DAFTAR LAMPIRAN
2.5. Tinjauan Studi Terdahulu 1 Migras
Hasil penelitian Ponto (1987) melihat bagaimana karakteristik migran di
sektor informal dalam kotamadya Manado berkesimpulan bahwa semakin besar
sektor informal tersebut dilihat dari tingkat pendapatan dan pemilikan maka
migran yang bekerja di sektor informal tidaklah lebih jelek kehidupan
ekonominya dari sektor formal. Sebagai migran pekerja informal sudah merasa
puas dengan tingkat kehidupan yang dijalani karena kegiatan mereka dianggap
sesuai dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki yang
masih relatif rendah.
Menurut Rachmawati (1991) mengkaji mengenai faktor-faktor sosial
ekonomi terhadap migrasi sirkuler desa-kota menyimpulkan bahwa status sosial
ekonomi migran (yang diukur berdasarkan pemilikan lahan pertanian) nilainya
bervariasi, tetapi sebagian besar berasal dari golongan ekonomi rendah. Ada tiga
jenis lapangan usaha yang termasuk ke dalam sektor informal yang memberikan
kesempatan berusaha bagi para migran yaitu perdagangan, buruh dan jasa
angkutan. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kelancaran sisitem
transportasi dan komunikasi sebagai hasil dari pembangunan pedesaan telah
mempercepat terjadinya proses migrasi sirkuler desa-kota.
Hasil penelitian Rofiqoh (1994) menyatakan bahwa arah dan jumlah
migrasi antar propinsi di Indonesia ditentukan oleh aktivitas pembangunan yang
sedang dilaksanakan, tersedianya pasaran tenaga kerja, jarak dan sarana
transportasi yang tersedia. Dalam penelitian tersebut juga dikemukakan bahwa
besarnya jumlah migrasi masuk (dalam penelitian di Kalimantan Timur)
disebabkan oleh tersedianya peluang kerja di sektor industri, karena sektor ini
mengalami perkembangan yang cukup besar. Motivasi ekonomi merupakan faktor
yang paling berpengaruh terhadap migrasi neto yang masuk ke Kalimantan Timur
menekankan pada faktor ekonomi, seperti pendapatan, peluang kerja dan biaya
perjalanan yang harus dikeluarkan untuk melakukan migrasi. Faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap migrasi adalah jarak, rasio jumlah tenaga kerja yang
menamatkan SMP antara daerah asal dan daerah tujuan serta kebijakan
pemerintah. Nilai elastisitas menunjukkan bahwa migrasi neto yang masuk ke
Kalimantan Timur hanya respon pada rasio tingkat kesempatan kerja antara
daerah tujuan dan daerah asal, jarak dan rasio jumlah tenaga kerja yang
menamatkan tingkat pendidikan SMP antara daerah asal dan daerah tujuan.
Sondakh (1994) dalam penelitiannya mengkaji mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi ke Kotamadya Manado
dan Kotamadya Bitung di Propinsi Sulawesi Utara. Faktor pendorong di desa asal
dan faktor penarik di kota tujuan mempunyai peranan yang relatif seimbang
terhadap terjadinya migrasi desa ke kota, namun faktor yang utama adalah
sulitnya memperoleh pekerjaan di desa yang sesuai dengan keinginan migran atau
dengan kata lain migran ingin memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang
lebih tinggi di kota. Namun dari hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
sektor informal tidak hanya dimasuki oleh orang yang berpendidikan rendah saja
tetapi juga dimasuki oleh penduduk berpendidikan tinggi. Alasan pekerja yang
berpendidikan ini masuk ke sektor informal selain menguntungkan juga karena
mulai sulitnya mencari pekerjaan. Sarana transportasi dan faktor saudara atau
teman juga berperan terhadap proses berlangsungnya migrasi desa ke kota. Selain
itu keputusan seseorang untuk bermigrasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik
individu tersebut, termasuk kondisi desa asal. Karakteristik individu yang
pendidikan. Sedangkan faslitas irigasi yang tersedia di pedesaan dan assesibilitas
desa merupakan salah satu faktor dari kondisi desa yang mempengaruhi keputusan
bermigrasi.
Sari (1997) mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan jenis migrasi desa-kota di Kelurahan Bojongmenteng, Kecamatan
Bekasi Timur, Kabupaten bekasi, Jawa Barat menyatakan bahwa faktor-faktor
yang berpengaruh nyata terhadap keputusan jenis migrasi desa-kota adalah tingkat
pendidikan, rasio pendapatan, rasio jam kerja dan ketertarikan dengan fasilitas
perkotaan. Selain itu ketika memutuskan untuk bermigrasi, para migran merasa
yakin akan mendapatkan pekerjaan di kota. Alasan migran memilih jenis migrasi
permanen sebagian besar karena faktor jarak yang jauh antara desa ke kota,
sedangkan pada migran non permanen sebagian besar disebabkan karena alasan
keluarga. Namun setelah bekerja di kota, mereka merasakan bahwa bekerja di
kota lebih menguntungkan dibandingkan jika bekerja di desa. Hasil analisis
menunjukkan bahwa kepemilikan lahan tidak menjamin migran untuk tetap
tinggal di desa dan keinginan untuk melakukan migrasi baik migrasi permanen
maupun migrasi non permanen dipengaruhi lingkungannya baik teman atau
saudaranya yang pernah merasakan tinggal di kota.
Atika (1999) mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
rumahtangga usaha warung Tegal dan usaha warung Padang di wilayah Jakarta
Barat dan Jakarta Timur untuk melakukan migrasi kembali. Hasil dari penelitian
menyatakan bahwa karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia, hampir
sebagian besar responden rumahtangga usaha warung Tegal akan melakukan
Padang sebagian besar responden rumahtangga tidak akan melakukan migrasi
kembali baik ke daerah asal atau daerah lainnya. Peluang rumahtangga untuk
migrasi kembali dipengaruhi oleh pendapatan, omzet usaha serta pendidikan
kepala keluarga. Tingginya keinginan untuk migrasi kembali pada rumahtangga
usaha warung Tegal sesuai dengan kondisi sosial budaya suku Jawa yang
mempunyai intensitas migrasi yang rendah, demikian pula dengan rendahnya
keinginan rumahtangga usaha warung Padang untuk migrasi kembali sesuai
dengan kondisi sosial budaya Minangkabau yang memiliki intensitas migrasi yang
tinggi.
Hasil penelitian Desiar (2003), menunjukkan bahwa migrasi masuk ke
DKI Jakarta meningkatkan pengangguran dan sektor informal. Migran yang
tingkat pendidikannya paling tinggi SLTP mempunyai peluang memasuki sektor
formal sangat kecil, karena itu mereka cenderung memasuki sektor informal yang
tidak memerlukan persyaratan pendidikan.
2.5.2. Produktivitas Tenaga Kerja
Hasil penelitian Ahmad (1990) dalam Rofiqoh (1994) menunjukkan
bahwa tingkat urbanisasi mempunyai hubungan yang negatif dengan produktivitas
tenaga kerja, sedangkan kualitas tenaga kerja, tingkat industrialisasi dan
pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan yang positif dengan produktivitas
tenaga kerja.
Hasil penelitian Rofiqoh (1994) menunjukkan bahwa faktor-faktor
berpengaruh nyata terhadap produktvitas pekerja di Kalimantan Timur adalah
jumlah tenaga kerja yang tamat SD dan pendapatan perkapita. Nilai elastisitas
responsif terhadap semua peubah bebasnya. Produktivitas pekerja di Kalimantan
Timur secara tidak langsung dipengaruhi oleh banyaknya jumlah migrasi yang
masuk, hal ini tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para
migran. Selain itu kehadiran para migran juga berdampak pada peningkatan
pendapatan perkapita yang akhirnya berdampak pada produktivitas tenaga kerja.
Hasil peneltitian Kulsum (1997) menyatakan bahwa dari sepuluh faktor
yang diduga mempengaruhi produktivitas tenaga kerja pemetik teh setelah
dikurangi tiga faktor yang bermultikolinier hanya jenis kelamin, status kerja dan
hubungan dengan sesama pemetik yang berpengaruh nyata terhadap tingkat
produktivitas, masing-masing pada taraf kepercayaan 90, 95 dan 95 persen.
Sementara itu faktor pengalaman kerja, pengeluaran, pendapatan diluar pemetikan
dan hubungan atasan-bawahan berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 10, 20,
35, dan 25 persen.
Hasil penelitian Simanjuntak (1997) mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja pengrajin rotan, menyatakan bahwa
produktivitas kerja pengrajin rotan dipengaruhi secara nyata oleh pengalaman
kerja, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan dan alokasi waktu kerja,
tetapi tidak responsif terhadap perubahan faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor
yang berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja pengrajin rotan adalah
umur, pendidikan, pengalaman kerja, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan
dan alokasi waktu kerja. Namun faktor-faktor lain yang berpengaruh positif tetapi
tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas kerja pengrajin rotan adalah umur
Tutuhatunewa (1998) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja di industri kecil sepatu, menunjukkan
bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas tenaga kerja
meliputi umur, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan dan
alokasi waktu kerja. Jenis kelamin berpengaruh nyata hingga taraf kepercayaan 80
persen, sedangkan umur, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan dan
alokasi waktu kerja berpengaruh nyata hingga taraf kepercayaan 95 persen.
Tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan pengeluaran rata-rata tidak
berpengaruh nyata terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu Desa
Kotabatu.
Akmal (2006) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri kecil kerupuk sanjai,
menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi secara nyata oleh
jenis kelamin, alokasi waktu kerja, upah yang diterima pekerja dan dummy status pekerjaan. Peubah jenis kelamin, upah yang diterima pekerja, dan dummy status pekerjaan berpengaruh positif terhadap produktivitas pekerja, sedangkan peubah
alokasi waktu kerja berpengaruh negatif terhadap produktivitas pekerja (tidak
sesuai dengan hipotesis awal).
Herlina (2006) mengkaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
produktivitas pekerja industri kecil tempe, menyatakan bahwa produktivitas
pekerja dipengaruhi secara nyata oleh jumlah tanggungan keluarga, upah riil per
bulan, jumlah pengeluaran pekerja tepe per bulan, alokasi waktu kerja, status
hubungan keluarga dengan pemilik dan status perkawinan. Faktor yang
bulan, status hubungan keluarga dengan pemilik dan status perkawinan.
Sedangkan faktor yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas pekerja adalah
jumlah tanggungan keluarga, upah riil per bulan dan alokasi waktu kerja, dimana
peubah alokasi waktu kerja yang sesuai dengan hipotesis awal.
Hasil penelitian Kurnia (2003) mengkaji mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas pekerja pemetik teh menyimpulkan bahwa faktor-
faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas pekerja pada taraf
kepercayaan 95 persen adalah jenis kelamin, status kerja, pendapatan dari usaha
pemetikan, pengeluaran keluarga, hubungan dengan sesama, dan pengalaman
kerja. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh adalah usia, tingkat
pendidikan, formal, pendapatan dari luar usaha pemetikan, jarak tempuh,
hubungan dengan atasan dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan menurut
Tresnowati (2004) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh kuat
terhadap tingkat produktivitas kerja pemetik teh adalah usia, jenis kelamin, jarak
ke tempat pemetikan dan jumlah pendapatan keluarga. Faktor-faktor yang
berpengaruh tidak terlalu kuat terhadap tingkat produktivitas adalah alokasi waktu
kerja dan tingkat pendidikan. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh
adalah status kerja, pengalaman kerja dan persepsi hubungan dengan sesama
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis