• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Tinjauan Tentang Karakter Islami

Karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui prilaku baik, jujur, bertanggung jawab , menghargai orang lain, dan nilai-nilai karakter lainnya. Dalam konteks pemikiran Islam, karakter terkait iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristoteles bahwa karakter erat kaitannya dengan

28

“habit” yaitu kebiasaan-kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan diamalkan.

Wynne, mengungkapkan bahwa karakter berasal daari bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) atau memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau prilaku sehari-hari29

Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Republik Indonesia, mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus ciri-ciri ini menbedakan antara satu individu dengan yang lainnya.

Pendidikan karakter yang Islami adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat berpikir, memahami, memperhatikan, berucap, bertindak, dan mengamalkan nilai-nilai etik sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, “pendidikan karakter Islami” Sesungguhnya itulah “ pendidikan akhlak mulia” (tarbiyat al- akhlaq al- mahmudah) baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, diri sendiri maupun dengan lingkungan.30

Salah satu ayat yang menerangkan tentang pendidikan karakter adalah Q.S Luqman ayat 12-14, Walaupun terdapat banyak ayat al-Quran yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan karakter, namun Q.S Luqman ayat 12-14 karena ayat ini mewakili pembahasan ayat yang memiliki keterkaitan makna paling dekat dengan konsep pendidikan karakter.

29

E.Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta, PT.Bumi Aksara, 2016) hlm 3.

30

Allah Shubhanahu Wata‟ala berfirman dalam Q.S. Luqman : 31 ayat 12-14: َرَفَم يَهَو ۖۦِهِسۡفٌَِل ُرُن ۡشَي اَوهًِإَف ۡرُن ۡشَي يَهَو ِِۚ ه ِلله ۡرُن ۡشٱ ِىَأ َتَو ۡنِحۡلٱ َي ََٰوۡقُل اٌَۡيَتاَء ۡدَقَلَو َ هللهٱ هىِإَف َهاَق ۡذِإَو ٞديِوَح ٌّيٌَِغ َو ۦِهٌِۡبِلِ ُي ََٰوۡقُل َوَح ِهۡيَدِل ََٰوِب َي ََٰسًِ ۡلۡٱ اٌَۡيهصَوَو ٞنيِظَع ٌنۡلُظَل َك ۡرِّشلٱ هىِإ ِۖ هللهٱِب ۡكِر ۡشُت َلَ هيٌَُبََٰي ۥُهُظِعَي َوُه ااٌ ۡهَو ۥُهههُأ ُهَۡۡل ُريِصَوۡلٱ هيَلِإ َلۡيَدِل ََٰوِلَو يِل ۡرُن ۡشٱ ِىَأ ِيۡيَهاَع يِف ۥُهُل ََٰصِفَو ٖيۡهَو َٰىَلَع Terjemahannya:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pengajaran kepadanya:“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya memperseku-tuk an (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan keada kedua orang ibu bapakmu, dan hanya kepada-Ku lah kembalimu.”31

Adapun nilai karakter yang termaktub dalam Q.S. Luqman ayat 12-14 tadi, yang pertama, dari seorang Luqman, pendidik hendaknya mempunyai karakter hikmah, yakni berpengetahuan dan berilmu. Artinya, selain mempunyai pengetahuan, pendidik juga dituntut untuk mengamalkan pengetahuannya. Kedua, pendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S. Luqman di atas adalah anjuran untuk menjadikan individu-individu yang bersyukur, syukur dalam artian tidak hanya mengucapkan Alhamdulillah, melainkan menkmati segala karunia Allah Shubhanahu Wata‟ala untuk pemicu dalam meningkatkan prestasi. Ketiga, nilai karakter yang ada pada ayat ini adalah menjadikan tauhid atau aqidah sebagai pondasi awal bagi anak sebelum anak mengenal disiplim ilmu pengetahuan yang

31

lain. Keempat, Luqman memanggil anaknya dengan sebutan Ya Bunayya, padahal bahasa Aran yang biasa digunakan adalah Ya Ibnii, Ya Bunayya adalah bahasa yang sangat halus yang digunakan oleh orang tua kepada anaknya, nilai karakter yang ada pada ayat ini adalah, hendaknya bagi para pendidikuntuk bertutur halus kepada anak didiknya. Kelima, pada ayat diatas juga diperintahkan untuk merenungi penderitaan seorang ibu yang mengandung anaknya dalam keadaan

wahnan “ala wahnin, nilai karakter pada ayat ini adalah nilai bakti seoranganak

untuk orang tuanya, khususnya kepada ibu. Keenam, penutup ayat ini Ilayyal

Mashiir semua akan kembaki kepada Allah Shubhanahu Wata‟la, nilai karakter

darinya adalah siapapun kita sebagai manusia pasti akan kembali kepada Allah, dan ini melahirkan nilai-nilai keqakwaan, karena hanya taqwalah yang akan menjadikan manusia berbeda di hadapan Allah Shubhanahu Wata‟la ketika kembali kehadapannya.32

Adapun hadits yang berkaitan dengan pendidikan karater, yaitu:

32

Artinya:

Dari „Amr bin Syu‟aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: Rasululloh SAW Bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun. Dan pukulah mereka karena meninggalkannya ketika telah berumur 10 tahun. Serta pisahkanlah mereka dalam tempat tidur mereka. (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang Hasan)

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling penting dalam fase kehidupan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan para pakar anak usia dini, bahwa usia dini adalah usia emas atau the golden age. Pada usia ini, anak harus diberi stimulus secara kontinu. Terutama pada sensor panca indra anak yang berfungsi menangkap rangsang. Dengan demikian, perkembangan anak akan berkembang secara optimal.

Pada fase ini sangat cocok untuk orangtua atau pun pendidik mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki anak. Potensi-potensi ini dapat berkembang apabila seluruh kegiatan anak mendapatkan arahan dan bimbingan dari orangtua atau pun guru. Mendidik dan mengarahkan anak bisa dilakukan dengan banyak cara, bisa melalui pemberian keteladanan, pembiasaan, atau pun pengajaran secara langsung. Melihat banyak fenomena atau tren masa sekarang bahwa banyak anak yang nakal, melawan pada orangtua, bahkan ada anak yang membunuh orangtuanya. Hal ini tidak lain dikarenakan pendidikan sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini inilah yang memberikan banyak sumbangsih pada perkembangan anak ketika dewasa nantinya.

Beberapa cara dilakukan baik oleh orangtua, lingkungan masyarakat, mau pun lembaga pendidikan baik formal mau pun non formal, agar anak-anak di lingkungannya menjadi generasi baik. Salah satunya di lembaga pendidikan anak usia dini yang mengajarkan tentang nilai-nilai karakter dan pengetahuan pada anak usia dini. Dari sinilah, anak mendapatkan pendidikan. 33

33

Diana Mutiah. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. (Jakarta: Kencana Prenada media , Group, 2012). h 47.

2. Hakikat Pendidikan Karakter

Jurus utama yang harus diperhatikan dalam menyukseskan pendidikan karakter di sekolah adalah dengan memahami hakikat pendidikan karakter dengan baik. Hal ini penting karena pendidikan karakter bergerak dari kesadaran (awarenss), pemahaman (understanding), kepedulian (concern) dan komitmen (commitment), menuju tindakan (doing to acting).Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan karakter di sekolah sebaiknya diajarkan melalui berbagai tindakan praktik dalam proses pembelajaran , jangan terlalu teoritis, dan membatasi aktivitas pembelajaran, apalagi hanya terbatas di dalam kelas.

Moral understanding, sebagai aspek yang harus diperhatikan dalam

pendidikan karakter ada enam unsur, yaitu kesadaran moral ( moral awaress) pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing about moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil keputusan (decision macing) dan pengenalan diri( self knowladge). Keenam unsur tersebut harus ditekankan dalam pendidikan karakter, serta diajarkan pada peserta didik dan diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran secara kaffah.

Moral loving/ moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta

didik untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jatih diri, percaya diri, (self-discipline), kepekaan terhadap penderitaan orang lain (empty), cinta kebenaran (loving the good) pengendalian diri (self-control), dan kerendahan hati (humility).

Heritage Fundation merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan karakter tersebut adalah sebagai berikut :34

a. Cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya, b. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri,

c. Jujur,

d. Hormat dan santun,

e. Kasih sayang, hormat, peduli sesama,

f. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Sesuai dengan standar kompentensi dan lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri menigkatkan dan menggunakan pengeratuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga erujud dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter pada satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah atau madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang diperaktikkan oleh semua maraga sekolah atau madrasah dan semua masyarakat disekitarnya. Budaya sekolah atau

34E.Mulyasa, op, cit, h 15.

madrasah merupakn ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah atau madrasah tersebut di mata masyarakat luas.

4. Pendidikan Karakter Dalam Islam

Dalam jurnal internasional, The Journal of Ma]oral Education, nilai- nilai dalam ajaran Islam pernah diangkat sebagai hot issue yang dikupas secara khusus

dalam volume 36 tahun 2007. Dalam diskursus pendidikan karakter ini

memberikan pesan bahwa spiritualitas dan nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dari pendidikan karakter. Moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam membangun kesejahteraan dalam organisasi sosial manapun. Tanpa keduanya, maka elemen vital yang mengikat kehidupan masyarkat dapat dipastikan lenyap.35

Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika Islam. Dan pentingnya komperasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai- nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan.

Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggungjawab selain syari‟ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladananya merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan yang merujuk kepada kulaitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang

35

Abdul Majid, Pendidikan Krakter Perspektif Islam, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h 57.

baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Ketiga nilai inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam.

Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan peredaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap pinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalama memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Inti dari perbedaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu Ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam. 36

3636

34

Dokumen terkait