• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya-upaya yang dilakukan agar tidak terjadi perceraian

Setiap perceraian pasti akan menimbulkan akibat negatif bagi setiap orang yang berkaitan dengan pasangan suami istri yang bercerai tersebut, baik dari pihak

63 Pasal 113 Kompilasi Hukum Islam

istri,suami, maupun bagi keluarga kedua belah pihak, terlebih lagi percerian tersebut akan berpengaruh si buah hati, baik perceraian tersebut dilakukan di luar Pengadilan maupun di dalam pengadilan64. Bagi seorang anak suatu perpisahan (perceraian) kedua orang tuanya merupakan hal yang dapat mengganggu kondisi kejiwaan, yang tadinya si anak berada dalam lingkungan keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dari kedua orang tuanya, hidup bersama dengan memiliki figur seorang ayah, dengan figur seorang ibu, tiba-tiba berada dalam lingkungan keluarga yang penuh masalah yang pada akhirnya harus tinggal hanya dengan salah satu figur, ibu ataupun ayah. Perceraian yang dilakukan di luar sidang pengadilan akan berpengaruh pada kondisi kejiwaan anak, karena sering terjadi si ayah tidak memberi nafkah secara teratur dan jumlah yang tetap. Perceraian yang dilakukan di luar Pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga tidak dapat memaksa si ayah ataupun ibu memberi nafkahnya secara teratur baik dari waktu memberi nafkah maupun dari jumlah materi atau nafkah yang diberikan.

Jika perceraian dilakukan di pengadilan agama hal tersebut akan ditetapkan oleh Pengadilan, sesuai dengan Pasal 156 poin f Kompilasi Hukum Islam.65

Walaupun tidak ada sanksi pidana secara langsung, akan tetapi banyak sekali dampak negatif yang masyarakat akan merasakan. Status perceraian mereka yang tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak diputuskan di depan sidang pengadilan, yang menyebabkan tidah dapat menikah kembali di Kantor Urusan Agama karena tidak memiliki Akta Cerai. Dampak negatif dari perceraian di luar pengadilan tidak hanya berdampak terhadap suami istri saja tetapi terhadap anak pun mempunyai dampak negatif. Si anak tidak mendapatkan nafkah secara teratur

64 Samudera Keadilan, Dampak Yuridis Perceraian di Luar Pengadilan, Vol. 10 No.2, Juli-Desember 2015, hal 225

65 Ibid

karena tidak ada suatu putusan yang memiliki kekuatan hukum sehingga tidak dapat memaksa pihak ayah untuk memberikan nafkah nya secara teratur baik dari waktu pemberiannya maupun jumlah materi yang diberikan66. Dikarenakan banyaknya dampak buruk dari perceraian, maka sudah seharusnya ada upaya yang dilakukan agar perceraian dapat dicegah atau diminimalisir. Undang-undang Perkawinan yang cenderung mempersulit perceraian merupakan salah satu upaya terjadinya perceraian di tengah masyarakat yang ditunjukkan dengan meningkatnya tingkat perceraian setiap tahunnya.67

Di Indonesia terdapat lembaga formal yang menangani berbagai persoalan perkawinan dan perceraian yaitu Badan Penasehat Perselisihan Perceraian &

Perkawinan (BP4) yang berubah menjadi Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan yang dibentuk dalam rangka menunjang tugas-tugas Kementerian Agama, yakni mitra kerja Kementerian Agama dalam membina, mengupayakan, dan mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan wa rahmah. Disamping membina, menasehati para calon pasangan pengantin selama ini, BP-4 juga berusaha menekan tingkat perceraian dengan terlebih dahulu memediasikan pasangan yang mengajukan perceraian sebelum putusan perceraian dilakukan, dengan harapan setelah itu perceraian tidak terjadi, dan terdapat juga program Gerakan Keluarga Sakinah (GKS) dibawah Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam . Dalam kinerjanya, BP-4 mempunyai tujuan untuk mempertinggi mutu perkawinan guna mewujudkan keluarga sakinah menurut

66 Ibid

67Jurnal Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, Vol.7, No.2, Tahun 2017, hal 278

ajaran islam untuk mencapai masyarakat dan bangsa Indonesia yang maju, mandiri, bahagia, sejahtera, materil, dan spiritual. Adapun misi dari BP-4 yaitu :68

1. untuk meningkatkan kualitas konsultasi perkawinan, mediasi dan advokasi;

BP-4 dalam melaksanakan fungsi konsultasi perkawinan pasca menikah dengan megajak majelis taklim setempat sebagai mitra. BP-4 memfasilitasi kegiatan majelis taklim dengan membantu mendatangkan penceramah, ustad atau konsultan perkawinan (tenaga profesional). Bagi anggota majelis taklim yang ingin meminta nasehat perkawinan dari segi agama dan atau sedang menghadapi masalah perkawinan dapat curhat atau berkonsultasi baik secara bersama-sama maupun secara individual.

2. meningkatkan pelayanan terhadap kelurga bermasalah melalui konseling;

BP-4 dalam memberikan konseling bagi keluarga yang bermasalah alangkah baiknya jika menggunakan pendekatan secara informal, dengan mengunggah kesadaran pasangan suami-isteri untuk mengakui masalah masing-masing dalam rangka pencarian kesalahan, bukan mencari-cari kesalahan atau mencari mana pihak yang dimenangkan

3. menguatkan kapasitas kelembagaan dan SDM dalam rangka mengoptimalkan program dalam pencapaian tujuan.69

Idealnya lembaga ini berperan sebagai mediator atau sebagai lembaga penasehat pernikahan ketika pasangan suami istri mengalami permasalahan perkawinan dan berniat bercerai. BP-4 mempertemukan pasangan yang akan melakukan perceraian dalam sebuah forum guna mengetahui duduk perkara

68 Ibid

69 Ibid

sebenarnya dan memberikan nasehat-nasehat yang disesuaikan dengan masalah yang menyebabkan pasangan memutuskan akan bercerai. Dalam hal ini BP-4 akan mengupayakan agar terjadinya perdamaian bagi para pasangan yang ingin bercerai. Tindakan seperti ini merupakan upaya untuk melakukan pencegahan terhadap terjadinya perceraian. Selain upaya yang dilakukan oleh BP-4 ada juga pendapat yang menyatakan bahwa cara untuk mencegah suatu perceraian dan mewujudkan suatu harmonisasi hubungan suami isteri dapat dicapai melalui hal-hal sebagai berikut:70

1. Adanya saling pengertian

Suami dan isteri hendaknya saling memahami dan mengerti keadaan masaing-masing, baik fisik maupun psikis, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.

2. Saling menyesuaikan diri

Penyesuaian diri dalam keluarga berarti setiap keluarga berusaha untuk dapat mengisi kekurangan yang ada pada diri masing-masing serta mau menerima dan mengakui kelebihan yang ada pada orang lain dalam lingkungan keluarga.

3. Memupuk rasa cinta untuk mencapai kebahagian keluarga

Hendaknya antara suami isteri senantiasa berupaya memupuk rasa saling menghargai dan penuh keterbukaan.

4. Musyawarah dalam kehidupan berkeluarga

Sikap musyawarah terutama antara suami dan isteri merupakan sesuatu yang perlu diterapkan. Secara umum prinsip ini mengkehendaki agar

70Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Kelarga Sakinah Bacaan Mandiri Calon Pengantin, hal 9

keputusan penting dalam keluarga selalu dibicarakan dan diputuskan bersama. Kepala keluarga tidak boleh memaksakan kehendaknya, unutk itu suami dan isteri ditintut sikap terbuka, lapang dada, jujur tidak bersikap mau menang sendiri dari pihak suami maupun isteri.

5. Suka memaafkan suami dan isteri harus ada sikap ketersedian untuk saling memaafkan atas kesalahan masing-masing. Hal ini sangat penting karena tidak jarang soal kecil dapat menjadi sebab tergangtungnya hubungan suami isteri yang menyebabkan perselisihan yang berkepanjangan dan berakhir pada perceraian

Goode71 mengemukakan beberapa pola pencegahan terjadinya perceraian yaitu :

1. Merendahkan atau menekan keinginan-keinginan individu tentang apa yang bisa diharapkan dari sebuah perkawinan, dikembangkan secara turun-temurun nilai-nilai yang menganggap betapa pentingnya institusi kehidupan keluarga

2. Mementingkan nilai-nilai yang mementingkan hubungan kekerabatan daripada hubungan suami isteri dalam perkawinan

3. Tidak menganggap penting sebuah perselisihan

4. Mengajarkan anak-anak dan remaja untuk mempunyai harapan yang sama terhadap sebuah perkawinan. Tujuannya nanti dalam perkawinan seorang suami atau isteri dapat berperan seperti yang diharapkan oleh pasangannya.

71 Goode dalam Fachrina dan Rinaldi Eka Putra, Upaya Pencegahan Perceraian Berbasis Keluarga Luas dan Institusi Lokal dalam Masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat, Op Cit, hal 102

BAB III

PERAN MEDIATOR HAKIM DALAM PENANGANAN KASUS PERCERAIAN

A. Pengaturan Wewenang dan Tanggung Jawab Mediator Hakim

Hakim mediator memiliki peran menentukan dalam suatu proses mediasi.

Gagal tidaknya mediasi juga sangat ditentukan oleh peran yang ditampilkan mediator. Ia berperan aktif dalam menjembatani sejumlah pertemuan antar para pihak. Desain pertemuan, memimpin dan mengendalikan pertemuan, menjaga keseimbangan proses mediasi dan menuntut para pihak mencapai suatu kesepakatan merupakan peran utama yang harus dimainkan oleh mediator.72

Mediator sebagai pihak ketiga yang netral melayani kepentingan para pihak yang bersengketa. Mediator harus membangun interaksi dan komunikassi positif, sehingga ia mampu menyelami kepentingan para pihak dan berusaha menawarkan alternatif dalam pemenuhan kepentingan tersebut.73

Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan telah mengintegrasikan mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan sebagai salah satu instrumen untuk mengatasi penumpukan perkara.

Mediasi ini diterapkan sebagai bagian acara dalam perkara perdata di lingkungan peradilan agama dan peradilan umum.74.Dalam Peraturan Mahkamah Agung

72 Sebagai pembanding lihat ketentuan Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

73M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Cet. VIII, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 247

74 Yayah Yarotul Salamah, Urgensi Mediasi dalam Perkara Perceraian, Jurnal Hukum Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Jakarta, Vol. XIII, No. 1, Januari 2013

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 telah dirumuskan definisi tentang Mediasi. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator75. Mediator dalam Perma Nomor 1 Tahun 2016 diartikan sebagai hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian76.

Pada prinsipnya, pelaksanaan mediasi di persidangan oleh majelis hakim bertujuan untuk meminimalisir proses perkara yang panjang atau lama serta berlarut-larut, salah satunya dengan adanya kesepakatan para pihak untuk menawarkan penyelesaian atau dengan pencabutan perkara karena telah ada perdamaian dalam pembagian di luar proses hukum di pengadilan. Peran hakim mediator hanya membantu para pihak merumuskan kesepakatan yang dicapai, tetapi tidak dianjurkan memutuskan perkara atau memaksakan pandangan yang adil menurutnya kepada para pihak masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung. Dengan demikian hakim yang ditunjuk sebagai mediator harus memiliki wawasan yang cukup untuk melaksanakan mediasi. 77 Dalam memimpin pertemuan yang dihadiri kedua belah pihak, mediator berperan mendampingi, mengarahkan dan membantu para pihak untuk membuka komunikasi positif dua arah, karena lewat komunikasi yang terbangun akan

75 Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

76 Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

77Bahrun, Syahrizal Abbas, Iman Jauhari, Peranan Hakim Mediator Dalam Penyelesaian Sengketa Harta Bersama Pasca Perceraian Di Mahkamah Syahriah, Syiah Kuala Law Journal, Vol. 2(3) Desember 2018, hal 378

memudahkan proses mediasi selanjutnya.

Dalam memandu proses komunikasi, mediator ikut mengarahkan para pihak agar membicarakan secara bertahap upaya yang mungkin ditempuh keduanya dalam rangka mengakhiri sengketa.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang mediator, mediator memiliki tugas sebagai berikut :78

a. memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada Para Pihak untuk saling memperkenalkan diri;

b. menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada Para Pihak;

c. menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan;

d. membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama Para Pihak;

e. menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);

f. menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak;

g. mengisi formulir jadwal mediasi.

h. memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian;

i. menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas;

j. memfasilitasi dan mendorong Para Pihak untuk:

1. menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak;

78 Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

2. mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak;

dan

3. bekerja sama mencapai penyelesaian;

k. membantu Para Pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan Perdamaian;

l. menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara;

m. menyatakan salah satu atau Para Pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa Perkara;

n. tugas lain dalam menjalankan fungsinya

Selain tugas yang harus dilaksanakan mediator juga memiliki wewenang dalam pelaksanaan mediasi yaitu :

a) Mengontrol proses dan menegaskan aturan dasar

Mediator berwenang mengontrol proses mediasi sejak awal sampai akhir.

Dalam hal ini mediator memfasilitasi pertemuan para pihak, membantu para pihak melakuka negosiasi, membantu membicarakan sejumlah kemungkinan untuk mewujudkan kesepakatan dan membantu menawarkan sejumlah solusi dalam penyelesaian sengketa. Pada dasarnya, mediator hanyalah mendorong para pihak untuk lebih proaktif memikirkan penyelesaian sengketa mereka. Mediator mengawasi sejumlah kegiatan tersebut melalui penegakkan aturan mediasi yang telah disepakati bersama. Ia memiliki kewenangan mengajak para pihak melanggar kesepakatan sebelumnya. Misalnya, pada tahap pertemuan pertama disepakati bahwa para pihak tidak akan melakukan interupsi (menyela), ketika salah satu pihak melakukan presentasi. Jika dalam pelaksanaan ditemukan salah

satu pihak melakukan interupsi (menyela), maka mediator berwenang menegaskan aturan tersebut.79

Demikian pula jika para pihak sudah terlalu jauh melakukan pembicaraan, sehingga melenceng dari kesepakatan-kesepakatan awal, maka mediator berwenang mengarahkan dan mengembalikan pembicaraan para pihak pada ketentuan yang telah disepakati sebelumnya,. Mediator harus cermat mengawasi langkah kegiatan para pihak, dan berusaha maksimal menegakkan aturan mediasi yang telah disepakati bersama. Kewenangan mediator mengontrol dan menjaga tegaknya aturan, akan membuat mediasi lebih efektif dan efesien dalam mencapai sasaran penyelesaian sengketa80

B) Mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi.

Mediator berwenang menjaga dan mempertahankan struktur dan momentum dalam negosiasi. Esensi mediasi terletak pada negosiasi, dimana para pihak diberikan kesempatan melakukan pembicaraan dan tawar-menawar dalam menyelesaikan sengketa. Dalam hal ini mediator menjaga dan mempertahankan struktur negosiasi yang dibangun tersebut. Mediator selalu mendampingi para pihak, agar dalam pembicaran dan negosiasi mereka tidak keluar dari struktur yang telah dibangun bersama.81

c) Mengakhiri proses bilamana mediasi tidak produktif lagi.

Dalam proses mediasi sering ditemukan para pihak sangat sulit berdiskusi secara terbuka. Mereka mempertahankan prinsip secaraketat dan

79 Hendri Mahdi, „‟Prosedur Mediasi di Pengadilan Berdasarkan Perma No 1 Tahun 2008‟‟,dalamhttp://hukum.kompasiana.com/2011/02/23/prosedur-mediasidipengadilan

berdasarkan-perma-nomor-01-tahun-2008-342301.html, diakses pada tanggal 29 Mei 2020, Pukul 21.30 WIB

80 Syahrial Abbas, Op Cit, hal 83

81 Ibid

kaku, terutama pada saat negosiasi. Ketika mediator melihat para pihak tidak mungkin lagi diajak kompromi dalam negosiasi, maka mediator berwenang menghentikan proses mediasi. Mediator dapat menghentikan proses mediasi.

Mediator dapat menghentikan proses mediasi untuk sementara waktu atau penghentian untuk selamanya (mediasi gagal). Ada dua pertimbangan penghentian mediasi yang dilakukan oleh mediator. Pertama, ia menghentikan proses mediasi untuk sementara waktu, guna memberikan kesempatan kepada para pihak memikirkan kembali tawar-menawar kepentingan dalam penyelesaian sengketa. Kedua, mediator menghentikan proses mediasi dengan pertimbangan hampir dapat dipastikan tidak ada celah yang mungkin dimasuki untuk diajak negosiasi dari kedua belah pihak. Para pihak sudah menegaskan prinsip dan tuntunan masing- masing secara emosional, sehingga bila proses mediasi dilanjutkan dapat diprediksi akan tetap tidak efektif, menghabiskan waktu yang tidak bermanfaat dan pada akhirnya akan menuai kegagalan.82

Tentu dalam menjalankan tugas dan wewenang tersebut setiap mediator hakim harus memiliki keahlian khusus sebagai mediator yang mana setiap mediator wajib memiliki sertifikat mediator yang diperoleh setelah mengikuti dan dinyatakan lulus dalam pelatihan sertifikasi mediator yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung.83 Tentu dengan demikian seorang mediator hakim harus memiliki beberapa keterampilan, sebab unsur yang paling penting bagi seorang mediator adalah keterampilan untuk melakukan mediasi. Keterampilan akan

82 Ibid

83 Pasal 13 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

menentukan berhasil tidaknya seorang mediator menyelesaikan sengketa para pihak. Pengetahuan yang banyak belum tentu menjamin bahwa seorang mediator dapat berhasil melakukan mediasi namun tidak disertai dengan sejumlah keterampilan. Keterampilan dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan (training) mediasi. Keterampilan harus diasah dan dipraktikkan secara terus-menerus, sehingga memiliki ketajaman dalam menganalisis, menyusun langkah kerja, dan menyiapkan solusi dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak.Mediator dalam menjalankan mediasi harus memiliki sejumlah keterampilan, yaitu keterampilan mendengarkan, keterampilan membangun rasa memiliki bersama, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan meredam ketegangan, dan keterampilan merumuskan kesepakatan 84 . Berikut adalah penjelasannya :

a) Keterampilan mendengarkan

Mendengarkan merupakan suatu keterampilan dalam mediasi, dimana mediator mendengarkan secara saksama dan penuh perhatian terhadap segala apa yang disampaikan para pihak pada saat pemaparan kisah (presentasi). Tujuan mendengarkan adalah untuk memperoleh informasi lengkap terhadap apa yang mereka persengketaan.

Mendengarkan bermakna mediator memahami dan mendalami, serta berusaha memosisikan perasaan dirinya seperti para pihak yang sedang bertikai.

Kemampuan mendengarkan ini, akan memunculkan kepercayaan dari para pihak bahwa mediator benar-benar memahami dan mendalami

84 Syahrizal Abbas, Op Cit, hal 91

persoalan mereka. Mediator akan diterima para pihak sebagai juru damai, karena ia mampu menunjukkan keseriusan dan kemampuannya memahami para pihak. Diterimanya mediator oleh para pihak, akan memudahkannya membangun kekuasaan sebagai mediator. Kekuasaan ini bukan untuk mendominasi dan menekan para pihak guna menerima tawara solusi, tetapi menciptakan ruang yang aman dalam membangun komunikasi konstruktif.Keterampilan atau keahlian mendengar dibagi kedalam tiga bagian yaitu keahlian menghadiri (attending skills), keahlian mengikuti (following skills) dan keahlian merefleksi (reflecting skills).

b) Keterampilan membangun rasa memiliki bersama

Keterampilan membangun rasa memiliki bersama dimulai dengan sikap empati yang ditunjukkan mediator terhadap persoalan para pihak.

Mediator harus mengetahui, mengidentifikasi dan memahami perasaan yang dialami para pihak yang bersengketa. Mediator juga harus membantu menumbuhkan rasa memiliki bersama dengan para pihak, guna merumuskan berbagai solusi atas berbagai persoalan mereka.

c) Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan yang sangat esensial di antara keterampilan lainnya adalah keterampilan memecahkan masalah, karena inti dari mediasi adalah menyelesaikan persengketaan yang terjadi antara para pihak.

Dalam memecahkan masalah, mediator melakukan beberapa langkah penting yaitu; mengajak para pihak untuk fokus pada hal-hal positif, fokus pada persamaan kepentingan dan kebutuhkan, fokus pada

penyelesaian masalah untuk masa depan, memperlunak tuntutan, ancaman dan penawaran terakhir, dan mengubah suatu permintaan atau posisi absolut menjadi suatu bentuk penyelesaian.

d) Keterampilan meredam ketegangan

Mediator dapat mengambil sejumlah tindakan yang merupakan keterampilan dalam mengelola dan meredam kemarahan dari dua belah pihak yang bersengketa. Mediator harus memposisikan diri sebagai penengah dan tempat para pihak menumpahkan kemarahannya. Mediator harus bisa mencegah pengungkapan kemarahan tidak secara langsung ditunjukkan kepadda masing-masing pihak, tetapi mereka harus menyatakan kemarahannya dihadapan mediator.

Jadi pengungkapan kemarahan para pihak harus ditanggapi positif dan tenang oleh seorang mediator, karena melalui pengungkapan kemarahan akan dapat ditemukan esensi atau penyebab utama terjadi sengketa diantara para pihak.

e) Keterampilan merumuskan kesepakatan

Ketika para pihak sudah mencapai kesepakatan dalam mediasi, maka tugas mediator harus merumuskan kesepakatan tersebut dalam bentuk tulisan. Bila para pihak telah memahami rumusan kesepakatan dengan baik dan mereka akan melaksanakannya, maka para pihak dapat kedalam tiga bagian yaitu keahlian menghadiri (attending skills), keahlian mengikuti (following skills) dan keahlian merefleksi (reflecting skills) Selain itu, seorang mediator hakim juga harus memiliki keterampilan berbahasa. Bahasa yang digunakan mediator akan menentukan sukses tidaknya

proses mediasi. Mediator harus memiliki keterampilan menggunakan bahasa yang baik dan sederhana dalam memediasi kedua belah pihak. Bahasa yang baik adalah bahasa mediator yang mampu membawa para pihak nyaman berkomunikasi dengan mediator, sehingga para pihak merasakan kehadiran mediator cukup penting ditengah-tengah mereka. Mediator juga harus menggunakan bahasa sederhana, lugas, mudah dipahami, dan tidak terlalu banyak menggunakan istilah asing, sehingga menyulitkan para pihak dalam memahaminya. Ketidaknyamanan bahasa, kesulitan memahami kata/kalimat, dan penggunaan kata ambigu atau kalimat yang tidak lazim digunakan para pihak, dapat menjadi faktor yang akan menghambat berjalannya proses mediasi. Oleh karena itu, mediator mesti sangat hati-hati menggunakan bahasa lisan atau tulisan dalam menjalankan proses mediasi, mengingat pihak yang bersengketa sangat rentan terhadap informasi dan bahasa yang digunakan oleh mediator.

Ketidaktepatan bahasa yang digunakan mediator dapat mengancam gagalnya mediasi.Kemampuan mediator memilih kata, kalimat, dan istilah- istilah yang lazim dipakai para pihak yang bersengketa akan mempermudah mediator membawa para pihak membuat kesepakatan- kesepakatan85

Kemampuan menyusun kalimat-kalimat netral memerlukan pemikiran serius dan latihan yang terus-menerus, sehingga mediator peka dan cepat tanggap untuk melakukan penyesuaian kalimat tersebut. Oleh karena itu, training dan praktik simulasi akan sangat membantu mediator dalam mempertajam kemampuannya berkomunikasi dan menetralkan pernyataan-pernyataan

85 Syahrizal Abbas, Ibid, hal 109-111

destruktif dan subjektif dari para pihak yang bersengketa.86

Dari syarat-syarat hakim mediator yang disebutkan diatas tadi ialah hakim mediator harus berasal dari kalangan profesional, maka di sini akan diterangkan tentang ciri-ciri profesionalitas hakim mediator antara lain yaitu menguasai hukum formil, hukum materil, ahli di bidang psikologi, dan mempunyai sertifikat hakim mediator, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Menguasai hukum formil

Menguasai hukum formil adalah menguasai teori-teori tentang

Menguasai hukum formil adalah menguasai teori-teori tentang

Dokumen terkait