• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Bunyi

Bunyi adalah gelombang yang timbul dari getaran moleku-molekul benda yang saling beradu sama lain dan terkoordinasi. Gelombang tersebut akan meneruskan energi dan sebagian dipantulkan kembali. Dalam perambatannya bunyi memerlukan media. Media tempat gelombang bunyi merambat harus mempunyai massa dan elastisitas. Pada umumnya medianya adalah udara. Gelombang bunyi tidak di rambatkan di ruang hampa. Kecepatan rambatan bunyi melalui udara sebesar ±340 meter/detik. Pada medium yang berbeda, kecepatan bunyi dapat meningkat. Melalui air kecepatan bunyi dapat meningkat ±4 kali, dan melalui besi menjadi ±14 kali lebih besar (Bashiruddin J, 2002).

Gelombang bunyi disebarkan ke berbagai arah di udara. Apabila suatu benda bergetar, maka getaran tersebut akan diteruskan ke lapisan udara disekitarnya dan selanjutnya dirambatkan terus ke lapisan udara yang lebih jauh, begitu seterusnya. Di udara, getaran melakukan pemampatan (compression) dan perenggangan (rarefaction) yang timbul bersamaan dengan getaran sumber bunyi. Di daerah pemampatan, tekanan udara lebih tinggi dari normal. Bila sumber bunyi berhenti bergetar, maka udara akan kembali ke keadaan awal (status istirahat) dan penyebaran tekanan yang cepat akan

berhenti. Jenis getaran bunyi dapat di bedakan menjadi getaran selaras dan getaran tak selaras (Bashiruddin J, 2002).

Getaran selaras adalah getaran harmonik sederhana atau di kenal juga dengan getaran sinusoidal. Contohnya adalah garpu tala yang bergetar. Sedangkan contoh getaran tidak selaras dikenal sebagai bunyi bising, desis, gemeretak, desir atau detakan. Bunyi yang dapat didengar memiliki periode 1/20 sampai 1/15.000 detik, tergantung dari frekuensi getarannya (Dobie R , 1998).

Frekuensi adalah jumlah getaran per detik. Jika suatu periode berakhir selama 1/100 detik, maka berarti terdapat 100 getaran (cycle/siklus). Di Eropa, satuan ini di sebut Hertz dan di singkat Hz, untuk menghormati ahli fisika Jerman yang bernama Heinrich Hertz. Selanjutnya terminologi ini di berlakukan oleh Badan Standar Internasional (International

Standard Association) untuk dibakukan. Frekuensi merupakan suatu besaran fisik yang

dapat diukur dengan pasti (Ballenger, 1996).

Bila dua garpu tala mempunyai frekuensi yang sama kita bunyikan dengan kekuatan yang berbeda, maka akan terdengar bahwa salah satu akan berbunyi lebih keras. Garpu tala yang dipukul lebih keras akan terjadi gerakan maksimum yang berkaitan dengan perubahan tekanan udara yang lebih tinggi. Secara sederhana keadaan ini disebut Amplitudo-nya lebih besar. Perbedaan tekanan udara inipun dapat diukur secara tepat karena juga merupakan besaran fisik. Satuan tekanan udara = 1 dyne/cm2

Bunyi dapat dibedakan dalam 3 rentang frekuensi yaitu 0-20 Hz (infrasonik), 20-18.000 Hz (sonik), dan >20-18.000 Hz (ultrasonik). Infrasonik tidak dapat dideteksi oleh telinga manusia, biasanya ditimbulkan oleh getaran tanah, bangunan maupun truk

dan kendaraan besar. Bila getaran dengan frekuensi infra mengenai tubuh akan menyebabkan resonansi dan akan terasa nyeri pada beberapa bagian tubuh. Frekuensi dari 20-18.000 Hz merupakan frekuensi yang dapat dideteksi telinga manusia. Frekuensi di atas 20.000 Hz, dalam bidang kedokteran digunakan dalam 3 hal yaitu pengobatan, penghancuran dan diagnosis (P.W.Alberti, 1997).

Untuk membuat udara bergetar dibutuhkan energi. Energi sebanding dengan tekanan per satuan luas. Daya yang di butuhkan untuk menghasilkan bunyi yang mulai terdengar adalah 10-16 watt/cm2 (Wright A., 1997).

2.5.1 Sifat gelombang suara

Bila gelombang suara membentur suatu rintangan atau dinding maka kemungkinan yang terjadi adalah gelombang tersebut dipantulkan, dilenturkan, dibiaskan, diabsorpsi atau diteruskan. Fenomena ini tergantung pada hubungan antara panjang gelombang suara, ukuran rintang beberapa jenis dinding dan sudut datang. Permukaan gelombang didefinisikan sebagai suatu prmukaan di mana seluruh partikelnya bergetar satu fase. Sebagai contoh, bila suatu titik sumber memancar, gelombang akan menyebar secara seragam ke segala arah dan permukaan gelombang berbentuk lengkung. Tetapi bila seseorang yang berada cukup jauh, maka permukaan gelombang yang ditangkapnya akan berbentuk relatif lebih datar. Apabila tidak terdapat permukaan yang memantul, maka gelombang akan merambat secara bebas.

Apabila gelombang bunyi menabrak suatu dinding padat, sebagian dari energinya akan di pantulkan dan sebagian lagi akan dirambatkan serta sebagian lain akan diserap melalui massa dinding tersebut. Tetapi apabila dindingnya tipis, energi bunyinya akan

dirambatkan. Oleh karena telinga kita memiliki respon yang kurang lebih logaritmis terhadap energi bunyi, maka bila menginginkan suatu sekat suara yang baik, penting sekali untuk menurunkan energi ke tingkat di bawah 1/1000 kali (Wright A., 1997).

2.5.2 Intensitas bunyi: Desibel (dB)

Cakupan tekanan suara yang dapat diterima oleh telinga normal sangat luas sehingga sulit untuk mengetahui angkanya. Dekat ambang dengar, bunyi mempunyai tekanan sebesar kira-kira 2/10.000 dyne/cm2

Tidak akan ada artinya membicarakan desibel bila titik awalnya tidak ditentukan. Suatu bunyi dengan tekanan tertentu dapat mempunyai beberapa nilai desibel, tergantung dari tekanan mana yang dipilih sebagai angka nol untuk titik awal pada skala. Pada prakteknya, ada 3 titik awal yang sering dipakai pada skala desibel. Pertama yakni 0.0002 dyne/cm

. Tekanan ini harus dikalikan 10 juta kali untuk dapat menyebabkan rasa nyeri di telinga. Skala desibel (dB) dipakai agar angka-angka dalam cakupan frekuensi itu dapat diikuti. Hal ini dilakukan dengan memilih satu titik tertentu pada skala penekanan sebagai dasar, dan menyatakan titik-titik lain pada skala sebagai rasio dari dasar ini, mengambil angka logaritma dari rasio ini, kemudian angka logaritma tersebut dikalikan 20 (Bashiruddin, 2002).

2

, yang dipilih karena dulu angka ini dianggap sebagai tekanan suara yang sesuai dengan pendengaran yang terbaik manusia. Titik awal lain adalah ambang rata-rata pendengaran normal. Yang terakhir, 1 dyne/cm2

Skala dengan titik awal 0.0002 dyne/cm

(1 mikrobar) sering dipakai sebagai tekanan pembanding, terutama untuk kalibrasi mikrofon.

2

disebut skala tingkat tekanan suara (Sound

Pressure Level = SPL). Jadi 60 dB SPL berarti tekanan 60 dB diatas 0.0002 dyne/cm2. Skala berdasarkan ambang pendengaran rata-rata normal disebut skala tingkat ambang

dengar (Hearing Treshold Level) atau skala ambang dengar (Hearing Level= HL). Jadi 60 dBHL berarti tekanan 60 desibel diatas ambang tekanan standar pembanding yang sesuai dengan pendengaran normal rata-rata frekuensi ini (Keith, 1989).

Perbedaan penting antara kedua skala ini adalah skala SPL berdasarkan suatu titik awal fisika (0.0002 dyne/cm2

Tanda desibel pada angka gangguan pendengaran suatu audiometer mengikuti skala ambang dengar (HL). Titik nol pada angka gangguan frekuensi tertentu adalah sebenarnya, tingkat suara yang sesuai dengan rata-rata ambang dengar tersebut, seperti yang ditetapkan oleh American National Standard Institute (ANSI) (Dobie R. A., 2009)

), sedangkan skala HL berdasarkan titik awal ukuran psikologik atau perilaku, yakni pendengaran normal rata-rata.

2.6. Audiometri Nada Murni

Audiometri nada murni adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengukur sensivitas pendengaran dengan alat audiometer yang menggunakan nada murni (pure tone). Ambang nada murni diukur dengan intensitas minimum yang dapat didengar selama satu atau dua detik melalui antaran udara ataupun hantaran tulang. Frekwensi yang dipakai berkisar antara 125 – 8000 Hz dan diberikan secara bertingkat (Feldman dan Grimes, 1997).

Audiometri harus memenuhi 3 persyaratan untuk mendapatkan keabsahan pemeriksaan yaitu (1) audiometri yang telah dikalibrasi, (2) suasana/ruangan sekitar pemeriksa harus tenang, dan (3) pemeriksa yang terlatih.

Komponen yang ada pada audiometri yaitu:

1. Oscilator: untuk menghasilkan bermacam nada murni

3. Interuptor/pemutus : alat pemutus nada

4. Atteneurator: alat mengukurintensitas suara

5. Earphone: alat merubah sinyal listrik yang ditimbulkan audiometer menjadi

sinyal suara yang dapat didengar

6. Masking noise generator: untuk penulian telinga yang tidak diperiksa

Cara pemeriksaan audiometri adalah headphone dipasang pada telinga untuk mengukur ambang nada melalui konduksi udara. Tempat pemeriksaan harus kedap udara. Pasien diberitahu supaya menekan tombol bila mendengar suara walaupun kecil. Suara diberi interval 2 detik, biasanya dimulai dengan frekwensi 1000 Hz sampai suara tidak terdengar. Kemudian dinaikkan 5 dB sampai suara terdengar. Ini dicatat sebagai audiometri nada murni (pure tone audiometry) (Keith, 1989).

Biasanya yang diperiksa terlebih dahulu adalah telinga yang dianggap normal (tidak sakit) pendengarannya melalui hantaran udara, kemudian diperiksa melalui hantara tulang. Kalau perbedaan kekurangan pendengaran yang diperiksa 50 dB atau lebih dari telinga lainnya, maka telinga yang tidak diperiksa harus ditulikan (masking). Ketika memeriksa satu telinga pada intensitas tertentu, suara akan terdengar pada telinga yang satu lagi. Hal ini disebut “cross over” yang dapat membuat salah interpretasi pada pemeriksaan audiometer.

Ada beberapa ketentuan yang praktis bila masking diperlukan yakni:

1. Masking untuk hantaran udara (AC) diperlukan bila terdapat perbedaan kehilangan pendengaran sebesar 45 dB atau lebih pada waktu percobaan.

a. Apabila treshold hantaran tulang (BC) pada telinga yang dites lebih sensitif dari treshold hantaran tulang yang tidak diperiksa.

b. Apabila tidak ada respon pada hantaran tulang setelah mempengaruhi maksimum output dari audiometer (Keith, 1989)

Gambar 2.6. Gambaran audiometri normal

Gambar 2.7. Gambaran audiometri tuli sensorineural

Gambar 2.9. Gambaran audiometri tuli campuran

Gambar 2.10. Gambaran audiometri tuli akibat bising

Dokumen terkait