• Tidak ada hasil yang ditemukan

Virus influensa adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang. Virus influensa merupakan nama generik dalam keluarga Orthomyxoviridae (Mohamad 2007). Menurut Radji (2006), keluarga Orthomyxoviridae terdiri dari dua genus influenzavirus A dan B, yang mempunyai dua spesies, yaitu virus influensa A dan virus influensa B, dan genus influenzavirus C, yang mempunyai satu spesies, yaitu virus influensa C. Menurut Mohamad (2007), Virus influensa tipe A, B, dan C dibedakan berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix proteinnya. Virus tipe A yang menyerang unggas memiliki antigen HA sebanyak 16 pasang yaitu H1-H16 dan 9 antigen NA, yaitu N1-N9 yang dapat berubah-rubah bentuk. Virus tipe A paling ganas yaitu H5N1 yang juga terbukti dapat menular dari unggas ke manusia ternyata juga dapat menular ke singa, harimau, dan kucing rumahan yang diberi makan daging unggas mentah yang terkontaminasi virus tersebut.

Ciri virion dari virus influensa A adalah bulat dan berdiameter sekitar 100 nm. Genomnya terdiri dari 8 segmen yang mengkode 10 protein. Protein matriks yang terbanyak adalah protein matriks (M1), tersusun dari banyak monomer kecil serupa yang terkait dengan permukaan bagian dalam lapisan ganda lemak dari amplop. Protein kecil lain yaitu protein matriks (M2) tersusun dari sejumLah kecil cetakan dan menonjol sebagai pori-pori melewati membran, merupakan tempat bekerjanya obat amantidin (Horimoto dan Kawaoka 2001).

Karakteristik virus ini berkapsul dan mengandung glikoprotein yang merupakan antigen permukaan. Terdapat 2 jenis protein permukaan yaitu Hemaglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Hemaglutinin bersifat mengaglutinasi sel darah merah dan berfungsi untuk melekat, menginvasi sel hospes dan kemudian bereplikasi. Neuraminidase merupakan suatu enzim untuk memecahkan ikatan partikel virus sehingga virus baru terlepas dan dapat menginfeksi sel baru yang lain. Protein polimerase RNA-PB1, PB2, dan PA berkaitan dengan ribonuklease nucleocapsid (NP). Protein NP dan matrix 1 (M1) menentukan kekhasan spesies, yaitu protein ini membedakan antar virus influensa

A dan B, tetapi antibodi terhadap mereka tidak bersifat melindungi, walaupun keduanya merangsang kekebalan diperantarai sel (Peiris et al. 2004).

Virus influensa pada unggas bereplikasi di saluran pencernaan (De jong MD 2005) dan pernafasan (Peiris et al. 2004), sehingga virus lebih mudah diisolasi di kloaka. Infeksi oleh virus influensa yang virulen adalah terjadinya viremia yang berlanjut dengan infeksi umum. Lesi berdarah dapat terjadi pada organ jeroan dan juga pada jengger dari ayam dan kalkun. Influensa unggas sering menjadi lebih serius dengan adanya infeksi virus atau bakteri sekunder oportunitis (Peiris et al. 2004).

Masa inkubasi dari virus influensa unggas beragam dari beberapa jam sampai beberpa hari, tergantung kepada dosis virus, virulensi galur, dan spesies inang. Infeksi virus influensa yang sangat virulen pada ayam dan kalkun ditandai oleh mortalitas tingi dan tiba-tiba, terhentinya produksi telur, gejala gangguan pernafasan, lakrimasi berlebihan, sinusitis, kebengkakan kepala dan muka, kebiruan terutama tampak pada jengger, dan diare. Virus yang kurang virulen, dapat menimbulkan kerugian besar khususnya pada kalkun. Menyebabkan penurunan produksi telur, penyakit pernafasan, anoreksia, depresi, dan sinusitis. Kadang-kadang hanya dari beberapa tanda-tanda itu yang tampak. Tanda klinis dapat diperparah oleh infeksi sekunder (misalnya oleh penyakit Newcastle Disease dan berbagai bakteri serta mikoplasma), penggunaan vaksin virus hidup, atau cekaman lingkungan (ventilasi yang jelek dan populasi yang terlalu padat). Pada itik piaraan, gejala yang paling kerap adalah sinusitis, dan kematian meningkat (Peiris et al. 2004).

Ayam Broiler

Ayam peliharaan dewasa ini (Gallus domesticus) merupakan keturunan ayam hutan. Kasus flu burung didapatkan pada ayam ras dan ayam lokal dengan pemeliharaan intensif ataupun tidak. Unggas peka selain ayam yaitu: burung puyuh, burung unta, dan kalkun. Unggas air dan burung liar menjadi sumber penularan bagi unggas yang peka (Mohamad 2007).

Cikal bakal ayam broiler berasal dari persilangan antara jantan bangsa White Cornish dari Inggris dan betina bangsa White Plymouth Rock dari Amerika. Strain ayam broiller yang banyak dijual dan dipelihara di Indonesia antara lain: Cobb,

Hubbard, Ross, Lohman, Avian, Arbor Acres, Hi-bro dan ISA Vedette. Strain ayam broiler yang paling banyak dikembangkan di dunia yaitu strain Cobb, karena galur ini memiliki keunggulan khusus dibanding galur lainnya. Keunggulan tersebut diantaranya: memiliki pertumbuhan lebih cepat, daging dada lebih banyak dan konversi ransum paling rendah (Hadi 2006).

Menurut Prambudi (2007), ayam broiler galur Cobb merupakan bagian dari Broiler moderen dimana mampu berkembang dengan cepat (fast growth) sehingga apabila kecukupan nutrisi untuk pembentukan otot dan tulang tidak terpenuhi maka akan muncul gejala-gejala kelumpuhan atau leg problem.

Dewasa ini, terdapat banyak sekali ayam hasil perbaikan mutu genetis sesuai dengan tujuan pemeliharaannya. Pengetahuan mengenai klasifikasi dan pengenalan jenis diperlukan untuk memahami karakteristik masing-masing jenis ayam. Klasifikasi adalah sistem pengelompokan jenis-jenis ternak berdasarkan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan karakteristik. Pada ternak ayam, klasifikasi dapat digolongkan berdasarkan tiga cara, yaitu taksonomi zoologi, buku standar The American Standar of Perfection, tujuan pemeliharaan atau tipe ayam. Berdasarkan kondisi perkembangan peternakan ayam di Indonesia, ayam di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi ayam ras dan ayam lokal (Suprijatna et al. 2008).

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam ras atau ayam broiler strain Cobb. Ayam ras adalah jenis ayam dari luar negeri yang bersifat unggul sesuai dengan tujuan pemeliharaan karena telah mengalami perbaikan mutu genetis. Jenis ayam ini dua tipe, yaitu tipe pedaging dan tipe petelur. Ayam broiler adalah ayam penghasil daging yang dipelihara sampai umur 6–7 minggu dengan berat 1.5 – 2.0 kg dan konversi pakan 1.9–2.25. Performa ayam adalah pencerminan dari keseluruhan aktivitas organ tubuh. Untuk mencapai performa optimal, diperlukan manajemen pemeliharaan yang baik dari peternak sehingga dan menghasilkan produksi maksimal (Suprijatna et al. 2008).

Sirih Merah (Piper crocatum)

Sirih Merah merupakan tanaman yang tumbuh menjalar. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai berbentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata dan permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm. Di setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo 2005).

Gambar 2. Sirih merah (Sudewo 2005) Taksonomi sambiloto berdasarkan ITIS (2011) adalah: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum

Daun Sirih Merah mengandung senyawa fitokimia yakni alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid. Sirih Merah sejak dulu telah digunakan oleh masyarakat yang berada di Pulau Jawa sebagai obat untuk meyembuhkan berbagai jenis penyakit dan merupakan bagian dari acara adat (Balitro 2007).

Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam Sirih Merah memiliki khasiat sebagai berikut: Senyawa flavonoid dan polivenol berfungsi sebagai antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan antiflamasi. Senyawa alkaloid pada sirih merah juga dapat dimanfaatkan sebagai penghambat pertumbuhan sel-sel kanker.  Piperin terkandung dalam senyawa fitokimia alkaloid. Khasiat dari piperin pada sirih merah adalah menurunkan suhu tubuh, antiinflamasi, antidepresi, hepatoprotektif, dan antitumor. Piperin bisa berperan sebagai imunomodulator dengan meningkatkan respon humoral (Pathak dan Khandelwal 2006).

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Sambiloto dengan nama ilmiah Andrographis paniculata Nees adalah tumbuhan semusim yang termasuk dalam suku Acanthaceae. Sambiloto merupakan salah satu jenis tanaman herbal yang umumnya dikenal dengan sebutan “king of bitters”, tumbuh secara luas di Asia Selatan, India, Srilanka, Pakistan, Malaysia, banyak dibudidayakan di India, Cina, dan Thailand. Daun dan akarnya telah dipakai berabad-abad yang lalu untuk pengobatan tradisional, dalam cerita-cerita rakyat di Asia dan eropa, sambiloto banyak digunakan untuk pengobatan penyakit atau suplemen kesehatan (Jarukamjorn dan Nemoto 2008).

Sambiloto merupakan herba tegak yang tumbuh secara alami di daerah dataran rendah hingga ketinggian ± 1600 meter dpl. Habitat sambiloto ialah di tempat terbuka seperti ladang, pinggir jalan, tebing, saluran atau sungai, semak belukar, di bawah tegakan pohon jati atau bambu (Mahendra 2005). Menurut Jarukamjon dan Nemoto (2008), sambiloto tumbuh tegak hingga ketinggian antara 30-100 cm di tempat teduh dan lembab dengan daun gundul dan bunga putih dengan bintik ungu pada kelopak. Batangnya berwarna hijau gelap berbentuk segiempat dengan alur memanjang.

Gambar 3. Sambiloto (dinkes.gorontalo.web.id). Taksonomi sambiloto berdasarkan ITIS (2011) adalah:

Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales Famili : Acanthaceae Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Nees

Bagian tanaman sambiloto yang digunakan adalah daun. Daun sambiloto mengandung saponin, flavonida, dan tanin. Berdasarkan penelitian, sambiloto termasuk tanaman yang kaya dengan berbagai kandungan kimia, antara lain deoxy-andro-grapholide, andrographolide (zat pahit), neoandro-grapholide, 14- deoxy-11, 12 didehydroanrographolide, dan homoandrographolide. Flavonoid dari akar mengandung polymethoxyflavone, andrographin, panicolin, mono- omethylwithin, apigenin-7, 4-dimethyl ether, alkane, ketone, aldehyde, kalium, kalsium, natrium, asam kresik, dan damar. Kandungan lain yaitu andrografolid kurang dari 1%, kalmegin (zat amorf), dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit (Radhika et al. 2012).

Ketika dikonsumsi secara oral, andrografolid terakumulasi di organ pencernaan. Studi farmakokinetik menjelaskan bahwa andrografolid diabsorpsi cepat dalam sistem metabolisme tikus dan manusia, 90% dieliminasi dalam waktu 48 hari. Sepuluh metabolit dari andrografolid diubah sebagai sulfonate, campuran sulfat ester, dan analog andrografolid, terisolasi dalam urin, feces, dan usus halus tikus setelah diadministrasi secara oral. Sementara pada manusia, isolat metabolit

andrografolid terdapat pada urin adalah sulfat, cystein s-conjugate, danconjugate glucuronide (Jarukamjorn dan Nemoto 2008).

Sambiloto memiliki efek farmakologi seperti imunostimulan (meningkatkan kekebalan tubuh), antibiotik, antipiretik (penurun panas), antiinflamasi, hepatoprotektor, hipotensif, hipoglikemik, antibakteri, anti radang saluran pernafasan, serta meradian jantung dan paru-paru (Mahendra 2005).

Adas (Foeniculum vulgare)

Adas sering dijumpai sebagai tanaman pekarangan mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1800 m dpl. Tinginya antara 0.5-3 m. Batangnya beralur yang jika memar akan berbau harum. Pertumbuhan batangnya tegak. Daunnya halus dengan susunan berbagai menyirip dan berseludang putih. Buah berusuk- rusuk sangat nyata dengan panjang 4-6 mm dan berbau harum. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji atau pemisahan anakan (Mursito 2002).

Gambar 3. Tanaman adas dan biji tanaman adas (BBP2PT Surabaya). Taksonomi adas berdasarkan ITIS (2011) adalah:

Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Apiales Famili : Apiaceae Genus : Foeniculum

Spesies : Foeniculum vulgare

Bagian tanaman yang dimanfaaatkan adalah buah yang telah masak. Kandungan zat aktif adas adalah minyak atsiri (1-6%) yang terdiri dari anetol,

fenkon, pinen, limonen, dipenten, felandrenmetil kavikol, anisaldehid, kandungan lainnya adalah flavonoid dan minyak lemak (Maryani dan Kristiana 2004). Menurut Mursito (2002), Kandungan minyak atsiri pada buah adas dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba maupun memberikan aroma harum. Aroma harum ini disebabkan oleh adanya kandungan limonen. Sementara kandungan flavonoid dapat berkhasiat sebagai antiradang. Disamping itu, bahan aktif dalam buah adas dapat membantu pengeluaran angin dari tubuh (karminatif), memperlancar pengeluran air seni (diuretik), serta mengurangi batuk dan diare.

Limpa

Limpa adalah tempat utama respon imun terhadap imunogen dalam darah. limpa merupakan organ limfoid sekunder. Limpa mengandung dua jenis jaringan utama yaitu pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah berperan dalam destruksi eritrosit yang sudah tua, walaupun bagian ini juga mengandung makrofag, trombosit, dan limfosit. Pulpa putih limpa adalah jaringan limfoid padat yang tersusun mengelilingi arteriol sentral. Susunan arteriol sentral tersebut sering disebut Periarteriolar Lymphoid Sheat (PALS). PALS mengandung daerah- daerah sel B dan sel T, yang tersusun membentuk folikel-folikel atau agregat sel (Price dan Wilson 2006 ).

Aliran darah dari limpa datang melalui arteri lienalis, yang bercabang- cabang secara progresif menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih halus. Saat terbagi menjadi arteriol, cabang-cabang tersebut mengalirkan isinya ke dalam sinusoid-sinusoid vaskular yang kemudian mengalir ke sistem vena. Disain sistem vaskular limpa yang seperti ini menghasilkan keterkaitan yang erat antara darah dan jaringan limpa sehingga terjadi interaksi yang erat antara imunogen- imunogen di dalam darah dan sel-sel sistem imun (Price dan Wilson 2006).

Setelah mengalir melalui jaringan kapiler limpa, pembuluh darah menyatu kembali menjadi venula dan darah dialirkan ke hati melalui sistem aliran darah portal hepatika. Sewaktu darah melewati limpa, makrofag yang terdapat disana bekerja sebagai fagosit untuk membersihkan darah dari sel debris dan mencerna mikroorganisme. Makrofag menyajikan potongan-potongan mikroorganisme yang

telah dicerna oleh limfosit B dan T didekatnya, sehingga memicu respon imun (Corwin 2009).

Bursa Fabricius

Bursa Fabricius adalah organ limfoid primer yang terdapat pada unggas, tetapi tidak pada mamalia (Tabeekh dan Mayah 2009). Struktur bursa terdiri atas sel limfoid yang dikelilingi jaringan epitel. Jaringan epitel ini membatasi suatu kantung berongga yang dihubungkan dengan kloaka oleh suatu saluran. Di bagian dalam kantong ini, terdapat lipatan besar epitel yang menjulur ke dalam lumen dan pada lipatan tersebut banyak terdapat folikel sel limfoid (Olàh dan Vervelde 2008).

Setiap folikel limfoid terdiri atas korteks dan medula. Korteks mengandung limfosit, sel plasma, dan makrofag. Pada pertemuan kortiko-medular terdapat membran basal dan jaringan-jaringan kapiler yang bagian dalamnya adalah sel epitelial. Sel epitelial medula ini sering menunjukan mitosis dan mengarah ke tengah digantikan oleh limfosit dan limfoblas (Olàh dan Vervelde 2008).

Bursa Fabricius merupakan pusat kekebalan humoral yang menghasilkan sel B. Sel B memiliki dua fungsi esensial yaitu berdiferensiasi menjadi sel plasma dan merupakan salah satu kelompok Antigen Precenting Cell (APC) (Liu et al. 2012). Fase pertama pematangan sel B bersifat independen-antigen. Fase pertama berlangsung di sumsum tulang, sel bakal mula-mula berkembang menjadi sel pra- B dan kemudian menjadi sel B yang memperlihatkan imunoglobulin M (igM) di permukaannya. Baik IgM maupun IgD di permukaan sel B dapat merupakan resetor epitop (Price dan Wilson 2006).

Fase kedua disebut fase dependen-antigen. Sel B berinteraksi dengan suatu imunogen, menjadi aktif, dan menjadi sel plasma yang mampu menghasilkan antibodi. Sel B yang bereaksi dengan imunogen akan merangsang sel untuk berproliferasi dan membentuk suatu klona sel. Sel klona tersebut akan mengalami pematangan menjadi sel plasma. Sel plasma akan mengeluarkan imunoglobulin yang spesifik untuk imunogen yang pertama kali memicu perubahan ini (Price dan Wilson 2006).

Timus

Timus adalah organ yang memiliki banyak pembuluh darah dan pembuluh limfatik yang mengalirkan isinya ke kelenjar-kelenjar getah bening mediastinum. Timus memiliki korteks di sebelah luar dan medula di sebelah dalam. Korteks mengandung banyak timosit. Timosit adalah limfosit T atau sel T yang datang dari sumsum tulang melalui aliran darah dan berada dalam berbagai stadium perkembangan. Medula lebih jarang diisi oleh sel, pada medula terdapat badan hassall, yaitu kelompok-kelompok sel epitel yang tersususn rapat sebagai tempat degenerasi sel (Price dan Wilson 2006).

Menurut Price dan Wilson (2006), timus pada hewan umur muda, bersifat sangat aktif yang secara normal mengalami involusi menjelang pubertas dan bertambahnya umur. Proses involusi ditandai dengan berkurangnya secara bertahap limfosit terutama didaerah korteks, pembesaran dari sel-sel epitel retikuler dan parenkim diganti oleh sel-sel lemak. Timus pada hewan dewasa terdiri dari jalur-jalur tipis parenkim dimana banyak sel-sel retikuler epitel membesar yang dikelilingi jaringan lemak.

Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama yaitu fungi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator dilakukan oleh sel T helper, dikenal sebagai sel Cluster of Differentiation 4 (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan sitokin untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B, pengaktifan sel T lain, dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik, dikenal sebagai sel CD8. Sel CD8 mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan transplantasi dengan menyuntikan zat kimia yang disebut perforin (Perez et al. 2012).

Saat mencapai timus, sel-sel T imatur tidak memiliki reseptor pengikat epitop dan protein CD4 atau CD8. Peran reseptor epitop di sel T imatur adalah mengikat epitop antigenik. Peran sel CD4 dan CD8 pada sel T matang adalah untuk menstabilkan interaksi antara sel T dan sel lain. Dengan demikian, sel T matang yang meninggalkan timus memiliki reseptor untuk mengikat suatu epitop dan protein CD4, dikenal sebagai sel T penolong atau protein sel T CD8, dikenal sebagai sel T sitotoksik (Price dan Wilson 2006).

Sel-sel CD4 terdapat di medula timus, tonsil, dan darah. Sel CD4 memiliki empat fungsi utama yaitu fungsi regulatorik yang mengaitkan sistem monosit- makrofag ke sistem limfoid, berinteraksi dengan Antigen Precenting Cell (APC) untuk mengendalikan pembentukan imunoglobulin, menghasilkan sitokin-sitokin yang memungkinkan sel CD4 dan CD8 tumbuh, dan berkembang menjadi sel pengingat. Sel-sel CD8 melakukan dua fungsi efektor utama yaitu hipersensitivitas tipe lambat dan sitotoksitas. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat imunogen organisme intrasel seperti fungi atau miobakteri menimbulkan suatu respon alergi (Sharma 2012).

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010-April 2011 di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH IPB. Ekstraksi tanaman obat dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro). Uji tantang virus AI dilakukan di laboratorium Biosafety Level 3 (BSL3) milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, tabung steril, penggiling, gelas ukur, corong pisah, sentrifus, labu penyuling, inkubator, vorteks, penangas air, tabung erlenmeyer, blender, kapas, tissue, tabung kromatografi, dan tabung destruksi.

Bahan yang digunakan adalah Day Old Chick (DOC), Virus strain H5N1/NGK/2003, tanaman Sambiloto, Adas, Sirih Merah, metanol, etanol, aseton dingin, etil asetat, kloroform, akuades, hematoksilin dan eosin.

Metode Penelitian

Ekstraksi Tanaman obat dan Pembuatan Formula

Pembuatan ekstrak tanaman obat dan formula dari tanaman Sirih Merah, Adas, dan Sambiloto telah dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) Bogor, dari mulai penyediaan bahan baku maupun ekstraksinya.

Proses ekstraksi tanaman terstandar dan pembuatan formula, terlebih dahulu dilakukan pemanenan pada bagian tanaman yang akan dimanfaatkan. Sirih Merah dan Sambiloto diambil daunnya, sedangkan Adas yang dipanen adalah buahnya. Bagian tanaman yang telah diambil kemudian diekstrak dan setiap ekstrak dari

tiga jenis bagian itu kemudian dicampur sesuai dengan kadar masing-masing bahan aktif yaitu andrografolid, anetol, dan piperin. Konsentrasi bahan aktif yang dipakai dalam pembuatan formula yaitu 5%, 7.5%, dan 10%.

Pemeliharaan Hewan Coba

Sebanyak 32 ekor ayam day old chick (DOC) pedaging strain Cobb dipelihara di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bobot badan rata-rata adalah 38 g, dibagi dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah 8 ekor DOC dengan pemberian pakan dan minum ad libitum. Pada hari pertama, ayam diadaptasikan dengan pemberian air gula selama 3 jam, selanjutnya setiap kelompok ayam selain kontrol diberikan ekstrak tanaman obat dari umur 7 hari sampai umur 28 hari. Tujuan diberikannya tanaman obat pada umur 7-28 hari agar tanaman obat bisa di metabolisme secara optimal di dalam tubuh. Aplikasi tanaman obat dengan cara dicekok. Komposisi formula ekstrak tanaman obat, yaitu sebagai berikut :

Formula A : ekstrak etanol tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing setara 5.0% dalam formula Formula B : ekstrak etanol tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid,

piperin, dan anetol masing-masing setara 7.5% dalam formula Formula C : ekstrak etanol tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid,

piperin, dan anetol masing-masing setara 10% dalam formula Komposisi gabungan dari tanaman obat di atas diharapkan bisa bekerja secara sinergis. Pemberian pakan, penggantian air minum, dan pengukuran suhu dilakukan pada pagi dan sore hari. Pemberian Vaksin Newcastle Disease (ND) pada umur 4 hari dan pemberian vaksin Infectious Bursal Disease (IBD) pada umur 14 hari. Vaksin AI diberikan pada minggu ke-3 secara intranasal dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor. Ekstrak tanaman obat diberikan lagi selama satu minggu pasca vaksinasi lalu dilanjutkan dengan pemberian air minum biasa selama satu minggu atau hingga uji tantang dengan virus AI H5N1 pada umur lima minggu. Pada tahap akhir pemeliharaan, ayam dibawa ke fasilitas Biosafety Level 3 (BSL 3) milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara di Cicadas, Gunung Putri, Bogor untuk uji tantang dengan virus AI.

Uji Tantang Virus

Ayam dibawa ke fasilitas Biosafety Level 3 (BSL 3) milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara di Cicadas, Gunung Putri, Bogor untuk uji tantang dengan virus AI strain H5N1/NGK/2003 intranasal dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor. Selama tujuh hari setelah uji tantang, ayam diamati kematiannya, untuk memperoleh dan melihat data kematian ayam pasca tantang AI H5N1. Ayam yang masih tersisa pada hari terakhir pengamatan, dieutanasi dengan cara emboli udara secara intracardial.

Pengamatan Histopatologi

Setelah dilakukan uji tantang virus H5N1 di BSL3, ayam yang mati dinekropsi dan diambil organ limfoidnya untuk pembuatan sediaan histopatologi pada gelas objek dan dilakukan pewarnaan Haematoxyline Eosin (HE).

Pengamatan histopatologi organ limpa, bursa Fabricius, dan timus dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya, perbesaran 40 X 10 (40 kali objektif dan 10 kali okuler) pada 20 kali lapangan pandang. Evaluasi terhadap perubahan mikroskopis masing-masing organ dilakukan dengan mengamati perubahan lesio. Perubahan lesio tersebut bisa dijadikan sebagai data pendukung terhadap hasil penghitungan persentase organ limfoid, dari evaluasi tersebut dapat dilihat dan

Dokumen terkait