• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas Terhadap Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi, Mortalitas, dan Performa Broiler yang Tidak Divaksin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas Terhadap Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi, Mortalitas, dan Performa Broiler yang Tidak Divaksin"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SINTA MUTIA HARPA. Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas Terhadap Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi, Mortalitas, dan Performa Broiler yang Tidak Divaksin. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan MAWAR SUBANGKIT.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh formulasi ekstrak sambiloto, sirih merah, dan Adas dalam menghambat infeksi virus Avian Influenza H5N1 pada broiler. Broiler dibagi menjadi 4 kelompok (kontrol, I, II, dan III) yang masing-masing berisi 8 ekor. Kelompok I, II, dan III diberi formulasi ekstrak tanaman obat (5%, 7.5%, dan 10%) sedangkan kontrol diberi aquades. Semua kelompok diinfeksi dengan virus AI setelah pemberian ekstrak tanaman obat. Dilakukan pengamatan pada tingkat kematian, performa, histopatologi organ limfoterikular (limpa, timus, dan bursa Fabricius), dan titer antibodi. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa 7.5% ekstrak tanaman obat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menghambat kematian dan menekan kerusakan organ limfoid dibandingkan dengan kelompok 5% dan 10%.

(2)

ABSTRACT

SINTA MUTIA HARPA. Potency of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas on Avian Influenza Virus H5N1: Histopathology, Mortality, and Performans of Broiler were Not Vaccinated. Supervised by AGUS SETIYONO and MAWAR SUBANGKIT.

The objective of this research was to study the effect of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas extract in inhibiting H5N1 avian influenza virus infection in broiler. Broiler were devided into 4 groups, each consisted of 8 chicks. Groups I, II, and III were given with herb extract (5%, 7.5%, and 10%) and control with aquadest. All groups were challenged with AI virus after being treated with herb extract. Observations were done for mortality, performans, histopathology of lymphoid organs (spleen, thymus and bursa Fabricius) and antibody titer of the chicken. The result of this study indicated that 7.5% herb extract better in its ability to inhibit mortality and reduce the damage of lymphoid organ than other treatments. Herb extract did not affect the performans of broiler.

(3)

POT

TERH

HIST

TENSI SAM

HADAP VI

TOPATOL

BROI

FAKU

INS

MBILOTO

IRUS AVI

LOGI, MO

ILER YAN

SINTA M

ULTAS KE

STITUT P

O, SIRIH

IAN INFL

ORTALIT

NG TIDA

MUTIA H

EDOKTE

ERTANIA

2012

MERAH

LUENZA H

TAS, DAN

AK DIVAK

HARPA

RAN HEW

AN BOGO

, DAN AD

H

5

N

1

: KA

(4)

ABSTRAK

SINTA MUTIA HARPA. Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas Terhadap Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi, Mortalitas, dan Performa Broiler yang Tidak Divaksin. Dibimbing oleh AGUS SETIYONO dan MAWAR SUBANGKIT.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh formulasi ekstrak sambiloto, sirih merah, dan Adas dalam menghambat infeksi virus Avian Influenza H5N1 pada broiler. Broiler dibagi menjadi 4 kelompok (kontrol, I, II, dan III) yang masing-masing berisi 8 ekor. Kelompok I, II, dan III diberi formulasi ekstrak tanaman obat (5%, 7.5%, dan 10%) sedangkan kontrol diberi aquades. Semua kelompok diinfeksi dengan virus AI setelah pemberian ekstrak tanaman obat. Dilakukan pengamatan pada tingkat kematian, performa, histopatologi organ limfoterikular (limpa, timus, dan bursa Fabricius), dan titer antibodi. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa 7.5% ekstrak tanaman obat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menghambat kematian dan menekan kerusakan organ limfoid dibandingkan dengan kelompok 5% dan 10%.

(5)

ABSTRACT

SINTA MUTIA HARPA. Potency of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas on Avian Influenza Virus H5N1: Histopathology, Mortality, and Performans of Broiler were Not Vaccinated. Supervised by AGUS SETIYONO and MAWAR SUBANGKIT.

The objective of this research was to study the effect of Sambiloto, Sirih Merah, and Adas extract in inhibiting H5N1 avian influenza virus infection in broiler. Broiler were devided into 4 groups, each consisted of 8 chicks. Groups I, II, and III were given with herb extract (5%, 7.5%, and 10%) and control with aquadest. All groups were challenged with AI virus after being treated with herb extract. Observations were done for mortality, performans, histopathology of lymphoid organs (spleen, thymus and bursa Fabricius) and antibody titer of the chicken. The result of this study indicated that 7.5% herb extract better in its ability to inhibit mortality and reduce the damage of lymphoid organ than other treatments. Herb extract did not affect the performans of broiler.

(6)

POTENSI SAMBILOTO, SIRIH MERAH, DAN ADAS

TERHADAP VIRUS AVIAN INFLUENZA H

5

N

1

: KAJIAN

HISTOPATOLOGI, MORTALITAS, DAN PERFORMA

BROILER YANG TIDAK DIVAKSIN

SINTA MUTIA HARPA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SUMBER SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas Terhadap Virus Avian Influensa H5N1: Kajian Histopatologi, Mortalitas, dan Performa Broiler yang Tidak Divaksin adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

Sinta Mutia Harpa

(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui, Pembimbing 1

drh. H. Agus Setiyono, MS. PhD. APVet NIP. 19630810 198803 1 004

Pembimbing 2

drh. Mawar Subangkit NIP. 19850522 201012 1 006

Diketahui

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

drh. H. Agus Setiyono, MS. PhD. APVet NIP. 19630810 198803 1 004

Tanggal Lulus :

Judul Skripsi : Potensi Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas Terhadap Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi, Mortalitas, dan Performa Broiler yang Tidak Divaksin

Penyusun : Sinta Mutia Harpa

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Juli 2010 ialah Potensi Sambiloto, Sirih Merah dan Adas Terhadap Virus Avian Influenza H5N1: Kajian Histopatologi, Mortalitas, dan Performa Broiler yang Tidak Divaksin. Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) antara Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Jakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada drh. H. Agus Setiyono, MS. PhD. APVet dan drh. Mawar Subangkit sebagai pembimbing. Di samping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Pak Kasnadi, Pak Soleh, Pak Endang, dan Bibi yang telah membantu di laboratorium histopatologi selama penelitian. Terimakasih kepada teman seperjuangan dalam penelitian (Wyanda, Kak Masda, Ita, dan Hazar).

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, ayahanda H. Aang Panji, ibunda Hj. Amih Haryati, dan adinda Citra Zahra Harpa atas dukungan, doa, serta nasihatnya. Terimakasih penulis ucapkan kepada sahabat-sahabat Wisma Ayu Crew, Laskar Afkar, serta teman-teman Gianuzzi 44 dan Avenzoar 45 atas kebersamaannya.

Skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan oleh karena itu penulis terbuka menerima kritik dan saran yang membangun guna penulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 13 Oktober 1989 dari ayah H. Aang Panji dan ibu Hj. Amih Haryati serta adik Citra Zahra Harpa. Pendidikan formal dimulai dengan SDN Neglasari Subang, SMPN 1 Subang, dan lulus SMAN 1 Subang pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa prog sarjana Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Saringan Masuk IPB (USMI), setahun kemudian penulis masuk ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Manfaat ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Virus Flu Burung ... 4

Ayam Broiler ... 5

Sirih Merah (Piper crocatum) ... 7

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) ... 8

Adas (Foeniculum vulgare) ... 10

Limpa ... 11

Bursa Fabricius ... 12

Timus ... 12

METODOLOGI PENELITIAN ... 15

Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Alat dan Bahan ... 15

Metode Penelitian ... 15

Ekstraksi Tanaman obat dan Pembuatan Formula ... 15

Pemeliharaan Hewan Coba ... 16

Uji Tantang Virus ... 17

(13)

Perhitungan Persentase Organ Limfoid ... 17

Analisis Data... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Data Mortalitas ... 20

Data Bobot Badan ... 22

Pengamatan Histopatologi Organ Limforetikular ... 23

Limpa ... 23

Bursa Fabricius ... 27

Timus ... 30

Pemeriksaan Serologis ... 32

SIMPULAN DAN SARAN ... 34

Simpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Data Mortalitas ayam broiler yang diberi ekstrak tanaman obat

selama 21 hari setelah uji tantang virus AI H5N1/NGK/2003

dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor... 21 2 Bobot badan ayam rata-rata (g) diukur per minggu yang diberi

ekstrak tanaman obat selama 21 haridan diuji tantang virus AI H5N1/NGK/2003 dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor... 22 3 Persentase pulpa putih pada limpa ayam yang diberi ekstrak

tanaman obat selama 21 harisetelah uji tantang virus AI strain H5N1/NGK/2003 dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor... 24 4 Persentase Bursa Fabricius pada Ayam yang diberi ekstrak

tanaman obat selama 21 harisetelah uji tantang virus AI strain H5N1/NGK/2003 dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor... 27 5 Persentase Timus pada Ayam yang diberi ekstrak tanaman obat

selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1/NGK/2003 dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor... 30 6 Hasil uji serologis ayam broiler yang diberi ekstrak tanaman obat

selama 21 hari setelah uji tantang virus AI H5N1/NGK/2003

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tanaman Sirih Merah... 7 2 Tanaman Sambiloto... 9 3 Tanaman Adas... 10 4 Histopatologi Limpa yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21

hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1, Pewarnaan HE, A (Kontrol, 5 hari pasca infeksi/p.i, diberi akuades), B (kelompok I, 5 hari p.i, tanaman obat 5%), C (kelompok II, 7 hari p.i, tanaman obat 7.5%), D (kelompok III, 4 hari p.i, tanaman obat 10%)... 25 5 Histopatologi bursa Fabricius yang diberi ekstrak tanaman obat

selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1, Pewarnaan HE, A (Kontrol, 5 hari p.i), diberi akuades), B (kelompok I, 5 hari p.i, tanaman obat 5%), C (kelompok II, 7 hari p.i, tanaman obat 7.5%), D (kelompok III, 4 hari p.i, tanaman obat 10%)... 28 6 Histopatologi Timus yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir, perhatian dunia kesehatan terpusat kepada semakin merebaknya penularan Avian Influenza A (H5N1). Meningkatnya kasus infeksi H5N1 yang menyebabkan kematian pada manusia sangat dikhawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya bagi manusia. Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus influensa A telah menghantui manusia. Berbagai variasi mutasi subtipe virus influensa A yang menyerang manusia, telah menyebabkan pandemi. Kewaspadaan global terhadap wabah pandemi flu burung mendapatkan perhatian yang serius (Radji 2006).

Globalisasi sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit hewan menular dari suatu wilayah ke wilayah yang lainnya. Penyebaran penyakit dapat terjadi akibat terbawanya bibit penyebab penyakit melalui media pembawa. Media pembawa dapat berupa komoditas hewan atau produk hewan yang dilalulintaskan antarnegara, baik yang diperdagangkan lewat pengiriman maupun sebagai barang bawaan. Globalisasi menyebabkan merebaknya wabah panzootik. Contoh wabah panzootik adalah merebaknya penyakit Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI), yang lebih dikenal dengan istilah penyakit flu burung. Tahun 2003–2004 silam menyebabkan kematian unggas hingga jutaan ekor. Akibatnya, kerugian ekonomi yang cukup besar pun diderita para ternak dan pemerintah dibeberapa belahan benua di dunia seperti Eropa, Amerika, dan Asia. Selain mengakibatkan kerugian ekonomi, HPAI juga menyerang manusia (zoonosis) dan menyebabkan kematian (Baraniah 2002).

(18)

Penyakit flu burung atau flu unggas (AI) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus AI jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.

Bulan Januari 2004, dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Awalnya, kematian tersebut diduga karena virus Newcastle Disease, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus AI. Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 provinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4.77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah provinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Bulan Juli 2005, penyakit flu burung telah merenggut tiga nyawa warga Tangerang Banten, hal ini didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes Jakarta dan laboratorium rujukan WHO di Hongkong.

Wabah AI yang sangat patogen secara keseluruhan dapat mengakibatkan kehancuran bagi industri ternak unggas, apalagi bagi peternak individual, di wilayah yang terserang. Kerugian ekonomis biasanya hanya sebagian yang secara langsung diakibatkan oleh kematian unggas yang terinfeksi H5N1. Berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah penyebaran lebih lanjut juga memerlukan biaya yang besar. Bagi negara berkembang yang memerlukan unggas dan telur sebagai sumber utama protein, dampak wabah ini terhadap keadaan gizi rakyatnya juga sangat besar. Sekali wabah sudah meluas, pengendaliannya semakin sulit dilakukan dan mungkin memerlukan waktu sampai bertahun-tahun (Mohamad 2007).

Hingga saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk mencegah penyakit AI pada manusia. Vaksin yang tersedia hanya untuk ternak. Meski demikian vaksin influensa yang biasa dipakai untuk mencegah flu manusia dapat diberikan pada orang dengan risiko tinggi (Kumala 2005).

(19)

banyak yang resisten terhadap golongan amantadin dan rimantadin yang umum dipakai untuk pengobatan influensa, tetapi masih sensitif terhadap oseltamivir dan zanamivir (Kumala 2005).

Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pengaruh Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas terhadap potensi virus khususnya virus flu burung. WHO merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan penyakit. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (WHO 2008). Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Sambiloto (bagian daunnya), Sirih Merah (bagian daunnya), dan Adas (bagian buahnya) terhadap infeksi virus AI H5N1 pada ayam broiler yang tidak mendapat vaksinasi dengan mengamati performa, mortalitas, dan gambaran histopatologi organ limforetikular (limpa, timus, dan bursa Fabricius).

Manfaat

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Flu Burung

Virus influensa adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang. Virus influensa merupakan nama generik dalam keluarga Orthomyxoviridae (Mohamad 2007). Menurut Radji (2006), keluarga Orthomyxoviridae terdiri dari dua genus influenzavirus A dan B, yang mempunyai dua spesies, yaitu virus influensa A dan virus influensa B, dan genus influenzavirus C, yang mempunyai satu spesies, yaitu virus influensa C. Menurut Mohamad (2007), Virus influensa tipe A, B, dan C dibedakan berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix proteinnya. Virus tipe A yang menyerang unggas memiliki antigen HA sebanyak 16 pasang yaitu H1-H16 dan 9 antigen NA, yaitu N1-N9 yang dapat berubah-rubah bentuk. Virus tipe A paling ganas yaitu H5N1 yang juga terbukti dapat menular dari unggas ke manusia ternyata juga dapat menular ke singa, harimau, dan kucing rumahan yang diberi makan daging unggas mentah yang terkontaminasi virus tersebut.

Ciri virion dari virus influensa A adalah bulat dan berdiameter sekitar 100 nm. Genomnya terdiri dari 8 segmen yang mengkode 10 protein. Protein matriks yang terbanyak adalah protein matriks (M1), tersusun dari banyak monomer kecil serupa yang terkait dengan permukaan bagian dalam lapisan ganda lemak dari amplop. Protein kecil lain yaitu protein matriks (M2) tersusun dari sejumLah kecil cetakan dan menonjol sebagai pori-pori melewati membran, merupakan tempat bekerjanya obat amantidin (Horimoto dan Kawaoka 2001).

(21)

A dan B, tetapi antibodi terhadap mereka tidak bersifat melindungi, walaupun keduanya merangsang kekebalan diperantarai sel (Peiris et al. 2004).

Virus influensa pada unggas bereplikasi di saluran pencernaan (De jong MD 2005) dan pernafasan (Peiris et al. 2004), sehingga virus lebih mudah diisolasi di kloaka. Infeksi oleh virus influensa yang virulen adalah terjadinya viremia yang berlanjut dengan infeksi umum. Lesi berdarah dapat terjadi pada organ jeroan dan juga pada jengger dari ayam dan kalkun. Influensa unggas sering menjadi lebih serius dengan adanya infeksi virus atau bakteri sekunder oportunitis (Peiris et al. 2004).

Masa inkubasi dari virus influensa unggas beragam dari beberapa jam sampai beberpa hari, tergantung kepada dosis virus, virulensi galur, dan spesies inang. Infeksi virus influensa yang sangat virulen pada ayam dan kalkun ditandai oleh mortalitas tingi dan tiba-tiba, terhentinya produksi telur, gejala gangguan pernafasan, lakrimasi berlebihan, sinusitis, kebengkakan kepala dan muka, kebiruan terutama tampak pada jengger, dan diare. Virus yang kurang virulen, dapat menimbulkan kerugian besar khususnya pada kalkun. Menyebabkan penurunan produksi telur, penyakit pernafasan, anoreksia, depresi, dan sinusitis. Kadang-kadang hanya dari beberapa tanda-tanda itu yang tampak. Tanda klinis dapat diperparah oleh infeksi sekunder (misalnya oleh penyakit Newcastle Disease dan berbagai bakteri serta mikoplasma), penggunaan vaksin virus hidup, atau cekaman lingkungan (ventilasi yang jelek dan populasi yang terlalu padat). Pada itik piaraan, gejala yang paling kerap adalah sinusitis, dan kematian meningkat (Peiris et al. 2004).

Ayam Broiler

Ayam peliharaan dewasa ini (Gallus domesticus) merupakan keturunan ayam hutan. Kasus flu burung didapatkan pada ayam ras dan ayam lokal dengan pemeliharaan intensif ataupun tidak. Unggas peka selain ayam yaitu: burung puyuh, burung unta, dan kalkun. Unggas air dan burung liar menjadi sumber penularan bagi unggas yang peka (Mohamad 2007).

(22)

Hubbard, Ross, Lohman, Avian, Arbor Acres, Hi-bro dan ISA Vedette. Strain ayam broiler yang paling banyak dikembangkan di dunia yaitu strain Cobb, karena galur ini memiliki keunggulan khusus dibanding galur lainnya. Keunggulan tersebut diantaranya: memiliki pertumbuhan lebih cepat, daging dada lebih banyak dan konversi ransum paling rendah (Hadi 2006).

Menurut Prambudi (2007), ayam broiler galur Cobb merupakan bagian dari Broiler moderen dimana mampu berkembang dengan cepat (fast growth) sehingga apabila kecukupan nutrisi untuk pembentukan otot dan tulang tidak terpenuhi maka akan muncul gejala-gejala kelumpuhan atau leg problem.

Dewasa ini, terdapat banyak sekali ayam hasil perbaikan mutu genetis sesuai dengan tujuan pemeliharaannya. Pengetahuan mengenai klasifikasi dan pengenalan jenis diperlukan untuk memahami karakteristik masing-masing jenis ayam. Klasifikasi adalah sistem pengelompokan jenis-jenis ternak berdasarkan persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan karakteristik. Pada ternak ayam, klasifikasi dapat digolongkan berdasarkan tiga cara, yaitu taksonomi zoologi, buku standar The American Standar of Perfection, tujuan pemeliharaan atau tipe ayam. Berdasarkan kondisi perkembangan peternakan ayam di Indonesia, ayam di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi ayam ras dan ayam lokal (Suprijatna et al. 2008).

(23)

Sirih Merah (Piper crocatum)

Sirih Merah merupakan tanaman yang tumbuh menjalar. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai berbentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata dan permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm. Di setiap buku tumbuh bakal akar (Sudewo 2005).

Gambar 2. Sirih merah (Sudewo 2005) Taksonomi sambiloto berdasarkan ITIS (2011) adalah: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum

(24)

Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam Sirih Merah memiliki khasiat sebagai berikut: Senyawa flavonoid dan polivenol berfungsi sebagai antioksidan, antidiabetik, antikanker, antiseptik, dan antiflamasi. Senyawa alkaloid pada sirih merah juga dapat dimanfaatkan sebagai penghambat pertumbuhan sel-sel kanker.  Piperin terkandung dalam senyawa fitokimia alkaloid. Khasiat dari piperin pada sirih merah adalah menurunkan suhu tubuh, antiinflamasi, antidepresi, hepatoprotektif, dan antitumor. Piperin bisa berperan sebagai imunomodulator dengan meningkatkan respon humoral (Pathak dan Khandelwal 2006).

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)

Sambiloto dengan nama ilmiah Andrographis paniculata Nees adalah tumbuhan semusim yang termasuk dalam suku Acanthaceae. Sambiloto merupakan salah satu jenis tanaman herbal yang umumnya dikenal dengan sebutan “king of bitters”, tumbuh secara luas di Asia Selatan, India, Srilanka, Pakistan, Malaysia, banyak dibudidayakan di India, Cina, dan Thailand. Daun dan akarnya telah dipakai berabad-abad yang lalu untuk pengobatan tradisional, dalam cerita-cerita rakyat di Asia dan eropa, sambiloto banyak digunakan untuk pengobatan penyakit atau suplemen kesehatan (Jarukamjorn dan Nemoto 2008).

(25)

Gambar 3. Sambiloto (dinkes.gorontalo.web.id). Taksonomi sambiloto berdasarkan ITIS (2011) adalah:

Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Scrophulariales Famili : Acanthaceae Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Nees

Bagian tanaman sambiloto yang digunakan adalah daun. Daun sambiloto mengandung saponin, flavonida, dan tanin. Berdasarkan penelitian, sambiloto termasuk tanaman yang kaya dengan berbagai kandungan kimia, antara lain deoxy-andro-grapholide, andrographolide (zat pahit), neoandro-grapholide, 14 -deoxy-11, 12 didehydroanrographolide, dan homoandrographolide. Flavonoid dari akar mengandung polymethoxyflavone, andrographin, panicolin, mono-omethylwithin, apigenin-7, 4-dimethyl ether, alkane, ketone, aldehyde, kalium, kalsium, natrium, asam kresik, dan damar. Kandungan lain yaitu andrografolid kurang dari 1%, kalmegin (zat amorf), dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit (Radhika et al. 2012).

(26)

andrografolid terdapat pada urin adalah sulfat, cystein s-conjugate, danconjugate glucuronide (Jarukamjorn dan Nemoto 2008).

Sambiloto memiliki efek farmakologi seperti imunostimulan (meningkatkan kekebalan tubuh), antibiotik, antipiretik (penurun panas), antiinflamasi, hepatoprotektor, hipotensif, hipoglikemik, antibakteri, anti radang saluran pernafasan, serta meradian jantung dan paru-paru (Mahendra 2005).

Adas (Foeniculum vulgare)

Adas sering dijumpai sebagai tanaman pekarangan mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1800 m dpl. Tinginya antara 0.5-3 m. Batangnya beralur yang jika memar akan berbau harum. Pertumbuhan batangnya tegak. Daunnya halus dengan susunan berbagai menyirip dan berseludang putih. Buah berusuk-rusuk sangat nyata dengan panjang 4-6 mm dan berbau harum. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan biji atau pemisahan anakan (Mursito 2002).

Gambar 3. Tanaman adas dan biji tanaman adas (BBP2PT Surabaya). Taksonomi adas berdasarkan ITIS (2011) adalah:

Kingdom : Plantae Divisi : Tracheophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Apiales Famili : Apiaceae Genus : Foeniculum

Spesies : Foeniculum vulgare

(27)

fenkon, pinen, limonen, dipenten, felandrenmetil kavikol, anisaldehid, kandungan lainnya adalah flavonoid dan minyak lemak (Maryani dan Kristiana 2004). Menurut Mursito (2002), Kandungan minyak atsiri pada buah adas dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba maupun memberikan aroma harum. Aroma harum ini disebabkan oleh adanya kandungan limonen. Sementara kandungan flavonoid dapat berkhasiat sebagai antiradang. Disamping itu, bahan aktif dalam buah adas dapat membantu pengeluaran angin dari tubuh (karminatif), memperlancar pengeluran air seni (diuretik), serta mengurangi batuk dan diare.

Limpa

Limpa adalah tempat utama respon imun terhadap imunogen dalam darah. limpa merupakan organ limfoid sekunder. Limpa mengandung dua jenis jaringan utama yaitu pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah berperan dalam destruksi eritrosit yang sudah tua, walaupun bagian ini juga mengandung makrofag, trombosit, dan limfosit. Pulpa putih limpa adalah jaringan limfoid padat yang tersusun mengelilingi arteriol sentral. Susunan arteriol sentral tersebut sering disebut Periarteriolar Lymphoid Sheat (PALS). PALS mengandung daerah-daerah sel B dan sel T, yang tersusun membentuk folikel-folikel atau agregat sel (Price dan Wilson 2006 ).

Aliran darah dari limpa datang melalui arteri lienalis, yang bercabang-cabang secara progresif menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih halus. Saat terbagi menjadi arteriol, cabang-cabang tersebut mengalirkan isinya ke dalam sinusoid-sinusoid vaskular yang kemudian mengalir ke sistem vena. Disain sistem vaskular limpa yang seperti ini menghasilkan keterkaitan yang erat antara darah dan jaringan limpa sehingga terjadi interaksi yang erat antara imunogen- imunogen di dalam darah dan sel-sel sistem imun (Price dan Wilson 2006).

(28)

telah dicerna oleh limfosit B dan T didekatnya, sehingga memicu respon imun (Corwin 2009).

Bursa Fabricius

Bursa Fabricius adalah organ limfoid primer yang terdapat pada unggas, tetapi tidak pada mamalia (Tabeekh dan Mayah 2009). Struktur bursa terdiri atas sel limfoid yang dikelilingi jaringan epitel. Jaringan epitel ini membatasi suatu kantung berongga yang dihubungkan dengan kloaka oleh suatu saluran. Di bagian dalam kantong ini, terdapat lipatan besar epitel yang menjulur ke dalam lumen dan pada lipatan tersebut banyak terdapat folikel sel limfoid (Olàh dan Vervelde 2008).

Setiap folikel limfoid terdiri atas korteks dan medula. Korteks mengandung limfosit, sel plasma, dan makrofag. Pada pertemuan kortiko-medular terdapat membran basal dan jaringan-jaringan kapiler yang bagian dalamnya adalah sel epitelial. Sel epitelial medula ini sering menunjukan mitosis dan mengarah ke tengah digantikan oleh limfosit dan limfoblas (Olàh dan Vervelde 2008).

Bursa Fabricius merupakan pusat kekebalan humoral yang menghasilkan sel B. Sel B memiliki dua fungsi esensial yaitu berdiferensiasi menjadi sel plasma dan merupakan salah satu kelompok Antigen Precenting Cell (APC) (Liu et al. 2012). Fase pertama pematangan sel B bersifat independen-antigen. Fase pertama berlangsung di sumsum tulang, sel bakal mula-mula berkembang menjadi sel pra-B dan kemudian menjadi sel pra-B yang memperlihatkan imunoglobulin M (igM) di permukaannya. Baik IgM maupun IgD di permukaan sel B dapat merupakan resetor epitop (Price dan Wilson 2006).

(29)

Timus

Timus adalah organ yang memiliki banyak pembuluh darah dan pembuluh limfatik yang mengalirkan isinya ke kelenjar-kelenjar getah bening mediastinum. Timus memiliki korteks di sebelah luar dan medula di sebelah dalam. Korteks mengandung banyak timosit. Timosit adalah limfosit T atau sel T yang datang dari sumsum tulang melalui aliran darah dan berada dalam berbagai stadium perkembangan. Medula lebih jarang diisi oleh sel, pada medula terdapat badan hassall, yaitu kelompok-kelompok sel epitel yang tersususn rapat sebagai tempat degenerasi sel (Price dan Wilson 2006).

Menurut Price dan Wilson (2006), timus pada hewan umur muda, bersifat sangat aktif yang secara normal mengalami involusi menjelang pubertas dan bertambahnya umur. Proses involusi ditandai dengan berkurangnya secara bertahap limfosit terutama didaerah korteks, pembesaran dari sel-sel epitel retikuler dan parenkim diganti oleh sel-sel lemak. Timus pada hewan dewasa terdiri dari jalur-jalur tipis parenkim dimana banyak sel-sel retikuler epitel membesar yang dikelilingi jaringan lemak.

Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama yaitu fungi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator dilakukan oleh sel T helper, dikenal sebagai sel Cluster of Differentiation 4 (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan sitokin untuk melaksanakan fungsi regulatornya. Sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B, pengaktifan sel T lain, dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik, dikenal sebagai sel CD8. Sel CD8 mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor, dan jaringan transplantasi dengan menyuntikan zat kimia yang disebut perforin (Perez et al. 2012).

(30)
(31)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010-April 2011 di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi FKH IPB. Ekstraksi tanaman obat dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro). Uji tantang virus AI dilakukan di laboratorium Biosafety Level 3 (BSL3) milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara, Cicadas, Gunung Putri, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, tabung steril, penggiling, gelas ukur, corong pisah, sentrifus, labu penyuling, inkubator, vorteks, penangas air, tabung erlenmeyer, blender, kapas, tissue, tabung kromatografi, dan tabung destruksi.

Bahan yang digunakan adalah Day Old Chick (DOC), Virus strain H5N1/NGK/2003, tanaman Sambiloto, Adas, Sirih Merah, metanol, etanol, aseton dingin, etil asetat, kloroform, akuades, hematoksilin dan eosin.

Metode Penelitian

Ekstraksi Tanaman obat dan Pembuatan Formula

Pembuatan ekstrak tanaman obat dan formula dari tanaman Sirih Merah, Adas, dan Sambiloto telah dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro) Bogor, dari mulai penyediaan bahan baku maupun ekstraksinya.

(32)

tiga jenis bagian itu kemudian dicampur sesuai dengan kadar masing-masing bahan aktif yaitu andrografolid, anetol, dan piperin. Konsentrasi bahan aktif yang dipakai dalam pembuatan formula yaitu 5%, 7.5%, dan 10%.

Pemeliharaan Hewan Coba

Sebanyak 32 ekor ayam day old chick (DOC) pedaging strain Cobb dipelihara di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Bobot badan rata-rata adalah 38 g, dibagi dalam 4 kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah 8 ekor DOC dengan pemberian pakan dan minum ad libitum. Pada hari pertama, ayam diadaptasikan dengan pemberian air gula selama 3 jam, selanjutnya setiap kelompok ayam selain kontrol diberikan ekstrak tanaman obat dari umur 7 hari sampai umur 28 hari. Tujuan diberikannya tanaman obat pada umur 7-28 hari agar tanaman obat bisa di metabolisme secara optimal di dalam tubuh. Aplikasi tanaman obat dengan cara dicekok. Komposisi formula ekstrak tanaman obat, yaitu sebagai berikut :

Formula A : ekstrak etanol tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid, piperin, dan anetol masing-masing setara 5.0% dalam formula Formula B : ekstrak etanol tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid,

piperin, dan anetol masing-masing setara 7.5% dalam formula Formula C : ekstrak etanol tanaman obat dengan konsentrasi andrografolid,

(33)

Uji Tantang Virus

Ayam dibawa ke fasilitas Biosafety Level 3 (BSL 3) milik PT. Vaksindo Satwa Nusantara di Cicadas, Gunung Putri, Bogor untuk uji tantang dengan virus AI strain H5N1/NGK/2003 intranasal dengan dosis 106 EID50/0.1 mL/ekor. Selama tujuh hari setelah uji tantang, ayam diamati kematiannya, untuk memperoleh dan melihat data kematian ayam pasca tantang AI H5N1. Ayam yang masih tersisa pada hari terakhir pengamatan, dieutanasi dengan cara emboli udara secara intracardial.

Pengamatan Histopatologi

Setelah dilakukan uji tantang virus H5N1 di BSL3, ayam yang mati dinekropsi dan diambil organ limfoidnya untuk pembuatan sediaan histopatologi pada gelas objek dan dilakukan pewarnaan Haematoxyline Eosin (HE).

Pengamatan histopatologi organ limpa, bursa Fabricius, dan timus dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya, perbesaran 40 X 10 (40 kali objektif dan 10 kali okuler) pada 20 kali lapangan pandang. Evaluasi terhadap perubahan mikroskopis masing-masing organ dilakukan dengan mengamati perubahan lesio. Perubahan lesio tersebut bisa dijadikan sebagai data pendukung terhadap hasil penghitungan persentase organ limfoid, dari evaluasi tersebut dapat dilihat dan dibandingkan organ yang persentase sel limfoidnya kecil menunjukkan tingkat perubahan lesio yang parah atau sebaliknya. Preparat organ yang dievaluasi adalah limpa, timus, dan bursa Fabricius dari kelompok perlakuan kontrol negatif, kelompok I, II, dan III.

Perhitungan Persentase Organ Limfoid

(34)

dengan cara mengukur luas pulpa putih yang nantinya dibandingkan dengan jumlah sel limfoid. Pulpa putih yang diambil sebanyak 5 bagian secara acak yang diharapkan mewakili seluruh bagian limpa.

Persentase organ limfoid bursa Fabricius diketahui dengan cara menghitung luas plika dan luas setiap folikel limfoid, lalu dibandingkan dan dikali 100%, maka diperoleh persentase bursa Fabricius, diambil dua buah plika dari setiap kelompok yang bisa mewakili seluruh bagian organ.

Persentase organ limfoid timus diketahui dengan cara menghitung luas lobus dibandingkan dengan luas korteks lalu dikali 100% agar diperoleh persentase dari timus, diambil 3 buah lobus timus yang diharapkan bisa mewakili persentase organ timus pada setiap kelompok.

Analisis Data

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Mortalitas

Virus H5N1 yang sangat patogen atau yang lebih dikenal dengan virus flu burung, menyebabkan penyebaran penyakit secara cepat di antara unggas serta dapat menular ke manusia dengan dampak mortalitas yang sangat tinggi (Widyasari 2005). Tingkat mortalitas dapat diketahui dengan salah satu metode yaitu melalui data klinis. Data klinis dapat dilihat pada Tabel 1, data yang diperoleh menyajikan hasil yang menunjukkan keadaan mortalitas pada berbagai kelompok perlakuan ayam. Tabel 1 menunjukkan hasil dari uji tantang virus Avian Influenza (AI) strain H5N1/NGK/2003 secara intranasal dengan dosis 106 EID50/0.1 mL per ekor. Parameter yang dihitung dalam data klinis adalah persentase hewan hidup dan koefisien kekebalan.

(36)
[image:36.612.131.508.107.184.2]

Tabel 1 Data mortalitas ayam broiler yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI H5N1/NGK/2003

Kelompok Total

Ayam

Total ayam yang mati hari ke-

setelah uji tantang virus Persentase

Hidup (%)

Total Skor Koefisien Kekebalan* 1 2 3 4 5 6 7

Kontrol 8 8 8 3 4 1 0 0 0 84

I 8 8 8 4 3 1 0 0 0 80

II 8 8 8 6 1 1 1 1 12.5 168

III 8 8 8 7 1 0 0 0 0 60

Ket: Kontrol (diberi akuades), I (tanaman obat 5%), II (tanaman obat 7.5%), III(tanaman obat 10%).*total perolehan angka kekebalan = hasil penjumLahan angka kekebalan setiap hari. Angka kekebalan = jumlah ayam bertahan hingga hari ke- x koefisien kekebalan pada hari tersebut (koefisien kekebalan hari ke-1(kk 1) = 1, kk 2 = 2, kk 3 = 4, kk 4 = 8, kk 5 = 16, kk 6 = 32, kk 7 = 64).

Hampir seluruh kelompok perlakuan menunjukkan mortalitas yang sangat cepat, dilihat dari jumlah ayam pada hari ke-7 pasca infeksi tidak ada yang tersisa yaitu pada kelompok kontrol, kelompok I (5% formula ekstrak) dan kelompok III (10% formula ekstrak). Kelompok II (7.5% formula ekstrak) menunjukkan hasil yang lebih baik, dilihat dari adanya 1 ekor ayam yang bertahan sampai 7 hari pasca infeksi.

Data kematian yang disajikan diperoleh dengan cara melihat persentase hewan hidup setelah melalui proses infeksi selama 7 hari. Kelompok kontrol menunjukkan data kematian 100% yang artinya sama sekali tidak ada ayam yang tersisa sampai hari ke-7 saat infeksi virus H5N1. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tidak adanya tanaman obat dan vaksin, maka virus akan semakin cepat bereplikasi dan mempercepat kematian pada ayam.

(37)

Berdasarkan persentase hewan hidup, kelompok ayam yang baik adalah kelompok II dibandingkan dengan kontrol, kelompok I, dan III. Persentase hewan hidup pada kelompok II sebesar 12.5% yang artinya daya tahan tubuh ayam pada kelompok II masih baik, sedangkan pada kelompok yang lainnya menunjukkan hasil yang seragam yaitu 0, artinya tidak ada ayam yang bertahan hidup di hari terakhir setelah uji tantang virus.

Hasil perolehan angka koefisien kekebalan tidak jauh berbeda dengan perolehan persentase kematian. Kelompok yang paling tinggi angkanya adalah dari kelompok II, artinya pada kelompok II tersebut kekebalan tubuh ayam masih ada jika dilihat dari perolehan angka kekebalan yang dihitung setiap harinya. Dosis tanaman obat yang paling tepat dalam perlakuan ini adalah dosis ekstrak pada perlakuan kelompok II.

Data Bobot Badan

Pengaruh efektivitas tanaman obat terhadap performa ayam dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Dalam Tabel 2 memperlihatkan hasil pengukuran bobot ayam perminggu. Pengukuran bobot badan dilakukan setiap minggu dengan tetap dicekok tanaman obat setiap harinya pada kelompok I, II, III dan pada kelompok kontrol dicekok akuades.

Tabel 2 Bobot badan ayam rata-rata (g) diukur perminggu yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari dan diuji tantang virus AI H5N1/NGK/2003

Kelompok Bobot Ayam Rata-Rata (g)/minggu Total

Rata-rata 1 2 3 4 5 6

Kontrol (-) 237.25 506.63 819.25 1373.38 2000.44 2252.88 1198.30a

I 214.25 410.75 795.25 1313.63 1821.08 2049.38 1100.72a

II 234.86 422.25 788.63 1366.88 1929.60 2188.25 1155.08a

III 210.75 436.63 733.25 1319.13 1923.10 2187.63 1135.08a

Ket: Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05) Kontrol (diberi akuades), I (tanaman obat 5%), II (tanaman obat 7.5%), III(tanaman obat 10%)

(38)

tanaman obat. Bobot badan ayam pada kelompok kontrol adalah 1198.30 g, sedangkan pada kelompok I adalah 1100.72 g dan kelompok III adalah 1135.08 g. Dilihat dari semua hasil rata-rata pada setiap kelompok, perolehan nilai bobot badan tidak berbeda jauh antara kelompok yang diberi tanaman obat maupun kelompok kontrol, hal ini sesuai dengan percobaan (Rizal dan Halim 2005) yang menerangkan salah satu manfaat tanaman obat, yaitu pemberian andrografolid pada hewan percobaan dengan dosis 1 g/kgBB selama 7 hari tidak mempengaruhi berat badan.

Bobot badan ayam yang paling bagus terdapat pada kelompok perlakuan kontrol, meskipun paling tinggi rataannya, namun perbedaannya dengan kelompok lain masih kurang dari 50% yang artinya tidak ada perbedaan yang jauh jika dilihat dari angka. Hal ini disebabkan, tingkat stres pada semua kelompok perlakuan adalah sama. Ekstrak tanaman obat yang diberikan setiap hari pada ayam dengan cara dicekok tidak memberikan efek yang negatif terhadap performa ayam. Efek negatif terjadi jika setelah diberikan tanaman obat, bobot badan tidak bertambah atau malah menyebabkan ayam tidak nafsu makan.

Uji statistik memperlihatkan hasil yang sama dengan perbandingan pengukuran bobot badan per minggu, yaitu menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar setiap kelompok. Bobot badan yang tidak berbeda nyata antara setiap kelompok disebabkantingkat stres pada semua kelompok perlakuan adalah sama. Ekstrak tanaman obat yang diberikan setiap hari pada ayam dengan cara dicekok tidak memberikan efek yang negatif terhadap performa ayam. Efek negatif terjadi jika setelah diberikan tanaman obat, bobot badan tidak bertambah atau malah menyebabkan ayam tidak nafsu makan.

Pengamatan Histopatologi Organ Limforetikular Limpa

(39)
[image:39.612.133.509.168.263.2]

PALS (Price dan Wilson 2006). Semakin banyak jumlah sel limfoid pada pulpa putih maka sistem imun ayam yang telah ditantang virus AI H5N1 semakin baik. Tabel 3 Persentase pulpa putih pada limpa ayam yang diberi ekstrak tanaman

obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1/NGK/2003

Kelompok Luas pulpa

putih (µm2)

JumLah sel (µm2)

JumLah

Sel/104µm2 Lesio

Kontrol 17345.52 143.20 85.9 c Oedema subkapsular, kongesti,

nekrosa

I 22026.36 333.50 152.7b Kongesti, deplesi pulpa putih.

II 19861.30 493.60 249.5 a Kongesti, proliferasi folikel limfoid

sekunder

III 12455.18 284.30 239.0 a Deplesi pulpa putih, nekrotik folikel

limfoid, kongesti

Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05) Kontrol (diberi akuades), I (tanaman obat 5%), II (tanaman obat 7.5%), III(tanaman obat 10%)

Hasil pengamatan pulpa putih limpa menunjukkan rata-rata kepadatan sel limfoid setiap 104 µm2 pada semua perlakuan yang diberi tanaman obat lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Kepadatan sel limfoid yang tertinggi terdapat pada kelompok II yaitu 249.5 sel/104 µm2, diikuti kelompok III yaitu 239.0 sel/104 µm2 , kelompok I adalah 152.7 sel/104 µm2, dan kelompok kontrol adalah 85.9 sel/104 µm2. Berdasarkan data statistik, kelompok II dan III tidak berbeda nyata, tetapi menunjukkan perbedaan dengan kelompok kontrol dan kelompok I. Kelompok I menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kontrol. Kelompok II mempunyai kepadatan sel limfoid tertinggi dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini berarti kelompok II memiliki tingkat proliferasi sel limfoid yang tinggi untuk melawan infeksi sehingga ketahanan ayam terhadap infeksi lebih baik.

(40)
[image:40.612.116.507.283.586.2]

akan menyebabkan diproduksinya limfosit dalam jumlah besar terutama limfosit B. Limfosit B akan menghasilkan antibodi yang merupakan plasma glikoprotein yang akan mengikat antigen dan merangsang proses fagositosis (Decker 2000). Piperin yang terkandung dalam Sirih Merah berperan secara signifikan pada perubahan akut pada awal proses peradangan dan perubahan granulative kronis (Kumar et al. 2007). Menurut Astani et al. (2011), Adas berperan dalam menekan aktivitas virus, misalnya pada saat replikasi. Berdasarkan fungsi tanaman obat tersebut, maka besar kemungkinan kelompok II mengalami peningkatan kemampuan organ limforetikular untuk mempertahankan diri dari serangan virus sehingga sel fungsional yang bertahan masih banyak.

Gambar 1. Histopatologi Limpa yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1, Pewarnaan HE, A (Kontrol, 5 hari p.i, diberi akuades), B

(kelompok I, 5 hari p.i, tanaman obat 5%), C (kelompok II, 7 hari p.i, tanaman obat 7.5%), D (kelompok III, 4 hari p.i, tanaman obat 10%) : 1. Kongesti, 2. Peradangan.

Pengamatan lesio kelompok III menunjukkan adanya kongesti dan proliferasi folikel limfoid sekunder, meskipun kepadatan sel limfoid pada kelompok ini paling tinggi, tetapi masih ada tanda-tanda lesio yang menunjukkan

1 1

1 2

A

D C

(41)

bahwa ketika terjadi infeksi, maka terjadi respon dari limpa. Menurut Price dan Wilson (2006), kongesti adalah berlimpahnya darah dalam pembuluh di regio tertentu, daerah atau jaringan yang mengalami kongesti terlihat lebih merah karena bertambahnya darah dalam jaringan tersebut. Adanya kongesti dari kelompok perlakuan ini menunjukkan adanya respon peradangan awal yang dilakukan oleh sel limfoid limpa, menyebabkan dilatasi vena akibat peningkatan aliran darah lokal akibat peradangan. Kongesti juga dapat menyebabkan kenaikan jumlah serabut fibrosa jaringan ikat. Daerah limpa juga terjadi adanya pemecahan sel darah merah lokal, yang mengakibatkan pengendapan pigmen yang berasal dari hemoglobin di dalam jaringan. Proliferasi folikel limfoid sekunder diakibatkan adanya respon pertahanan dari limpa dalam melawan antigen. Menurut Price dan Wilson (2006), organ limfoid sekunder sangat responif terhadap stimulasi antigenik, organ ini kaya akan makrofag dan sel dendrit yang menangkap serta memproses antigen dan sel limfosit T dan B.

(42)

pada sel sehingga menyebabkan degenerasi dan kematian sel (Cheville 2006).

Kematian sel terjadi secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel sehingga adanya respon peradangan. Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-organel sel lainnya. Ciri sel nekrotik yaitu piknotik, kariolisis, dan kariorektik (Price dan Wilson 2006). Inti sel pada kelompok kontrol mengalami piknotik yaitu inti sel yang mati menyusut, tidak berbatas jelas dan zat warna gelap.

Bursa Fabricius

[image:42.612.128.509.456.553.2]

Pengamatan bursa Fabricius pada Tabel 4 menunjukkan perbandingan dari luas plika dan folikel limfoid. Pengamatan pada bursa Fabricius dilakukan dengan mencari rata-rata kepadatan folikel limfoid. Rumus yang digunakan adalah luas folikel limfoid dibandingkan dengan luas plika dikali 100%. folikel limfoid merupakan tempat dihasilkannya sel-sel limfoid yang berfungsi sebagai sistem pertahanan jika ada antigen yang masuk, oleh karena itu untuk melihat respon imun dalam tubuh hewan, maka bursa adalah salah satu tempat yang dapat dijadikan acuan.

Tabel 4 Persentase Bursa Fabricius pada Ayam yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1/NGK/2003

Kelompok Luas Plika

(µm2)

Luas Folikel Limfoid (µm2)

Kepadatan Folikel

Limfoid (%) Lesio

Kontrol 3567713.60 1676659.57 46.73 ab Edema, kongesti, deplesi

folikel limfoid

I 2108268.07 823712.57 38.71 b Deplesi folikel limfoid,

atropi plika

II 3030702.68 1124206.40 37.34b Kista, edema ringan

III 2398849.94 1393848.00 58.02 a Deplesi folikel limfoid,

edema ringan

Ket: Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05) Kontrol (diberi akuades), I (tanaman obat 5%), II (tanaman obat 7.5%), III(tanaman obat 10%)

(43)
[image:43.612.123.501.77.375.2]

Gambar 1. Histopatologi bursa Fabricius yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1, Pewarnaan HE, A (Kontrol, 5 p.i, diberi

akuades), B (kelompok I, 5 hari p.i, tanaman obat 5%), C (kelompok II, 7 hari p.i, tanaman obat 7.5%), D (kelompok III, 4 hari p.i, tanaman obat 10%): 1. Deplesi folikel limfoid, 2. Edema, 3. Peradangan, 4. Kista

Pengamatan histopatologi bursa Fabricius memperlihatkan kepadatan folikel limfoid pada semua kelompok perlakuan di bawah kontrol kecuali kelompok III. Bursa Fabricius pada kelompok II memperlihatkan persentasi rata-rata terkecil. Kepadatan sel yang kecil menandakan rendahnya tingkat proliferasi sel limfoid pada bursa Fabricius. Hal ini disebabkan tanaman obat efektif dalam mengoptimalkan kerja sel limforetikular yang terdapat pada organ limfoid sekunder (limpa). Sehingga organ limfoid primer seperti bursa Fabricius tidak perlu berproliferasi lebih banyak untuk menyediakan sel limfoid yang dibutuhkan untuk pertahanan. Berdasarkan hasil statistik, kepadatan sel limfoid pada kelompok kontrol, I, dan II memperlihatkan hasil yang tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan kelompok III. Hal ini berarti tingkat proliferasi sel limfoid pada kelompok kontrol, I, dan II tidak memperlihatkan perbedaan.

A

C

B

1

1 4

3 2

1

(44)

Lesio yang terlihat dalam kelompok II adalah adanya kista dan edema ringan. Kista yaitu perubahan pada organ berupa adanya suatu ruang kosong pada organ tersebut, kista awalnya terbentuk dari deplesi folikel limfoid yang disebabkan adanya respon kekebalan bursa terhadap infeksi. Perubahan yang terjadi pada bursa Fabricius dalam melindungi tubuh atau organ lain terhadap infeksi virus adalah atropi pada korteks dan medulla, nekrosis, pembentukan kista, dan proliferasi sel-sel limfoid (Tabbu 2000).

Hasil pengamatan pada kontrol menunjukkan nilai yang tidak terlalu parah

jika dibandingkan dengan kelompok I dan II, kemungkinan yang terjadi adalah

kontrol tidak terlalu efektif dalam melindungi tubuh terhadap serangan virus

H5N1, walaupun demikian kelompok kontrol tetap melakukan upaya perlindungan terhadap serangan antigen meski tidak maksimal seperti kelompok perlakuan yang

lain, terbukti dari adanya lesio-lesio yang terlihat pada saat pengamatan

histopatologi organ.

Lesio yang terlihat saat pengamatan terhadap kelompok kontrol yaitu edema, kongesti dan deplesi folikel limfoid. Deplesi pada bursa Fabricius merupakan suatu keadaan dimana jumlah sel limfoid pada folikel limfoid berkurang yang ditunjukkan dengan kerenggangan sel-sel limfoid dalam tiap folikel sebagai akibat adanya infeksi virus H5N1. Hal ini sesuai dengan Lukert dan Saif (2003), yang menyatakan bahwa bursa Fabricius akan membentuk antibodi

sebagai sistem kekebalan humoral terhadap infeksi virus, sehingga terjadi mobilisasi sel limfosit B ke organ yang mengalami peradangan. Hal tersebut menyebabkan deplesi dan pengecilan folikel limfoid. Hilangnya sel limfoid pada bursa Fabricius mengakibatkan kemampuan ayam membentuk kekebalan secara

humoral menurun (Lukert dan Saif 2003). Semakin sering organ ini membentuk

antibodi, maka akan menyebabkan deplesi dan pengecilan folikel limfoid sehingga persentase berat bursa Fabricius menurun. Deplesi folikel limfoid pada bursa Fabricius dapat menjadi faktor yang menunjukkan perubahan dan tingkat kerusakan dari organ ini (Liu et al. 2012).

(45)

menyusut. Atropi dapat juga disebabkan oleh infeksi virus yang bereplikasi pada bursa Fabricius dan timus sehingga kedua organ tersebut mengalami perubahan degeneratif.

Timus

[image:45.612.131.507.343.431.2]

Pengamatan histopatologi pada timus dilakukan pada korteks. Korteks adalah tempat untuk menghasilkan sel-sel limfoid. Menurut Price dan Wilson (2006), korteks mengandung banyak timosit, timosit adalah limfosit T yang datang dari sumsum tulang melalui aliran darah dan berada dalam berbagai stadium perkembangan. Persentase luas korteks diukur dengan cara luas korteks dibagi luas lobus dikalikan dengan 100%.

Tabel 5 Persentase Timus pada Ayam yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1/NGK/2003

Kelompok Luas Lobus LuasKorteks

(µm) % Luas Korteks Lesio

Kontrol 1154418.57 745799.61 67.26 a Kongesti, edema, deplesi

kortek

I 4026429.48 3342432.25 85.71a Kongesti, deplesi kortek

II 1316350.63 1027009.79 79.80a Perdarahan ringan

III 3153557.73 2553319.83 84.62 a Kongesti, deplesi kortek,

multi fokus nekrotik medula Ket: Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata (p<0.05) Kontrol (diberi akuades), I (tanaman obat 5%), II (tanaman obat 7.5%), III(tanaman obat 10%)

Hasil pengamatan persentase luas korteks menunjukkan nilai rata-rata yang terkecil dari keseluruhan kelompok perlakuan adalah kelompok kontrol yaitu 67.23%, selanjutnya kelompok II 79.80%, kelompok III 84.62%, dan kelompok I 85.71%. Berdasarkan uji statistik, semua kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, yang menandakan tingkat proliferasi sel limfoid pada timus pada setiap kelompok perlakuan relatif sama.

(46)
[image:46.612.113.506.246.538.2]

limfoid yang dibutuhkan tubuh untuk melawan infeksi. Sel limfoid yang berasal dari limpa akan menuju tempat infeksi melalui proses kemotaksis. Kemotaksis adalah pergerakan leukosit di interstitial pada jaringan yang meradang setelah leukosit tersebut bermigrasi, berbagai agen dapat memberikan sinyal kemotaktik untuk menarik leukosit, meliputi agen infeksius, jaringan rusak dan zat yang diaktifkan di dalam fraksi plasma yang bocor dari aliran darah (Price dan Wilson 2006). Timus pada kelompok II bekerja lebih efektif dibanding dari kelompok perlakuan yang lain.

Gambar 1. Histopatologi Timus yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI strain H5N1, Pewarnaan HE, A (Kontrol, 5 hari p.i, diberi akuades), B

(kelompok I, 5 hari p.i, tanaman obat 5%), C (kelompok II, 7 hari p.i, tanaman obat 7.5%), D (kelompok III, 4 hari p.i, tanaman obat 10%) : 1. Kongesti, 2. Deplesi korteks

Lesio timus pada kelompok II adalah perdarahan ringan. Menurut Price dan Wilson (2006), perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan dalam jaringan atau dalam ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari tubuh. Pecahnya dinding pembuluh darah bisa disebabkan oleh beberpa faktor antara lain akibat suatu penyakit, infeksi antigen dan trauma. Replikasi virus juga bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah, karena virus

1

2

1

1 1

A

D C

(47)

H5N1 bereplikasi di endotel pembuluh darah. Menurut Peiris et al. (2004), antigen HPAI H5N1 menempati area vaskular yaitu pada epitel endotel pembuluh darah.

Timus kelompok kontrol mengalami kerusakan yang paling banyak dibandingkan kelompok perlakuan lainnya. Hal ini menandakan bahwa pemberian tanaman obat dengan konsentrasi bertingkat (5%, 7.5%, dan 10%) mampu menghambat kerusakan yang terjadi pada timus. Hambatan kerusakan pada timus ini disebabkan oleh aktifitas immunomodulator yang terdapat pada formulasi ekstrak tanaman obat. Setiyono et al. (2010) menyatakan bahwa formula ekstrak tanaman obat dapat berperan sebagai prekursor atau pendukung imunomodulator untuk menjadi sediaan anti viral.

Lesio pada kelompok kontrol yaitu kongesti, edema dan deplesi korteks. Kongesti merupakan tanda peradangan akut pada suatu organ. Edema menyebabkan jaringan seperti terlihat akan lepas, karena bagian terluar yaitu kapsul jaringan ikat dan korteks seperti ada batas dikarenakan jaringan tersebut berisi cairan. Deplesi korteks disebabkan oleh pengurangan sel folikel limfoid pada timus diakibatkan oleh respon radang terhadap virus AI H5N1.

Pemeriksaan Serologis

(48)
[image:48.612.133.509.119.194.2]

Tabel 6 Hasil uji serologis ayam broiler yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI H5N1/NGK/2003

Kelompok Total Ayam

Titer antibodi terhadap virus AI H5N1 (GMT) Sebelum vaksinasi

(AI)

Setelah vaksinasi (AI)

Setelah Uji Tantang

kontrol 8 0 0 Tdu*

I 8 0 0 Tdu

II 8 0 0 Tdu

III 8 0 0 Tdu

Ket: Kontrol (diberi akuades), I (tanaman obat 5%), II (tanaman obat 7.5%), III(tanaman obat 10%). * : tidak dilakukan uji titer antibodi karena ayam sudah mati.

(49)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Formula ekstrak etanol Sambiloto, Sirih Merah, dan Adas konsentrasi 7.5% memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menghambat infeksi virus AI H5N1 dan menekan kerusakan organ limforetikular pada ayam broiler yang tidak divaksin dan ditantang virus AI H5N1 dibandingkan formulasi ekstrak tanaman obat konsentrasi 5% dan 10%.

Saran

(50)

DAFTAR PUSTAKA

 

Astani A, Reichling J, Schnitzler P. 2011. Screening for antiviral activities of isolated compounds from essential oils. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine.

[Balitro]. 2007. Sirih Merah Sebagai Tanaman Obat Multifungsi. Balai Penelitian tanaman Obat dan Aromatik : Bogor. [20 januari 2012] http://balittro.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vie

w=article&id=77:sirih-merah-sebagai-tanaman-obat-multi-fungsi&catid=1:latest

Baraniah MA. 2009. Mewaspadai Penyakit Berbahaya pada Hewan dan Ternak. Penebar swadaya : Jakarta.

Cheville NF, 2006. Introduction to Veterinary Pathology. 3rd ed. Blackwell Publishing,USA.

Corwin EJ. 2009. Patofisiologi : buku saku. Ed ke-3. Yudha EK, penerjemah ; Subekti NB, editor. Jakarta (ID) : Penerbit ECG. Terjemahan dari : Handbook of Pathophysiology. 

 

De Jong MD, Cam BV, Qui PT, et al. Fatal Avian influenza A (H5N1) in a child

presenting with diarrhea followed by coma. 2005. N Engl JMed

352:686-691.

Decker J.M., 2000. Introduction to immunology 11 th Hour. Blackwell Science. Inc. p. 1-2.

(51)

Horimoto T, Kawaoka Y. Pandemic threat posed by avian influenza A viruses.

Clin Microbiol Rev. 2001. 14(1) : 129-149.

[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2011. Andrographis paniculata (Burm. F.) Wall ex Nees. [terhubung berkala]

http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search _value=184881 [25 juli 2012].

[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2011. Foeniculumvulgare.  [terhubung berkala]

http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search _value=29509 [25 juli 2012].

Jarukamjorn K, Nemoto N. 2008. Pharmacological Aspect of Andrographis Paniculata on Health and its Major Diterpenoid Constituent

Andrographolide. Jurnal of Health Science 54(4):370-381. Thailand : Khon Kaen University, Japan : University of Toyama.

Kumala W. 2005. Avian influenza : Profil dan Penularannya Pada Manusia. Universa Medicina Vol 24 No 4. Jakarta : Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Liu XD, Feng XL, Zhou B, Cao RB, Li XF, Chen PY. 2012. Isolation, modulatory functions on murine B cell development and antigen-specific

immune respones of BP11, a novel peptide from the chicken bursa of

Fabricius. Epub. 35 (1) : (107-13).

Mahendra B. 2005. 13 jenis tanaman obat ampuh. Penebar swadaya : Jakarta. Mohamad K. 2007. Flu Burung. Jakarta : Komnas FBPI.

(52)

Maryani H, Kristiana L. 2004. Tanaman Obat Untuk Influensa. Agromedia Pustaka : Jakarta.

Olàh I, Vervelde L. 2008. The structure of the avian lymphoid system. Di dalam: Davidson F, Kaspers B, Schat KA, editor. Avian Immonology. San Diego: Elsevier.

Pambudi. 2007. Selayang Pandang Broiler Cobb 500. Nutrisi ternak IPB 34(1997-2000). Media Informasi dan Komunikasi Seputar Dunia Peternakan. [14 Februari 2012]. http://article-34.blogspot.com/2007/08/animalnutrition-v-Cobb-500.htmL. 

Pathak N, Khandelwal S. 2006. Cytoprotective and immunomodulating properties of piperine on murine splenocytes: an in vitro study. Biochem Pharmacol. 72 (4): 486-97.

Peiris JS, Yu WC, Leung CW, et al. Re-emergence of fatal human influenza A

subtype H5N1 disease. 2004. Lancet. 363: 617-619.

Perez AR, Morrot A, Berbert LR, Terra-Granado E, Savino W. 2012. Extrathymic CD4(+) CD8(+) lymphocytes in Chagas disease: possible relationship with

an immunoendocrine imbalance. Ann N Y Acad Sci. 1262(1) : 27-36. doi : 10. 1111/j. 1749-6632. 2012. 06627. X.

Puri A, Saxena R.P, Saxena K.C, Srivastava V, Tanden J.S. 1993.

Immunostimulan Agent From Andrographis paniculata. J.Nat. Prod. Jul 56 (7) : p. 995-999.

http//www.rechnature.com/products/herbal/articles/Aleanson.hlmL.

Pramono S, Katno. 2005. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat & Obat Tradisional. Fakultas Farmasi : Universitas Gadjah Mada.

(53)

Jakarta. ECG. Terjemahan dari : Phatophysiology : Clinical Consept of Disease Processes.

Radhika P, Prasad YR, Sowjanya K. 2012. A new diterpene from the leaves of Andrographis paniculata Nees. Nat Prod Commun. 7 (4): 485-6.

Radji M. 2006. Avian Influensa A (H5N1) : Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran pada Manusia. Majalah Ilmu Kefarmasian 3(2):55-65. Depok : Departemen Farmasi FMIPA-UI.

Saif MO. 2006. Avian Influensa: an internal report for college of food, agricultural and environmental sciences. Espinoza M, editor. USA (USA) : The Ohio State University.

Setiyono A, Bermawie. 2010. Peningkatan Efektivitas Ekstrak Tanaman Obat (50%) Setara Senyawa Aktif Andrografolid, Piperin, dan Anetol dengan

5-10% untuk Penganggulangan Flu Burung. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor dan Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian Jakarta.

Sharma A, Chen Q, Nguyen T, Yu Q, Sen JM. 2012. T cell factor-1 and β-catenin control the development of memory-like CD8 thymocytes. J immunol.188(8) : 3859-68.

Spelman, K., J. J. Burns, D. Nihols, N. Winters, S. Otterberg, dan M. Tenborg. 2006. Modulation of cytokine expression by traditional medicines : a review of herbal immunomodulator. Alternative medicine review. 2006 Juni : II (2). pp. 128-150.

(54)

Sugati J. 2000. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 183.

Syah IF. 2005. Kajian histopatologi oragan hati, limpa, proventrikulus dan jantung pada ayam petelur yang diinfeksi virus marek [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya (Penyakit Bakterial, Mikal dan Viral) Volume I. Yogyakarta : Kanisius.

Tabeekh MAS, Mayah AASAL. 2009. Morphological investigation of bursa of Fabricius of imported broilers and local chicks vaccinated with two types of

IBD vaccines. Iraqi Journal of Veterinary Sciences. 23 : (201-206).

Tjandrawinata, R.R., S. Maat dan D. Noviarny, 2005. Effect of standardized Phyllanthus niruri extract on changes in immunologic para-meters:

correlation between pre-clinical and clinical studies. Medika XXXI (6) : 367-371.

(55)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Pembuatan Sediaan Histopatologi

Setelah dilakukan uji tantang virus H5N1 di BSL3, ayam yang mati dinekropsi dan diambil organnya, organ hasil nekropsi difiksasi dalam 10% larutan Buffer Neutral Formalin (BNF). organ yang telah difiksasi kemudian dipotong dan dimasukan kedalam tissue cassete untuk dilakukan proses rehidrasi, yaitu dengan merendam tissue cassete kedalam larutan alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I, II, III. Proses selanjutnya yaitu clearing dengan menggunakan xylol I, II, III, lalu dilakukan perendaman pada parafin cair sebelum di blok. Seluruh proses rehidrasi, clearing, dan infiltrasi berjalan secara otomatis dalam mesin automatis dalam mesin automatic tissue processor.

Setelah ketiga tahap selesai, maka dilanjutkan dengan embedding dalam parafin dan didinginkan pada suhu kamar sehingga menjadi blok parafin dan dipotong dengan menggunakan mikrotom setebal 3-4µm, hasil pemotongan di letakan sebentar di air hangat agar tidak terjadi pengkerutan kemudin di ambil dan diletakan diatas gelas objek, dikeringkan dan diinkubasi selama 24 jam, 600C. Setelah itu dilakukan pewarnaan Haematoxyline Eosin (HE).

Lampiran 2 Uji Statistik

BOBOT BADAN The ANOVA Procedure Dependent Variable: Bobot Badan

Source DF Sum of Squares

Mean Square

F Value Pr > F

Model 3 29884.22 9961.41 0.02 0.9972

Error 20 12647977.79 632398.89

Corrected Total

(56)

Duncan's Multiple Range Test for Bobot Badan

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 1198.3 6 Kontrol

A

A 1155.1 6 Kelompok II

A

A 1135.1 6 Kelompok III

A

A 1100.7 6 Kelompok I

KEPADATAN SEL LIMFOID PULPA PUTIH LIMPA The ANOVA Procedure

Dependent Variable: Kepadatan Sel Limfoid Pulpa Putih Limpa

Source DF Sum of Squares

Mean Squa

re

F Value Pr > F

Model 3 894.988904 298.3296

35

40.49 <.0001

Error 16 117.884307 7.367769

Corrected Total

19 1012.873211

Duncan's Multiple Range Test for Kepadatan Sel Limfoid Pulpa Putih Limpa Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping

Mean N Perlakuan

A 24.951 5 Kelompok II

A 23.902 5 Kelompok III

B 15.272 5 Kelompok I

(57)

PERSENTASE LUAS KORTEKS TIMUS The ANOVA Procedure

Dependent Variable: Persentase Luas Korteks Timus

Source DF Sum of Squares

Mean Square

F Value Pr > F

Model 3 643.763721 214.587907 2.05 0.1853

Error 8 837.071440 104.633930

Corrected Total

11 1480.835162

Duncan's Multiple Range Test for Persentase Luas Korteks Timus Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 85.709 3 Kelompok I

A

A 84.620 3 Kelompok III

A 79.802 3 Kelompok II

A

A 67.259 3 Kontrol

PERSENTASE KEPADATAN FOLIKEL LIMFOID BURSA FABRICIUS

The ANOVA Procedure

Dependent Variable: Persentase Kepadatan Folikel Limfoid Bursa Fabricius

Source DF Sum of Squares

Mean Square

F Value Pr > F

Model 3 574.6396375 191.5465458 8.36 0.0338

Error 4 91.6277500 22.9069375

Corrected Total

7 666.2673875

Duncan's Multiple Range Test for

Persentase Kepadatan Folikel Limfoid Bursa Fabricius Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping

Mean N Perlakuan

A 58.022 2 Kelompok III

A

B A 46.725 2 Kontrol

B

B 38.713 2 Kelompok I

B

(58)
(59)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beberapa tahun terakhir, perhatian dunia kesehatan terpusat kepada semakin merebaknya penularan Avian Influenza A (H5N1). Meningkatnya kasus infeksi H5N1 yang menyebabkan kematian pada manusia sangat dikhawatirkan dapat berkembang menjadi wabah pandemi yang berbahaya bagi manusia. Sejak lebih dari satu abad yang lalu, beberapa subtipe dari virus influensa A telah menghantui manusia. Berbagai variasi mutasi subtipe virus influensa A yang menyerang manusia, telah menyebabkan pandemi. Kewaspadaan global terhadap wabah pandemi flu burung mendapatkan perhatian yang serius (Radji 2006).

Globalisasi sangat berpengaruh terhadap penyebaran penyakit hewan menular dari suatu wilayah ke wilayah yang lainnya. Penyebaran penyakit dapat terjadi akibat terbawanya bibit penyebab penyakit melalui media pembawa. Media pembawa dapat berupa komoditas hewan atau produk hewan yang dilalulintaskan antarnegara, baik yang diperdagangkan lewat pengiriman maupun sebagai barang bawaan. Globalisasi menyebabkan merebaknya wabah panzootik. Contoh wabah panzootik adalah merebaknya penyakit Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI), yang lebih dikenal dengan istilah penyakit flu burung. Tahun 2003–2004 silam menyebabkan kematian unggas hingga jutaan ekor. Akibatnya, kerugian ekonomi yang cukup besar pun diderita para ternak dan pemerintah dibeberapa belahan benua di dunia seperti Eropa, Amerika, dan Asia. Selain mengakibatkan kerugian ekonomi, HPAI juga menyerang manusia (zoonosis) dan menyebabkan kematian (Baraniah 2002).

(60)

Penyakit flu burung atau flu unggas (AI) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus AI jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.

Bulan Januari 2004, dilaporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali, Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Awalnya, kematian tersebut diduga karena virus Newcastle Disease, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus AI. Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 provinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4.77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah provinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Bulan Juli 2005, penyakit flu burung telah merenggut tiga nyawa warga Tangerang Banten, hal ini didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes Jakarta dan laboratorium rujukan WHO di Hongkong.

Wabah AI yang sangat patogen secara keseluruhan dapat mengakibatkan kehancuran bagi industri ternak unggas

Gambar

Gambar 2. Sirih merah (Sudewo 2005)
Gambar 3. Sambiloto (dinkes.gorontalo.web.id).
Gambar 3. Tanaman adas dan biji tanaman adas (BBP2PT Surabaya).
Tabel 1  Data mortalitas ayam broiler yang diberi ekstrak tanaman obat selama 21 hari setelah uji tantang virus AI H5N1/NGK/2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Seperti halnya pada palung cermin parabola, transfer cairan panas atau uap dipanaskan dalam receiver (menara yang mampu mengkonsentrasikan energi

Guru tidak pernah memusuhi siswanya meskipun suatu ketika siswanya berbuat kurang sopan pada orang lain. Bahkan dengan sabar dan bijaksana guru memberikan nasihat bagaimana

5.2.2 Kepala seksi menetapkan jadwal Pelaksanaan Diklat selama satu tahun berdasarkan program kerja yang ada dalam DIPA Balai Diklat Industri Jakarta.. Jadwal

Air laut mengandung senyawa-senyawa yang dapat bekerja sebagai pengendap (koagulan). Penelitian ini diawali dengan pengenceran air limbah kertas dengan aquadest dengan perbandingan

8. Yayasan ASEAN yang berfungsi mendukung Sekretaris Jenderal ASEAN dan badan-badan lainnya yang relevan untuk mendukung pembentukan Komunitas ASEAN. Ditinjau dari prasyarat

Objek textarea digunakan apabila anda ingin memasukan data yang memiliki jumlah karakter yang tidak terbatas, dan menyimpan informasi yang dimasukan tadi kedalam form yang

Untuk meramaikan pasar dan agar tidak kalah oleh pesaing pada jenis produk yang sama maka Sirup ABC meluncurkan beberapa produk baru yaitu rasa apel cranberry yang

Oleh karena Infeksi rubela yang terjadi pada ibu hamil trimester pertama memberikan dampak buruk untuk terjadinya kelainan bawaan yang dapat menyulitkan bayi tersebut