• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Perhatikan persamaan umum berikut:

Dalam dokumen Laporan praktikum kimia dasar (1) (Halaman 74-82)

A → B

Ketika reaksi awal, yang tersedia adalah konsentrasi A, sedangkan konsentrasi B belum ada. Setelah beberapa waktu reaksi berlangsung, konsentrasi A akan berkurang dan konsentrasi B mulai bertambah. Dengan demikian kita dapat menjelaskan definisi dari laju reaksi yaitu perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi tiap satuan waktu atau banyaknya reaksi yang berlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan konsentrasi zat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Secara matematis, dirumuskan dengan :

V=

perubahan konsentrasi

(

mol liter

)

waktu(s)

Orde reaksi adalah banyaknya factor konsentrasi zat reaktan yang mempengaruhi kecepatan reaksi. Penentuan orde reaksi tidak dapat diturunkan dari persamaan reaksi kimia tetapi hanya dapat ditentukan berdasarkan percobaan. Secara umum kecepatan atau laju reaksi dapat dirumuskan sebagai berikut :

V = k (A)x (B)y

Dimana : V = kecepatan reaksi k = tetapan laju reaksi

x = orde reaksi terhadap zat A y = orde reaksi terhadap zat B

(A) Dan (B) adalah konsentrasi zat pereaksi, (x + y) adalah orde reaksi keseluruhan. (Petrucci : 1987)

Contoh soal penentuan laju reaksi dengan percobaan :

No. [NO] [Br2] Kecepatan

1. 0,1 0,2 12

2. 0,1 0,4 24

3. 0,2 0,1 48

4. 0,4 0,1 192

Dari data percobaan tersebut kita dapat menentukan orde reaksi dan persamaan laju reaksinya. Pertama-tama kita misalkan : V = k [NO]x[Br

2]y. Untuk

menentukan nilai x kita ambil data dimana konsentrasi terhadap Br2 tidak berubah.

Begitu pula halnya, jika kita mencari nilai y, kita ambil data dimana konsentrasi NO tidak berubah (Raymond Chang. 2004).

V3 V4=

[

0,2

]

x

[

0,1

]

y

[

0,4

]

x

[

0,1

]

y 48 192=

(

1 2

)

x 1 4=

(

1 2

)

x x = 2 V1 V2=

[

0,1

]

x

[

0,2

]

y

[

0,1

]

x

[

0,4

]

y 12 24=

(

2 4

)

x 1 2=

(

1 2

)

x y = 2 Orde total = 3

Untuk menentukan nilai k (tetapan laju reaksi) cukup kita ambil satu data percobaan. Kita gunakan persamaan laju reaksi yang telah kita peroleh

V = k [NO]2 [Br 2] Misalnya data (1) →12 = k [0,1]2 [0,2]1 12 = k (0,01) (0,2) k= 12 2×103 k = 6 × 103 M-2.s-1

Laju reaksi tidak benar-benar konstan, konstanta dan konsentrasi dalam suatu reaksi dapat berubah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, diantaranya :

a. Luas permukaan

Pada campuran pereaksi yang heterogen, reaksi hanya terjadi pada bidang batas campuran yang disebut bidang sentuh. Semakin luas permukaan sentuh menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil luas permukaan maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi menjadi berkurang (kecil). Bentuk serbuk lebih luas permukaan sentuhnya daripada bentuk padatan sehingga bentuk serbuk lebih cepat bereaksi (Syukri. 1999).

b. Suhu

Laju reaksi dapat dipercepat atau diperlambat dengan mengubah suhu. Apabila suhu pada suatu reaksi dinaikkan, maka partikel semakin aktif bergerak dan tumbukan akan semakin cepat sering terjadi, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya apabila suhu diturunkan, partikel semakin tak aktif bergerak dan menyebabkan laju reaksi semakin kecil. Berdasarkan pengaruh suhu, laju reaksi juga dapat dirumuskan dengan :

V=Vo(n) ∆ T

a

dimana, Vo = laju reaksi mula-mula, n = setiap kenaikan suhu n kali, T = perubahan suhu, dan a=¿ setiap kenaikan suhu a 0C (Keenan. 1984)

c. Katalis

Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi atau produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan berlangsung

reaksi pada suhu lebih rendah, akibat perubahan yang dipicu terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energy aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu reaksi. Katalis dapat dibedakan dalam dua golongan utama, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen bekerja dalam reaksi kimia pada fase yang berbeda dengan pereaksi, sedangkan katalis homogeny berada pada fase yang sama dengan pereaksi. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, dimana C melambangkan katalisnya.

A C AC ...(1)

B +¿ AC → AB +¿ C ...(2)

Meskipun katalis C termakan oleh reaksi (1),namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi (2), sehingga reaksi keseluruhan akan menjadi :

A B C AB C

Beberapa katalis yang pernah dikembangkan antara lain berupa katalis Ziegler– Natta yang digunakan untuk produksi massal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalis yang paling dikenal adalah proses Haber, yaitu sintesis amoniak menggunakan besi sebagai katalis (Syukri,1999).

d. Molaritas (Konsentrasi)

Molaritas atau konsentrasi didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volume zat pelarut. Karena umumnya persamaan laju reaksi dalam bentuk konsentrasi reaktan, maka dengan naiknya konsentrasi pereaksi, akan bertambah pula kecepatan atau laju suatu reaksi. Artinya semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia, dengan demikian tumbukan antar partikel penyusun semakin sering terjadi dan kecepatan reaksi akan meningkat (Keenan. 1984)

e. Tekanan

Pada reaksi yang melibatkan gas, kelajuan reaksi akan dipengaruhi oleh tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume menyebabkan susunan molekul gas lebih rapat sehingga kemungkinan terjadinya tumbukan lebih besar dan laju reaksi semakin cepat (Keenan. 1984).

Reaksi yang hanya melibatkan satu partikel mekanismenya sederhana dan kita tidak perlu memikirkan orientasi dari tumbukan. Reaksi yang melibatkan tumbukan antara dua fase atau lebih partikel akan membuat mekanisme reaksi

menjadi lebih rumit. Sudah merupakan sesuatu yang tek pelak lagi jika keadaan yang melibatkan dua peartikel dapat bereaksi jika mereka melakukan kontak satu dengan yang lain. Pertamaa, harus bertumbukan yang memungkinkan terjadinya reaksi. Kenapa memungkinkan terjadinya reaksi? Kedua partikel tersebut harus bertumbukan dengan mekanisme yang tepat dan dengan energi yang cukup untuk memutuskan tiap ikatan kimia yang sudah berjalan. Pertimbangan suatu reaksi sederhana yang melibatkan tumbukan antara dua molekul etena dan hidrogen klor dapat digunakan sebagai contoh. Keduanya bereaksi untuk menghasillkan kloroetan (Keenan. 1984).

CH2CH2 + HCl CH3CH2Cl

Sebagai hasil dari tumbukan, dua molekul dari ikatan rangkap diantara dua karbon, berubah menjadi ikatan tunggal. Satu hidrogen atom berikatan dengan satu karbon dan atom klor berikatan satu atom karbon lainnya (Raymond C. 2004).

Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang, bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan (laju reaksi) antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumlah tumbukan yang terjadi per satuan waktu, antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan per satuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan B. Jadi makin besar konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang terjadi. Hal ini menjelaskan terjadinya peningkatan lajureaksi kimia. Teori tumbukan ternyata memiliki beberapa kelemahan, diantaranya:

 Tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu

yang harus dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untuk dapat menghasilkan reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukan lebih besar atau sama dengan energi pengaktifan (Ea).

 Molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang

tidak sama jumlahnya dibandingakan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya (Raymond C. 2004).

Berdasarkan tumbukan ini laju reaksi bergantung pada tiga hal, yaitu: 1. Frekuensi tumbukan

2. Energi partikel pereaksi 3. Arah tumbukan

Pada suatu reaksi eksoterm dan endoterm diperluka energi aktivasi. Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif (Syukri, 1999).

 Reaksi eksoterm

 Reaksi endoterm

Teori tumbukan di atas diperbaiki oleh teori keadaan transisi atau teori laju reaksi absolut. Dalam teoriini diandalkan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati molekul-molekul bereaksi dalam tjuannya menuju ke keadaan akhir (produk). Keadaan tersebut dinamakan keeadaan transisi. Mekanismenya ditulis sebagai berikut:

A + B To C + D

Dimana: A dan B adalah molekul pereaksi, T* adalah molekul dalam keadaan transisi, C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi.

K=A . e− Ea RT

Seluruh faktor yang termaksud didalam tetapan laju reaksi, dimana sebenarnya tetap bila kita hanya mengubah konsentrasi dari reaktan. Ketika kita mengubah suhu maupun katalis tetapan laju reaksi akan berubah. Perubahan ini digambarkan secara matematis oleh persamaan Arrhenius:

Dengan: T = temperatur atau suhu

R = konstanta atau tetapan gas (P.V = n.R.T) Ea = energi aktivasi

e = 2,71828 (satuan matematis)

A = faktor frekuensi, dapat juga disebut faktor pre-eksponensial atau faktor sterik (Petrucci. 1987)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat  Gelas kimia  Gelas ukur  Stopwatch  Thermometer  Penangas air  Pipet tetes  Pulpen  Botol semprot

 Botol reagen 3.1.2. Bahan  Na2S2O3 0,1M  Na2S2O3 0,2M  HNO3 0,1M  HNO3 0,2M  aquadest 3.2. Prosedur Percobaan 3.2.1. Pengaruh Konsentrasi

 Disiapkan 10 ml Na2S2O3 0,1 M kedalam gelas kimia

 Disiapkan 10 ml HNO3 M didalam elenmeyer

 Dicampur HNO3 10 ml 0,1 M kedalam Na2S2O3 10 ml yang ditaruh kertas

putih bertanda silang dibawahnya

 Dihitung waktu hingga tanda silang hilang  Dicatat waktunya

 Diulangi langkah diatas dengan variasi konsentrasi Na2S2O3 0,2 M dengan

HNO3 0,1 M dan Na2S2O3 0,2 M dengan HNO3 0,2 M

3.2.2 Pengaruh Suhu

 Disiapkan 10 ml Na2S2O3 0,1 M kedalam gelas kimia

 Disiapkan 10 ml HNO3 M didalam elenmeyer

 Dipanaskan HNO3 0,1 M hingga suhu 40˚C

 Dicampur HNO3 10 ml 0,1 M kedalam Na2S2O3 10 ml yang ditaruh kertas

putih bertanda silang dibawahnya

 Dihitung waktu hingga tanda silang hilang  Dicatat waktunya

 Diulangi langkah diatas dengan variasi konsentrasi Na2S2O3 0,2 M dengan

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen Laporan praktikum kimia dasar (1) (Halaman 74-82)

Dokumen terkait