• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNTUK MENGHASILKAN TELUR AYAM ARAB RENDAH KOLESTEROL

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Kulit Pisang sebagai Pakan Ternak

Kulit pisang merupakan limbah tanaman pisang yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Hal ini karena kulit pisang memiliki kandungan nutrien yang cukup tinggi. Kandungan nutrien kulit pisang di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Kulit Pisang (% BK) Kandungan

Nutrien Mentah Masak Silase

Abu (%) 16,5 10,7 10,21

Protein Kasar (%) 7,7 7,8 9,53

Lemak Kasar (%) 6,0 10,7 9,16

Serat Kasar (%) 13,0 10,1 8,12

BETN (%) 56,8 60,7 62,98

Sumber: Susilowati (1997), jenis kulit pisang tidak disebutkan.

Penelitian Tartakon et al. (1999) mengenai nutrien kulit pisang sebagai pakan babi periode pertumbuhan, kandungan nutrien kulit pisang sedikit berbeda dengan kandungan nutrien kulit pisang di Indonesia. Kandungan nutrien kulit pisang hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrien Kulit Pisang (as fed)

Kandungan Nutrien Mentah Hampir Matang Matang

Bahan Kering (%) 91,62 92,38 95,66 Protein Kasar (%) 5,19 6,61 4,77 Lemak Kasar (%) 10,66 14,20 14,56 Serat Kasar (%) 11,58 11,10 11,95 Abu (%) 16,30 14,27 14,58 Kalsium (%) 0,37 0,38 0,36 Phospor (%) 0,28 0,29 0,23 BETN (%) 47,89 46,20 49,80

Gross Energi (Kkal/kg) 4383 4692 4592 Sumber : Tartakon et al. (1999), jenis kulit pisang tidak disebutkan.

Hernawati dan Ariyani (2007) melakukan pengujian kandungan kimia tepung kulit pisang dengan pengeringan jemur dan oven pada tiga varietas yang berbeda. Hasil analisis proksimat tepung kulit pisang dengan pengeringan jemur dan oven pada tiga varietas yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Tepung Kulit Pisang dengan Pengeringan Jemur dan Oven pada Tiga Varietas yang Berbeda (as fed)

Kandungan Nutrien

Jenis Kulit Pisang dan Metode Pengeringan Pisang Tanduk Pisang Nangka Pisang Kepok Oven Jemur Oven Jemur Oven Jemur Air (%) 12,64 7,34 2,84 7,26 5,71 7,41 Protein Kasar (%) 7,53 6,8 7,54 6,94 5,99 5,15 Lemak Kasar(%) 6,34 6,35 5,51 5,83 14,63 15,29 Serat Kasar (%) 11,00 9,65 11,07 10,00 14,04 16,14 BETN (%) 50,03 59,39 57,57 55,33 47,71 43,95 Gross Energi (Kkal/kg) 3730 3410 3400 3370 3680 3500 Abu (%) 12,46 10,47 15,47 14,64 11,92 12,06 Kalsium (%) 0,23 0,18 0,20 0,26 0,45 0,39 Phospor (%) 0,18 0,10 0,22 0,23 0,20 0,22 Sumber: Hernawati dan Ariyani (2007)

Hernawati dan Ariyani (2007) juga melakukan beberapa pengujian sifat fisik pada tepung kulit pisang. Hasil pengujian sifat fisik menunjukkan warna tepung kulit pisang yang dikeringkan dengan menggunakan oven lebih cenderung berwarna coklat tua dibandingkan tepung kulit pisang yang dijemur dengan sinar matahari karena terjadi proses oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh enzim yang terdapat dalam bahan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase.

Penelitian Hernawati et al. (2008) menunjukkan pemberian pakan yang mengandung tepung kulit pisang dengan taraf 30% pada ayam broiler juga dapat menghasilkan daging ayam broiler dengan kadar kolesterol rendah. Penelitian Hernawati et al. (2009) juga menunjukkan pemberian pakan yang mengandung tepung kulit pisang hingga taraf 30% pada ayam kampung dapat meningkatkan

produksi ayam kampung dilihat dari pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan, kadar kolesterol dalam serum darah, daging, hati, feses, dan berat organ pencernaan menghasilkan nilai yang cukup baik.

Ayam Arab

Ayam arab yang berada di Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu ayam arab silver dan ayam arab merah. Ayam arab baru sekitar 12 tahun masuk ke Indonesia. Ayam arab berasal dari ayam lokal Eropa. Beberapa ayam lokal petelur unggul di Eropa adalah Bresse di Prancis, Hamburg di Jerman, Mesian di Belanda, dan Braekels di Belgia. Ayam Braekels merupakan jenis ayam lokal petelur introduksi yang paling dikenal di Indonesia (Diwyanto dan Prijono, 2007).

Ayam arab merah mempunyai bobot badan dewasa jantan sekitar 1,4-2,1 kg dengan betina sekitar 1,1-1,6 kg yang mempunyai keunggulan dalam produksi telur. Ayam arab silver jantan dewasa mempunyai bobot badan 1,4-2,3 kg, sedangkan pada ayam arab silver betina dewasa bobot badannya mencapai 0,9-1,8 kg (Diwyanto dan Prijono, 2007). Penelitian Sodak (2011) mengenai karakteristik ayam arab petelur pada dua peternakan (Peternakan F dan S) di desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulung Agung, Jawa Timur, rataan bobot badan ayam pada peternakan F adalah 1,56 kg dan pada peternakan S adalah 1,34 kg. Performa dan kualitas telur ayam arab umur 12 bulan pada Peternakan F dan S di Tulung Agung dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 1. Ayam Arab Silver

Sumber : Dokumentasi Penelitian

6 Tabel 4. Performa dan Kualitas Telur Ayam Arab Umur 12 bulan pada Peternakan F

dan S di Tulung Agung

Performa Peternakan F Peternakan S

Produksi Telur (butir) 824 755

Produksi Hen Day (%) 53,99 49,48

Berat Telur (g/butir) 44,50-45,89 42,47-43,25

Persentase Putih Telur 49,82 51,33

Persentase Kuning Telur 39,95 38,40 Persentase Kerabang Telur 9,31 9,42 Sumber : Sodak (2011)

Produktivitas ayam arab cukup tinggi dan hal ini merupakan keunggulan ayam arab dibandingkan ayam buras lainnya. Produksi telur ayam arab dapat mencapai 300 butir/tahun dan berat telur sekitar 30-35 g/butir (Diwyanto dan Prijono, 2007).

Performa dan kualitas telur ayam arab dapat dipengaruhi oleh nutrien yang diberikan. Penelitian Suliyah (2010), penggunaan jamu dalam air minum yang mengandung kurkumin (4,093 µg/ml) dan flavonoid tidak mempengaruhi kandungan lemak, komposisi asam lemak, kolesterol, dan berat telur ayam arab periode produksi berumur 48 minggu yang diberi pakan berupa ransum komersil. Ransum yang digunakan pada penelitian tersebut menggunakan ransum komersil yang mengandung karotenoid sintetik yang bertujuan untuk menghasilkan skor warna kuning telur yang tinggi, sehingga skor warna kuning telur yang dihasilkan mencapai 13,6-14. Kandungan lemak kuning telur yang dihasilkan selama 5 minggu penelitian berkisar 4,09%-4,43%, kolesterol kuning telur berkisar 2,07-2,34 mg/100mg, dan berat telur berkisar 47,66-54,03 g. Penggunaan jamu justru menurunkan produksi telur dari 59,10% menjadi 41,52% dan menurunkan skor kuning telur dari skor 15 menjadi 13,6. Pemberian pakan pada ayam arab harus sesuai dengan kebutuhan ayam arab yang dipelihara. Kebutuhan nutrien ayam lokal umur 18-70 minggu (layer) dapat dilihat Tabel 5.

7 Tabel 5. Kebutuhan Nutrien Ayam Lokal Umur 18-70 Minggu (Layer)

Nutrien Jumlah Energi Metabolis(kkal/kg) 2750 Protein Kasar(%) 15 Lemak Kasar (%) 5-7 Serat Kasar (%) 7-9 Calsium (%) 2,75 Phospor tersedia (%) 0,25

Asam Amino Lysine (%) 0,70

Asam Amino Metionine (%) 0,30

Sumber : Diwyanto dan Prijono (2007)

Ayam arab merupakan ayam lokal petelur yang dapat dipelihara secara intensif. Performa ayam lokal petelur dapat dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan yang digunakan. Sistem pemeliharaan secara intensif dapat meningkatkan performa ayam lokal petelur dibandingkan sistem pemeliharaan secara ekstensif dan semi intensif. Performa ayam lokal petelur yang dipelihara secara ekstensif, semi intensif, dan intensif dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Performa Ayam Lokal Petelur yang Dipelihara Secara Ekstensif, Semi Intensif, dan Intensif

Uraian Sistem Pemeliharaan

Ekstensif Semi Intensif Intensif

Produksi telur (%) 13 29 40

Bobot telur (g/butir) 39-48 39-48 39-43 Konsumsi pakan(g/ekor/hari) <60 60-68 80-100

Konversi pakan >10 8-10 4,9–6,4

Sumber: Zainuddin (2005)

Kolesterol Kuning Telur

Kolesterol merupakan zat alami yang terdapat dalam tubuh yang diperlukan dalam proses-proses penting dalam tubuh, baik untuk manusia maupun ternak. Kolesterol juga dibutuhkan untuk perkembangan embrio unggas, sehingga kolesterol harus disimpan di dalam telur. Kandungan kolesterol telur adalah 0,548 mg/100mg dan pada kuning telur adalah 1,602 mg/100mg. Kuning telur mengandung kolesterol

yang tinggi sedangkan putih telur tidak mengandung kolesterol (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).

Biosintesis kolesterol pada ayam petelur terjadi di hati. Biosintesis kolesterol berlangsung dalam 3 fase. Fase pertama, unit-unit asetil KoA berkondensasi membentuk mevalonat. Fase kedua, mevalonat diubah menjadi unit-unit isoprene 5- karbon yang mengalami fosforilasi dan berkondensasi membentuk senyawa 30- karbon, yaitu skualen. Fase ketiga, skualen mengalami siklisasi membentuk lanosterol yang memiliki cincin-cincin inti steroid. Lanosterol mengalami modifikasi melalui serangkaian reaksi untuk membentuk kolesterol (Marks et al., 2000). Secara singkat, biosintesis kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Biosintesis Kolesterol Sumber : Marks et al. (2000)

Kadar kolesterol kuning telur dapat dipengaruhi oleh kandungan nutrien ransum. Kandungan kolesterol yang tinggi akan menyebabkan banyak orang menghindari konsumsi telur demi kesehatan. Penelitian Subekti et al. (2006)

9 memperlihatkan bahwa kandungan fitosterol pada daun katuk sebesar 2,14% dapat menurunkan kolesterol kuning telur puyuh dari 326,38 menjadi 227,73 mg/100g. Fitosterol merupakan sterol yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat menghambat absorpsi kolesterol yang berasal dari makanan maupun yang diproduksi di hati. Hal ini karena fitosterol berkompetisi menggantikan posisi kolesterol dalam misell, sehingga kolesterol yang diserap dalam usus sedikit. Mawaddah (2011) juga membuktikan bahwa penggunaan tepung daun katuk sebesar 10% dalam ransum juga dapat menurunkan kandungan kolesterol kuning telur puyuh dari 2,67 menjadi 1,72 mg/%.

Kandungan beta-karoten dalam ransum juga dapat mempengaruhi kandungan kolesterol. Penelitian Nuraini et al. (2008), dengan pemberian 30% OATF (onggok fermentasi) dalam ransum dapat menyebabkan penurunan kandungan kolesterol kuning telur dari 207,20 menjadi 117,80 mg/100g yang disebabkan kandungan beta- karoten yang tinggi sebesar 8,020 mg/100g. Nuraini et al. (2008) menyatakan semakin banyak jumlah beta-karoten yang dikonsumsi, semakin menurun kandungan kolesterol pada telur yang disebabkan karena beta-karoten dapat menghambat kerja enzim HMG-KoA (hidroksimal glutaril-KoA) reduktase yang berperan dalam pembentukan mevalonat pada proses biosintesis kolesterol.

Probiotik juga mampu menghambat kerja enzim HMG-KoA (hidroksimal glutaril-KoA) reduktase, sehingga dengan pemberian probiotik juga dapat menurunkan kolesterol. Salah satunya adalah Pediococcus pentosaceus yang merupakan probiotik yang berasal dari fermentasi kakao hibrid. Yunenshi et al. (2009) membuktikan bahwa dengan penggunaan Pediococcus pentosaceus sebanyak 3 ml dapat menurunkan kandungan kolesterol kuning telur itik dari 239,81 menjadi 118,62 mg/dl.

Skor Warna Kuning Telur

Skor warna kuning telur juga dipengaruhi oleh kandungan nutrien dalam pakan, misalnya beta-karoten dan xantofil dalam pakan. Skor warna kuning telur yang tinggi lebih disukai oleh konsumen, sehingga diperlukan nutrien yang dapat meningkatkan skor warna kuning telur. Beta-karoten merupakan senyawa golongan karotenoid yang tidak stabil karena mudah teroksidasi menjadi xantofil yang

10 berfungsi sebagai pewarna kuning telur. Xantofil diperoleh dari pakan dan tidak bisa disintesis oleh tubuh ayam (Nuraini et al., 2008).

Pengaruh beta-karoten terhadap skor warna kuning telur telah dibahas dalam penelitian Nuraini et al. (2008). Nuraini et al. (2008) menunjukkan dengan pemberian 30% OATF (onggok fermentasi) dalam ransum dengan kandungan beta- karoten 8,020 mg/100g dapat menyebabkan tingginya skor warna kuning telur dibandingkan perlakuan kontrol, yaitu dari 8,40 menjadi 10,60 disebabkan kandungan beta-karoten yang tinggi pada perlakuan tersebut.

Wiradimadja et al. (2004) juga menunjukkan penambahan 15% daun katuk mengandung beta-karoten 104,61 ppm atau 10,46 mg/100g dapat menghasilkan skor warna kuning telur 11,17, sedangkan ransum tanpa penambahan daun katuk hanya menghasilkan skor warna kuning telur hanya 1,33. Wiradimadja et al. (2004) menyatakan semakin tinggi kandungan daun katuk dalam ransum, semakin besar karoten yang akan terdeposisi dalam kuning telur sehingga akan mempengaruhi skor warna kuning telur tersebut. Mawaddah (2011) juga membuktikan bahwa penggunaan tepung daun katuk sebesar 10% dalam ransum juga dapat meningkatkan skor warna kuning telur puyuh menjadi 7,17, dibandingkan dengan puyuh yang tidak diberi tepung daun katuk dengan skor warna 3,13.

Penggunaan daun katuk yang dikombinasi dengan daun murbei dalam ransum juga dapat meningkatkan skor warna kuning telur. Piliang et al. (2009) menunjukkan kombinasi 5% tepung daun katuk dan 5% tepung daun murbei dalam ransum dapat meningkatkan skor warna kuning telur puyuh dibandingkan dengan puyuh yang diberi ransum kontrol, yaitu 2,05 menjadi 7,00. Peningkatan skor warna ini disebabkan adanya zat aktif pada kedua tepung daun tersebut.

Vitamin A Kuning Telur

Kandungan vitamin A pada kuning telur lebih tinggi dibandingkan kandungan vitamin A pada hati dan daging, karena vitamin A disimpan di dalam hati, jaringan lemak, dan kelenjar adrenal yang kemudian didistribusikan ke dalam kuning telur pada saat pembentukan kuning telur (Agustini, 2011).

Beberapa bahan pakan yang mengandung vitamin A adalah jagung, shorgum, silase legume, alfafa (McDowell, 2000), daun katuk, daun murbei (Agustini, 2011), dan lainnya. Kandungan vitamin A pada kuning telur dipengaruhi oleh kandungan

11 vitamin A dan provitamin dalam ransum. Provitamin A, salah satunya beta-karoten akan diubah menjadi vitamin A dalam mukosa usus dan diabsorbsi dalam bentuk vitamin A. Faktor yang mempengaruhi konversi karotenoid menjadi vitamin A adalah jenis karotenoid, genetik, dan konsumsi karoten. Efisiensi konversi vitamin A dari beta-karoten akan menurun jika konsumsi beta-karoten tinggi. Peningkatan beta- karoten menyebabkan efisiensi konversi menurun dari rasio 2:1 menjadi 5:1 (McDowell, 2000).

Penelitian Agustini (2011) menunjukkan penggunaan daun katuk dan daun murbei dalam pakan dapat meningkatkan kandungan vitamin A dalam kuning telur puyuh. Penelitian ini menunjukkan kandungan vitamin A tertinggi pada perlakuan dengan penambahan 5% tepung daun katuk dan 5% tepung daun murbei, yaitu sebesar 0,336 mg/100g. Perlakuan ini mengandung provitamin A 1171,50 µg dan lebih tinggi dari pada kandungan provitamin A perlakuan kontrol yang hanya sebesar 644,21 µg. Agustini (2011) menyatakan kandungan provitamin A dalam tepung daun katuk dan tepung daun murbei terakumulasi dan saling memberikan kontribusi pada peningkatan kandungan vitamin A pada kuning telur dan menunjukkan bahwa kandungan provitamin A dalam ransum terdeposisi pada kuning telur.

Wardiny (2006) menunjukkan penggunaan tepung daun mengkudu dalam ransum ayam petelur dapat meningkatkan kandungan vitamin A telur ayam. Penggunaan 9% tepung daun mengkudu dapat menghasilkan vitamin A kuning telur ayam 3413 IU/100g atau 1,16 mg/100g, sedangkan ayam yang tidak diberi tepung daun mengkudu hanya menghasilkan vitamin A kuning telur ayam 2038 IU/100g atau 0,693 mg/100g. Wardiny (2006) menyatakan peningkatan vitamin A disebabkan oleh kandungan beta-karoten tepung daun mengkudu 161 ppm atau 16,1 mg/100g, sehingga konsumsi provitamin A lebih tinggi dari perlakuan lainnya dan menghasilkan vitamin A kuning telur ayam yang tinggi.

Asam Lemak Kuning Telur

Asam lemak dapat dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap diantara rantai atom karbon. Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mempunyai ikatan rangkap sedangkan asam lemak yang mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap disebut dengan asam lemak tidak jenuh. Produk hewan, salah satunya telur umumnya

12 mengandung sejumlah besar lemak jenuh, misalnya palmitat dan stearat, serta asam lemak tunggal tidak jenuh, misalnya oleat dan sedikit asam lemak tidak jenuh ganda. Komposisi asam lemak pada telur adalah palmitat 25%, stearat 10%, oleat 50%, linoleat 10%, linolenat 2%, dan arachidonat 3% (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).

Penelitian mengenai asam lemak kuning telur ayam arab sudah pernah dilakukan. Penelitian Suliyah (2010) menunjukkan asam lemak yang paling banyak ditemukan pada kuning telur ayam arab adalah palmitat (20,552%-23,504%), oleat (40,774%-45,241%), dan linoleat (14,194%-16,807%).

Asam lemak pada produk ternak juga dapat dipengaruhi oleh serat kasar dalam ransum. Hasil penelitian Widjaja (2005), dengan pemberian solid sawit dalam ransum yang mengandung serat kasar 12,21% dapat menyebabkan kadar asam lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda meningkat. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal dengan konfigurasi cis merupakan asam lemak yang relatif stabil dan dapat menurunkan level kolesterol, serta tidak menyebabkan tumor. Hasil penelitian Widjaja (2005), juga memperlihatkan bahwa pemberian solid sawit dapat menyebabkan kadar asam lemak jenuh, yaitu palmitat menurun. Asam lemak jenuh ini merupakan asam lemak yang berbahaya bagi kesehatan tubuh karena jika dikonsumsi terlalu banyak akan menyebabkan tubuh menjadi gemuk.

Beta-Karoten

Beta-karoten merupakan provitamin A yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Beta-karoten dapat menonaktifkan zat kimia reaktif seperti oksigen singlet, sensitizers triplet fotokimia, dan radikal bebas (McDowell, 2000). Beta- karoten juga merupakan salah satu karotenoid yang memberikan warna kuning, jingga, dan merah, sehingga dapat berfungsi sebagai pigmen kuning telur. Beta- karoten juga mampu menghambat kerja enzim HMG-KoA (hidroksimetil glutaril- KoA) reduktase yang berperan dalam pembentukan mevalonat pada proses biosintesis kolesterol (Stocker, 1993).

Sudha et al. (2009) menyatakan enzim HMG-KoA (hidroksimetil glutaril- KoA) reduktase merupakan kunci reaksi dalam biosintesis kolesterol. Penghambatan enzim HMG KoA (hidroksimetil glutaril-KoA) reduktase dapat membatasi enzim biosintesis kolesterol, mengurangi low-density lipoprotein (LDL), very low-densitu lipoprotein (VLDL), dan trigliserida. Penghambatan enzim HMG-KoA

(hidroksimetil glutaril-KoA) redukrase dapat membatasi kerja enzim dalam pembentukan mevalonat, sehingga dapat mengurangi sintesis kolesterol intraseluler yang disintesis di hati. Secara singkat, dapat dilihat pada Gambar 3.

13 Beta-Karoten dapat menghambat kerja enzim HMG-KoA reduktase*

HMG-Koa reduktase merupakan enzim untuk pembentukan mevalonat *

Mevalonat berfungsi untuk biosintesis kolesterol di hati **

Kolesterol kuning telur disintesis di hati**

Penghambatan enzim HMG-Koa oleh beta-karoten dapat mengurangi sintesis kolesterol di hati **

Gambar 3. Peran Beta-Karoten terhadap Kolesterol Kuning Telur Sumber: *) Stocker (1993) dan **) Sudha et al. (2009)

Sumber beta-karoten dalam ransum petelur biasanya berasal dari jagung. Jagung memiliki kandungan beta-karoten sebesar 33 mg/kg atau 3,3 mg/100g (Nuraini et al., 2008). Kandungan beta-karoten tepung kulit pisang uli yang digunakan pada penelitian ini sebesar 5,127 mg/100g (Hasil analisa beta-karoten Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, IPB).

Serat Kasar

Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan dapat mengurangi bobot badan karena serat dalam pakan akan tinggal di saluran pencernaan dalam waktu yang singkat, sehingga absorbsi zat makanan berkurang. Pakan yang mengandung serat kasar yang relatif tinggi biasanya mengandung kalori yang rendah, kadar gula, dan kadar lemak yang rendah. Hal ini menunjukkan konsumsi serat kasar juga dapat membantu menurunkan kadar gula darah dan lemak dalam tubuh. Tingginya serat kasar yang dikonsumsi, dapat menyebabkan gangguan absorbsi lemak. Lemak bergerak melewati usus halus secara cepat sehingga lemak tidak dihidrolisis secara efisien oleh beberapa enzim. Hal ini mengakibatkan hampir seluruh lemak makanan tidak diabsorbsi dan diekskresikan keluar (Piliang dan Djojosoebagio, 2006).

14 Pengaruh serat kasar terhadap kandungan kolesterol telah ditunjukkan oleh penelitian Widjaja (2005), yaitu pemberian solid sawit hingga 37,5% dalam ransum dengan kandungan serat kasar ransum 12,21% dapat menurunkan kolesterol pada daging dan hati ayam broiler, yaitu dari 1,18 menjadi 0,98 mg/100ml dan dari 2,20 menjadi 1,91 mg/100ml. Widjaja (2005) menyatakan hal ini terjadi karena serat tersebut akan merusak misell-misell dalam usus sehingga meningkatkan ekskresi lemak dan kolesterol melalui feses.

Serat kasar dapat menghambat biosintesis kolesterol di hati. Hasil fermentasi serat dalam usus besar mempunyai kemampuan untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dengan jalan menekan aktivitas enzim HMG-KoA (hidroksimetil glutaril-KoA) reduktase. Enzim ini berperan penting dalam sintesis kolesterol dalam hati karena serat makanan yang mudah larut akan mengikat kolesterol yang berasal dari makanan dan hasil produksi tubuh yang masuk ke dalam tubuh melalui getah empedu (Widjaja, 2005).

Dokumen terkait