• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lanskap Budaya

Lanskap budaya adalah istilah yang menunjukkan suatu kawasan lanskap yang tersusun oleh budaya manusia. Budaya adalah hasil cipta, karya dan karsa manusia dan mempengaruhi kehidupannya. Dengan demikian, lanskap budaya adalah segala bagian dari muka bumi yang sudah mengalami campur tangan atau diubah oleh manusia. Menurut Melnick (1983), terdapat tiga belas komponen yang merupakan identitas karakter lanskap budaya. Komponen tersebut terbagi dalam kelompok keterkaitan, penataan elemen dan elemen.

I. Lanskap budaya dalam kelompok keterkaitan. 1. Sistem organisasi lanskap budaya. 2. Kategori organisasi lanskap budaya. 3. Aktivitas khusus dari penggunaan lahan. II. Lanskap budaya dalam kelompok penataan elemen.

1. Hubungan bentuk bangun dari elemen alami utama. 2. Jaringan dan pola sirkulasi.

3. Batas pengendalian elemen. 4. Penataan tapak.

III. Lanskap budaya dalam kelompok elemen.

1. Hubungan pola vegetasi dengan penggunaan lahan. 2. Tipe bangunan dan fungsinya.

3. Bahan dan teknik konstruksi. 4. Skala kecil dari elemen.

5. Makam atau tempat simbolik lainnya. 6. Sudut pandang sejarah dan kualitas persepsi.

Keberadaan lanskap budaya sangat penting, hal tersebut mengandung maksud jika kita kehilangan lanskap yang mengandung budaya dan tradisi masyarakat kita maka akan terjadi kehilangan apa yang menjadi bagian penting dari diri kita dan akal kita pada masa lampau. Menurut Tishler (1982), sebagai arsitek lanskap merupakan tanggung jawab profesional untuk menentukan lingkungan khusus ini, setelah diidentifikasi, apakah akan dilindungi atau

digunakan sebijaksana mungkin untuk dapat mempertahankan kelangsungan suatu lambang atau simbol warisan sejarah manusia dan dunia. Lanskap budaya menggambarkan perjalanan sejarah suatu kawasan budaya dan akan selalu berubah dengan berubahnya tingkat peradaban manusia yang mendiaminya.

Kawasan Wisata Budaya

Wisata adalah pergerakan sementara manusia untuk tujuan keluar dari tempat kerja dan tempat tinggal mereka, dimana mereka melakukan kegiatan-kegiatan selama mereka tinggal di tempat tujuan tersebut dan fasilitas-fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka (Gunn 1994). Wisata adalah suatu proses bepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain diluar tempat tinggalnya. Dorongan kepentingannya adalah karena berbagai hal, antara lain : untuk berlibur dan berekreasi, pendidikan dan penelitian, keagamaan, kesehatan, minat terhadap kebudayaan dan kesenian, kekeluargaan ataupun untuk kepentingan politik (Suwantoro 1997).

Menurut Brunn (1995), jenis wisata dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Ekoturisme, Green Tourism atau Alternative Tourism, merupakan wisata

yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani jurang antara kepentingan wisata bagi industri komersial dan perlindungan alam. 2. Wisata Budaya, menggambarkan wisata yang berhubungan dengan

monumen- mo numen budaya atau tempat-tempat bersejarah dengan penekanan tertentu pada aspek pendidikan atau pengalaman spiritual. 3. Wisata Alam, merupakan aktivitas wisata ditujukan pada pengalaman

terhadap kondisi alam atau bukan pada kondisi urban.

Menurut Soebagjo (1996), suatu objek dapat menjadi tujuan wisata karena memilik i atraksi wisata, terdiri dari sumberdaya kepariwisataan dan prasarana kebutuhan wisatawan. Salah satu sumberdaya tersebut adalah budaya, dapat berupa peninggalan-peninggalan atau tempat bersejarah (artifak) ataupun peri kehidupan (adat-istiadat) yang berlaku di tengah masyarakat.

Wisata budaya menurut Hardjowigeno et al. (1994) adalah kegiatan pariwisata dimana kekayaan budaya setempat menjadi objek wisatanya. Unsur-unsur yang menyusun suatu kegiatan wisata budaya terdiri dari 3 kategori, yaitu :

1. Seni Budaya

Seni budaya mencakup kerajinan tangan, tata cara adat, pesta rakyat dan produk -produk lokal.

2. Seni Bangunan

Seni bangunan mencakup arsitektur rumah tinggal, rumah peribadatan, dan monumen.

3. Pagelaran Budaya

Pagelaran budaya mencakup seni musik, seni tari, upacara-upacara rakyat dan lain-lain.

Wisata budaya ditandai dengan adanya rangkaian motivasi seperti keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, mempelajari adat istiadat, kelembagaan, cara hidup rakyat setempat, mengunjungi monumen bersejarah, peninggalan peradaban masa lalu, pusat-pusat kesenian, pusat-pusat keagamaan atau juga ikut serta dalam festival seni musik, teater, tarian rakyat dan lain-lain (Spillane 1995). ICOMOS (1999) menyatakan bahwa terdapat prinsip -prinsip dasar dalam wisata budaya, yaitu :

1. Wisata domestik dan internasional merupakan suatu alat yang paling penting dalam pertukaran budaya. Karena itu, konservasi budaya harus menyediakan tanggung jawab dan kesempatan bagi masyarakat lokal dan pengunjung untuk mengalami dan memahami warisan komunitas dan budayanya.

2. Hubungan antara tempat-tempat historis dan wisata bersifat dinamis serta melibatkan nilai-nilai yang mempunyai konflik. Hal tersebut harus dapat dikelola dalam suatu cara yang mendukung generasi saat ini dan yang akan datang.

3. Perencanaan wisata dan konservasi untuk tempat-tempat warisan budaya harus dapat menjamin bahwa pengalaman yang didapatkan pengunjung akan berharga, memuaskan dan menggembirakan.

4. Masyarakat asli dan penduduk di pemukiman harus dilibatkan dalam perencanaan konservasi dan wisata.

5. Aktivitas wisata dan konservasi harus menguntungkan bagi penduduk asli.

6. Program wisata budaya harus dapat melindungi dan meningkatkan karakteristik warisan alam dan budaya.

Lebih lanjut ICOMOS (1999) menyatakan bahwa wisata budaya dapat dilihat sebagai aktivitas pariwisata yang dinamis dan sangat terkait dengan pengalaman. Wisata budaya mencari pengalaman yang unik dan indah dari berbagai warisan masyarakat yang sangat bernilai yang harus dijaga dan diserahkan kepada generasi penerus.

Istilah wisata budaya digunakan untuk menjelaskan wisata yang berkaitan dengan monumen budaya atau tempat bersejarah, dengan penekanan pada pendidikan atau pengalaman spiritual (Brunn 1995). Sedangkan menurut Yoeti (1997) wisata budaya adalah jenis pariwisata dimana motivasi orang-orang untuk melakukan perjalanan dikarenakan adanya daya tarik seni budaya pada suatu tempat ata u daerah. Objek kunjungannya berupa warisan nenek moyang dan benda-benda kuno. Seringkali perjalanan wisata semacam ini merupakan kesempatan untuk mengambil bagian dalam kegiatan kebudayaan di tempat yang dikunjungi. Kawasan wisata budaya sebagai suatu hasil karya manusia merupakan suatu bentuk lanskap budaya. Sebagai suatu lanskap budaya, wisata budaya mempunyai arti yang sangat penting bagi sekelompok manusia. Lanskap budaya yang dikembangkan menjadi lanskap wisata merupakan lanskap yang mencerminkan nilai- nilai budaya tertentu dengan potensi sebagai atraksi wisata. Lanskap wisata memiliki kekuatan yang mampu membuat wisatawan datang dan mengunjunginya karena memiliki daya tarik tertentu.

Desa dan Industri Kerajinan

Suatu kesatuan lingkungan tempat tinggal yang disebut kampung biasanya dihuni oleh sekelompok masyarakat yang terdiri dari kesatuan keluarga -keluarga. Kesatuan sejumlah kampung disebut desa. Menurut Kamardi (2003), desa adalah satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki tatanan hukum dan asal usul yang jelas tidak dapat diatur terlalu jauh oleh pemerintah kabupaten dan pusat tetapi cukup dengan pengakuan keberadaannya yang berazaskan pada demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan menghargai keberagaman.

Pola permukiman/perkampungan di pedesaan diklasifikasikan ke dalam tiga pola yaitu tersebar, pita yang memanjang dan terpusat atau mengelompok. Pada pola tersebar, petani tinggal pada atau di dekat tanah pertaniannya. Jarak antara rumah petani dengan tanah pertaniannya dekat sekali, tetapi jarak antara rumahnya dengan rumah tetangganya berjauhan. Dalam pola pita, rumah-rumah berjajar dalam satu baris atau dua tiga baris. Dalam pola terpusat atau mengelompok rumah-rumah petani itu berdiri mengelompok berdekatan, tetapi petani tinggal jauh dari tanah pertaniannya. Pola terpusat atau mengelompok mempunyai beberapa keuntungan dalam penyediaan prasarana untuk orang banyak. Untuk beberapa kampung dapat disediakan prasarana sosial ekonomi, misalnya : sekolah, balai pengobatan, masjid di pusat desa dan kampung-kampung besar dapat dihubungkan dengan jalan-jalan yang menuju ke kota (Jayadinata 1998).

Menurut Marbun (1994) desa-desa asli yang berfungsi lengkap sebagai suatu unit pemukiman telah ditata dengan sarana fungsional dalam skala yang sederhana. Ada barisan perumahan, rumah upacara, lumbung, pemondokan pemuda, tapian (tempat mengambil air minum dan mandi), tempat beternak, peladangan, tempat berburu, kuburan dan jalan setapak. Pe nduduk desa hidup harmo nis dengan alam. Hidup mereka diikat oleh adat dan upacara keagamaan, gotong-royong, tepa selira dan solidaritas mewarnai sistem perkerabatan dan pergaulan mereka sehari- hari.

Industri kerajinan adalah suatu industri yang menghasilkan barang-barang kerajinan dengan proses pembuatan menggunakan keterampilan/teknologi. Penggunaan keterampilan atau teknologi yaitu dari tradisional, sederhana, madya, hingga modern atau perpaduan dari tingkat-tingkat teknologi tersebut. Selanjutnya barang-barang yang dihasilkan dijual dan diperdagangkan di dalam dan ke luar daerah.

Perencanaan Lanskap Wisata Budaya

Perencanaan adalah suatu pendekatan ke masa depan terhadap suatu tapak atau daerah (Laurie 1984). Perencanaan adalah suatu kemampuan untuk

memahami dan menganjurkan adanya perubahan dari sesuatu ya ng mungkin atau tidak mungkin pada saat ini menjadi suatu kenyataan di masa yang akan datang.

Nurisjah (2004) menyatakan bahwa perencanaan lanskap merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan jangka panjang guna mendapatkan suatu model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung berbagai kebutuhan dan keinginan manusia dalam upaya meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraannya. Secara ringkas dinyatakan bahwa kegiatan merencana lanskap adalah suatu proses pemikiran dari suatu ide, gagasan atau konsep ke arah suatu bentuk lanskap atau bentang alam yang nyata.

Laurie (1984) menyatakan perencanaan tapak adalah suatu proses dimana analisis tapak dan persyaratan-persyaratan program untuk maksud kegunaan tapak dibahas secara bersama dalam proses sintesis yang kreatif. Elemen-elemen dan fasilitas-fasilitas ditempatkan pada tapak sesuai dengan keterkaitan fungsionalnya dan dalam suatu cara yang benar-benar tanggap terhadap karakteristik-karateristik tapak dan wilayahnya.

Dalam perencanaan lanskap suatu daerah dimana di dalamnya terdapat aktivitas rekreasi, membutuhkan informasi yang mengintegrasik an manusia dengan waktu luang dimana pengalokasian sumberdaya dilakukan untuk menghubungkan waktu luang dengan kebutuhan masyarakat dan areal perencanaan (Gold 1980). Empat pendekatan yang dapat digunakan dalam perencanaan tersebut yaitu :

1. Pendekatan sumberdaya, memperhatikan tipe dan jumlah aktivitas rekreasi yang dibatasi oleh sumberdaya fisik atau alam.

2. Pendekatan aktivitas, memperlihatkan aktivitas yang ada pada masa lalu dan saat ini sebagai dasar pertimbangan.

3. Pendekatan ekonomi, memperlihatkan tingkat ekonomi dan sumber finansial masyarakat.

4. Pendekatan perilaku, memperhatikan penciptaan kondisi yang mempengaruhi cara, dimana dan kapan manusia menggunakan waktu luangnya.

Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), proses perencanaan yang baik haruslah merupakan suatu proses yang dinamis, saling terkait serta saling menunjang. Proses ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk menentukan keadaan awal suatu lahan, keadaan yang diinginkan, serta cara dan model yang terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut. Pada awalnya, proses perencanaan lanskap dimulai dengan memperhatikan, menafsirkan dan menjawab kepentingan dan kebutuhan manusia, mengakomodasikan berbagai kepentingan ini ke produk (lahan) yang direncanakan seperti antara lain untuk mengkreasikan dan merencakan secara fisik berbagai bentuk pelayanan, fasilitas, dan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya yang tersedia lainnya serta nilai-nilai budaya manusia. Terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya adalah :

1. Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekita rnya.

2. Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan.

3. Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik.

4. Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masa lalunya.

Perencanaan memegang peranan penting dalam pengembangan kepariwisataan. Tanpa perencanaan, dapat timbul masalah-masalah sosial budaya, terutama di daerah atau tempat dimana terdapat perbedaan tingkat sosial antara pendatang dan penduduk setempat (Yoeti 1997). Terutama bagi lanskap budaya yang pada mulanya tidak dirancang untuk penggunaan massal oleh wisatawan, maka perencanaan wisata perlu dilakukan untuk menghind ari kerusakan sumber daya alam dan lingkungan.

Sejarah Industri Kerajinan Gerabah Desa Banyumulek

Berpusat di Dusun Banyumulek Barat dan Dusun Banyumulek Timur, pekerjaan membuat gerabah dari tana h liat dimulai sekitar tahun 1860, yaitu sejak zaman Kepala Desa I (1860-1890) yang berasal dari Karang Asem, Bali, berdasarkan pengangkatan oleh Raja Bali yang berkuasa di Lombok pada saat itu.

Menurut keterangan, pekerjaan membuat gerabah dimulai oleh pendatang dari Pulau Jawa, dan penduduk asli Jawa yang memberi nama desa ini dengan nama Banyumulek. Nama Banyumulek itu sendiri berarti air yang mengalir dari Sungai Babak ke barat Desa Perampuan, kemudian ke Desa Gapuk dan kembali lagi ke Sungai Babak. Air tersebut mengalir berputar di wilayah ini saja, sehingga desa ini disebut Banyumulek.

Gerabah merupakan kerajinan yang terbuat dari tanah liat dicampur tanah sari atau pasir. Setelah melewati suatu proses, terbentuk adonan untuk dibentuk suatu produk yang diinginkan. Kemudian dilanjutkan dengan pengeringan dan pembakaran pada tingkat suhu berkisar antara 700-800ºC. Awalnya, pembuatan gerabah hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari sebagai alat-alat dapur, seperti ; tungku, anglo, periuk, alat pe nggorengan, alat untuk bakar dupa/kemenyan dan membakar sate, dan ada juga yang digunakan untuk kendi/ceret, dan bubungan atap rumah. Seiring dengan meningkatnya laju pertambahan penduduk, kebutuhan akan alat dapur semakin meningkat, sehinggga kerajinan ge rabah mulai diperdagangkan. Pada awalnya, perdagangan hanya meliputi sekitar wilayah Desa Banyumulek, tetapi sejak tahun 1985 meluas ke luar Desa Banyumulek.

Tingkat pendidikan dan kebudayaan yang kurang mendapat perhatian, menyebabkan sedikitnya penduduk yang ahli dan terampil membuat gerabah. Sehingga dari 5 Dusun yang ada, 75% petani, sedangkan sisanya 25% pengrajin gerabah, berpusat di Dusun Banyumulek Barat dan Banyumulek Timur. Dari kalangan penduduk ekonomi lemah, cenderung bermata pencaharian utama sebagai pengrajin gerabah, karena ditinjau dari modalnya yang sedikit, dan tidak terlalu sulit untuk dikerjakan. Usaha ini berlangsung secara turun temurun sampai sekarang.

Pada tahun 1983, Dinas Perindustrian mengirimkan seorang pengrajin Desa Banyumulek ke daerah Kasongan (Daerah Istimewa Yogyakarta), yang dikenal sebagai daerah penghasil kerajinan tanah liat untuk melakukan studi perbandingan. Sejak saat itu, kerajinan gerabah di desa ini mengalami kemajuan, karena pengrajin telah mendapatkan berbagai pelatihan, sehingga keterampilan dalam membuat desain gerabah lebih beraneka ragam.

Dokumen terkait