• Tidak ada hasil yang ditemukan

Glycine max Varietas Edamame

Asal-usul Tanaman

Edamame merupakan salah satu varietas dari kedelai, dan kedelai merupakan anggota dari famili Fabaceae. Kedelai merupakan tanaman yang berasal dari China dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Kemudian masuk ke Indonesia sejak abad ke-16 awalnya di pulau Jawa dan kemudian menyebar ke Bali, Nusa Tenggara dan pulau-pulau lainnya. Pada awalnya kedelai dikenal dengan nama botani Glycine soja dan Soja max, namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama ilmiah yang disepakati adalah Glycine max (Irwan 2006).

Budidaya Kedelai Edamame

Seperti halnya tanaman kedelai biji, pertumbuhan edamame sangat bergantung kepada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah tanah dan iklim. Tanaman kedelai pada umumnya dapat tumbuh maksimal jika ditanam pada tanah bertekstur lempung berpasir atau liat berpasir (Irwan 2006) dan dengan keasaman (pH) tanah antara 5.8 sampai 7.0 (Nazaruddin 1993). Edamame sendiri merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan, menurut Nazaruddin (1993) edamame dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki iklim tropis maupun subtropis dengan curah hujan relatif tinggi yaitu sekitar 100 sampai 400 mm/bulan.

Penyiapan Lahan. Lahan yang akan ditanami edamame harus bersih dari gulma, hama dan penyakit tanaman. Penanaman dapat dilakukan pada lahan sawah maupun lahan kering. Pada lahan kering, sebelumnya harus dibajak dua kali, digaruk dan diratakan (BPPP 2006). Sedangkan pada lahan sawah tidak perlu diolah, cukup dengan memotong tunggul jerami sekitar 20-30 cm dari permukaan tanah untuk mencegah pertumbuhan tunas baru dan memudahkan penanaman kedelai serta menghalangi peletakkan telur hama lalat bibit. Selain itu jerami yang telah dipotong juga dapat digunakan sebagai mulsa (Atman 2006). Penggunaan

mulsa jerami dapat meningkakan kelimpahan total dari predator penghuni tanah seperti laba-laba serigala, laba-laba kate dan semut (Winasa 2001).

Penanaman dan Jarak Tanam. Penanaman dilakukan dengan membuat lubang sedalam 1 sampai 1.5 cm menggunakan tugal, setiap lubang tanam diletakkan 1 atau 2 biji (Nazaruddin 1993). Kemudian lubang tanam ditutup dengan tanah halus atau abu jerami. Jarak tanam yang dianjurkan sebesar 20 x 20 cm atau 25 x 25 cm (Irwan 2006).

Pemeliharaan Tanaman. Pemupukan dilakukan 2 kali, pemupukan pertama dilakukan saat tanaman berumur 0 HST hingga 7 HST menggunakan Urea sebanyak 50 kg/ha, KCl 75 kg/ha, dan TSP 100 kg/ha sedangkan pada lahan yang memiliki tipologi masam menggunakan Urea sebanyak 50 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan TSP 100 kg/ha hal yang sama diberikan kepada tanah bergambut (BPPP 1997). Pupuk kandang digunakan bersamaan dengan persiapan lahan dan bedengan, pupuk kandang yang digunakan adalah pupuk kandang sapi atau ayam. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 21 HST sampai 28 HST menggunakan pupuk Urea dengan dosis 25 hingga 50 kg/ha (Nazaruddin 1993). Penyiangan dilakukan pada saat tanaman berumur 20 HST sampai 30 HST, dan penyiangan kedua dilakukan setelah tanaman berhenti berbunga. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma dengan menggunakan tangan atau kored (Irwan 2006).

Panen dan Pasca Panen. Kedelai edamame dapat dipanen pada umur 63 HST sampai 68 HST untuk polong segar dan 90 HST untuk polong tua (BPPP 2005), namun menurut Nazaruddin (1993), edamame dapat dipanen sejak tanaman berumur 45 HST. Polong segar yang didapatkan bisa langsung dijual dalam kemasan dan untuk polong tua dapat dijadikan benih. Untuk memperoleh benih, polong tua disortir kemudian dikeringkan hingga kadar airnya mencapai 10 sampai 15 % (Irwan 2006).

Hama Kedelai Edamame

Keberadaan hama pada pertanaman kedelai merupakan kendala dalam memajukan usaha pertanian di Indonesia, khususnya kedelai (Tengkano et al., 1992). Menurut Meidyawati (2006), hama yang ditemukan menyerang edamame

adalah Ophiomyia phaseoli Tryon., Melanagromyza sp., Empoasca sp.,

Phaedonia inclusa Stal., Spodoptera litura Fabricius., Chrysodeixis chalcites

Esper., Lamprosema indicata Fabricius., Helicoverpa armigera Huebner., Etiella zinckenella Treitschke., Nezara viridula Linnaeus., Piezodorus hybneri Gmelin.,

Riptortus linearis L., Aphis glycines Matsumura, dan Bemicia tabaci Gennadius.

Hama Fase Vegetatif

Hama penting yang menyerang tanaman pada fase vegetatif adalah P. inclusa (Coleoptera: Chrysomelidae), B. tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae), S. litura (Lepidoptera: Noctuidae), C. chalcites (Lepidoptera: Noctuidae) dan L. indicata (Lepidoptera: Pyralidae).

Bemisia tabaci Gennadius. Serangga ini termasuk famili Aleyrodidae dan ordo Hemiptera. Bersifat sebagai vektor dalam menyebarkan beberapa virus tanaman. Telur berwarna kuning terang, bertangkai dan umumnya diletakkan pada bagian bawah permukaan daun. Nimfa dan pupa berwarna keputih-putihan dan berukuran 0.7 mm. Serangga dewasa berwarna kuning dengan sayap berwarna putih, berukuran 1-1.5 mm, dan hidup selama 6 hari. Serangga betina dapat meletakkan telur hingga 30 telur per ekor. Satu siklus hidup dari serangga ini memerlukan waktu hingga 2-3 minggu (Kalshoven 1981). Imago lebih menyukai daun yang telah terinfeksi oleh virus sebagai tempat untuk meletakkan telur daripada daun yang masih sehat (Tengkano 1985).

Phaedonia inclusa Stal. Serangga ini termasuk famili Chrysomelidae dan ordo Coleoptera. Memiliki kepala berwarna coklat kemerahan dan pronotum berwarna hitam kebiruan dan memiliki tepi elitra berwarna coklat kekuningan. Menjadi hama penting pada tanaman kedelai di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Tengkano 1985). Namun Meidyawati (2006) melaporkan bahwa serangga ini juga menjadi hama penting pada kedelai edamame di Cisarua Bogor, Jawa Barat.

Larva berwarna hitam dengan seta berwarna hitam dan abdomen yang menebal dan ukurannya mencapai 5 mm. Mereka membuat lubang pada daun pucuk, bunga dan polong muda. Pupa ditemukan pada bagian yang dekat dengan tanah. Imago memakan daun yang sudah tua. Tanaman kedelai yang terserang menjadi berlubang dan jika serangannya parah dapat menyebabkan gagal panen (Kalshoven 1981).

Aphis glycines Matsumura. Serangga ini termasuk famili Aphididae dan ordo Hemiptera. Beberapa spesies dari famili ini juga menyerang kedelai seperti

Aphis gossypii. Yang membedakan adalah adanya sklerotisasi pada koksa dan trokanter dari A. gossypii, sedangkan pada A. glycines tidak ditemukan (Ragsdale

et al 2004).

Selain menyebabkan kerusakan langsung, serangga ini juga berperan dalam menyebarkan penyakit, terutama penyakit virus yang sangat spesifik (Bawden 1964). Menurut Burrows (2005), kejadian penyakit SMV meningkat hingga 80% setelah adanya perpindahan A. glycines ke tanaman. Serangga ini bereproduksi secara aseksual dengan partenogenesis, namun pada negara-negara beriklim sub-tropis serangga ini diketahui memiliki fase seksual. Pada akhir musim gugur serangga ini akan menghasilkan telur dan telur akan bertahan selama musim dingin kemudian menetas pada musim semi. Selanjutnya A. glycines akan berkembang biak secara partenogenesis (Ragsdale et al. 2004).

Spodoptera litura Fabricius. Serangga ini termasuk famili Noctuidae dan ordo Lepidoptera. Larva memiliki dua ciri khas yaitu bulan sabit hitam pada ruas abdomen ke-4 dan ke-10 dan dikelilingi oleh garis kuning pada bagian lateral dan dorsalnya. Mereka menyukai tempat yang lembab dan biasanya ditemui bersembunyi di dalam tanah pada siang hari lalu menyerang tanaman pada malam hari. Larva terdiri atas lima instar. Instar yang sangat berbahaya bagi tanaman adalah instar III dan IV. Telur diletakkan dalam kelompok dan ditutupi oleh sutera. Ulat menetas setelah 3-5 hari dan pada awalnya hidup secara gregarious. Beberapa hari kemudian, tergantung ketersediaan makanan mereka menyebar menggunakan benang dibantu oleh angin dan agens pembawa lain. Mereka mencapai instar akhir dalam waktu dua minggu dengan panjang mencapai 50 mm. Larva instar akhir sangat rakus. Pupa terjadi di tanah dalam kepompong yang terbuat dari tanah. Ngengat memiliki rentang hidup yang pendek dan dapat meletakkan telur dalam 2-6 hari dan menghasilkan beberapa kelompok telur. S. litura dapat menghasilkan telur sebanyak ± 2000-3000 butir (Kalshoven 1981).

Ambang ekonomi dari S. litura dihitung berdasarkan populasi dari larva per 12 tanaman. Pengendalian perlu dilakukan jika populasi dari larva instar 1 mencapai ≥ 58 ekor atau larva instar 2 ≥ 32 ekor atau larva instar 3 ≥ 17 ekor per

12 tanaman (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman 1992). Parasitoid telur

Telenomus spodopterae yang dilepaskan belum berhasil mengendalikan serangan

S. litura pada pertanaman (Kalshoven 1981). Penggunaan Metarrhizium anisopliae juga diketahui dapat mengendalikan serangan dari S. litura (Prayogo et al. 2005).

Chrysodeixis chalcites Esper. Serangga ini termasuk famili Noctuidae dan ordo Lepidoptera. Diketahui dapat menyerang tanaman kentang dan kedelai di Jawa, ulatnya sangat rakus dan kadang muncul dalam jumlah banyak pada kedelai di Jawa (Kalshoven 1981). Telur serangga ini berbentuk bulat dan diletakkan satu persatu pada malam hari. Telur yang berumur satu hari berwarna putih kekuning- kuningan, setelah dua hari berwarna kuning dan berbintik hitam. Larva mempunyai tiga pasang tungkai palsu. Lama stadium larva 23 hari dan terdiri dari lima instar. Larva akan berpupa di daun ditutupi oleh kokon, lama stadium pupa adalah 6-11 hari. Imago jantan berukuran lebih besar dari betina, dan lama hidupnya berkisar antara 5-12 hari (Harnoto 1986).

Lamprosema indicata Fabricius. Serangga ini termasuk famili Pyralidae dan ordo Lepidoptera. Larva makan dengan cara melipat dan menggulung daun kemudian makan di dalamnya. Spesies ini tersebar di seluruh Indonesia dan dapat ditemui juga di India, Burma dan Filipina. Daun di jalin menjadi satu kemudian dimakan dari dalam dan menyisakan tulang daun saja (Kalshoven 1981). Larva berbentuk bulat panjang bila dilihat dari atas dan dari samping (Pranyoto 1980). Panjang larva instar akhir mencapai 16-18 mm. Stadium larva berlangsung selama 12-20 hari. Pupa dibentuk dalam gulungan daun dan stadium pupa berlangsung antara 6-7 hari (Pranyoto 1980; Pudjianto 1981).

Imago dari serangga ini merupakan ngengat yang berukuran ramping, berwarna kuning krem sampai coklat muda dengan tungkai yang relatif panjang (Pranyoto 1980). Imago meletakkan telur pada permukaan bawah daun dan mampu menghasilkan telur antara 277-424 butir (Pudjianto 1981).

Hama Fase Generatif

Hama penting yang menyerang tanaman pada fase generatif adalah N. viridula (Hemiptera: Pentatomidae), R. linearis (Hemiptera: Alydidae), P. hybneri

(Hemiptera: Pentatomidae), E. zinckenella dan E. hobsoni (Lepidoptera: Pyralidae), L. indicata (Lepidoptera: Pyralidae), H. armigera (Lepidoptera: Noctuidae) dan C. chalcites (Lepidoptera: Noctuidae).

Nezara viridula Linnaeus. Serangga ini termasuk famili Pentatomidae dan ordo Hemiptera. Kepik ini bersifat polifag. Berwarna hijau dan berukuran sekitar 16 mm. Telur diletakkan berkelompok di bagian bawah permukaan daun sebanyak 10 sampai 90 butir telur per kelompok. Nimfanya berwarna terang. Perkembangan dari nimfa menjadi imago memerlukan waktu 4 sampai 8 minggu dan waktu yang diperlukan untuk mennyelesaikan satu siklus hidup berkisar antara 60 sampai 80 hari. Serangga betina mampu menghasilkan telur hingga 1100 butir (Kalshoven 1981).

Riptortus linearis Linnaeus. Serangga ini termasuk famili Alydidae dan ordo Hemiptera. Hama ini menyerang polong muda dan tua sehingga polong dan biji menjadi kempis, polong gugur, biji keriput, hitam membusuk, berbercak hitam dan berlubang. Serangan hama penghisap polong pada biji menyebabkan daya tumbuh biji berkurang (Tengkano et al. 1992). Imago dari serangga ini memiliki warna coklat dengan garis kuning pada bagian lateral. Telur berwarna coklat tua, berbentuk silindris, dan diletakkan pada bagian bawah daun sebanyak 3-5 telur per kelompok telur. Nimfa terdiri dari lima instar yang berlangsung selama 19 hari, sedangkan imagonya hidup selama 25 hari (Kalshoven 1981).

Ambang ekonomi dari R. linearis dihitung berdasarkan populasi dari nimfa per 12 tanaman. Pengendalian perlu dilakukan jika populasi dari nimfa instar 1 mencapai ≥ 58 ekor atau nimfa instar 2 ≥ 32 ekor atau nimfa instar 3 ≥ 17 ekor per 12 tanaman (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman 1992). Penggunaan

Verticilium lecanii isolat Probolinggo efektif dalam mengendalikan R. linearis

dan hasilnya sebanding dengan penggunaan insektisida berbahan aktif deltametrin. Lebih lanjut diketahui bahwa penggunaan V. lecanii terhadap telur R. linearis terbukti lebih efektif dalam mengendalikan hama (Prayogo 2004).

Etiella zinckenella Treitschke & E. hobsoni Butler. Kedua serangga ini termasuk famili Pyralidae dan ordo Lepidoptera. Serangga ini menyerang polong dan menyebabkan polong menjadi berlubang. Larva yang baru menetas langsung masuk ke dalam polong dan makan biji. Saat akan berpupa, larva akan berwarna

merah muda dan meninggalkan polong untuk berpupa di dalam tanah. Imago mudah dikenali karena adanya garis tipis berwarna kuning pada bagian tepi depan sayap depan (Kalshoven 1981).

Helicoverpa armigera Huebner. Serangga ini termasuk famili Noctuidae dan ordo Lepidoptera. Jenis ini sangat polifag dan lebih suka masuk ke dalam buah dan makan di dalamnya. Larva yang baru menetas memiliki bintik-bintik gelap kecil dan kepalanya berwarna gelap. Kemudian larva yang lebih tua memiliki warna dan pola yang beragam. Tubuh ditumbuhi oleh seta. Saat larva siap berpupa mereka akan menjatuhkan diri ke tanah dan berpupa di tanah. Imago memakan nektar dan meletakkan telur satu per satu di permukaan atas tanaman (Kalshoven 1981).

Musuh Alami Hama Kedelai

Syrphidae. Serangga ini termasuk ke dalam ordo Diptera. Larva dari subfamili Syrphinae memiliki peran penting sebagai predator dari hama-hama penting seperti kutu daun, kutu tempurung, trips dan beberapa larva lepidoptera (Oesterbroek 1998). Lalat ini memiliki bercak kuning di atas tubuh yang berwarna hitam dan memiliki rambut-rambut yang tebal sehingga terlihat seperti lebah. Mereka mampu terbang dengan cepat dan diam di udara (Duke 2006). Imago betina meletakkan telur pada tanaman yang terserang kutu daun, larva yang menetas berwarna putih keabu-abuan berukuran besar dan agak pipih (Kalshoven 1981). Oesterbroek (1998) melaporkan bahwa terdapat 393 spesies dari Syrphidae yang telah diketahui. Beberapa spesies yang dikenal luas sebagai predator adalah

Dideopsis (=Asarcina) aegrota (F.), Ischiodon scutellaris (F.), Episyrphus balteatus (Deg.) dan Eumerus flavicinctus de Meij. (Kalshoven 1981).

Coccinellidae. Serangga ini termasuk ke dalam ordo Coleoptera. Terbagi menjadi 7 sub famili, yaitu Sticholotidinae, Chilocorinae, Scymninae, Coccidulinae, Ortalinae, Coccinellinae dan Epilachninae (Borror 1981, Dixon 2000). Coccinellidae berarti berpakaian karena memiliki warna dominan merah pada elitranya (Dixon 2000). Menurut Kalshoven (1981), berdasarkan jenis pakannya Coccinellidae terbagi menjadi empat kategori yaitu (1) memakan kutu tempurung, (2) memakan kutu daun, (3) memakan bermacam-macam material

seperti pollen, (4) memakan daun. Larva dari jenis ini memiliki warna yang mencolok (pada predator kutu) atau tertutupi oleh lilin (pada beberapa predator kutu tempurung), atau dengan duri yang bercabang (pada musuh alami Diaspididae dan Epilachna spp.). Stadium larva berlangsung dalam 4 instar dan hanya satu spesies Coccinellidae pemakan kutu tempurung saja yang stadium larvanya berlangsung dalam 3 instar (Dixon 2000). Imagonya memakan makanan yang sama dengan larvanya. Perkawinan terjadi segera setelah imago keluar dari pupa. Produksi telur sangat bergantung pada ketersediaan makanan. Beberapa spesies yang telah diketahui berperan sebagai predator adalah Scymnus apisciflavus (Mots.), Cryptolaemus montrouzieri Muls., Rodolia cardinalis Muls.,

Menochilus sexmaculatus (F.) dan Coccinella transversalis F. (Kalshoven 1981). Kemampuan setiap jenis Coccinellidae dalam memangsa kutu daun berbeda-beda, seperti pada Coccinella septempunctata mampu memangsa rata-rata 77.00 kutu daun per hari, Chilomenes sexmaculata mampu memangsa rata-rata 61.10 kutu daun per hari, dan Leis dimidiata mampu memangsa rata-rata 87.30 kutu daun per hari (Adlakha & Sharma 1976 dalam Sudartha 1989).

Paederus fuscipes Curtis. Serangga ini merupakan anggota dari famili Staphylinidae dan ordo Coleoptera. Larva yang baru menetas berukuran 1.5 mm. Tubuhnya ramping, memiliki 10 ruas abdomen dan dua ruas terakhirnya berwarna gelap serta ujungnya meruncing. Kepala berukuran besar dan memiliki warna yang lebih gelap dari warna tubuhnya serta meiliki antena yang beruas tiga. Pada ujung abdomen terdapat seta dan sersi. Pada larva instar-2 tubuhnya berwarna keputih-putihan dengan kutikula yang tipis dan ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan larva instar sebelumnya. Larva instar-2 makan dengan sangat rakus. Larva instar-3 memiliki ukuran tubuh lebih besar dan warna tubuh yang lebih terang, namun secara keseluruhan bentuk tubuhnya sama dengan larva instar-2. Menjelang masa prapupa, larva instar-3 tidak banyak bergerak. Stadium larva berlangsung dalam 11-15 hari. P. fuscipes berpupa di dalam tanah. Stadium pupa berlangsung selama 3-4 hari (Suastika 2005).

P. fuscipes mampu memangsa telur dan larva H. armigera, E. zinckenella

dan larva S. litura (Taulu 2001). Wijayanti (2005) melaporkan, imago dari P. fuscipes mampu memangsa A. glycines sebanyak 6-7 ekor per hari.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada pertanaman kedelai edamame di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mulai bulan Januari sampai April 2010. Penelitian dilanjutkan dengan identifikasi di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Metode

Lahan Pengamatan

Kedelai ditanam di lahan milik petani di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Bogor, yang sebelumnya juga ditanami kedelai edamame. Luas lahan yang digunakan 300 m2 dibagi menjadi 4 petak dan masing-masing petak terdiri dari beberapa bedengan. Benih yang ditanam berasal dari hasil panen petani sendiri, sedangkan benih awalnya berasal dari PT Saung Mirwan. Sebelum benih ditanam dibuat lubang dengan cara ditugal kemudian dimasukkan benih edamame sebanyak 1 sampai 2 biji/lubang dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Pemupukan dilakukan 3 kali, pemupukan pertama dilakukan bersamaan dengan persiapan bedengan menggunakan pupuk kandang dosis 3 ton/ha. Pemupukan kedua dilakukan saat tanaman berumur 7 HST dengan menggunakan pupuk Urea sebanyak 150 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan TSP 100 kg/ha. Pemupukan terakhir dilakukan pada saat tanaman berumur 21 HST dengan menggunakan Urea sebayak 50 kg/ha. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiangan gulma setiap minggu sekali kemudian gulma yang didapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan kompos. Pengendalian hama dilakukan sebanyak 2 kali dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin (Decis 25 EC) dosis formulasi sebanyak 300-500 ml/ha pada saat tanaman berumur 25 dan 55 HST.

Pengamatan Hama

Dari masing-masing petak pertanaman edamame diamati 5 bedengan dan dari setiap bedengan diamati 5 tanaman contoh yang ditentukan secara sistematis. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 24 HST sampai 66 HST dengan selang waktu 7 hari. Pengamatan populasi A. glycines dilakukan dengan menghitung populasi nimfa dan imago pada seluruh bagian tanaman khususnya di bagian pucuk. Hal yang sama dilakukan untuk B. tabaci dan Empoasca sp. Sedangkan untuk C. chalcites dan L. indicata, selain dilakukan penghitungan populasi larva juga dihitung intensitas serangannya. Intensitas serangan diamati berdasarkan gejala serangan yang muncul. Intenitas serangan penggerek polong E. zinckenella diamati dengan menghitung gejala serangannya.

Intensitas serangan hama dihitung menggunakan rumus berikut:

Hama penghisap polong seperti N. viridula, P. hybneri, dan R. liearis

diamati dengan cara menghitung populasi nimfa dan imago yang terdapat pada tanaman contoh.

Pengamatan Musuh Alami

Pengamatan musuh alami menggunakan tanaman contoh yang sama dengan pengamatan hama. Pengamatan dilakukan sejak tanaman berumur 24 HST sampai 66 HST dengan selang waktu 7 hari. Kelimpahan populasi Coccinelidae dihitung berdasarkan jumlah, larva, pupa dan imago yang ditemukan pada tanaman contoh. Untuk kelimpahan populasi Syrphidae dilakukan dengan menghitung populasi larva yang ditemukan pada tajuk tanaman. Sedangkan untuk populasi laba-laba, kumbang Carabidae dan P. fuscipes dilakukan dengan menghitung populasinya pada seluruh bagian tanaman contoh.

Identifikasi musuh alami yang ditemukan dilakukan dengan mencocokkan spesimen yang didapat dengan koleksi standar yang ada di Museum Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB.

Jumlah daun/polong terserang Jumlah daun/polong yang diamati

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaman Hama pada Pertanaman Edamame

Hama-hama yang ditemukan menyerang pertanaman kedelai edamame pada fase vegetatif umur 24 sampai 31 HST ada empat jenis, yaitu A. glycines,

Empoasca sp., L. indicata dan B. tabaci. Pada umur 38 HST (fase generatif awal) jumlah spesies hama yang ditemukan masih tetap sama. Jumlah spesies hama meningkat menjadi delapan spesies setelah tanaman berumur 45 HST atau setelah mulai membentuk polong Hama-hama yang ditemukan selain hama yang telah ada sebelumnya adalah C. chalcites, N. viridula, R. linearis dan E. zinckenella (Tabel 1 dan 2). Setelah tanaman berumur 52 HST jumlah spesies hama yang menyerang edamame meningkat menjadi sembilan spesies dengan adanya P. hybneri. Selanjutnya jumlah spesies hama yang menyerang Edamame tetap sampai tanaman berumur 66 HST atau menjelang panen. Untuk hama L. indicata dan C. chalcites selain populasi larva juga dihitung intensitas serangannya. Serangan hama penggulung daun L. indicata mulai ditemukan pada umur tanaman 24 HST, sedangkan serangan ulat jengkal C. chalcites dan penggerek polong E. zinckenella mulai ditemukan pada umur tanaman 45 HST (Tabel 2).

Hama Edamame pada Fase Vegetatif dan Generatif

Hama yang ditemukan pada edamame fase vegetatif tanaman berumur 24- 31 HST adalah A. glycines, Empoasca sp., L. indicata dan B. tabaci. Rataan kerapatan populasi keempat hama tersebut pada umur tanaman 24 HST berturut- turut adalah 11.38 ± 18.99, 0.73 ± 1.59, 0.10 ± 0.39 dan 0.96 ± 1.71 ekor/tanaman (Tabel 1). Kutudaun A. glycines ditemukan menyerang pada bagian tanaman yang masih muda terutama bagian pucuk dan daun yang masih muda. Sedangkan Empoasca sp. dan B. tabaci ditemukan pada bagian bawah permukaan daun. Penggulung daun L. indicata ditemukan melipat daun muda dan makan dari bagian dalam. Keempat jenis hama di atas ditemukan pada fase vegetatif dan generatif walaupun kerapatan populasinya rendah, kecuali A. glycines (Gambar 1 dan 2). Hasil pengamatan intensitas serangan L. indicata menunjukkan bahwa

pada umur tanaman 24 HST telah mencapai rataan 0.99 ± 3.18% (Tabel 1). Pengamatan selanjutnya gejala serangan selalu ditemukan sampai tanaman berumur 66 HST. Larva L. indicata yang ditemukan pada umur tanaman 66 HST sangat rendah dengan rataan 0.05 ± 0.22 ekor/tanaman sedangkan intensitas serangannya 2.08 ± 3.52%.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hama edamame yang dominan pada fase vegetatif sampai generatif adalah A. glycines, kerapatan populasi hama ini mencapai puncak pada umur 52 HST dengan rataan 230.28 ± 101.94 ekor/tanaman. Setelah itu populasinya berangsur turun dan pada saat tanaman berumur 66 HST rataan populasinya mencapai 66.72 ± 39.06 ekor/tanaman. Penurunan populasi ini kemungkinan disebabkan adanya perpindahan kutudaun ke tanaman edamame lain yang lebih muda. Menurut Dixon (1998), populasi kutudaun yang bersayap akan meningkat saat populasi pada suatu tanaman terlalu padat dan adanya pengaruh kondisi tanaman. Dalam hal ini populasi A. glycines

pada 52 HST sudah mencapai 230.28 ekor/tanaman, sehingga perpindahan ke tanaman lain yang lebih muda sangat mungkin terjadi. Selain itu adanya penyemprotan insektisida yang dilakukan oleh petani pada umur 55 HST juga kemungkinan menyebabkan penurunan populasi dari A. glycines. Hal ini juga didukung oleh kenyataan bahwa populasi dari hama lain juga ikut menurun

Dokumen terkait