perlakuan media tanam dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Waktu keluarnya tunas (HST) atas perlakuan media tanam
Media Tanam (%) ……….HST……… Rataan
M1 12.11 14.55 13.45 13.89 13.50
M2 12.89 16.78 15.89 16.55 15.53
M3 13.11 13.67 12.78 13.00 13.14
Waktu keluarnya tunas pada tanaman sampel tidak ada dipengaruhi oleh
mikoriza karena mikoriza diaplikasikan satu bulan (30 hari) setelah penanaman
stump, sedangkan waktu keluarnya tunas stump tanaman sampel berkisar antara
13-15 hari setelah tanam untuk semua tanaman sampel.
Panjang Tunas (cm)
Hasil pengamatan panjang tunas dan daftar sidik ragam panjang
tunas 5-13 MST dapat dilihat pada Lampiran 2-11 yang menunjukkan bahwa
perlakuan media tanam, pemberian mikoriza vesikula arbuskula dan interaksi
antara media tanam dengan pemberian mikoriza vesikula arbuskula berpengaruh
Data rataan panjang tunas 5-13 MST pada perlakuan media tanam dan
pemberian mikoriza vesikula arbuskula dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan panjang tunas 5-13 MST (cm) pada perlakuan media tanam dan pemberian mikoriza vesikula arbuskula
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf “tn” menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5 %.
Pada Tabel 4, rataan panjang tunas 5-13 MST memperlihatkan bahwa pada
umur 13 MST perlakuan media tanam M1 (sub soil : kompos TKKS = 25 % +
75 %) memberikan panjang tunas tertinggi yaitu 15.57 cm dan terendah pada
M3 (sub soil : kompos TKKS = 75 % + 25 %) yaitu 12.40 cm. Pada perlakuan
pemberian mikoriza vesikula arbuskula N2 (20 g/tanaman) memberikan panjang
tunas tertinggi yaitu 15.28 cm dan yang terendah pada perlakuan
memberikan panjang tunas tertinggi sebesar 16.51 cm dan yang terendah terdapat
pada perlakuan M3N1 yaitu sebesar 10.12 cm.
Hubungan antara media tanam dengan pola pertumbuhan panjang tunas
5-13 MST dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 1.
0.0
Gambar 1. Hubungan panjang tunas dengan berbagai media tanam pada berbagai umur tanaman
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pertumbuhan panjang tunas tertinggi
terdapat pada media tanam M1, diikuti oleh media tanam M2 dan M3.
Hubungan antara mikoriza vesikula arbuskula dengan pola pertumbuhan
0.0
Gambar 2. Hubungan panjang tunas dengan berbagai mikoriza vesikula arbuskula pada berbagai umur tanaman
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan panjang tunas tertinggi
terdapat pada pemberian mikoriza N2, diikuti oleh pemberian mikoriza N0, N3
dan N1.
Diameter Tunas (mm)
Hasil pengamatan diameter tunas dan daftar sidik ragam diameter
tunas 5-13 MST dapat dilihat pada Lampiran 12-21 yang menunjukkan bahwa
perlakuan media tanam, pemberian mikoriza vesikula arbuskula dan interaksi
antara media tanam dengan pemberian mikoriza vesikula arbuskula berpengaruh
tidak nyata terhadap diameter tunas.
Data rataan diameter tunas 5-13 MST pada perlakuan media tanam dan
Tabel 5. Rataan diameter tunas 5-13 MST (mm) pada media tanam dan pemberian
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf “tn” menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5 %.
Pada Tabel 5, rataan diameter tunas 5-13 MST memperlihatkan bahwa
pada umur 13 MST perlakuan media tanam M1 (sub soil : kompos TKKS = 25 %
+ 75 %) memberikan diameter tunas tertinggi yaitu 4.67 mm dan terendah pada
M3 (sub soil : kompos TKKS = 75 % + 25 %) yaitu 4.24 mm. Pada perlakuan
pemberian mikoriza vesikula arbuskula N2 (20 g/tanaman) memberikan diameter
tunas tertinggi yaitu 4.76 mm dan yang terendah pada perlakuan
N1 (10 g/tanaman) yaitu 4.20 mm. Sedangkan interaksi perlakuan M2N2
memberikan diameter tunas tertinggi sebesar 5.07 mm dan yang terendah terdapat
Hubungan antara media tanam dengan pola pertumbuhan diameter tunas
5-13 MST dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 3.
0.0
Gambar 3. Hubungan diameter tunas dengan media tanam pada berbagai umur tanaman
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter tunas tertinggi
terdapat pada media tanam M1, diikuti oleh media tanam M2 dan M3.
Hubungan antara mikoriza vesikula arbuskula dengan pola pertumbuhan
diameter tunas 5-13 MST dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 4.
0.0
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pertumbuhan diameter tunas tertinggi
terdapat pada pemberian mikoriza N2, diikuti oleh pemberian mikoriza N0, N3
dan N1.
Persentase Stump Bertunas (%)
Data pengamatan persentase stump bertunas 1-7 MST dapat dilihat pada
Lampiran 22-28 yang menunjukkan bahwa pada 1 MST persentase stump
bertunas tertinggi pada perlakuan media tanam M3 (4.17 %) dan terendah pada
perlakuan media tanam M1 (1.39 %). Pada 2 MST persentase stump bertunas
tertinggi pada perlakuan media tanam M3 (47.22 %) dan terendah pada perlakuan
media tanam M2 (33.33 %). Pada 3 MST persentase stump bertunas tertinggi pada
perlakuan media tanam M2 (69.44 %) dan terendah pada perlakuan media tanam
M1 (61.11 %). Pada 4 MST persentase stump bertunas tertinggi pada perlakuan
media tanam M2 (77.78 %) dan terendah pada perlakuan media tanam
M1 (70.83 %). Pada 5 MST persentase stump bertunas tertinggi pada perlakuan
media tanam M2 (86.11 %) dan terendah pada perlakuan media tanam
M1 (83.33 %) dan M3 (83.33 %). Pada 6 MST persentase stump bertunas
tertinggi pada perlakuan media tanam M1 (95.83 %) dan terendah pada perlakuan
media tanam M3 (91.67 %), sedangkan pada 7 MST, seluruh stump telah
bertunas.
Jumlah Daun (helai)
Hasil pengamatan jumlah daun dan daftar sidik ragam jumlah daun
5-13 MST dapat dilihat pada Lampiran 29-38 yang menunjukkan bahwa
berpengaruh nyata pada 9 dan 13 MST, sedangkan pemberian mikoriza vesikula
arbuskula dan interaksi antara media tanam dengan pemberian mikoriza vesikula
arbuskula berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun.
Data rataan jumlah daun 5-13 MST pada perlakuan media tanam dan
pemberian mikoriza vesikula arbuskula dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan jumlah daun 5-13 MST (mm) pada media tanam dan pemberian mikoriza vesikula arbuskula
Perlakuan Jumlah Daun
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5 %.
: Angka-angka yang diikuti oleh huruf “tn” menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5 %.
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 6, rataan jumlah daun 5-13 MST
memperlihatkan bahwa pada umur 9 MST perlakuan media tanam pada M1
nyata dengan M3. Perlakuan media tanam M1 (sub soil : kompos TKKS = 25 % +
75 %) memberikan jumlah daun tertinggi yaitu 8.17 helai dan terendah pada M3
(sub soil : kompos TKKS = 75 % + 25 %) yaitu 7.00 helai. Pada perlakuan
pemberian mikoriza vesikula arbuskula N2 (20 g/tanaman) memberikan jumlah
daun tertinggi yaitu 7.93 helai dan yang terendah pada perlakuan N1 (10
g/tanaman) yaitu 7.15 helai. Sedangkan interaksi perlakuan M2N2 memberikan
jumlah daun tertinggi sebesar 8.67 helai dan yang terendah terdapat pada
perlakuan M3N1 yaitu sebesar 6.45 helai.
Pada Tabel 6, rataan jumlah daun 5-13 MST memperlihatkan bahwa pada
umur 13 MST perlakuan media tanam pada M1 tidak berbeda nyata dengan M2
dan berbeda nyata dengan M3; M2 berbeda nyata dengan M3. Perlakuan media
tanam M2 (sub soil : kompos TKKS = 50 % + 50 %) memberikan jumlah daun
tertinggi yaitu 9.20 helai dan terendah pada M3 (sub soil : kompos TKKS = 75 %
+ 25 %) yaitu 7.64 helai. Pada perlakuan pemberian mikoriza vesikula arbuskula
N0 (0 g/tanaman) memberikan jumlah daun tertinggi yaitu 9.22 helai dan yang
terendah pada perlakuan N1 (10 g/tanaman) yaitu 8.30 helai. Sedangkan interaksi
perlakuan M2N2 memberikan jumlah daun tertinggi sebesar 8.67 helai dan yang
terendah terdapat pada perlakuan M3N1 yaitu sebesar 6.45 helai.
Berat Basah Akar Lateral (g)
Hasil pengamatan berat basah akar lateral dan daftar sidik ragam berat
basah akar lateral 13 MST dapat dilihat pada Lampiran 39-41 yang menunjukkan
bahwa perlakuan media tanam, pemberian mikoriza vesikula arbuskula