• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lanskap Perkotaan

Kota adalah suatu bentukan lanskap buatan manusia yang terjadi akibat kegiatan manusia dalam mengelola kepentingan hidupnya. Faktor-faktor sosial, ekonomi, budaya, kelembagaan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempengaruhi perubahan lanskap perkotaan juga berkontribusi terhadap lingkungan fisik kota (Simonds dan Starke 2006). Sedangkan definisi kota menurut Menurut UU No. 26 tahun 2007, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kota dan lanskap harus dibangun untuk saling mendukung satu sama lainnya. Kehidupan perkotaan terkadang membuat jenuh sehingga perlu tempat untuk beristirahat dari kejenuhan tersebut yaitu dengan menciptakan pemandangan yang indah yang dapat dinikmati semua orang (Simond dan Starke 2006). Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (BPS) yang dimaksud dengan kota adalah suatu wilayah tertentu dengan jumlah penduduk minimal 20.000 jiwa.

Kota tidak dapat difahami sekaligus atau seketika, seperti suatu benda yang sederhana. Penempatan jalan, pelayanan umum, dan aktivitas-aktivitas, merupakan bagian dari bentuk kota. Bentuk kota dan reaksi penduduk terhadapnya adalah saling mempengaruhi. Desain dari hubungan-hubungan ini dapat memberikan kepuasan yang lebih besar kepada penduduk kota yang menjadikan kota tersebut sebagai kota yang lebih nikmat untuk ditempati (Catanese and Snyder 1986). Dalam hal tata guna lahan, semakin tinggi aktivitas suatu tata guna lahan makin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam menarik arus lalu lintas begitu pula sebaliknya. Dengan adanya guna lahan yang berkembang maka akan mengakibatkan peningkatan arus pergerakan, pola persebaran dan permintaan pergerakan yang mana perubahan-perubahan tersebut berkonsekuensi dengan aksesibilitas (Oktora 2011).

Masalah-masalah fungsionlal kota, cara kota berfungsi, dan bentuk kota, semuanya saling berhubungan (Catanese and Snyder 1986). Permasalahan di perkotaan salah satunya adalah banyaknya bangunan yang padat dan tidak tertata dengan baik. Kota-kota modern terlihat lebih seperti padang pasir gersang. Jalan-jalan, panjang dan lurus tanpa akhir yang terlihat tidak menarik sama sekali. Dalam beberapa dekade berikutnya, aspek yang paling penting dari sebuah kota adalah bagaimana mengelola kota tersebut. Karena kota senantiasa terus tumbuh. Untuk melakukan perencanaan dan pengelolaan dengan benar sebuah kota dan pemerintahnya harus memahami kebutuhan untuk mengembangkan kotanya seperti ulasan proyek dan layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat kota. Pusat kota, batas-batas, ruang terbuka, jalan raya, dan zonasi semua akan menjadi topik penting yang akan harus ditangani (Simond dan Starke 2006). Gambaran kota yang ideal adalah di mana seseorang memiliki akses yang mudah untuk menuju tempat tujuan mereka dalam bertukar barang dan jasa atau dalam berhubungan dengan orang lain (Lynch 1981).

Bantaran Kanal

Kanal adalah terusan buatan yang merupakan badan air. Kanal dapat dibentuk dari sungai itu sendiri maupun hasil sudetan. Kanal, sungai, dan alur air (stream, creek) merupakan contoh dari lingkungan lotik atau model air yang mengalir (Nurisjah 2004). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 tahun 1991 tentang sungai, pada pasal 1 menyebutkan tentang definisi bantaran yaitu lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam.

Beberapa wilayah di dunia memanfaatkan badan air dengan membuat saluran buatan yang disebut kanal. Mereka biasanya lurus dan sempit. Tapi mereka penuh dengan air. Mereka terhubung sungai dan danau, laut dan danau, sungai dan sungai, atau lautan dan lautan. Beberapa digunakan untuk mengairi tanah atauuntuk menghubungkan sungai-sungai untuk mentransfer air maupun navigasi. Faktor utama yang berpengaruh terhadapa aliran air lingkungan lotik ini menurut Nurisjah (2004) adalah kecepatan aliran, turbiditas, dan suhu.

Manusia memiliki ketertarikan pada air. Ini adalah kecenderungan alami ketika manusia memiliki keinginan untuk berjalan kaki di sepanjang tepi atau jalur, untuk beristirahat sambil menikmati pemandangan dan suara, serta untuk melintas ke tepi yang lainnya. Keinginan ini harus diakomodasi dalam perencanaan tapak. Jalur pergerakan akan disesuaikan untuk memberikan berbagai pandangan dan eksplorasi visual dari elemen air. Pada titik dimana penggunaan air intensif atau di mana terdapat pertemuan tanah dan air, maka harus diberikan perlakuan arsitektur yang lebih, bentuk dan bahan jalur dan daerah digunakan akan menjadi lebih struktural juga (Simonds dan Starke 2006). Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merencanakan lanskap tepian badan air antara lain meminimumkan gangguan seperti terhadap stabilitas lereng dan mencegah erosi, memelihara aliran air antara lain dengan menghindari pembuatan struktur yang dapat menghalangi aliran air, mempertimbangkan kemungkinan terjadinya luapan air, perkerasan yang fungsional dan tidak licin, pemilihan dan penggunaan material yang sesuai dengan keadaan cuaca dan tahan terhadap air, dan mencegah adanya aliran permukaan yang mengandung bahan pencemar yang masuk mengikuti aliran air.

Jalur Pejalan Kaki

Jalur pejalan kaki merupakan fasilitas aksesibilitas yang tidak terpisahkan dari prasarana dan sarana sistem transit perkotaan (Widagdo 2008). Sebagian besar dari kita adalah pejalan kaki. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu adanya perancangan yang baik dan benar. Fasilitas pejalan kaki harus dirancang dan dibangun sesuai dengan standar yang berlaku. Memahami kebutuhan dan karakteristik pejalan kaki dan faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan pejalan kaki adalah penting ketika merancang fasilitas pejalan kaki. Untuk merancang fasilitas pejalan kaki, kita harus mengetahui luasan yang diperlukan oleh pejalan kaki, dan pendekatan desain yang harus dilakukan untuk memenuhi keragaman kebutuhan (GDOT 2003).

Menurut Simonds (2006), karakteristik pedestrian dapat diumpamakan sebagai aliran sungai dimana dalam pergerakannya akan mencari hambatan yang terkecil. Jalur yang diambil adalah jalur-jalur terpendek dari satu titik ke titik

6

lainnya, sehingga jalur sirkulasinya memotong rintangan di depannya. Aspek fungsional dan estetik merupakan dua hal yang harus menjadi pertimbangan dalam sirkulasi pedestrian, dimana keduanya harus dapat dipadukan secara bersama-sama untuk mendapatkan sebuah sistem pedestrian yang baik. Aspek fungsional yang menjadi pertimbangan antara lain kenyamanan, keamanan dan kepuasan yang diberikan kepada pejalan kaki. Sedangkan aspek estetika yang menjadi pertimbangan dapat diciptakan melalui penyusunan ruang dan pemandangan sepanjang tapak, sehingga tercapai sebuah jalur pedestrian dengan kualitas visual yang menarik.

Untuk mendorong kegiatan berjalan kaki, diperlukan adanya sinergi dari ketiga aspek (permintaan, faktor eksternal dan sediaan). Faktor sisi permintaan berupa tidakan, pada prosesnya berawal dari respon manusia terhadap lingkungan faktual yang dipersepsikan,selanjutnya cara untuk mengatasi atau merespon faktor eksternal dapat diatasi dengan desain sedangkan faktor sediaan terkait dengan kualitas perancangan yang dilakukan (Mangkukusumo 2012).

Jarak perjalanan akan bervariasi tergantung pada penggunaan geografi, kondisi iklim, dan tanah pola. Jarak pejalan kaki juga dipengaruhi oleh cuaca, waktu hari,demografi, tujuan perjalanan mereka, dan banyak faktor lainnya. Kebanyakan orang akan berjalan dengan jarak yang lebih lama untuk tujuan rekreasi, tetapi lebih memilih untuk berjalan jarak pendek ketika mereka terburu-buru. Beberapa kebutuhan penting bagi pejalan kaki yaitu daerah aman untuk berjalan, kenyamanan, tempat terdekat untuk berjalan, bersih, akses untuk transit, terdapat hal-hal yang menarik, dan interaksi sosial (GDOT 2003).

Janes Jacobs seorang kritikus perencanaan modern yang terkemuka, mengemukakan bahwa jalan-jalan bukanlah sekedar sistem transportasi, tapi lebih dari itu; jalan-jalan adalah kawasan-kawasan aktif yang menunjang serangkaian aktivitas-aktivitas termasuk bermain, berjalan santai, melakukan kunjungan dan lain-lain, yaitu aktivitas-aktivitas yang menurut dia sama pentingnya bagi suatu kota, dengan bergerak dari satu tepat ke tempat lain (Catanese and Snyder 1986).

Sumber: Time-Saver Standards for Landscape Architecture

Pada Gambar 2 mengilustrasikan kenyaman rata-rata bagi pejalan kaki saat menghadiri acara publik, belanja, berjalan di bawah kondisi normal, dan berjalan untuk kesenangan. Informasi ini sangat membantu untuk menghitung berapa banyak yang dibutuhkan untuk memperkirakan berapa kenyamanan bagi pejalan kaki saat berjalan.

Peningkatan arus lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang pada suatu kota seperti prasarana jalan raya perkotaan sangat tergantung pada pesatnya pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau wilayah kota. Peningkatan jumlah pergerakan ditandai dengan meningkatnya volume lalu lintas kendaraan maupun volume pejalan kaki pada suatu ruas jalan perkotaan. Pada kenyataannya, peningkatan volume lalu lintas ini mendapat perhatian hanya pada prasarana lalu lintas kendaraan saja. Sementara kebutuhan prasarana pejalan kaki seperti fasilitas penyeberangan pedestrian, trotoar bagi pejalan kaki sangat minim mendapat perhatian. Permasalahan kegiatan berjalan kaki dari sudut pandang kota, khususnya kota-kota di Indonesia yaitu berjalan kaki bukanlah suatu kebiasaan yang populer. Selain faktor demand (malas, kepribadian, waktu, budaya), faktor eksternal seperti iklim, cuaca, polusi, panas serta fasilitas jalur pejalan kaki juga tidak mendukung (GDOT 2003). Untuk mendorong kegiatan berjalan kaki, diperlukan adanya sinergi dari ketiga aspek (permintaan, faktor eksternal dan sediaan). Faktor sisi permintaan berupa tidakan, pada prosesnya berawal dari respon manusia terhadap lingkungan faktual yang dipersepsikan, selanjutnya cara untuk mengatasi atau merespon faktor eksternal dapat diatasi dengan desain sedangkan faktor sediaan terkait dengan kualitas perancangan yang dilakukan. Perancangan fasilitas jalur pejalan kaki yang sesuai standar belum dapat menjamin nantinya akan ada orang yang mau berjalan kaki (Mangkukusumo 2012).

Lebar trotoar atau jalur pejalan kaki harus disesuaikan dengan jumlah pejalan kaki yang menggunakannya. Penentuan lebar yang diperlukan, agar mengacu kepada Spesifikasi Trotoar (SNI No. 03-2447-1991). Lebar minimum trotoar ditentukan sesuai Tabel 1. Pada jalur pejalan kaki terdapat streetscape. Unsur-unsur streetscape meliputi softscape dan hardscape. Seperti rumput, pohon, semak, lampu jalan, kursi, tempat sampah (bila diperlukan) dan fasilitas lainnya. Ini dapat memberikan berbagai manfaat bagi pengguna, karena dapat memberikan perasaan aman, menyenangkan, jalur nyaman, dan efisien. Selan itu juga sebagai pengarah bagi pejalan kaki, peningkatan kualitas lingkungan dengan ditambahkannya daerah hijau (NAASRA 2010).

Tabel 1. Lebar Trotoar Minimum

Fungsi Jalan Minimum (m) Minimum Khusus* (m)

Arteri primer Kolektor primer Arteri sekunder Lokal sekunder 1.50 1.50 Kolektor sekunder Lokal sekunder 1.50 1.00

*) digunakan pada jembatan dengan bentang = 50 m atau di dalam terowongan denganvolume lalu lintas

pejalan kaki 300 – 500 orang per 12 jam

Pedestrian terbagi menjadi 3 jenis yaitu (Harris dan Dines 1988): 1. Pedestrianisasi penuh (full pedestrianitation)

8

Full pedestrianitation biasanya menghilangkan badan jalan untuk kendaraan dan menjadikan jalan secara kontinu ditutupi oleh paving dengan tekstur permukaan yang konsisten. Contohnya adalah pedestrian street dan pedestrian mall yang biasanya terdapat di daerah komersial dan ditujukan untuk kenyamanan berbelanja.

2. Pedestrianisasi sebagian (partial pedestrianitation)

Dengan mengurangi jenis kendaraan bermotor, terutama kendaraan pribadi, daerah ini diprioritaskan untuk kepentingan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki diperbesar dan jalur kendaraan bermotor diperkecil maksimum dua jalur. Kendaraan pribadi biasanya dilarang masuk terkecuali angkutan umum, taksi dan bus. Laju kendaraan dibatas kecepatan tertentu.

3. Pedestrian distrik

Dibuat dengan menghilangkan lalu lintas kendaraan dari sebagian daerah perkotaan dengan mempertimbangkan alasan adanya unit arsitektural, komersial maupun sejarah. Kota-kota di Eropa sering kali menggunakan jenis ini karena sesuai dengan kondisi daerah pusat kota yang bersejarah.

Perencanaan Lanskap

Perencanan adalah suatu aktivitas yang mempengaruhi masyarakat dan menyangkut nilai-nilai manusia, maka teori perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi dalam kata-kata John Dyckman, teori perencanaan haruslah mencangkup beberapa teori tentang masyarakat di mana perencanaan itu dilembagakan. Perencanaan sebagai suatu kegiatan dasar manusia. Banyak orang yang memmandang perencanan sebagai suatu kegiatan dasar yang terkandung dalam tingkah laku manusia pada semua tingkatan masyarakat. Dalam pandangan ini: Perencanaan adalah suatu proses pemikiran dan tindakan manusia berdasarkan pemikiran tersebut dalam kenyataannya, pemikiran ke masa depan yang merupakan suatu kegiatan manusia yang sangat umum (Catanese and Snyder 1986). Selain itu, menurut Simonds dan Starke 2006, perencanaan adalah suatu alat yang sistematik yang digunakan untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan, dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Tujuan utama perencanaan untuk menentukan tempat yang sesuai dengan daya dukung lahan dan keadaan umum masyarakat sekitar.

Perencanaan sebagai pengendali tindakan masa depan. Definisi ini mengandung reaksi yang berlebihan terhadap kesempitan definisi terdahulu. Definisi ini mengartikan bahwa tidak ada perencanaan yang prosesnya tidak mencangkup pelaksanaan. Dalam definisi Wildavsky perencanaan dapat dilihat sebagai kemampuan untuk mengendalikan konsekuensi masa depan daripada tindakan-tindakan yang dilakukan sekarang. Semakin banyak konsekuensi yang dapat dikendalikan, semakin besar sukses perencanaan itu.

Perencanaan haruslah bersifat masyarakat, berorientasi masa depan, diusahakan dengan sungguh-sungguh, dan berorientasi pada kegiatan. Untuk menerjemahkan konsep ini ke dalam definisi maka kita mengusulkan bahwa perencanaan adalah kegiatan yang sungguh-sungguh dari masyarakat atau lembaga untuk mengembangkan sutu strategi yang optimal untuk mencapai serangkaian kegiatan yang diinginkan (Catanese and Snyder 1986).

METODE

Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian berada di bantaran Kanal Tarum Barat Kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat (Gambar 3) dengan panjang 7,4 km dari SMP Negeri 2 Kota Bekasi sampai perbatasan antara Kelurahan Jakasampurna dan Kelurahan Bintara Jaya. Penelitian ini direncanakan selama 6 bulan yaitu dari bulan Februari 2013 sampai bulan Juli 2013.

Sumber: BAPPEDA Kota Bekasi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Penelitian Kanal Tarum Barat Kota Bekasi Peta Kota Bekasi

10

Alat dan Bahan

Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi meteran, kamera, alat tulis, software AutoCAD 2008, Google SketchUp 8, Adobe Photoshop CS5, Microsoft Word 2007, Microsoft Excel 2007 yang digunakan untuk mengolah data hasil penelitian. Bahan yang digunakan adalah peta dasar yang diperoleh dari data sekunder.

Batasan Penelitian

Penelitian jalur pejalan kaki bantaran Kanal Tarum Barat Kota Bekasi ini dibatasi hingga tahap perencanaan lanskap jalur pejalan kaki. Hasil akhir dari penelitian berupa gambar rencana lanskap dan laporan tertulis.

Metode Perencanaan

Proses perencanaan pada penelitian ini terdiri dari tahapan perencanaan Gold (1980) yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan. Tetapi untuk penelitian ini hanya sampai pada tahap perencanaan (Gambar 4).

Gambar 4.Tahapan Proses Penelitian (Modifikasi Gold 1980)

Persiapan Inventarisasi Analisis

Sintesis

Perencanaan

Tujuan Penelitian, Usulan Penelitian dan informasi sementara Data Primer dan Data Sekunder

Aspek Sosial

Konsep Dasar Rencana Lanskap

Aspek Legal Rencana Blok

Peta Komposit

Pengembangan Konsep (Konsep ruang, sirkulasi, vegetasi, aktivitas, dan fasilitas)

Aspek Fisik

Perencanaan Lanskap Jalur Pejalan kaki Bantaran Kanal Tarum Barat Kota Bekasi

1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan perumusan masalah dan penetapan tujuan penelitian sebagai usulan untuk melakukan perencanaan jalur pejalan kaki di tepian Kanal Tarum Barat Kota Bekasi. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi awal mengenai lokasi penelitian dan menyusun rencana kegiatan. Pada tahap ini juga dilakukan pengurusan perijinan untuk melakukan penelitian.

2. Inventarisasi

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara survei langsung ke lapang, penyebaran kuisioner ke masyarakat pengguna potensial, dan wawancara kepada perwakilan masyarakat di sekitar tapak. Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dan informasi dari instansi-instansi terkait, seperti Dinas Tata Kota, serta studi pustaka yang berkaitan dengan lanskap sungai dan jalur pejalan kaki. Rencana jadwal pelaksanaan penelitian seperti yang tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan data (Jenis Data, Sumber Data, dan Cara Pengambilan)

3. Analisis

Pada tahap ini dilakukan identifikasi potensi dan kendala pada tapak. Potensi ini dilihat dari, pertama, aspek fisik tapak. Kedua, aspek sosial berupa deskripsi aktivitas sosial dan persepsi masyarakat terhadap kondisi tapak. Dan yang ketiga, aspek legal berupa peraturan pemerintah daerah Kota Bekasi untuk mendukung jalur pejalan kaki.

Metode yang digunakan dalam menganalisis aspek fisik adalah dengan analisis spasial dan metode deskriptif. Untuk aspek sosial untuk mengetahui persepsi masyarakat yang didapat dari kuisioner akan diolah secara kuantitaif dengan statistik sederhana yang akan dianalisis secara deskriptif. Untuk aspek

Jenis Data Sumber Data Cara pengambilan

A. Aspek Fisik

1. Tata guna lahan Dinas Tata Kota Bekasi Studi pustaka 2. Penutupan lahan Dinas Tata Kota Bekasi,

Tapak

Studi pustaka, survey 3. Batas Tapak Google Earth, Tapak Studi pustaka, survey

4. Topografi BAPPEDA Studi pustaka

5. Iklim 6. Drainase BAPPEDA BAPPEDA Studi pustaka Studi pustaka

7. Vegetasi Google Earth, tapak Survey, studi pustaka

8. Tanah BAPPEDA Studi pustaka

9. Prasarana dan sarana BAPPEDA, tapak Studi pustaka, survey

10.Visual Tapak Survey

B. Aspek Sosial

1. Aktivitas sosial Pengguna Survey

2. Persepsi Pengguna Survey, kuisioner

C.Aspek Legal

Rencana Tata Ruang Kota

12

legal metode yang digunakan berupa metode deskriptif melalui penjabaran ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam perencanaan jalur pejalan kaki di bantaran Tarum Barat Kota Bekasi. Analisis spasial akan menggunakan metode skoring dan pembobotan yang kemudian akan dioverlay untuk mendapatkan hasil analisis akhir berupa peta komposit.

3.1Aspek Fisik

Untuk efisiensi dan memudahkan pengamatan, lokasi penelitian dibagi menjadi 3 segmen bagian berdasarkan karakteristik dari lanskap tersebut. Segmen pertama dengan panjang 1,8 km dimulai dari perempatan jalan raya yaitu pertemuan antara Jalan Cut Meutia dengan Jalan Chairil Anwar sampai perempatan Jalan Jendral Ahmad Yani. Segmen dua dengan panjang 3 km dimulai dari perempatan Jalan Jendral Ahmad Yani sampai Perumahan Bumi Satria Kencana. Dan segmen tiga dengan panjang 2,6 km dimulai dari Perumahan Bumi Satria Kencana sampai pertigaan Jalan Bintara Jaya. Lebar pengamatan yaitu 50 m kearah kanan dan kiri jalan. Untuk menentukan nilai kesesuaian pada aspek fisik dapat dilihat pada Tabel 3. Kategori hasil dari skoring tersebut adalah untuk kategori sesuai dengan skor 9-12, cukup sesuai dengan skor 5-8 dan tidak sesuai dengan skor 1-4.

Tabel 3. Penilaian Kesesuaian Aspek Fisik Jalur Pejalan Kaki

Peubah Kategori Skor

Tata Guna lahan¹ (Disekitar kanal)

Area Publik dan privat Area Publik

Bukan area terbangun

3 2 1 Penutupan Lahan

(Disekitar kanal) ³

Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong

Vegetasi cukup rapat, diantara vegetasi terdapat bangunan individual

Vegetasi tidak ada sampai jarang, dominasi ruang terbangun

3 2 1 Topografi ² (Disekitar kanal) Datar (0-3%) Bergelombang (3-15%) Curam (>15%) 3 2 1 Visual4 (Disekitar kanal)

Tinggi (Dominasi lanskap alami, tegakkan pohon atau memiliki good view)

Sedang (Tidak didominasi lanskap alami atau memiliki good view) Rendah (Dominasi reklame, PKL, sampah atau minimnya tegakkan

pohon)

3

2 1

Keterangan: Skor (3=sesuai, 2=cukup sesuai, 1=tidak sesuai).

Sumber: ¹Listianto (2006), ²Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian (2013), ³Anisa (2009),

4

Budiono (2011).

3.2Aspek Sosial

Untuk menentukan persepsi masyarakat dengan menggunakan kuesioner. Pembagian sampel disebar di tiga lokasi penelitian dengan jumlah 30 orang, yang disebar di lokasi sekitar kanal. Hasil yang diperoleh untuk masing-masing tingkat persepsi pada setiap pertanyaan, kemudian dijumlah dan dirata-ratakan dengan bantuan Microsoft Office Excel. Rata-rata ini digunakan untuk melihat kecendrungan dari tingkat persepsi responden terhadap lokasi penelitian. Selanjutnya nilai rata-rata yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif.

Kemudian bila perlu disajikan dalam bentuk grafik. Untuk kuesioner lihat Lampiran 1.

3.3 Aspek Legal

Untuk aspek legal yang diperhatikan dalam proses perencanaan adalah peraturan pemerintah kota, ketentuan yang berlaku pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bekasi berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bekasi tentang strategi penataan ruang wilayah dan rencana sistem prasarana Kota Bekasi yaitu mengembangkan jalur-jalur sirkulasi pedestrian, penyediaan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman pada kawasan perdagangan dan jasa, jaringan jalan arteri, dan jaringan jalan kolektor, serta penyediaan jalur pejalan kaki yang aman dan nyaman dapat diakses oleh penyandang cacat sesuai dengan ketentuan yang berlaku terutama di kawasan pusat kota.

3.Sintesis

Pada tahap ini, berdasarkan hasil analisis seluruh data dan peta komposit dibuat block plan/rencana blok. Kemudian disusun konsep dan pengembangan berupa konsep ruang, sirkulasi vegetasi, aktivitas, dan fasilitas.

4.Perencanaan lanskap

Pada tahap perencanaan lanskap, block plan dan konsep pengembangan yang telah diperoleh diterjemahkan menjadi rencana lanskap (site plan) yang menggambarkan keadaan tapak setelah pengembangan.Rencana lanskap dilengkapi dengan ilustrasi pendukung berupa gambar suasana, potongan dan gambar referensi.

14 Ga mbar 5. P embagia n L oka si P ene li ti an

Dokumen terkait