• Tidak ada hasil yang ditemukan

Probiotik adalah suatu preparat yang terdiri dari mikroba hidup, yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia secara oral dengan harapan mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia melalui perbaikan sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba alami yang tinggal di dalam tubuh manusia. Mikroba alami yang terdapat dalam saluran pencernaan mempunyai peran yang sangat penting bagi kesehatan dan kebugaran tubuh seseorang. Berdasarkan hal tersebut maka teknik probiotik diterapkan untuk meningkatkan kesehatan saluran pencernaan serta sistem imunitas tubuh (Winarno 1997).

Salminen et al (2004) mendefinisikan probiotik sebagai sediaan sel mikroba hidup yang memiliki pengaruh menguntungkan terhadap kesehatan dan kehidupan inangnya. Kriteria yang harus dimiliki oleh suatu probiotik adalah bersifat nonpatogenik dan mewakili mikrobiota normal usus dari inang tertentu, serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam usus halus. Selain itu, mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat serta terdapat dalam jumlah yang tinggi dalam usus, dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara, dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien, memiliki sifat antimikroba terhadap bakteri merugikan, mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi sekala besar, dan hidup selama kondisi penyimpanan.

Vrese et al (2001) menyatakan bahwa tidak semua bakteri asam laktat yang digunakan pada pembuatan yoghurt dapat berfungsi sebagai probiotik, dengan alasan bakteri asam laktat yang terdapat pada yoghurt-yoghurt tradisional ternyata tidak mampu bertahan hidup hingga usus halus. Susanti et al (2007) menyatakan bahwa bakteri-bakteri yang tidak berfungsi sebagai probiotik lebih sensitif terhadap pH lambung, garam empedu, lisozim, dan senyawa antimikroba seperti bakteri-bakteri yang digunakan secara luas pada produk fermentasi susu.

Fuller (1992) menyatakan bahwa pada umumnya bakteri yang dapat berfungsi sebagai probiotik tergolong dalam bakteri asam laktat yang mampu melewati lambung dan dapat bertahan pada saluran pencernaan. Bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai probiotik adalah Saccharomyces boulardii, Lactobacillus acidophilus, L. plantarum, Lactobacillus GG, L. casei, L. brevis, L. delbrueckii, Streptococcus salivarius, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium

infants, Enterococcus faecium, dan Loctococcus lactis. Menurut Nirmala (2006) bakteri yang memiliki sifat probiotik diantaranya adalah golongan Bifidobacterium (B. Bifidum, B. breve, B. longum, B. Infants, dan B. Adolescents) dan golongan Lactobacillus (L. casei, L. acidophilus, L. Johnsonii, dan L. reuteri). Jenie (2007) menyatakan bahwa Bifidobacterium animalis adalah salah satu golongan Bifidobacterium yang memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan usus.

Manfaat Probiotik

Di saluran usus manusia terdapat lebih dari 100 trilyun bakteri yang terdiri dari sekitar 100 spesies. Bakteri-bakteri tersebut bersama dengan mikroba lain secara kolektif membentuk kelompok masyarakat mikroba di dalam tubuh manusia yang disebut miklofora usus atau kadang-kadang secara singkat hanya disebut sebagai flora usus. Terdapat dua kelompok bakteri dalam flora usus, yaitu yang membantu kesehatan dan yang bersifat pathogen (Winarno 2003). Jenie (2007) menyatakan bahwa koloni bakteri dominan di dalam usus adalah bifidobacteria dengan jumlah 108-109 cfu/g.

Bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh artinya dapat melakukan peranan yang sangat berguna dalam aspek gizi, serta pencegahan penyakit. Mereka mampu memproduksi zat-zat gizi essensial seperti vitamin dan asam organik, yang kemudian diserap dari usus dan dimanfaatkan oleh epitelium dinding usus dan organ vital tubuh lain seperti hati. Asam organik yang diproduksi memiliki kemampuan menekan pertumbuhan kuman patogen dalam usus dengan cara menurunkan pH usus. Sedangkan bakteri patogen adalah bakteri yang mampu menghasilkan racun, seperti hasil metabolisme dan senyawa yang bersifat karsinogenik. Bila bakteri patogen tersebut lebih mendominasi kehidupan bakteri yang bermanfaat maka zat gizi essensial tidak lagi dapat diproduksi dan sebaliknya jumlah senyawa yang membahayakan semakin meningkat sehingga dapat menjadi faktor penunjang terhadap berlangsungnya proses penuaan, menstimulir timbulnya penyakit kanker, penyakit hati dan ginjal, hipertensi, aterosklerosis, dan menurunnya imunitas tubuh (Winarno 1997).

Mikroba yang menguntungkan bagi kesehatan dengan cara memperbaiki keseimbangan flora usus jika dikonsumsi dalam jumlah yang memadai disebut probiotik. Bakteri yang digunakan sebagai probiotik sebagian besar merupakan bakteri asam laktat, tetapi kini mulai pula digunakan Bacillus spp, khamir (Saccharomyces spp), dan Aspergillus spp (Winarno 2003). Fermented Milks and Lactic Acid Bacteria Association (2000) mensyaratkan jumlah minimal 1x107

7

Bifidobacteria setiap satu g atau ml produk probiotik. Jumlah minimal sel probiotik yang dapat memberikan efek kesehatan kurang lebih 1x105 sel hidup setiap g atau ml produk. Namun, jumlah tersebut sebenarnya sangat tergantung dari jenis makanan serta strain yang digunakan (Rahayu 2004).

Antoine (2007) menyatakan bahwa probiotik memiliki banyak fungsi di dalam usus yaitu membantu fermentasi dalam usus besar, detoksifikasi, mempersingkat waktu transit, metabolisme kolesterol, sistem pertahanan, respon imun, mencegah laktosa intoleran, keseimbangan epitel, dan membantu metabolisme sel. Sedangkan Varavithya (2007) mengungkapkan bahwa bakteri baik yang terkandung dalam probiotik dapat mencegah Irregular bowel movement, mencegah konstipasi, mencegah infeksi serta mencegah dan mengatasi penyakit alergi. Disamping itu, probiotik juga memiliki berbagai fungsi yang lain, yaitu:

1. Menghambat proses penuaan

Pada orangtua (lansia) jumlah Bifidobacteria mengalami penurunan drastis atau bahkan menjadi musnah. Clostridia termasuk C. perferinges secara bermakna meningkat jumlahnya dan Lactobacilli, Streptococci, serta Enterobactericiae juga meningkat. Fenomena tersebut merupakan akibat dari suatu proses penuaan yang sedang terjadi. Kenyataan tersebut menunjukan bahwa manfaat mempertahankan kehadiran bakteri Bifidobacteria di dalam usus besar untuk menghambat proses penuaan (Winarno 1997).

2. Meningkatkan pertumbuhan dan daya cerna

Winarno (1997) menyatakan bahwa keberadaan Bifidobacteria longun dalam usus erat kaitannya dengan meningkatnya jangka hidup pada tikus percobaan. Sebagian besar spesies Bifidobacteria mampu memetabolisir seyawa polisakarida dan oligosakarida yang tidak dapat dicerna sehingga menjadi asam asetat dan asam laktat dimana E. coli dan C. perferingens tidak mampu melakukannya. Sedangkan Nakazawa dan Hosono (1992) menyatakan bahwa tikus yang diberi yoghurt menunjukan pertambahan berat badan dan ini semua berhubungan dengan daya cerna/absorpsi yang baik. 3. Mempercepat waktu transit (Mencegah Konstipasi)

Probiotik dapat aktif sampai usus dimana di dalam usus bakteri-bakteri tersebut memproduksi asam organik dan menurunkan pH sehingga dapat mempercepat waktu transit di usus (Jenie 2007).

4. Mengatasi Laktose Intolerance

Laktose intolerance merupakan gejala malabsorpsi laktosa yang banyak dialami oleh penduduk di beberapa negara Asia dan Afrika. Faktor utama penyebabnya adalah terbatasnya enzim laktase tubuh sehingga tidak mampu mencerna dan menyerap laktosa dengan sempurna. Hal tersebut mengakibatkan mual, diare, atau gejala sakit perut setelah mengkonsumsi susu. Penelitian membuktikan bahwa susu dapat dikonsumsi oleh penderita Lactose intolerance apabila di dalamnya ditambahkan kultur starter. Menurut Jenie (2007), probiotik dapat mengatasi lactose intolerance karena bakteri asam laktat di dalamnya dapat menguraikan laktosa susu menjadi monosakarida, yaitu glukosa dan galaktosa. Kedua monosakarida tersebut mudah dicerna atau diserap oleh tubuh.

5. Memberi pengaruh pada jalur gastrointestinal

Pengaruh yang diberikan antara lain menurunkan bakteri yang merugikan pada usus dan menekan aktivitas metaboliknya. Selain itu, bakteri asam laktat juga memberi efek menurunkan bakteri yang merugikan serta dapat meningkatkan total motilitas pada usus.

6. Menormalkan pergerakan usus

Bakteri asam laktat berperan dalam pergerakan usus karena kegiatannya pada jalur gastrointestinal. Padatan yang terdapat pada fase normal adalah 10-30%. Bila jumlah padatan pada feses melebihi 30% maka seseorang dapat dikatakan mengalami konstipasi, sedangkan bila dibawah 10% maka dikatakan sebagai diare (Hartanti 2007). Nakazawa dan Hosono (1992) menunjukan bahwa konsumsi yoghurt dapat meningkatkan Bifidobacterium spp. pada usus dan menormalkan pergerakan usus.

7. Mencegah Diare

L. casei, L. acidophilus, dan L. Bulgaricus memproduksi agen antimikoba seperti acidophilin dan bulgarican yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam usus (Jenie 2007).

8. Menigkatkan sistem imunitas

Bakteri asam laktat dapat meningkatkan β-limfosit yang membantu menghancurkan benda asing, meningkatkan IgA, IgB, dan IgM yang berperan sebagai antibodi, dan menigkatkan sel interferon yang dapat membantu sel darah putih melawan penyakit.

9

9. Menurunkan kolesterol darah

Bakteri asam laktat dapat mengatur pelepasan kolesterol dari hati menuju darah (Nakazawa dan Hosono 1992). Kusumawati (2002) juga menyatakan bahwa isolate bakteri asam laktat dapat mereduksi kolesterol serum darah dan dapat mempertahankan keseimbangan mikroflora usus.

10. Mencegah kanker

Winarno (1997) menyatakan bahwa bakteri asam laktat dapat membuat senyawa racun menjadi tidak aktif. Senyawa racun tersebut merupakan zat karsinogenik yang dihasilkan dari metabolisme triptofan, fenol, amine, dan senyawa nitroso yang diproduksi bakteri usus. Selain itu, senyawa racun dihasilkan dari pencernaan lemak dalam jumlah yang besar yang akan menstimulasi sekresi empedu sehingga asam empedu dan kolesterol meningkat. Peningkatan senyawa tersebut dirubah oleh bakteri usus ke dalam asam empedu sekunder, derivatif, aromatik polisiklik hidrokarbon, astrogen, dan epoxida yang ada hubungannya dengan proses karsinogenik. 11. Mencegah infeksi urogenital

Berdasarkan penelitian terhadap wanita yang mengalami infeksi vagina,

kemudian mengkonsumsi yoghurt secara teratur yang mengandung L. acidophilus maka kejadian infeksi mengalami penurunan dibandingkan

dengan wanita yang tidak mengkonsumsi yoghurt (Jenie 2007). 12. Mengobati TBC

Penderita TBC umumnya mengalami defisiensi gizi meskipun tidak semuanya. Jika tidak terjadi defisiensi gizi, penderita cukup diberikan suplemen peningkat sistem kekebalan tubuh. Sedangkan jika mengalami defisiensi gizi yang ditandai dengan kadar albumin rendah maka diperlukan suplemen dan multivitamin. Selain vitamin A, penderita TBC dengan defisiensi gizi membutuhkan tambahan mineral seng serta zat besi (Fe).

Penderita TBC umumnya mengkonsumsi obat dalam jangka waktu lama sehingga memerlukan vitamin K. Hal tersebut dikarenakan flora usus penderita rusak akibat pemaikaian antibiotik jangka panjang sehingga produksi vitamin K secara alami juga megalami gangguan. Sedangkan untuk mengembalikan keseimbangan bakteri dalam ususnya diperlukan tambahan prebiotik dan probiotik (Nirmala 2006).

Lanjut Usia (Lansia)

Usia lanjut merupakan masa penutup dari tahapan kehidupan manusia. Usia 60 tahun biasa dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut. Namun demikian, akhir-akhir ini besar umur tidak digunakan sebagai patokan yang pasti karena adanya perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain. Hal tersebut seiring dengan kondisi kehidupan dan perawatan kesehatan fisik dan mental yang lebih baik sehingga banyak orang yang sudah berusia 65 tahun sampai awal 70-an belum menunjukan tanda-tanda fisik dan mentalnya (Nasoetion dan Wirakusumah 1991).

Tahapan kehidupan terakhir ini sering dibagi menjadi “tahapan usia lanjut dini” yang berkisar antara 60-70 tahun dan “usia lanjut” yang berkisar antara 70 tahun sampai akhir kehidupan (Nasoetion dan Wirakusumah 1991). Sementara Latifah (1999) menyatakan bahwa dalam data kependudukan Indonesia, istilah lansia mengacu kepada orang yang telah berusia 60 tahun ke atas. Untuk analisis kependudukan lebih rinci biasanya penduduk lansia dibedakan dalam dua kelompok, yaitu young-old (60-69 tahun) dan old-old (70 tahun ke atas).

Wirakusumah (2000) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang menjadi tua, baik yang dapat dikendalikan maupun yang tidak dapat dikendalikan, yaitu:

1. Faktor genetika yang merupakan faktor bawaan (keturunan) yang berada pada setiap individu

2. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang berkaitan dengan diet, kebiasaan merokok, minum alkohol, kafein, tingkat polusi, pendidikan, pendapatan, dan sebagainya.

3. Faktor endogenik yang terkait dengan proses penuaan (perusakan sel yang berjalan seiring perjalanan waktu).

Sementara Astawan dan Wahyuni (1988) menyatakan bahwa proses menua timbul karena berkurangnya jumlah sel-sel baru yang mempunyai kemampuan mengganti sel-sel yang vital bagi kehidupan, sel-sel yang dibentuk di usia lanjut berbeda dan tidak lebih baik kualitasnya dari sel-sel yang dibentuk pada usia muda. Terjadinya proses metabolisme kompleks selama hidup menyebabkan semakin ausnya organ-organ tubuh, keturunan (hereditas), dan farktor psikologis yang bersifat menekan kejiwaan.

Kondisi tubuh yang menurun merupakan bagian dari proses penuaan. Penuaan terbagi menjadi dua, yaitu : (1) penuaan eksternal yang dapat dilihat dari perubahan kulit, rambut, gigi, dan lain-lain, (2) penuaan internal yang terjadi

11

di dalam tubuh. Penuaan eksternal dan internal tidak dapat dipisahkan dan terus berlangsung. Penuaan yang terjadi pada masa ini akan berpengaruh terhadap masalah gizi dan kesehatan (Turner et al 1991).

Penurunan Fisiologis

Perubahan komposisi tubuh yang terjadi saat seseorang memasuki usia lanjut meliputi dua hal yaitu peningkatan dan penurunan fungsi organ. Peningkatan yang terjadi adalah peningkatan jumlah lemak. Sedangkan penurunan yang terjadi adalah kekuatan otot, jumlah total air tubuh, penciuman, perasa, produksi asam lambung dan enzim pencernaan, lapisan otot halus, fungsi hati, sistem kekebalan, kerja jantung, fungsi paru-paru, dan penurunan kemampuan otak (Wirakusumah 2000).

Astawan dan Wahyuni (1988) menyatakan bahwa keadaan fisiologik kesehatan yang semakin melemah serta daya tahan tubuh para lanjut usia yang cenderung menurun terhadap gangguan dari luar akan lebih mempermudah serangan penyakit bila tidak disertai tindakan-tindakan pencegahan dalam hal kesehatan. Hampir seluruh sistem dalam tubuh mengalami gangguan antara lain sistem imunologik (kekebalan), sistem pencernaan, sistem metabolik, sistem pancaindera, sistem penglihatan, sistem pernafasan, dan sistem persendian.

Penurunan sistem dan fungsi tubuh tersebut mengakibatkan timbulnya beberapa penyakit seperti kardiovaskular (hipertensi, jantung koroner, dan stroke), penyakit persendian dan tulang, penyakit metabolik (diabetes mellitus), penyakit paru-paru, penyakit saluran pencernaan, dan penyakit mata (Nasoetion dan Briawan 1993). Selain itu, sikap hidup, cara hidup dan perasaan atau emosi akan mempengaruhi perubahan mental lansia (Wirakusumah 2000).

Penyakit dan Keluhan Kesehatan

Menurut BPS (2004), keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang merasa terganggu oleh kondisi kesehatan, kejiwaan, kecelakaan atau hal lain. Berbagai penyakit degeneratif juga dapat dipicu akibat konsumsi pangan yang tidak baik (Nasoetion dan Briawan 1993). Selain itu, masalah kesehatan pada lansia juga berhubungan dengan kebiasaan merokok. Kebiasaan tersebut dapat mengakibatkan penyakit kronis seperti kanker (Turner et al 1991). Arisman (2002) menyatakan bahwa penyakit yang sering diderita lansia adalah penyakit kardiovaskuler, muskoskeletal, TBC paru, bronchitis, asma, penyakit gusi, mulut, saluran cerna, sistem saraf, dan infeksi. Gangguan kesehatan lain yang sering diderita pada lansia adalah osteoporosis atau kekeroposan tulang. Kondisi ini

sering kali ditandai dengan keadaan tulang yang menjadi tipis, rapuh, dan mudah patah karena menurunnya massa tulang (Kasdu 2002).

Proses penuaan juga merupakan penyebab meningkatnya prevalensi penderita osteoarthritis dan arthritis gout akut akibat pengapuran. Pengapuran menyebabkan tulang rawan pada sendi menipis sehingga timbul tulang muda (spur) sebagai kompensasi menggantikan tulang yang menipis tadi. Kondisi inilah yang mengakibatkan rasa nyeri yang umum terjadi di daerah lutut, pinggul, dan pinggang bawah (Wirakusumah 2000).

Menurut Oswari (1997), pada lansia sering pula terjadi gangguan mata akibat proses menua. Katarak adalah suatu penyakit kekaburan lensa mata. Orang yang terkena katarak, penglihatannya makin lama makin kabur seperti tertutup asap. Sakit dada di daerah jantung yaitu pada kiri depan yang terjadi mendadak juga perlu mendapat perhatian. Sakit demikian bisa disebabkan oleh gangguan otot jantung dan peradangan pada pembungkus jantung. Sakit dada yang tembus ke belakang kadang-kadang disebabkan oleh masuk angin atau dapat pula disebabkan oleh tukak lambung (sakit maag). Sedangkan gejala hipertensi adalah pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, dan tengkuk terasa pegal. Kondisi hilangnya atau menurunnya selera makan yang terjadi pada seseorang disebut dengan anoreksia. Gustatory papillae (bintil perasa) mulai kurang sensitif menjelang usia lanjut sehingga selera makan menurun (Wirakusumah 2000).

Wirakusumah (2000) pun menyatakan bahwa konstipasi sangat umum diderita lansia. Gerakan otot pada usus dan aktivitas gastrointestinal semakin menurun dengan bertambahnya usia. Selain kurangnya serat, dehidrasi atau kurangnya aktivitas juga merupakan penyebab utama terjadinya konstipasi. Pencegahan yang sederhana adalah dengan meningkatkan konsumsi serat dan cairan dalam diet serta konsumsi minuman probiotik. Selain itu, Anemia juga merupakan penyakit yang sering terjadi pada lansia akibat penurunan kapasitas sumsum tulang belakang dan respon hormonal terhadap tekanan secara haematologi.

Sumber Informasi

Konsumen membutuhkan informasi karena informasi mempunyai berbagai fungsi bagi konsumen. Informasi membantu konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional dan efisien sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga dapat mengurangi resiko ketidakpastian. Konsumen membutuhkan informasi yang benar karena

13

informasi yang salah bukan hanya akan berakibat fatal, tetapi juga akan menghilangkan kepercayaan konsumen kepada produsen (Mather 2006).

Kebutuhan informasi semakin penting pada era industrialisasi ini karena beragam produk makanan dan minuman menghadirkan berbagai macam merek kepada konsumen. Kotler (2002) menggolongkan informasi konsumen ke dalam empat kelompok, yaitu (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), (2) sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pajangan di toko), (3) sumber publik (media massa), dan (4) sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk). Selain itu, Kotler (2002) menyatakan bahwa jumlah dan pengaruh relatif sumber-sumber informasi tersebut berbeda tergantung pada kategori produk dan karakteristik pembeli.

Menurut Kotler (2002), pada umumnya konsumen mendapatkan sebagian besar informasi tentang suatu produk dari sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi oleh pemasar. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Tiap informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian. Informasi komersial biasanya menjalankan fungsi pemberi informasi, sedangkan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi dan evaluasi.

Persepsi

Schiifman dan Kanuk (1994) mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses dimana individu menyeleksi, mengorganisasi, dan menginterpretasikan stimulus ke dalam pemahaman dan gambar-gambar yang masuk akal. Menurut Mowen dan Minor (2002), persepsi merupakan suatu proses dimana individu mencari informasi, memperoleh informasi, dan memahaminya. Sedangkan Sumarwan (2004) mendefinisikan persepsi adalah bagaimana seorang konsumen melihat relitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya. Pengetahuan dan persepsi biasanya berbentuk kepercayaan, yaitu konsumen mempercayai bahwa produk memiliki sejumlah atribut (Schiifman dan Kanuk 1994).

Mowen dan Minor (2002) menyatakan bahwa adanya perbedaan persepsi antara konsumen yang satu dengan yang lain dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan budaya. Sedangkan menurut Kotler (2002), persepsi yang berbeda terhadap objek yang sama disebabkan oleh proses pembentukan persepsi yang mengalami tiga tahap, yaitu perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan atau retensi selektif.

Berdasarkan teori persepsi diri menurut Engel et al (1994), kekuatan eksternal atau alasan untuk melaksanakan suatu perilaku bekerja menentang

orang yang menghubungkan kinerja perilaku dengan motivasi eksternal. Insentif menggambarkan alasan eksternal untuk pembelian produk. Konsumen yang membeli suatu produk disertai oleh insentif kurang, mungkin menghubungkan pembelian tersebut dengan sikap yang mendukung produk dibandingkan dengan konsumen yang membeli tanpa insentif. Insentif mencakup jajaran luas alat-alat promosi seperti korting harga, premium, kontes, undian, rabat, dan kupon.

Persepsi Terhadap Minuman Probiotik

Engel et al (1995) menyatakan bahwa proses keputusan pembelian dimulai dengan pengenalan kebutuhan yang didefinisikan sebagai suatu persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi aktual yang memadai untuk menggugah dan mengaktifkan proses kebutuhan. Berdasarkan penelitian Ramadhani (2007), seseorang cenderung mengkonsumsi minuman probiotik untuk manfaat utama sebagai minuman yang menunjang kesehatan. Sedangkan alasan atau motivasi utama karena kandungan probiotiknya yang baik untuk kesehatan. Lingkungan sosial yang mempengaruhi persepsi dalam mengkonsumsi minuman probiotik adalah keluarga, saudara, dan teman atau kenalan, yang cenderung memilih minuman probiotik yang mempunyai banyak pilihan rasa. Ramadhani (2007) pun mengungkapkan bahwa sumber informasi yang digunakan oleh konsumen berasal dari berbagai macam media dengan informasi produk yang dirasa penting oleh konsumen adalah tanggal kadaluwarsa. Mengenai manfaat lain dari minuman probiotik selain manfaat utama sebagai minuman yang dapat membantu kesehatan preventif, sebagian besar konsumen tidak mengetahuinya. Namun sebagian kecil responden mengetahui manfaatnya hanya sebagai pelepas dahaga.

Bagi konsumen, kemasan merupakan hal yang penting dari suatu produk khususnya minuman probiotik karena akan memberikan kesan ketika pertama kali konsumsi. Kemasan yang paling banyak diinginkan adalah kemasan sederhana yang meliputi tampilan warna, informasi produk, dan bahan kemasan yang cenderung biasa dengan harapan kemudahan serta kenyamanan dari kemasan tetap baik (Ramadhani 2007). Selain kemasan, atribut lain yang penting dalam minuman probiotik adalah klaim.

Lahteenmaki dan Ledeboer (2006) menyatakan bahwa beberapa produk probiotik dipasarkan dengan klaim mengenai manfaat terhadap usus. Namun, hal tersebut justru hingga saat ini masih menimbulkan pertanyaan konsumen mengenai validitas klaim, ketepatan pesan yang disampaikan, keamanan dan efikasi bakteri probiotik, dan harapan konsumsi probiotik.

15

Konsumsi Pangan

Konsumsi adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan untuk mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989), konsumsi makanan adalah jumlah makanan (tunggal atau beragam) yang dimakan oleh seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Sedangkan Harper et al (1985) menyatakan bahwa konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi yang pada gilirannya zat gizi tersebut berfungsi untuk menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan pertumbuhan, serta memperbaiki jaringan tubuh. Selain dipengaruhi oleh karakteristik individu, Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pandangan dan kepercayaan penduduk termasuk juga pengetahuan mereka tentang ilmu gizi harus dipertimbangkan sebagai bagian dari berbagai faktor penyebab yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan.

Menurut Suhardjo (1989), terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan , yaitu (1) Karakteristik individu yang meliputi umur, jenis kelamin, pendapatan, pengetahuan gizi, dan kesehatan; (2) Karakteristik makanan yang meliputi rasa, rupa, tekstur, bentuk, bumbu, tipe, dan kombinasi; (3) Karakteristik lingkungan yang meliputi musim, pekerjaan, mobilitas,

Dokumen terkait