• Tidak ada hasil yang ditemukan

 

 

Budidaya Pakchoi Baby (Brassica rapa L. cv. group Pakchoi)

Pakchoi memiliki nama latin Brassica rapa L. cv. group Pakchoi atau Brassica chinensis yang termasuk dalam famili Brasicaceae. Kultivar pakchoi yang memiliki rasio panjang petiol terhadap panjang daun lebih pendek disebut dengan kultivar tipe kecil atau pakchoi baby. Pakchoi diketahui berasal dari China dan telah dibudidayakan sejak abad ke lima setelah Masehi. Budidaya pakchoi meluas hingga ke China Selatan, China Tengah, dan Taiwan. Kelompok sayuran ini relatif baru diperkenalkan di Jepang dimana masih disukai sebagai “sayuran China”. Sayuran ini telah diperkenalkan di Asia Tenggara tepatnya di Selat Malaka pada abad ke 15. Saat ini budidayanya meluas ke Filipina dan Malaysia, dan masih terbatas di Indonesia dan Thailand (Tay dan Toxopeus, 1994).

Pakchoi merupakan tanaman herba dua musim tetapi bisa dibudidayakan sebagai tanaman semusim tergantung kultivar dan lingkungan. Pakchoi diperbanyak dengan menggunakan biji. Penanamannya dapat dilakukan dengan penanaman benih langsung atau disemai terlebih dahulu. Jarak tanam antar tanaman yang biasanya digunakan ialah 10-20 cm (Tay dan Toxopeus, 1994).

Tanaman ini sedikit sensitif terhadap suhu dibandingkan dengan petsai, sehingga perlu adaptasi yang lebih luas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini adalah 20-25 ºC (Tay dan Toxopeus, 1994).

Tanah yang digunakan untuk penanaman perlu digemburkan, serta dibuat bedengan. Sebelumnya lahan harus benar-benar bersih dan tidak boleh ternaungi. Saat dilakukan penggemburan, tanah diberi pupuk kandang sebagai pupuk dasar. Pemupukan tambahan dilakukan saat 3 minggu setelah tanam (MST) dengan pemberian urea 50 kg/ha, dengan ditabur dalam larikan, ditutup tanah atau dilarutkan dalam air kemudian disiramkan pada bedengan penanaman. Penyiraman tanaman pakchoi perlu dilakukan secara teratur, terutama pada musim kemarau. Kegiatan penjarangan dilakukan pada saat 2 MST, sedangkan penyulaman dilakukan hanya jika diperlukan (Susila, 2006).

Menurut Tay dan Toxopeus (1994) tipe kultivar pakchoi kecil atau pakchoi baby memiliki produktivitas 10-20 ton/ha, sedangkan untuk tipe kultivar yang besar produktivitasnya mencapai 20-30 ton/ha. Dalam 100 g pakchoi mengandung 93 g air, 1.7 g protein, 0.2 g lemak, 3.1 g karbohidrat, dan 0.7 g serat. Sayuran ini baik sebagai sumber vitamin dan mineral karena mengandung 2.3 g β–karoten, 53 mg vitamin C, 102 mg Ca, 46 mg P, dan 2.6 mg Fe. Nilai energi yang dihasilkan adalah 86 kJ per 100 g pakchoi.

   

Budidaya Tomat Cherry (Lycopersicon esculentum var. cerasiforme)  

Tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam famili Solanaceae. Tomat varietas cerasiforme (Dun) Alef sering disebut tomat cherry yang didapati tumbuh liar di Ekuador dan Peru, dan telah menyebar luas di seluruh dunia, dan di beberapa negara tropik menjadi berkembang secara alami (Harjadi, 1989). Tomat cherry memiliki beberapa varietas diantaranya adalah Royal Red Cherry yang berdiameter 3.1-3.5 cm dan Short Red Cherry yang berdiameter 2-2.5 cm (Jones et al., 1980), Oregon Cherry yang diameternya 2.5-3.5 cm dengan bobot 11-15 g (Baggett dan Frazier, 1978), serta Golden Pearl yang bobotnya 8-10 g dan Season Red yang bobotnya 25 g diproduksi oleh Known You Seed di Taiwan (Cahyono, 2008).

Tomat merupakan tanaman herba semusim berbentuk perdu atau semak. Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan disemaikan terlebih dahulu. Penanaman dilakukan ketika tanaman berumur sekitar tiga minggu di persemaian (Nurtika dan Abidin, 1997). Tomat dibudidayakan dalam bedengan dengan lebar 150-180 cm. Tomat yang dijual dalam bentuk segar ditanam menggunakan jarak tanam dalam baris 60-75 cm dan antar baris 120-150 cm sehingga populasinya 8 000-14 000 tanaman/ha (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Tomat membutuhkan iklim yang kering dan dingin untuk pertumbuhannya agar diperoleh produksi yang tinggi dan baik. Suhu optimal untuk pertumbuhan dan pembungaan tomat adalah 21-24 ºC dan suhu malam 18-22 ºC. (Peet dan Bartholemew, 1986).

Pemberian nutrisi pada sistem hidroponik dilakukan bersamaan dengan penyiraman (fertigasi). Jumlah nutrisi yang digunakan tidak sama tergantung umur tanaman dan kondisi cuaca. Tanaman tomat diajir pada umur 2-3 MST menggunakan ajir benang yang dililitkan pada kawat yang dibentangkan pada greenhouse setinggi 3 m. Pengikatan dilakukan dengan kuat dan tepat, akan tetapi jangan sampai melukai atau memotong tanaman. Kondisi nutrisi tanaman dikontrol secara rutin menggunakan EC (Electrical Conductivity) meter untuk mengukur kandungan garam total di dalam larutan nutrisi (Susila, 2006).

Produksi buah tomat cherry per satuan luas lahan bervariasi tergantung varietasnya. Pada pertanaman yang baik dan dipelihara secara intensif, dapat berproduksi antara 10-60 ton ton/ha. Tomat hibrida seperti Santa memiliki produktivitas 500 buah/tanaman dan bobotnya ± 4 g/buah, dapat berproduksi antara 32-26 ton/ha (Rukmana, 1994)

Menurut Opena dan Vossen (1994) dalam 100 g buah tomat mengandung 94 g air, 1.0 g protein, 0.2 g lemak, 3.6 g karbohidrat, 10 mg Ca, 0.6 mg Fe, 10 mg Mg, 16 mg P, 1 700 IU vitamin A, 0.1 mg vitamin B1, 0.02 mg vitamin B2, 0.6 mg niasin, dan 21 mg vitamin C. Nilai energi yang dihasilkan sebesar 80 kJ per 100 g buah tomat. Tomat sangat baik sebagai sumber vitamin A dan vitamin C.

Pemanenan  

Menurut Thompson et al. (1986) pemanenan dan penanganan perlu dilakukan dengan hati-hati untuk dapat mempertahankan mutu buah-buahan dan sayur-sayuran. Pemanenan yang keliru dan penanganan yang kasar di kebun dapat mempengaruhi mutu pemasaran secara langsung. Kader (1990) mengemukakan bahwa tujuan dari pemanenan adalah untuk mendapatkan komoditi dari kebun dengan tingkat kematangan yang baik agar kerusakan dan kehilangan hasil yang terjadi rendah.

Menurut Tay dan Toxopeus (1994) pemanenan pakchoi dapat dilakukan lebih awal yaitu sekitar tiga minggu setelah penanaman tetapi ada juga yang pada umur antara 30-45 hari, tergantung varietas dan metode penanamannya. Jika pakchoi dibiarkan tumbuh terlalu lama di lahan maka dapat menurunkan nilainya

secara cepat. Pemanenan pakchoi pada cuaca yang sangat panas harus dihindari. Williams et al. (1993) menyatakan bahwa jika saat penanaman pakchoi menggunakan bibit semai besar, maka tanaman dapat dipanen pada 25 hari setelah pindah tanam dan menghasilkan sampai 30 ton/ha, sedangkan dari pertanaman berumur enam minggu dapat dipanen hasil sebesar 50 ton/ha.

Cara panen pakchoi adalah tanaman dicabut dari tanah atau dipotong setinggi tanah dengan pisau. Tanaman yang sudah dipanen jangan dibiarkan terkena sinar matahari karena mudah layu. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan hasilnya dibawa ke tempat yang teduh (Thompson

et al., 1986 ).

Marpaung (1997) menyatakan bahwa kematangan buah tomat dari tingkat kematangan masih muda sampai tua berturut-turut adalah hijau masak, pecah warna, kekuning-kuningan, merah jambu, merah cerah, dan merah masak sempurna. Pada umumnya tomat yang sudah siap dipanen pertama pada umur ± 75 hari setelah pindah tanam atau ± 3 bulan setelah menyebar benih. Saat pemetikan buah yang tepat disesuaikan dengan tujuan konsumsi ataupun sasaran pemasaran. Bila tujuan pemasaran jarak jauh atau diekspor, idealnya dipanen pada waktu buah stadium hijau matang kira-kira 3-7 hari sebelum menjadi merah. Sementara untuk tujuan pemasaran jarak dekat (pasar lokal), dapat dipanen sewaktu tomat berwarna kekuning-kuningan.

Cara panen tomat adalah dipetik secara hati-hati agar tidak rusak. Panen pada tomat cherry disertakan tangkai atau gagang buahnya. Panen dilakukan secara periodik satu atau dua kali seminggu tergantung keadaan buah yang masak dan waktu panen yang tepat adalah pada cuaca terang.

 

Pasca Panen  

Pembersihan  

Pembersihan (cleaning) bertujuan untuk membuang kotoran yang melekat pada sayuran untuk memperbaiki penampakan sayuran dan menghilangkan bagian yang busuk atau rusak (Akamine et al., 1986). Pembersihan penting bukan hanya

untuk menghemat waktu dan tenaga pada proses yang lebih lanjut, tetapi juga menyingkirkan sumber-sumber kontaminasi (Rahardi et al., 2001).

Penyortiran (Sortasi) dan Pengkelasan (Grading)  

Menurut Akamine et al. (1986) buah-buahan dan sayur-sayuran mempunyai variasi mutu yang luas, yang disebabkan oleh faktor-faktor genetik, lingkungan, dan agronomi. Sortasi mutu diperlukan untuk mendapatkan keuntungan yang memadai sesuai dengan mutu barang. Setelah sortasi mutu, hasil dipilah-pilah menurut ukurannya untuk mendapatkan keseragaman. Rahardi et al. (2001) mengemukakan bahwa kegiatan sortasi biasanya dilakukan berdasarkan standar mutu yang telah ditetapkan untuk pemasaran dalam negeri maupun ekspor.

Trisnawati dan Setiawan (2002) mengemukakan bahwa pengkelasan (grading) merupakan pemilahan dalam hal mutu. Penentuan mutu buah didasarkan pada kesehatan, ketegaran, kebersihan, ukuran, bobot, warna, bentuk, kematangan, kebebasan dari bahan asing dan penyakit, serta kerusakan oleh serangga dan luka-luka mekanik.

Pengemasan (Packaging)

Menurut Hardenberg (1986) perbaikan-perbaikan dalam pengemasan memberikan kontribusi yang besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayur-sayuran segar yang lebih efisien. Persyaratan pengemasan sangat berbeda-beda, tergantung pada barang yang harus dikemas dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh hasil dari petani atau pengemas sampai konsumen. Pengemasan tidak dapat memperbaiki mutu, oleh karena itu hanya hasil yang paling baiklah yang seyogyanya dikemas. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari pengemasan diantaranya adalah merupakan unit penanganan yang efisien, merupakan unit penyimpanan yang mudah disimpan di gudang-gudang atau di rumah, melindungi mutu dan mengurangi pemborosan, memberikan pelayanan dan motivasi penjualan, mengurangi biaya pengangkutan dan pemasaran, serta memungkinkan penggunaan cara-cara pengangkutan baru.

Menurut Tay dan Toxopeus (1994) pakchoi dikemas dengan kontainer kaku yang kuat dengan diberi lubang pada sisi-sisinya untuk menghindari panas akibat transpirasi, contohnya keranjang plastik dengan ukuran panjang 72 cm x lebar 47 cm x tinggi 33 cm dengan kapasitas 30 kg. Menurut Opena dan Vossen (1994) buah tomat yang dipasarkan dikemas dalam wadah yang cocok, sering menggunakan kotak kayu 20 kg, keranjang bambu, kotak plastik, atau bahan pengemas lain yang tersedia di tempat.

Penyimpanan (Storage)

Pantastico et al. (1986) menyatakan bahwa penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran segar dapat memperpanjang daya gunanya dan dalam keadaan tertentu memperbaiki mutunya. Selain itu penyimpanan bertujuan untuk menghindarkan melimpahnya produk ke pasar, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen, dan mempertahankan mutu produk-produk yang masih hidup. Umur simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian penyakit-penyakit pasca panen, pengaturan atmosfer, perlakuan kimiawi, penyinaran, dan pendinginan. Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara yang ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah-buahan dan sayur-sayuran segar.

Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan bahwa pakchoi memiliki umur simpan yang singkat setelah pasca panen, tetapi kualitas produk dapat dipertahankan pada suhu 0 ºC dan kelembaban udara 95 % dalam waktu 10 hari. Opena dan Vossen (1994) menyatakan bahwa umur simpan tomat tergantung pada tingkat kematangan pada saat panen dan kualitas buah yang diinginkan. Idealnya tomat yang hijau masak dapat disimpan dalam waktu 7-10 hari pada suhu 13-18 ºC dan kelembaban udara 85-90 %.

Pengangkutan

Chace dan Pantastico (1986) menyatakan bahwa pengangkutan merupakan mata rantai penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan dan sayur-sayuran. Pengangkutan hasil dimulai dari kebun ke tempat-tempat pengumpulan. Setelah melewati proses penanganan bahan ditransportasikan.

Di daerah tropika terjadi kerugian-kerugian yang besar pada beberapa titik dalam urutan distribusi yang disebabkan oleh kerusakan komoditi, penanganan kasar, kelambatan-kelambatan yang tidak dapat dihindarkan, pemuatan dan pembongkaran secara tidak hati-hati, penggunaan wadah-wadah untuk pengangkutan yang tidak sesuai, dan kondisi pengangkutan yang kurang memadai. Oleh karena itu, azas pengangkutan komoditi yang mudah rusak menyangkut perangkutan dan penerapan informasi dari banyak disiplin ilmu, seperti biokimia, fisiologi, hortikultura, patologi, pengemasan, pendinginan, pemasaran, pengangkutan, dan perekayasaan (engineering).

Pemasaran

Menurut Rahardi et al. (2001) aspek pemasaran merupakan kegiatan untuk mendistribusikan hasil produksi ke tangan konsumen dengan harga yang layak. Manajemen yang baik diperlukan untuk melakukan pemasaran agar pengusaha mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Tata niaga dapat dikatakan efisien apabila mampu menyampaikan hasil produksi kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian keuntungan yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tata niaga.

Cahyono (2008) menyatakan bahwa penentuan harga jual hendaknya bertumpu pada harga pokok sebagai standar untuk menentukan harga yang menguntungkan menurut mutu kelas yang ditetapkan pada tahapan grading dan sortasi. Sistem pemasaran dengan mata rantai yang panjang menyebabkan harga di tingkat petani menjadi rendah dan harga di tingkat konsumen menjadi tinggi. Terbentuknya margin pemasaran yang tinggi ini tidak menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karena itu, pengenalan lembaga tata niaga yang terlibat dalam pemasaran hasil-hasil pertanian perlu diketahui dan dipelajari oleh para petani produsen sebagai bahan untuk menyusun program atau strategi pemasaran yang efektif dan efisien.

Kehilangan Hasil Panen

Muchtadi dan Anjarsari (1996) menyatakan bahwa kehilangan hasil (loss) dapat diartikan sebagai suatu perubahan dalam hal ketersediaan (availability), jumlah yang dapat dimakan (edibility), yang akhirnya dapat menyebabkan bahan tersebut tidak dapat dikonsumsi. Menurut Winata (2006) beberapa kendala yang dihadapi oleh pemasok pasar swalayan yang berkaitan dengan kegiatan pasca panen yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sayuran antara lain adalah adanya kelebihan stok sayuran dari petani atau bandar yang tidak dapat ditampung pemasok pasar swalayan, volume penjualan sayuran dari pasar swalayan yang kurang stabil, dan banyaknya penolakan sayuran di pasar swalayan akibat tidak memenuhi standar.

Rapusas (2006) menyatakan bahwa kehilangan hasil sayuran di Filipina pada komoditi pakchoi adalah sebesar 10 % dari tingkat petani hingga ke pedagang pengecer, sedangkan total kehilangan hasil pada komoditi tomat sebesar 24 % dengan jumlah kehilangan hasil setelah panen 11.9 % dan kehilangan setelah penyimpanan sebesar 12.1 %. Menurut Nugrohaini (2005) kehilangan hasil pada komoditi tomat di masing-masing titik pemasaran mencapai 5 %.

Sarumaha (2005) menyatakan bahwa kehilangan hasil komoditi caisin di Yayasan Bina Sarana Bakti sebesar 60.5 %. Kehilangan pasca panen yang tinggi pada tingkat petani disebabkan oleh faktor budidaya (benih, pengolahan lahan, nutrisi mineral, jarak tanam, penyemprotan bahan kimia, dan irigasi) dan faktor lingkungan. Winata (2006) menyatakan bahwa kehilangan hasil komoditi selada daun di CV Putri Segar sebesar 4 % dan di PD Pacet Segar sebesar 3.7 %. Kehilangan hasil sayuran yang terjadi merupakan dampak dari kerusakan pada sayuran. Yulianti (2009) menyatakan bahwa kehilangan hasil komoditi petsai di bagian pemasaran Yayasan Bina Sarana Bakti sebesar 32.2 %. Kehilangan hasil dapat disebabkan oleh penerapan cara budidaya yang tidak sesuai, ketidaktelitian petani saat panen, serta adanya pengaruh faktor musim hujan.

Sarumaha (2005) mengemukakan bahwa semakin panjang jalur pemasaran maka semakin besar kehilangan pasca panen yang terjadi. Penanganan pasca panen yang baik dapat menekan tingkat kehilangan pasca panen. Selain itu kegiatan pasca panen yang tepat dapat meningkatkan nilai jual produk sayuran.

Pentingnya aspek ekonomi program-program untuk mengurangi kerugian-kerugian (kehilangan hasil) baik dalam kualitas maupun kuantitas, sering masih terlewati karena biaya untuk mengurangi kehilangan hasil sampai pada tingkat tertentu dapat melebihi nilai produk yang dapat diselamatkan. Apapun yang dilakukan untuk memperbaiki saluran-saluran pemasaran, terjadinya kehilangan hasil pada komoditi hortikultura yang relatif besar tidak dapat dihindarkan. Namun, kehilangan hasil itu untuk masing-masing komoditi dapat dikurangi sampai tingkat yang dapat diterima (Spinks dan Abbot, 1986).

METODE MAGANG

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2010 di PT. Saung Mirwan yang berlokasi di Kampung Pasir Muncang, Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Bogor.

Metode Pelaksanaan

Metode pelaksanaan dalam kegiatan magang meliputi :

1. Penulis mengikuti seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh PT. Saung Mirwan yang berhubungan dengan aspek budidaya tanaman, yang meliputi persiapan media tanam, penyemaian, pembibitan, pindah tanam (transplanting), penanaman, pemupukan, panen, pasca panen, hingga pemasaran, dengan fokus komoditi pakchoi baby dan tomat cherry.

2. Survei dengan kuesioner untuk mengetahui perbandingan cara budidaya tanaman pakchoi baby, kuantitas produksi, serta kehilangan hasil selama penanganan pasca panen antara sistem budidaya tanaman di PT. Saung Mirwan dengan sistem budidaya tanaman yang dilakukan oleh mitra tani dengan jumlah sampel petani sebanyak 5 orang. Kuesioner yang diberikan kepada petani berisi : kegiatan budidaya (cara pengolahan tanah, pola penanaman, pupuk yang digunakan, pengendalian hama dan penyakit, serta pemeliharaan), kegiatan panen (cara panen, alat yang digunakan, dan jumlah hasil panen yang rusak), kegiatan pasca panen (pembersihan, sortasi dan grading, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, pemasaran, serta tujuan pasar).

3. Mengetahui sistem saluran pemasaran sayuran serta harga jual produsen dan lembaga pemasaran perantara.

4. Melakukan perhitungan prestasi kerja (banyaknya hasil kerja per tenaga kerja) pada satuan waktu tertentu (jam) yang dilakukan oleh karyawan dan penulis.

Pengamatan dan Pengumpulan Data  

Pengamatan dilakukan saat bekerja di lapangan dan pengumpulan data yang dilakukan dalam kegiatan magang ini dengan menggunakan metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner dengan mengambil 5 sampel petani untuk mengetahui perbedaan cara budidaya tanaman hingga penanganan pasca panen serta data panen dan kehilangan hasil komoditi pakchoi baby, sedangkan pada komoditi tomat cherry tidak dilakukan karena tidak terdapat sampel petani. Selain itu data primer juga diperoleh melalui penimbangan hasil panen, wawancara, atau diskusi langsung dengan pelaku produksi.

Metode tidak langsung menggunakan data sekunder yang diperoleh dari arsip kebun, laporan manajemen, dan dokumentasi lainnya. Data sekunder tersebut meliputi letak geografis, keadaan iklim dan tanah, luas areal konsesi dan tata guna lahan, keadaan tanaman (jenis tanaman dan populasi tanaman), struktur organisasi dan ketenagakerjaan, produksi dan produktivitas tanaman, peta lokasi, dan sarana/ prasarana penunjang yang tersedia di lokasi. Informasi lainnya diambil dari beberapa literatur ilmiah serta instansi terkait yang mendukung kegiatan magang tersebut.

Analisis Data dan Informasi

Data yang diperoleh dikelompokkan dan diolah dengan menggunakan rataan. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Pengamatan yang dilakukan penulis di lapangan (kebun PT. Saung Mirwan dan petani) meliputi kegiatan budidaya hingga penanganan pasca panen sayuran, untuk komoditi pakchoi baby dan tomat cherry yang meliputi :

1. Budidaya Pakchoi Baby dan Tomat Cherry

Kegiatan budidaya meliputi penyemaian, pembibitan, pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, serta pengendalian hama dan penyakit 2. Teknik Pemanenan

Kegiatan pemanenan meliputi alat yang digunakan saat panen dan cara panen yang dilakukan

3. Teknik Penanganan Pasca Panen

Kegiatan pasca panen meliputi pembersihan, penyortiran, pengkelasan, pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan

4. Kehilangan Hasil Pasca Panen

Kehilangan hasil pasca panen untuk mengetahui perbandingan persentase kehilangan hasil komoditi yang berasal dari bidang produksi PT. Saung Mirwan dengan yang berasal dari mitra tani selama penanganan pasca panen di divisi pengemasan PT. Saung Mirwan

KEADAAN UMUM

Lokasi

PT. Saung Mirwan berlokasi di Jalan Cikopo Selatan No. 134, Desa Sukamanah, Kampung Pasir Muncang, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Desa Sukamanah berbatasan dengan Desa Sukamaja di sebelah utara, Desa Suka Karya dan Desa Suka Galih di sebelah Timur, Desa Suka Resmi dan Desa Bojong Murni di sebelah Selatan dan Desa Jambu Luwuk di sebelah Barat. Lokasi tersebut berada di kaki Gunung Pangrango dengan ketinggian 670 m di atas permukaan laut (dpl). Secara geografis PT. Saung Mirwan terletak pada 106º54’ BT dan 6º41’ LS.

Keadaan Iklim dan Tanah

Desa Sukamanah memiliki topografi yang berbukit-bukit, datar, dan miring. Jenis tanah di daerah ini adalah tanah latosol yang berwarna kecoklatan. Jenis tanah ini memiliki sifat liat, remah, gembur, mudah menginfiltrasi air, daya menahan air cukup baik, dan tahan erosi. Tanah sesuai untuk budidaya tanaman sayuran. Suhu tertinggi yang dicapai dalam greenhouse adalah 35-38 ºC pada siang hari dan suhu terendah 18-25 ºC pada malam hari. Kelembaban udara relatif (RH) dapat mencapai titik tertinggi lebih dari 90 % dan titik terendah 50 % pada siang hari. Adapun data iklim rata-rata yang diperoleh pada bulan Januari hingga Juni 2010, seperti tercantum pada pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Iklim Rata-rata Bulan Januari-Juni 2010

Bulan Temperatur (°C) Kelembaban (%) Curah Hujan (mm) Lama Penyinaran (jam)

Rata-rata Max Min

Januari 20.6 24.8 18.3 90 416.2 2.1 Februari 21.3 25.8 19.0 86 531.0 2.9 Maret 21.6 26.2 19.2 88 470.7 3.3 April 22.5 27.6 19.5 80 81.5 5.5 Mei 22.4 27.4 19.6 85 288.8 4.7 Juni 21.5 26.1 19.0 86 254.8 3.4

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

1. Desa Sukamanah, Bogor

Pusat kegiatan yang dilakukan oleh PT. Saung Mirwan mulai dari proses produksi, pengemasan, penjualan, sampai administrasi berada di Desa Sukamanah. Luas areal yang dimiliki saat ini kurang lebih 11 ha. Hampir 4 ha adalah bangunan greenhouse. Bangunan lain yang ada di lokasi ini seperti rumah pemilik, kantor, gudang pengemasan, bengkel, sarana olah raga, sarana ibadah, mess karyawan, serta sarana dan prasarana lain yang menunjang kegiatan produksi hingga distribusi dari produk yang dihasilkan. Lay out bangunan kebun Sukamanah dapat dilihat pada Lampiran 1.

Komoditi sayur yang ditanam di dalam greenhouse diantaranya adalah tomat cherry, tomat besar (dikenal dengan tomat beef atau tomat rianto), pakchoi baby, kailan baby, dan baby lettuce dengan luasan sekitar 0.7 ha. Komoditi bunga yang ditanam di dalam greenhouse diantaranya adalah krisan potong, krisan pot, kalanchoe, kalandiva, dan kastuba dengan luasan sekitar 0.9 ha. Lokasi tanaman induk krisan untuk produksi stek pucuk terbagi menjadi dua, yaitu 0.5 ha untuk induk krisan yang memproduksi stek pucuk untuk pasar lokal dan 0.9 ha untuk induk krisan yang memproduksi stek pucuk untuk pasar ekspor. Sisanya terdiri atas tempat persemaian, demplot (showroom), dan rumah koleksi anggrek. Lahan luar dimanfaatkan untuk produksi benih edamame, bawang daun, buncis mini, lettuce, selada keriting, dan rukulla.

2. Kampung Lemah Neundet, Bogor

Kampung Lemah Neundet terletak di sebelah tenggara Desa Sukamanah yang lokasinya lebih tinggi dengan waktu tempuh sekitar 15-20 menit dari desa

Dokumen terkait