• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buah Naga Merah

Tanaman buah naga atau kaktus hutan (dragon fruit) sudah cukup lama dikenal sebagai tanaman hias oleh masyarakat Taiwan, Vietnam maupun Thailand. Terlebih saat diketahui bahwa buahnya dapat dimakan, buah ini semakin dikenal. Kaktus hutan yang buahnya merah dan bersisik ini awalnya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Utara. Di daerah asalnya buah ini disebut pitahaya atau pitahaya roja. Penduduk Indian sering memanfaatkan buah yang berasa manis agak asam ini sebagai buah meja atau buah yang dikonsumsi segar. Di Indonesia, buah naga mulai dikenal sekitar tahun 2000 yang merupakan buah impor dari Thailand (Kristanto, 2008).

Dalam tata nama ilmiah, buah naga termasuk ke dalam kingdom Plantae dengan sub kingdom Trachcobionta, super division Spermathophyta, division Magnoliophyta, kelas Magnoliophyta, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, sub famili Cactoideae, Suku Hylocereae, genus Hylocereus dan spesies Hylocereus sp. (Warisno dan Dahana, 2010).

Buah naga berbentuk bulat panjang yang letak buahnya berada di ujung cabang atau batang. Tebal kulit buah 2-3 cm dengan panjang jumbai berukuran 1-2 cm. Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) yang sudah matang mempunyai kulit dan daging buah bewarna ungu kemerahan yang menarik. Daging buahnya lembut dan berair dengan biji hitam kecil yang menyebar di seluruh bagian daging buah. Kulit biji sangat tipis, tetapi keras. Bijinya dapat

(Kristanto, 2008 dan Khalili, dkk., 2009). Dari hasil analisis laboratorium Taiwan Food Industry Develop and Research Authorities, diperoleh kandungan buah naga merah seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nilai gizi per 100 g buah naga merah

Zat Kandungan gizi

Air (g) 82,5 – 83 Protein (g) 0,159 – 0,229 Lemak (g) 0,21 – 0,61 Serat kasar (g) 0,7 – 0,9 Karoten (mg) 0,005 – 0,012 Kalsium (mg) 6,3 – 8,8 Fosfor (mg) 30,2 – 36,1 Besi (mg) 0,55 – 0,65 Vitamin B1 (mg) 0,28 – 0,043 Vitamin B2 (mg) 0,043 – 0,045 Vitamin B3 (mg) 0,297 – 0,43 Vitamin C (mg) 8 – 9 Tiamin (mg) 0,28 – 0,030 Riboflavin (mg) 0,043 – 0,044 Niasin (mg) 1,297 – 1,300 Abu (g) 0,28 Lain-lain (g) 0,54 – 0,68

Sumber : Taiwan Food Industry Develop and Research Authorities (2005)

Aktivitas antioksidan buah naga merah lebih tinggi dibandingkan buah naga putih karena adanya pigmen merah (anthocyanidin). Buah naga daging merah mengandung total fenolat 1.076 µmol gallic acid equivalents (GAE)/ g puree sedangkan buah naga daging putih mengandung 523 GAE/ g puree. Aktivitas antioksidan buah naga daging mewah mencapai 7,59 µmol trolox equivalents (TE)/ g puree sedangkan buah naga daging putih sebesar 2,96 TE/ g puree (Pangkalan Ide, 2009).

Buah naga mempunyai khasiat yang baik untuk kesehatan. Beberapa khasiat buah naga adalah sebagai penyeimbang kadar gula darah, pencegah kanker usus, pelindung kesehatan mulut, serta pengurang kolesterol, pencegah pendarahan, obat keluhan keputihan, menguatkan ginjal, menyehatkan lever,

meningkatkan ketajaman mata, menguatkan daya kerja otak, memperlancar buang air besar, dan mengurangi keluhan panas dalam dan sariawan. Pada umumnya buah naga dikonsumsi dalam keadaan segar. Buah naga mengandung air sekitar

90,2% dari berat buah dengan kadar gula mencapai 13-18 °Brix (Kristanto, 2008 dan Hardjadinata, 2010).

Buah naga dengan waktu pemetikan yang tepat dan penyimpanan yang baik, mampu bertahan hingga 1-2 bulan dalam kondisi segar. Setelah 1-2 bulan disimpan dalam bentuk segar, buah naga dapat diolah lebih lanjut untuk meningkatkan masa simpannya. Berbagai bentuk olahan buah naga sudah mulai dilakukan seperti diolah menjadi selai, sirup, atau buah dalam kaleng (Warisno dan Dahana, 2010).

Buah Sirsak

Tanaman sirsak (Annona muricata Linn) merupakan tanaman dari kelas Dicotyledonae, keluarga Annonaceae dan genus Annona. Kata sirsak berasal dari bahasa belanda “Zuurzak” yang berarti “kantong asam”. Tanaman sirsak berasal dari daerah tropis di benua Amerika, yaitu hutan Amazon (Amerika Selatan), Karibia, dan Amerika Tengah. Tanaman sirsak masuk ke Indonesia dibawa oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda pada abad ke-19 (Zuhud, 2011).

Buah sirsak yang baik dan layak dipilih mempunyai beberapa kriteria yaitu mempunyai berat buah sekitar 500 g, dengan kulit buah bewarna agak terang, hijau bersemu kuning dan mengkilap. Bentuk buahnya memiliki bagian ujung agak membulat dengan diameter sekitar 5 cm. Diameter bagian tengah buah sekitar 7 cm dan panjang buah sekitar 17 cm serta mempunyai keempukan yang merata (Sjaifullah, 1996).

Rasa buah sirsak adalah manis agak masam sehingga sering dimanfaatkan sebagai jus buah. Daging buah sirsak kaya akan serat. Setiap 100 g daging buah sirsak yang dapat dimakan mengandung 3,3 g serat. Jumlah tersebut dapat memenuhi 13% dari kebutuhan serat per hari. Selain itu, daging buah sirsak juga mengandung banyak karbohidrat terutama fruktosa, vitamin C, vitamin B1, dan B2

(Galih dan Laksono, 2013).

Mutu buah sirsak ditentukan oleh derajat ketuaan dan kematangan serta kemulusannya. Buah sirsak dinyatakan tua apabila telah mencapai tingkat kematangan yang maksimum, yang menjamin dapat tercapainya proses kematangan yang sempurna. Ketuaan dapat dilihat dari bentuk buah, warna kulit buah, ukuran buah (panjang, lebar, dan berat) serta kerapatan duri (Sjaifullah, 1996).

Buah sirsak yang matang dapat dimakan dalam keadaan segar atau dibuat jus. Namum kini buah sirsak sering dikonsumsi dalam bentuk minuman olahan. Produk olahan lainnya dapat berupa jelly, permen, atau dodol. Kandungan vitamin B dalam buah sirsak sekitar 0,06 mg/100 g daging buah. Daging buah sirsak memiliki aroma yang kuat, dengan rasa yang khas, asam, dan segar dan banyak mengandung vitamin sehingga buah sirsak dijadikan bahan industri minuman (Ashari, 2006).

Dalam setiap buah sirsak terdapat 67,5% bagian daging buah yang dapat dimakan. Sisanya adalah kulit buah sebesar 20%, 8,5% biji, dan 4% hati atau empelur. Selain itu sirsak juga mengandung vitamin A, B, C, dan serat. Buah sirsak mengandung sukrosa 2,54%, dekstrosa 5,05%, dan levulosa 0,04% (Radi, 1997).

Sirsak dikenal sebagai buah yang mengandung vitamin C yang tinggi. Kandungan vitamin C daging sirsak manis (sirsak ratu) sebesar 20 mg/100 g bahan, sedangkan pada sirsak asam sebesar 81,7 mg/100 g bahan. Selain itu, sirsak mempunyai aroma yang menarik yang menjadi daya tarik bagi konsumen. Biji sirsak berbentuk gepeng dan bewarna hitam tidak enak dimakan dan beracun. (Sunarjono, 2005).

Setiap 100 g daging sirsak mengandung 65 kalori, 1 g protein, 0,3 g lemak, dan 16,3 g karbohidrat, selain itu juga mengandung kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Selain itu sirsak juga mengandung senyawa caffeine hydrocyanic acid, myricyl alcohol, dan sterol, sedangkan daun dan batangnya mengandung senyawa tannin, fitostrerol, Ca-oksalat, dan alkaloid murisin (Paimin, 2001).

Buah sirsak mempunyai kandungan pektin mencapai 0,91%. Sirsak merupakan buah klimakterik dengan produksi outokatalis etilen. Buah sirsak mempunyai bentuk yang tidak beraturan, tetapi biasanya berbentuk hati atau ovoid, bulat, dan ada yang berbentuk lonjong seperti ginjal atau bentuk telur (Bueso, 1980).

Manfaat buah sirsak untuk terapi antara lain untuk pengobatan batu empedu, anti sembelit, meningkatkan nafsu makan, dan sumber vitamin C yang sangat baik sehingga digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah penuaan. Selain itu, sirsak juga mengandung serat yang tinggi yang berfungsi untuk memperlancar pencernaan terutama untuk pengobatan sembelit. Kandungan gizi yang terdapat dalam buah sirsak dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nilai gizi per 100 g buah sirsak

Zat gizi Kandungan

Kalori (kal) 53,1-61,3 Protein (g) 1 Lemak (g) Air (g) 0,97 82,8 Karbohidrat (g) 14,63 Kalsium (mg) 10,3 Fosfor (mg) 22,7 Besi (mg) 0,64 Niasin (mg) 1,28 Thiamin (mg) 0,11 Vitamin C (mg) 29,6

Sumber: Badrie dan Schaus (2009)

Selain buahnya yang mengandung banyak manfaat, daun sirsak juga mempunyai kegunaan yaitu sebagai antibakteri, antivirus, antiparasit, kardiotinik, dekongestan, menurunkan panas, penenang, membasmi kutu, dan sebagai obat cacing. Daun sirsak mengandung saponin, tanin, alkaloid, dan flavonoid yang berfungsi sebagai desinfektan-antiseptik, sehingga dapat digunakan sebagai antibakteri khususnya untuk mengobati diare (Sari, dkk., 2010).

Gula

Sukrosa atau gula tebu adalah gula yang terdapat dalam tebu, bit, dan tanaman lain sejenisnya. Hidrolisis sukrosa akan menghasilkan 1 molekul α-D-glukosa dan 1 molekul β-D-fruktosa. Hidrolisis akan cepat terjadi apabila diberi sedikit asam, panas, atau enzim. Larutan sukrosa yang sudah terpecah mengandung 50% glukosa dan 50% fruktosa yang disebut sebagai gula invert (Sulaiman dan Sinuraya, 1994).

Gula digunakan sebagai pemanis untuk meningkatkan palatabilitas berbagai jenis makanan dan minuman. Gula juga dapat dijadikan sebagai bahan pengawet karena dalam konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan

mikroba. Glukosa dan fruktosa bebas terdapat dalam madu dan buah-buahan. Gula berfungsi sebagai sumber energi. Disakarida utama adalah sukrosa dan laktosa. Sukrosa dapat ditemukan secara alami dalam buah-buahan, dan diproduksi secara komersial dari batang tebu, nira kelapa atau nira aren, atau umbi bit. Laktosa merupakan gula utama pada susu (Muchtadi, 2011).

Daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi keseimbangan kelembaban relatif, dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan. Berbagai jenis produk makanan menggunakan gula sebagai bahan pengawet seperti selai, jeli, marmalade, sari buah pekat, dan sirup. Apabila gula ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan konsentrasi yang tinggi yaitu paling sedikit 40% padatan terlarut maka sebagian air menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang (Buckle, dkk., 2007).

Agar-Agar

Agar-agar merupakan salah satu produk hasil olahan dari rumput laut. Selain itu juga terdapat karagenan dan alginat. Jenis rumput laut yang digunakan dalam pembuatan agar agar adalah rumput laut jenis Gracilaria sp. Rumput laut ini sangat kaya akan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Kandungan dalam 100 g rumput laut adalah 54,3%-73,7% karbohidrat dan 0,3%-5,9% protein. Selain itu juga terkandung beberapa mineral yaitu kalsium, natrium, larutan ester, vitamin A, vitamin B, vitamin C, vitamin D, vitamin E, serta iodium (Ariyadi, 2004).

Agar adalah hasil ekstraksi rumput laut yang digunakan dalam berbagai macam produk pangan sebagai bahan pembentuk gel (gelling agent). Agar merupakan polimer agarobiosa. Agarobiosa adalah suatu disakarida yang terdiri

dari D-galaktosa dan 3,6-anhidro-L-galaktosa. Agar murni digunakan untuk media kultur bakteri, jaringan seluler, dan untuk DNA fingerprinting (Muchtadi, 2011).

Agar-agar adalah polisakarida kompleks yang menyusun dinding sel beberapa jenis rumput laut, khususnya rumput laut merah (red algae). Agar-agar mempunyai sifat mencair pada suhu 85°C (saat dimasak) dan memadat dengan membentuk jel pada suhu 32-40°C. Agar-agar hanya dapat diperoleh dari jenis rumput laut merah kelompok Rhodophyceae (Pustaka Swallow Globe, 2009).

Agar-agar produk swallow berasal dari rumput laut jenis Gracilaria sp. yang mengandung banyak nutrisi yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah serta mengurangi resiko penyakit diabetes atau gula darah. Agar-agar dengan tingkat kemurnian yang tinggi tidak dapat larut air pada suhu 25°C. Pada suhu 39°C tepung agar-agar akan memadat dan larut pada suhu 80°C. Fungsi utamanya adalah sebagai pengontrol, penstabil, serta sebagai emulsi bagi industri permen serta jenis makanan lainnya (Agar swallow, 2010). Komposisi kimia rumput laut jenis Gracilaria sp. dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia Gracilaria sp.

Komposisi Kandungan Air (%) 19,01 Protein (%) 4,17 Karbohidrat (%) 42,49 Lemak (%) 9,54 Serat kasar(%) 10,51 Abu (%) 14,18 Sumber: Soegiarto, dkk. (1978)

Agar-agar dapat membentuk gel dalam larutan yang mengandung 1% agar-agar. Sifat gel agar-agar bersifat rigid, rapuh, mudah dibentuk, dan memiliki titik leleh tertentu serta mudah mengalami sineresis. Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dalam gel. Hal ini akan mengakibatkan susut bobot selama

penyimpanan produk gel. Penyebabnya adalah gel mengalami kontraksi akibat terbentuknya ikatan-ikatan baru antara polimer dari struktur gel. Kontraksi atau pengkerutan ini cenderung mengeluarkan air yang termobilisasi di dalam gel (Glicksman, 1983).

Agar-agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel dengan rumus molekul (C6H10O5) atau (C6H10O5)nH2SO4. Selain mengandung

polisakarida sebagai senyawa utama, agar-agar juga mengandung kalsium dan mineral lainnya (Angka dan Suhartono, 2000, dan Distantina, dkk., 2008). Kandungan gizi agar-agar tepung dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi agar-agar tepung per 7 g

Kandungan Jumlah

Kalori (kkal) 23,59

Kadar air (g max) 0,833

Protein (g) 0,01

Lemak (g) 0,02

Total karbohidrat (g) 5,92

- Serat pangan (g) 5,88

Abu tak larut asam (mg max) 7

Abu (mg max) 49

Logam berat (mg max) 8,4

Kalium (mg) 52,9

Iodin (μg) 0,14

Tes mikrobiologi Nihil

Sumber: Agarswallow (2010)

Agar merupakan polisakarida yang dibentuk oleh satu kesatuan struktur yang hanya memiliki gugus sulfat semiester yang berikatan dengan galaktosa hidroksil. Agar terbentuk dari dua polisakarida yaitu agarosa dan agaropektin. Agarosa adalah fraksi agar yang pada dasarnya merupakan gel. Agarosa memiliki berat molekul 100.000-150.000. Agaropektin mempunyai berat molekul 14.000- 20.000. Kandungan sulfat pada agar-agar yaitu 5-8% sedangkan pada karagenan

sebanyak 24-53% atau paling sedikit 17% (Phillips dan Williams, 2009). Standar mutu agar-agar menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Standar mutu agar-agar tepung menurut SNI 01-2802 (1995)

Syarat mutu Standar

Kandungan air 15-24%

Kadar abu <4%

Kadar karbohidrat (galaktosa) >30%

Kandungan logam berat (Cu, Hg, dan Pb) -

Kandungan arsen -

Zat pewarna tambahan Diizinkan

Kekenyalan Baik

Sumber : BSN (1995)

Sifat gel dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi agar-agar, pH, gula, dan ester sulfat. Gel akan bersifat reversible terhadap suhu, semakin meningkat konsentrasi agar-agar maka kekuatan dan kekerasan gel akan semakin meningkat. Peningkatan kandungan gula menghasilkan gel yang lebih keras tetapi teksturnya kurang kohesif. Pengaruh pH terhadap kekuatan gel, semakin turun pH hingga pH 2,5 akan meghasilkan kekuatan gel yang semakin lemah. Pengaruh ester sulfat yaitu semakin tinggi kandungan ester sulfat akan dapat menurunkan kekuatan gel agar-agar (Romero, dkk., 2008).

Selai dan Selai Lembaran

Selai merupakan produk yang dibuat dari buah-buahan atau tanaman dengan penambahan gula dengan pengentalan sampai kondisi di mana pembusukan oleh mikroba tidak terjadi. Selai merupakan bahan pangan semipadat yang dibuat dari 45 bagian sari buah dan 55 bagian gula, lalu dikentalkan sampai mencapai kadar padatan terlarut sebesar 65 persen (Desrosier, 1988).

Dalam pembuatan selai lembaran dibutuhkan serat yang larut dan serat yang tidak larut air untuk mempertahankan struktur selai lembaran yang plastis

menjadi lembaran kompak yang tidak lengket. Contoh serat yang larut dalam air adalah pektin sedangkan serat yang tidak larut dalam air contohnya selulosa dan lignin. Dalam proses pembuatan selai lembaran bahan yang digunakan sebagai serat yang tidak larut dalam air adalah agar-agar. Agar-agar diperlukan untuk mempertahankan struktur dari selai lembaran (Eliyasmi, dkk., 2011).

Stabilitas mikroorganisme dari selai dikendalikan oleh sejumlah faktor yaitu kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara 65-73%, pH rendah (3,1-3,5), aw (0,75-0,83), suhu tinggi selama pemasakan

(105-106°C), dan tegangan oksigen yang rendah selama penyimpanan, misalnya jika diisikan ke dalam wadah-wadah hermatik dalam keadaan panas (Buckle, dkk., 2007).

Kelainan utama yang sering terjadi pada produk selai adalah kristalisasi karena padatan terlarut yang berlebihan (gula tidak cukup terlarut), kekerasan gel akibat kurangnya gula atau pektin yang berlebihan, kurang masak atau gel tidak terbentuk serta sineresis karena asam yang berlebihan ( Buckle, dkk., 2007).

Penambahan hidrokolid dalam pembuatan selai lembaran pisang raja bulu dapat berupa agar-agar dan karagenan sebanyak 2,5%, 3,0%, dan 3,5%. Penambahan agar-agar menghasilkan tekstur yang lebih lembut dan lebih mudah dikunyah sehingga lebih disukai. Penambahan karagenan menghasilkan selai lembaran dengan tekstur yang licin dan kenyal. Penambahan hidrokolid pada saat pembuatan selai lembaran menghasilkan selai lembaran dengan kadar serat yang lebih tinggi (Putri, dkk., 2013).

Selai lembaran merupakan pengembangan produk dari selai yang belum memiliki standar mutu dari SNI atau lainnya. Oleh karena itu mutu selai dapat

menjadi acuan sementara untuk produk selai lembaran. Standar mutu selai buah menurut SII dan SNI dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Kriteria mutu selai buah

Syarat mutu Standar

Kadar air maksimal 35%

Kadar gula minimum 55%

Kadar pektin maksimum 0,7%

Padatan tak terlarut minimum 0,5%

Serat buah Positif

Kadar bahan pengawet 50 mg/kg

Asam asetat Negatif

Logam berbahaya Negatif

Rasa Normal

Bau Normal

Sumber : SII No. 173 (1978)

Tabel 7. Syarat mutu selai buah menurut SNI 3746:2008

No Kriteria uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

- Aroma - Normal

- Rasa - Normal

- Warna - Normal

2 Serat buah - Positif

3 Padatan terlarut %fraksi massa Min. 65

4 Cemaran logam: mg/kg Maks. 250*

Timah (Sn)

5 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 1,0

6 Cemaran mikroba

- ALT koloni/g Maks. 1,0 x 103

- Bakteri coliform APM/g <3

- Staphylococcus koloni/g Maks. 2,0 x 101

- Clostridium sp. koloni/g <10

- Kapang/khamir koloni/g Maks. 5,0 x 101

* dikemas dalam kaleng Sumber: BSN(2008)

Faktor yang mempengaruhi mutu selai lembaran jambu biji merah adalah penambahan gula, asam, agar-agar, dan proses pemasakan. Semakin banyak gula yang digunakan akan menghasilkan warna dan tekstur selai yang baik, akan tetapi penambahan gula yang berlebihan dapat menurunkan nilai hedonik karena selai menghasilkan rasa yang sangat manis. Warna pada bahan baku selai juga

mempengaruhi penampakan selai lembaran. Selai lembaran yang baik mempunyai warna yang cerah dan permukaan yang utuh dan rapih. Semakin banyak agar-agar yang ditambahkan pada pembuatan selai jambu biji lembaran maka menghasilkan kekuatan gel yang semakin tinggi. Pemberian agar-agar sebanyak 0,9% menghasilkan selai lembaran yang baik (Ramadhan, 2011).

Pembuatan Selai Lembaran

Proses pembuatan selai meliputi tiga tahap yaitu persiapan bahan, pemasakan, dan pengisian serta pasteurisasi. Sortasi bahan akan menentukan hasil akhir dari selai, bahan baku yang baik akan menghasilkan selai yang baik. Sortasi dilakukan berdasarkan penampakan fisik buah, ukuran buah, dan tingkat pematangan. Pemanasan dan penambahan bahan tambahan selama proses pemasakan juga berpengaruh terhadap selai yang dihasilkan (Suryani, dkk., 2004). Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada kulit buah, yakni menggunakan air bersih. Selain itu juga dapat dilakukan penyikatan menggunakan sikat apabila kotoran melekat dan sulit untuk dibersihkan. Setelah pencucian, buah kemudian ditiriskan (Suyanti, 2010).

Pembuatan selai dilakukan dengan memanaskan campuran dari bubur buah dengan pektin dan air sehingga diperoleh struktur gel. Dalam proses pembuatan selai lembaran dilakukan proses yang sama seperti dalam pembuatan selai pada umumnya, hanya dibutuhkan beberapa proses tambahan setelah pemasakan yaitu proses pembuatan lembaran dan pemotongan. Saat pemasakan setelah selai mencapai kondisi kekentalan tertentu, selai dituang ke dalam loyang kemudian selai lembaran dipotong (Eliyasmi, dkk., 2011).

Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air dapat keluar dari bahan. Keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari pati disebut sineresis. Pembuatan selai lembaran dilakukan pengolahan tambahan yaitu selai lembaran yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam blower dengan suhu 50°C selama 2 hari yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sineresis (Winarno, 1992 dan Chairi, 2013).

Pemasakan selai membutuhkan kontrol yang baik. Pemasakan yang terlalu lama menyebabkan selai menjadi keras dan kental sedangkan pemanasan yang kurang menghasilkan selai yang encer. Pemasakan selai berbeda-beda tergantung jenis buah atau perbandingan gula. Selama pemasakan dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk menghomogenkan campuran dan memperoleh struktur gel yang baik. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan gelembung yang dapat merusak tekstur dan pemasakan akhir. Pemasakan harus dilakukan dalam waktu yang singkat untuk mencegah hilangnya aroma, kerusakan warna, dan hidrolisa pektin. Pemasakan bisa diakhiri bila total padatan telah mencapai 65-68% yang diukur dengan refraktometer. Apabila tidak ada refraktometer, titik akhir pemasakan dapat diketahui dengan spoon test dengan cara mencelupkan sendok ke dalam selai, kemudian diangkat. Apabila selai yang terjatuh secara terputus-putus (tidak mengucur) maka pemasakan selai dapat dihentikan (Fachruddin, 2008).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya dengan berbagai jenis buah-buahan dengan warna, bentuk, dan rasa yang beragam. Berbagai jenis buah banyak dibudidayakan dengan produksinya yang meningkat setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan buah-buahan memegang peran penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap vitamin terutama vitamin C.

Buah-buahan dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan salah satunya dalam bentuk selai. Selai merupakan bahan makanan pendamping roti yang dapat dibuat dari 45 bagian berat buah dengan tambahan 55 bagian berat gula. Kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi roti juga mempengaruhi permintaan terhadap selai. Selai yang ditemukan di pasar berupa selai oles kemasan dengan cara penyajian yang kurang praktis. Selai lembaran merupakan modifikasi dari selai oles menjadi lembaran kompak, plastis, dan tidak lengket (Yenrina, dkk., 2009). Berbagai jenis buah dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan selai, salah satunya adalah buah naga merah dan sirsak.

Buah naga merah merupakan tanaman kaktus yang berasal dari Amerika Tengah dan telah dibudidayakan di Indonesia. Buah naga merah kaya dengan vitamin C dan antioksidan serta berbagai jenis mineral sehingga sangat baik untuk kesehatan. Raihanah, dkk. (2012), menyatakan bahwa dalam 100 g tepung daging buah naga terdapat sebanyak 17 mg vitamin C. Esquivel, dkk. (2007), meneliti bahwa buah naga merah mengandung pigmen betalain yang berfungsi sebagai antioksidan. Buah naga merah mempunyai rasa manis sedikit asam, tetapi

mempunyai warna yang menarik untuk dikonsumsi. Oleh karena itu diperlukan pengolahan untuk meningkatkan citarasa buah naga sehingga lebih menarik untuk dikonsumsi.

Buah sirsak setelah matang akan mudah mengalami kerusakan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tentang produksi buah-buahan di Indonesia, diketahui bahwa produksi buah sirsak tahun 2012 mencapai angka 51.809 ton. Dengan jumlah produksi yang cukup tinggi maka diperlukan penanganan dan pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan masa simpannya. Vitamin yang dominan terdapat pada buah sirsak adalah vitamin C yang berguna sebagai antioksidan. Sirsak juga mengandung serat yang cukup tinggi yang baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan selai.

Indonesia merupakan negara maritim dengan hasil laut yang beragam, salah satunya adalah rumput laut. Rumput laut banyak dibudidayakan masyarakat sebagai bahan makanan dan obat-obatan. Salah satu hasil dari rumput laut adalah agar-agar. Agar-agar bersifat dapat membentuk gel dan merupakan sumber serat yang baik bagi tubuh.

Dalam pembuatannya, selai lembaran memerlukan penambahan hidrokolid untuk membuat struktur selai lembaran menjadi kompak. Penambahan hidrokolid

Dokumen terkait