• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA KARAKTER ISLAMI SISWA SMA NEGERI 1 JENEPONTO SKRIPSI. Oleh: SRI HARDIYANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA KOMUNIKASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA KARAKTER ISLAMI SISWA SMA NEGERI 1 JENEPONTO SKRIPSI. Oleh: SRI HARDIYANTI"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

iv

POLA KOMUNIKASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA KARAKTER ISLAMI SISWA

SMA NEGERI 1 JENEPONTO

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SarjanaPendidikan (S. Pd.) Pada Program Studi

Pendidikan Agama Islam Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh:

SRI HARDIYANTI 105191106116

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1441 H/ 2019 M

(2)
(3)
(4)
(5)

vi

Nama : Sri Hardiyanti

NIM : 105191106116

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Fakultas : Agama Islam

Kelas : B

Dengan ini menyatakan hal sebagai berikut:

1. Mulai dari penyusunan proposal sampai selesai penyusunan skripsi ini,

saya menyusun sendiri skripsi saya (tidak dibuatkan oleh siapapun)

2. Saya tidak melakukan penjiplakan (Plagiat) dalam menyusun skripsi

3. Apabila saya melanggar perjanjian seperti pada butir 1, 2, dan 3 saya

bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Demikian perjanjian ini saya buat dengan penuh kesadaran

Makassar, 12 Sya‟ban 1441 H

6 April 2020 M

Yang Membuat Pernyataan

Sri Hardiyanti NIM:105191106116

(6)

vii

Jeneponto”. (Dibimbing oleh Mustahidang Usman, dan Elli)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pola komunikasi guru pendidikan agama Islam dalam membina karakter Islami siswa pada pembelajaran pendidikan agama Islam SMA Negeri 1 Jeneponto, dan untuk mengetahui bagaimana faktor pendukung dan penghambat pola komunikasi guru pendidikan agama Islam dalam membina karakter Islami siswa pada pembelajaran pendidikan agama Islam .

Adapun jenis penelitian ini adalah pendekatan kualitatif analisis deskriptif. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan melakukan observasi, wawancara, dan dokumenasi. Teknik analisis datanya yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Adapun sumber data pada penelitian ini yaitu satu guru pendidikan agama Islam SMA Negeri 1 Jeneponto, lima belas peserta didik, dan dua peserta didik anggota rohis.

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu terkait penerapan pola komunikasi guru pendidikan agama Islam dalam membina karakter Islami peserta didik di SMA Negeri 1 Jeneponto yaitu sudah tercipta dengan baik, dan ada tiga bentuk pola komunikasi yang diterapkan, yaitu komunikasi satu arah, komunikasi dua arah, komunikasi banyak arah. Faktor pendukung diterapkannya pembinaan karakter Islami Siswa di SMA Negeri 1 Jeneponto: Peserta didik cenderung cepat merespon apa yang diarahkan. Adanya visi dan misi yang menjadi acuan dalam membina karakter Islami peserta didik. Adanya perencanaan dalam kegiatan dalam membina karakter Islami peserta didik. Adanya kerjasama antara kepala sekolah, guru, dan para staff dalam kegiatan membina karakter peserta didik.Tenaga kependidikan yang berkompeten dan profesional. Faktor penghambat diterapkannya pembinaan karakter Islami Siswa di SMA Negeri 1 Jeneponto: Peserta didik yang cukup sulit untuk dibina, juga mempengaruhi temannya. Kurangnya sarana dan prasarana. Masih kurangnya kerjasama dan koordinasi antara guru dengan orang tua .

(7)

viii

ِهِلَا ىَلَعَو َيْيِلَسْرُوْلاَو ِءاَيِبًَْلأْا ِفَرْشَأ ىَلَع ُمَلاهسلاَو ُةَلاهصلاَو َيْيِوَلاَعْلا ِّبَر ِللهِ ُدْوَحْلا ُدْعَب اههَأ َيْيِعَوْجَأ ِهِبْحَصَو

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wata‟ala yang telah memberikan nikmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat menyertai salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, beserta keluarga, sahabat, dan juga para pengikut-pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajaran-ajarannya hingga akhir zaman.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak sedikit hambatan dan kendala yang penulis alami, tetapi berkat petolongan Allah Shubhanahu Wata‟ala, doa, motivasi, serta dukungan dari berbagai pihak, hingga sampai di titik akhir penyelesaian skripsi ini. Meskipun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Kedua orang tua, ayahanda Muhammad. Sayuti, dan Ibunda Kamaria, beserta

keluarga.

2. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, bapak Prof. Dr. H. Abd.

Rahman Rahim, S.E,. M.M. beserta wakil-wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd. I, selaku Dekan Fakultas Agama Islam,

Universitas Muhammadiyah Makassar, beserta Wakil Dekan I, Dra. Mustahidang U. M.Si., Wakil Dekan II, Drs. Abd. Samad T., Wakil Dekan III, Dr. Ferdinan S.Pd.I., M.Pd.I, Wakil Dekan IV, Ahmad Nasir S.Pd.I., M.Pd.I.

4. Dr. Amirah Mawardi, S.Ag., M.A. selaku Ketua Prodi Pendidikan Agama

(8)

ix

6. Para Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar yang merupakan sumber

ilmu pengetahuan dan pengalaman bagi penulis selama proses perkuliahan, hingga skripsi ini selesai.

7. Seluruh Staff Fakultas agama Islam, yang telah banyak memberikan

kemudahan selama peneliti menempuh pendidikan di Universitas

Muhammadiyah Makassar.

8. Semua lembaga di Fakultas Agama Islam, yaitu Ikatan Mahasiswa

Muhammadiyah Fakultas Agama Islam, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Agama Islam, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam.

9. Semua sahabat dan kepada seluruh teman kelas PAI.B, yang telah

memenjatkan do‟a dan memberi motivasi atas kesuksesan peneliti.

10. Pengelola dan teman- teman Fasilitator Rumah Qur‟an Al-Kamal di Jl. Sunu

No.33. Kel. Suangga. Kec. Tallo Kota Makassar Sulawesi Selatan.

11. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah banyak

memberikan sumbangsihnya kepada peneliti selama kuliah hingga skripsi ini selesai.

Akhirnya, hanya kepada Allah Shubhanahu Wata‟ala jualah peneliti serahkan segalanya, semoga semua pihak yang membantu peneliti mendapat pahala serta kebaikan di sisi Allah Shubhanahu Wata‟ala., serta semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua orang yang membacanya, terkhusus bagi peneliti sendiri.

(9)

x

Sri Hardiyanti NIM: 105191106116

(10)

xi

HALAMAN JUDUL ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

BERITA ACARA MUNAQSYAH ... iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Tentang Pola Komunikasi ... 7

B. Tinjauan Tentang Guru Pendidikan Agama Islam ... 12

C. Tinjauan Tentang Karakter Islami ... 25

BAB III METODOLOGI ... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Lokasi Penelitian ... 34

C. Fokus Penelitain ... 35

D. Deskripsi Fokus Penelitian ... 35

E. Sumber Data ... 36

F. Instumen Penelitian ... 37

G. Teknik Pengumpulan Data ... 38

H. Teknik Analisis Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 41

1. Identitas Sekolah... 41

2. Visi dan Misi ... 42

(11)

xii

1. Bentuk Penerapan Pola Komunikasi Guru Pendidikan Agama

Islam Dalam Membina Karakter Islami Siswa Pada Mata

Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri 1 Jeneponto .. 51

2. Ragam Faktor Pendukung dan Penghambat Penerapan Pola Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam Pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam ... 103

BAB V PENUTUP ... 105 A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA ... 108 DAFTAR INFORMAN ... 110 RIWYAT HIDUP ... 111 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 112

(12)

xiii

Tabel 2 Keadaan guru SMA Negeri 1 Jeneponto

Tabel 3 Keadaaan siswa SMA Negeri 1 Jeneponto berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4 Fasilitas di SMA Negeri 1 Jeneponto

Tabel 5 Waktu Pelaksanaan Observasi Di Kelas XII MIPA 2, XII MIPA 5,

Dan XII IPS 1 Di SMA Negeri 1 Jeneponto Tentang Pola Komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membina Karakter Islami Siswa.

Tabel 6 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 2 Atas Nama

Malikul Hakkul Mubin Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 7 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 2 Atas Nama

Ariyadi Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 8 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 2 Atas Nama

Deni Supratminto Syarif Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 9 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 2 Atas Nama Sri

Wahyuni Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 10 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 2 Atas Nama

(13)

xiv

Tabel 12 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 5 Atas Nama

Annisa Husnudzon Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 13 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 5 Atas Nama

Putra Yusuf Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 14 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 5 Atas Nama

Muhammad Aan Farid Fatur Rahman Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 15 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII MIPA 5 Atas Nama

Syamsinar Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 16 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII IPS 1 Atas Nama

Khaeratul Mu‟minin Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 17 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII IPS 1 Atas Nama

Ronaldy Try Saputra S. Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 18 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII IPS 1 Atas Nama Riska

Ade Thalia Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 19 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII IPS 1 Atas Nama Anisha

Wulandari Alfian Tentang Pembinaan Karakter.

Tabel 20 Hasil Observasi Peserta Didik Di Kelas XII IPS 1 Atas Nama Rian

(14)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di era industri saat ini, dimana seluruh aspek kehidupan mengalami perubahan, baik dari segi fisik maupun psikis lingkungan yang ada di dalamnya. Dan di zaman ini banyak sekali kemerosotan moral yang terjadi pada umat Islam. Banyak orang Islam yang mengeyampingkan ketepatan waktu dalam sholat bahkan dengan ringan meninggalkan sholatnya. Banyak pula adu domba yang tujuannya untuk memecah umat Islam.

Dampak kemerosotan moral juga dapat dirasakan dalam dunia pendidikan saat ini. Walaupun pendidikan karakter sudah menjadi tujuan utama pendidikan di Indonesia, tapi dalam pelaksanaannya masih belum maksimal tercapai. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan kepada peserta didik dengan maksimal. Ketidak maksimalan ini dapat dilihat dari berbagai hal, di antaranya adalah masih masih banyaknya peserta didik yang datang terlambat tanpa merasa bersalah, peserta didik mencontek ketika ujian, peserta didik tidak mengerjakan tugas sekolahnya, tidak sopan dalam berbicara bahkan ada peserta didik yang berani kepada guru, dan maasih ada peserta didik yang belum berpakaian sesuai syariat agama, dan masih banyak perilaku-perilaku yang dianggap sepele tetapi dapat merusak karakter peserta didik yang seharusnya tidak dibiasakan.

Dengan adanya realita seperti ini menjadi sebuah tantangan bagi sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan rumusan pengertian pendidikan

(15)

Nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidkan Nasional pada bab 1, pasal 1 yang menyatakan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1

Ki Hajar Dewantara mendefenisikan pendidikan bahwa berupa daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,

karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak. 2

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pendidikan terdapat proses pembentukan karakter. Dalam hal ini pembentukan karakter dapat diwujudkan melalui kajian teori dari bidang pendidikan, yaitu pendidikan agama Islam. Pendidikan Islam merupakan aspek yang dapat mengarahkan manusia ke arah yang lebih baik. Dalam pengajaran agama Islam dapat menumbuhkan dan membentuk manusia yang hampir mencapai kata sempurna dari berbagai aspek.

Ibnu Maskawai mendefinisikan pendidikan bahwa pendidikan yang bertumpu pada pendidikan akhlak guna terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang memiliki nilai yang baik sehinggga mencapai kesempurnaan dan

kebahagiaan yang sejati.3

Dari pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan seharusnya bertumpu pada pendidikan akhlak yang mampu mendorong perbuatan

1

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintahan RI Tahun 2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan serta Wajib belajar. (Bandung: Itra Umbara 2014), h. 3.

2

Moch. Tolchah, Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru, (Yogyakarta: [PT. LkiS Printing Cemerlang, 2015). H. 30

3

Ibn Maskawai, Al- Sa‟dah. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, ( Jakarta: Raja Grafindo Peresada, 2000), h 11.

(16)

yang benilai baik sehingga menjadi kebiasaan hingga akhirnya menjadi kebahagiaan sejati.

Pendidikan Agama Islam merupakan pelajaran yang wajib diajarkan pada sekolah formal nasional dan sekolah swasta Islam. Dan pendidikan di sekolah merupakan tahap lanjutan dari pendidikan keluarga, karena pada dasarnya keluarga sudah menyumbangkan pendidikan kepada anak berupa pendidikan karakter. Di dalam sekolah khusunya guru adalah pihak yang mengembangkan pendidikan yang telah diperoleh peserta didik dari keluarganya dan memberbaiki bila pendidikan tersebut tidak baik. Disamping itu, pendidikan di sekolah bertujuan untuk membina karakter yang baik untuk kehidupan peserta didik di masyarkat kelak.

Pendidikan karakter adalah sebuah penanaman nilai pendidikan kepada sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, keterampilan, dan sikap melalui kesadaran, kemauan, dan tindakan untuk mendidik dalam membentuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, naupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang baik. Untuk membantu peserta didik dalam membentuk karakter Islami tersebut, sehingga kecakapan guru pendidikan. Dan tujuan pendidikan nasional dapat tercapai melalui pendidik atau seorang guru. Hal ini sesuai dengan defenisi guru oleh beberapa ahli, salah satunya :

Syaiful Bahri Djamarh mengungkapkan guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Selain sejumlah ilmu pengetahuan, guru juga bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada peserta didik agar memiliki kepribadian yang paripurna.

(17)

Dengan keilmuan yang dimilikinya, guru membimbing anak didik dalam

mengembangkan potensinya.4

Dari pengertian dia atas, dapat penulis pahami bahwa, tugas guru bukan

hanya sebagai pengajar yang hanya mentransfer atau memindahkan pengetahuan berupa materi, tetapi hal yang tidak kalah penting yakni membimbing peserta didik agar memiliki kepribadian yang paripurna atau lebih kepada penanaman karakter sehingga dapat diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari.

Guru sebagai tenaga profesional di bidang pendidikan, di samping

memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual, juga harus mengetahui dan melakukan hal-hal yang bersifat teknis. Ha-hal yang bersifat teknis ini, terutama kegiatan mengelola dan melaksanakan interaksi belajar mengajar. Untuk itu, pendidikan perlu mengembangkan pola komunikasi efektif dalam proses

belajar mengajar.5

Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh faktor guru. Tugas

guru adalah menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa melalui interaksi komunikasi dalam proses belajar mengajar yang dilakukannya. Keberhasilan guru dalam meyampaikan materi sangat tergantung kepada kelancaran komunikasi antara guru dan siswanya. Ketidak lancaran dan kesalahan dalam pemilihan pola komunikasi akan membawa akibat pada pesan yang disampaikan guru. Untuk

4

Pupuh Faturrohman, Strategi Belajar Mengajar,(Bandung, PT Refika Aditama, 2017), h

43.

5

(18)

mencapai interaksi belajar mengajar perlu adanya komunikasi yang jelas antara

guru dengan siswa.6

Pada umumnya proses belajar mengajar merupakan suatu komunikasi tatap

muka dengan kelompok kecil, meskipun komunikasi antara guru dengan kelompok, sang guru bisa merubahnya menjadi komunikasi interpersonal dengan menggunakan metode komunikasi dua arah atau dialog di mana guru menjadi komunikan. Atau bahkan komunikasi tidak hanya melibatkan interkasi dinamis antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.

Berangkat dari pentingnya pendidikan karakter bagi peserta didik , dan

pola komunikasi yang sangat menunjang dalam pencapaian pendidikan karakter tersebut, sebagai latar belakang masalah, maka penulis ingin mengetahui lebih

jauh, sehingga penelitian ini berjudul “ Pola Komunikasi Guru Pendidikan

Agama Islam Dalam Membina Karakter Islami Siswa SMA Negeri 1 Jeneponto”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan pola komunikasi guru pendidikan agama Islam dalam

membina karakter Islami siswa pada pembelajaran pendidikan agama Islam SMA Negeri 1 Jeneponto ?

2. Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pola komunikasi guru

pendidikan agama Islam dalam membina karakter Islami siswa pada pembelajaran pendidikan agama Islam SMA Negeri 1 Jeneponto?

6

Skripsi Citra Wulandari Sugarsih ( Mahasiswa UIN Sumatra Utara Medan, Fakultas Agama Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam) Komunikasi Guru Dalam Pembelajaran Di SMP IT Al- Hujrah Laut Dedang Keamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

(19)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui penerapan pola komunikasi guru pendidikan agama

Islam dalam membina karakter Islami siswa pada pembelajaran pendidikan

agama Islam SMA Negeri 1 Jeneponto.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pola komunikasi guru

pendidikan agama Islam dalam membina karakter Islami siswa pada pembelajaran pendidikan agama Islam SMA Negeri 1 Jeneponto.

D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Secara teoritis, dapat menjadi kontribusi pemikiran dan menambah

kepustakaan tentang bentuk pola komunikasi dan pendidikan karakter di Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

2. Secara praktis

a. Dapat menjadi gambaran dan mesukan bagi orang tua, guru, dan

masyarakat agar senantiasa berusaha untuk membina kualitas karakter peserta didik

b. Dapat dijadikan acuan oleh para guru Pendidikan Agama Islam yang

(20)

7 BAB II

TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Tentang Pola Komunikasi

1. Pengertian Pola Komunikasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pada arti bentuk

atau sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap dimana pola itu sendiri bisa

dikatakan sebagai contoh atau cetakan.7

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang artinya

membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata communico yang artinya membagi.

Everet M. Rogers, seorang pakar pedesaan yang kemudian lebih banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat defenisi komunikasi, yaitu: Komunikasi adalah proses di mana ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Defenisi tersebut kemudian dikembangkan bersama dengan Laurance D. Kincaid. Sehingga melahirkan satu defenisi yang lebih maju dengan menyatakan :

Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada

gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.8

Jadi, penulis menyimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pengiriman dan penerimaan informasi antara dua orang atau lebih yang nantinya akan terjadi saling pengertian dan dapat merubah tingkah laku.

7

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996). h. 885.

8

Hafied Cangara, Perencanaan dan Strategi Komunikasi. (Jakarta: Rajawali Pers, 2013). h. 33.

(21)

Adapun pengertian pola komunikasi yaitu sebagai bentuk atau struktur hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pertukaran informasi dengan cara yang tepat, sehingga pesan atau informasi yang dimaksud dapat dipahami. Pola komunikasi juga merupakan salah satu gambar yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara suatu komponen komunikasi dengan komponen lainnya.

2. Bentuk- Bentuk Komunikasi

Pada dasarnya ada tiga bentuk komunikasi, yaitu komunikasi intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi), dan komunikasi kelompok.9

a. Komunikasi Intrapersonal (komunikasi dengan sendiri)

Komunikasi Intrapersonal adalah komunikasi dalam diri sendiri, yaitu

proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses pengolahan informasi melalui panca indra dan sistem saraf. Proses komunikasi ini juga karena adanya seseorang yang mengintrpretasikasn sebuah objek dan apa yang dipikirkannya. Objek itu dapat berwujud benda, informasi, alam, peristiwa, pengalaman, atau fakta yang dianggap berarti bagi manusia. Kemudian objek itu diberi arti kemudian diintepretasikan berdasarkan pengalaman yang berpengaruh pada sikap dan prilaku.dirinya.

b. Komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi)

Komunikasi interpersonal adalah proses panduan penyampaian pikiran

dan perasaan oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan

9

Onong Uchjana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, (Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, 1990), h 126.

(22)

melakukan kegiatan tertentu. Dibandingkan dengan macam-macam komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikasi. Komunikasi antarpribadi juga merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh oarng lain dengan efek dan umpan balik yang langsung.

c. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok adalah komunikasi antar seseorang komunikator dengan sejumlah (komunikasi) yang berkumpul bersama-sama dalam bentuk kelompok.

3. Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi

Dilihat dari prosesnya, pendidikan adalah komuniaksi dalam arti bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri dari manusia yang saling bertukar informasi berupa pengetahuan, yaitu pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan atau sebaliknya. Lazimnya, pada tingkatan bawah dan menegah pengajar itu sendiri disebut guru, sedangkan pelajar disebut murid. Pada umumnya pendidikan berlangsung secara di dalam kelas secara tatap muka. Karena kelompoknya relative kecil, meskipun komunikasi antara pengajar dengan pelajar dalam ruang kelas itu termasuk komunikasi kelompok, sang pengajar

sewaktu-waktu bisa mengubahnya menjadi komunikasi antarpersonal.10

4. Pola-Pola Komunikasi

Ada tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa yaitu:

10

(23)

a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah

Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberi aksi dan peserta didik sebagai penerima aksi. Guru aktif dan peseta didik pasif. Ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi sebagai aksi. Komunikasi sebagai interaksi atau dua arah.

b. Komunikasi dua arah

Pada komunikasi ini guru dan siswa dapat berperan sama yaitu pemberi aksi dan siswa penerima aksi. Di sini, sudah terlihat hubungan dua arah, tetapi

terbatas antara guru dengan peserta didik secara individual. Antara pelajar dan

pelajar tidak ada hubungan. Pelajar tidak dapat berdiskusi dengan teman atau bertanya sesama temannya. Keduanya dapat saling memberi dan menerima.

c. Komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai interaksi.

Nana Sudjana, mengemukakan bahwa komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis antar pesera didik yang satu dengan yang lainnya. Proses belajar mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses pengajaran yang mengembangkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga menumbuhkan siswa belajar aktif.Diskusi dan simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan kegiatan siswa yang optimal, sehingga menumbuhkan peserta didik belajar aktif. Diskusi dan simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan komunikasi ini.11

5. Strategi Membangun Komunikasi Efektif Antara Guru Dan Peserta Didik Dalam Proses Belajar Mengajar

Terdapat minimal lima strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk menciptakan/ membangun komunikasi efektif, seperti disebutkan berikut ini.

11

(24)

a. Respek

Komunikasi harus diawali dengan rasa saling menghargai. Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa dengan peserta didik bila

ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka peserta didik pun

akan melakukan hal yang sama ketika kita berkomunikasi dengan guru.

b. Empati

Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapai orang lain. Syarat uttama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti orang lain.

Guru yang baik tidak akan menuntut peserta didiknya untuk mengerti keinginannya. Tetapi ia akan memahami peserta didiknya terlebih dahulu. Di sisni berarti seseorang guru tidak hanya melibatkan indrawinya saja, tapi melibatkan pua mata hati dan perasaannya dalam memahami berbagai perihal yang ada pada peserta didiknya.

c. Audibel

Audibel berarti “dapat didengarkan”atau bisa dimengerti dengan baik. Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk termasuk dalam komunikasi yang audibel.

d. Jelas Maknanya

Pesan yang disamapaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi

(25)

dengan peserta didik, seorang guru harus berusaha agar pesan yang disampaikan jelas maknanya. Salah-satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).

e. Rendah Hati

Sikap rendah hati mengandung makna saling menghargai, tidak

memandang rendah, lemah lembut, sopan santun, dan penuh pengendalian diri.12

B. Tinjauan Tentang Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada bab 1 pasal 1 yang menyatakan bahwa:

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan

dasar, dan pendidikan menengah.13

Menurut Syaiful Bahri Djamarah, guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada anak didik di sekolah. Selain memberikan sejumlah ilmu pengetahuan, guru juga bertugas menanamkan nilai-nilai dan sikap kepada anak didik agar anak didik memiliki kepribadian yang paripurna. Dengan keilmuan yang dimilikinya,

guru membimbing anak didik yang mengembangkan potensinya. 14

Oemar Muhammad al-Toumi al-Syaibani mendefenisikan pendidikan Islam dengan prsoses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, mesyarakat, dan alam sekitarnya, dengan cara pengajar suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantaranya profesi-profesi asas dalam

masyarakat.15

12

Pupuh Fathurrahman, op. cit, h. 41-42.

13

Undang-Undang Republik Indonesia No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1.

14

Pupuh Fathurrahman, op.cit., h. 43

15

Abul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam,( Jakarta: Kencana Prenada Media. 2006) h, 26.

(26)

Cara mengubah tingkah laku itu melalui proses pengajaran. Perubahan

tingkah laku ini tidak berhenti pada level individual (etika profesional) yang

menghasilkan kesalahan individual, tetapi juga mencakup level masyarakat (etika

sosial), sehingga menghasilkan keshalehan sosial.16

Dari pengertian di atas, penulis berpendapat bahwa hakikat pendidikan seharusnya lebih menekankan pada perubahan tingkah laku, tidak sekedar mentransfer pengetahuan. Yang sifatnya penigkatan, yaitu dari yang buruk menuju yang baik, dari yang minimal menuju maksimal, dari yang potensial menjadi aktual, dari yang pasif menuju yang aktif. Dan bersifat umum, tidak hanya untuk diri pribadi, tapi bagi orang lain.

2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

Dasar pendidikan Islam merupakan landasan optimal untuk merealisasikan

dasar ideal/sumber pendidikan Islam.17

a. Dasar Historis

Dasar historis adalah dasar yang berorientasi pada pengalaman pendidikan masa lalu, baik dalam bentuk undang-undang maupun peraturan-peraturan, agar kebijakan yang ditempuh masa kini akan lebih baik. Dasar ini juga dapat dijadikan acuan untuk memprediksi masa depan, karena dasar ini memberi data input tentang kelebihan dan kekurangan kebijakan serta maju mundurnya prestasi pendidikan yang telah ditempuh.

Firman Allah Shubhanahu Wata‟ala dalam al-Quran Surah Al-Hasyr (59) ayat 18:

اَهُّيَأ اَي ََّاللَّ َّنِإ ۚ َ َّاللَّ اىُقَّتاَو ۖ ٍدَغِل ْتَمَّدَق اَم ٌسْفَن ْرُظْنَتْلَو َ َّاللَّ اىُقَّتا اىُنَمآ َنيِذَّلا َنىُوَاْمَت اَاِم ٌرٌِي َب

Terjemahannya:

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnnya untuk hari esok

16

Ibid, h. 26.

17

(27)

(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui.18

Berdsarkan ayat di atas dapat diketahui bahwa hendaknya setiap manusia, hendaknya senantiasa memperhatikan dan belajar dari sejarah setiap peristiwa dalam, sehingga dapat melakukan yang lebih baik untuk hari esok atau di masa depan.Terkhusus bagi tenaga pendidik hendaknya senantiasa memperhatikan dan belajar dari berbagai sejarah pendidikan, sehingga dapat menjadi acuan dalam mengambil tindakan yang lebih baik dalam dunia pendidikan kedepannya, yang tidak sekedar mengacu pada tujuan dunia, namun tujuan akhir yaitu akhirat dalam hal ini, terkait melakukan komunikasi yang baik dalam membina karakter Islami pesert didik.

b. Dasar Sosiologis

Dasar sosiologis adalah dasar yang memberikan kerangka sosiobudaya, yang mana dengan sosiobudaya itu pendidikan dilaksanakan. Dasar ini

juga berfungsi sebgai tolak ukur dari tingkat relevansi ouptut pendidikan

dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak kahilangan konteks atau tercabut dari akar masyarakatnya. Prestasi pendidikan hampir tidak berguna jika prestasi itu merusak tatanan masyarakat. Demikian juga, masyarakat yang baik akan menyelenggarakan format pendidikan yang baik pula.

c. Dasar Ekonomi

Dasar ekonomi adalah dasar yang memberikan perspektif tentang potensi-potensi finansial, menggali, dan mengatur sumber-sumber serta bertanggungjawab terhadap rencana dan anggaran pembelajarannya. Dikarenakan pendidikan dianggap sebagai sesuatu yang luhur maka sumber-sumber finansial dalam menghidupkan pendidikan yang bersih,

suci, dan tidak bercampur dengan harta benda yang syubhat. Ekonomi

yang kotor menjadikan ketidak berakahan hasil pendidikan. Misalnya, untuk pengembangan pendidikan, baik untuk kepentingan honorarium pendidik maupun biaya oprasional sekolah, uatu lembaga pendidikan mengembangkan sistem rentenir.

18

(28)

d. Dasar Politik dan Administratif

Dasar politik dan adminitrasi adalah dasar yang memberikan bingkai idiologis yang digunakan sebagai tempat bertolak untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan dan direncanakan bersama. Dasar politik menjadi penting untuk pemerataan pendidikan, baik seara kuantitatif maupun kualitatif. Dasar ini juga berguna untuk menentukan kebijakan umum

(„ammah) dalm rangka mencapai kemaslahatan bersama, bukan hanya

untuk golongan atau kelompok tertentu. Sedangkan dasar administrasi berguna untuk memudahkan peayanan pendidikan, agar pendidikan dapat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguann teknis dalam pelaksanaannya.

e. Dasar Psikologi

Dasar psikologis adalah dasar yang memberikan informasi tentang bakat, minat, watak, karakter, motivasi dan inovasi peserta didik, pendidik, tenaga administrasi, serta sumber daya manusia yang lain. Dasar ini berguna juga untuk mengetahui tingkat kepuasan dan kesejahteraan batiniah pelaku pendidikan, agar mereka mampu menigkatkan prestasi dan kompetisi dengan cara yang baik dan sehat. Dasar ini pula yang memberikan suasana batin yang damai, tenang, dan indah, di lingkungan pendidikan, meskipun dalam kedamaian dan ketenangan itu senantiasa terjadi dinamika dan gerak cepat untuk lebih maju bagi pengembangan lembaga pendidikan.

f. Dasar Filosofis

Dasar filosofis adalah dasar yang memberikan kemampuan memilih yang

terbaik, memberi arah suatu sistem, mengontrol dan memberi arah kepada semua dasar-dasar oprasional lainnya. Bagi masyarakat sekuler dasar ini menjadi acuan terpenting dalam pendidikan. Sebab, filsafat bagi mereka merupakan induk dari segala dasar pendidikan. Sementara bagi masyarakat religious, seperti mayarakat muslim, dasar ini sekedar menjadi bagian dan cara berpikir di bidang pendidikan secara sistematik, radikal, dan universal, yang asas-asasnya diturunkan dari nilai iladiyah.

g. Dasar Religious

Dasar religious adalah dasar yang diturunkan dari ajaran agama. Dasar ini

menjadi penting dalam peniddikan Islam. Sebab dengan dasar ini, semua kegiatan pendidikan menjadi bermakna. Konstruksi agama membutuhkan aktualisasi dalam berbagai dasar pendidikan yang lain. Agama menjadi frame bagi semua dasar pendidikan Islam. Aplikasi dasar-dasar yang lain merupakan bentuk realisasi dari yang bersumber dari agama dan bukan

(29)

maka semua tindakan kependidikan dianggap sebagai ibadah. Sebab ibadah merupakan aktuaisasi dari (selfactualization) yang paling ideal dalam dalam pendidikan Islam.

Dari penjelasan di atas dapat penulis pahami bahwa ada bebrapa dasar pendidikan agama Islam yang mencakup berbagai aspek yang dimana semua dasar tersebut saling berkaitan untuk menjadikan pendidikan agama Islam sebagai dasar yang ideal dalam pencapaian tujuan pendidikan Nasional.

Ali Ashaf menawarkan tujuan pendidikan Islam yaitu dengan “terwujudnya penyerahan mutlak kepada Allah Shubhanahu Wata‟ala pada

tingkat individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya”.19

Tujuan umum tersebut merupakan kristalisasi dari tujuan khusus pendidikan Islam. Menurutnya, tujuan khusus pendidikan Islam adalah sebagai berikut:20

1. Mengembagkan wawasan spiritual yang semakin mendalam, serta

mengembangkan pemahaman rasional mengenai Islam dalam konteks kehidupan modern.

2. Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan kebijakan, baik

pengetahuan praktis, kekuasaan, kesejahteraan, lingkungan sosial, dan pembangunan nasional.

3. Mengembangkan kemampuan pada diri peserta didik untuk mneghargai

dan membenarkan superioritas komperaif kebudayaan dan peradaban Islami di atas kebudayaan lain

19

Ibid, h. 60

20

(30)

4. Memperbaiki dorongan emosi melalui pengalama imajinstif, sehingga kemampuan kreatif dapat berkembang dan berfungsi mengetahui norma-norma Islam yang benar dan yang salah.

5. Membantu peserta didik yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir logis

dan membimbing proses pemikirannya dengan berpijak pada hipotesis dan konsep-konsep tentang pengetahuan yang diatur.

6. Mengembangkan wawasan rasional dan lingkungan sebagaimana yang

dicita-citakan dalam Islam dengan melatih kebiasaan yang baik.

7. Mengembangkan, menghaluskan, dan memperdalam kemampuan

berkomunikasi dalam bahasa tulis dan bahasa lisan.

Rumusan tujuan pendidikan Islam yang dihasilkan dari seminar pendidikan Islam sedunia tahun 1980 di Islambad adalah:

Arifin H.M Educated should aim at the balanced growth of total

personality of man thouhg the treaning of man’s spirit, inttelect the retional self, feeling and bodily sense. Education should therefore cater for the growth of man in all its aspects, spiritual, intellectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually and collecyively, and motivate all these aspects toward goodness and attainment of perfection. The ultimate aim of education ;ies in the realization of complate submission to Allah on the level of individual, the community and humanity at large.21

Rumusan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam mempunyai tujuan yang luas dan dalam. Seluas dan sedalam kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individual dan sebagai makhluk sosial yang dijiwai oleh nilai-nilai ajaran agamanya.

21

(31)

Oleh karena itu, pendidikan Islam bertujuan untuk menimbulkan pola kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indra. Pendidikan harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua asspeknya, baik aspek spiritual, intelektuall, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, maupun bahasanya. Tujuan terakhir dari pendidikan Islam itu teletak dalam realisasi sikap penyerahan dan sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan.

Sebagai hamba Allah Shubhanahu Wata‟ala yang berserah kepada Khaliknya, ia adalah hamba-Nya yang berilmu pengetahuan dan beriman kecara bulat, sesuai kehendak pencipta-Nya, agar terealisasi cita-cita yang terkandung

dalam kalimat ajaran Allah.22

3. Ruang Lingkup Penddikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah Sahubhanahu Wata‟ala, hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan makhluk lain (lingkungannya).

Apabila dilihat dari segi pembahasannya maka ruang lingkup pendidikan

agama Islam yang umum dilaksanakan di sekolah adalah sebagai berikut: 23

a. Pengajaran Keimanan

Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya kepercayaan menuruti ajaran Islam, inti dari pengajaran itu adalah rukun Islam.

22

Bukhari Umar, op. cit, h. 62.

23

(32)

b. Pengajaran Akhlak

Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah pada pemebentukan yang mengarah pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan berakhlak baik.

c. Pengajaran Ibadah

Pengajaran ibadah adalah pengajaran tetang segala bentuk ibadah dan tata cara pelaksanaanya, tujuan dari pengajaran ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.

d. Pengajaran Fiqih

Pengajaran fiqih adalah pengajaran yang isinya menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum Islam yang bersumber pada Al-Qur‟an dan Sunnah, dan dalil-dalil syar‟i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar siswa mengetahui dan mengerti tentang tantangan hukum-hukum Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pengajaran Al-Qur‟an

Pengajaran Al-Qur‟an adalah pengajaran yang bertujuan agar siswa dapat membaca Al-Qur‟an dan mengerti arti keandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Qur‟an . Akan tetapi dalam nya hanya ayat-ayat tertentu yang dimasukkan dalam materi pendidikan agama Islam yang disesuaikan dengan penidikan.

f. Pengajaran Sejarah Islam

Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa dapat mengetahui tentanag pertumbuhan dan perkembangan agama Islam dari awal sampai zaman sekarang sehingga siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.

Dari penjelasan di atas, dapat peneliti pahami bahwa ruang lingkup pendidikan agama Islam identik dengan aspek-aspek pengajaran agama Islam karena materi yang terkandung di dalamnya merupakan perpaduan yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya yang mencakup kehidupan dunia dan akhirat.

(33)

4. Guru dan Pendidikan Karakter

Dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa dtiru atau menjadi idola begi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inspirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri peserta didiknya, sehingga ucapan, karakter, dan kepribadian guru menjadi cermin peserta didik. Dengan demikian guru memiliki tanggungjawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas menusiawi itu merupakan transformasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis harmonis, dan dinamis. Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan perananya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut:

a. Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran

Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.

b. Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran

Guru dituntut untuk peduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diempunya. Dalam hal ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan

(34)

ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintegerasikan dalam proses pembelajaran.

c. Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan yang berwawasan pengembangan

budi pekerti dan akhlak mulia.

Para guru melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatannya menjurus pada pengembangn kemampuan efektif, dan psikomotorik.

d. Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan

berkembangnya karakter peserta didik.

Lingkungan terbukti sangat penting dalam pembentukan pribadi manusia, baik lingkungan fisik, maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter.

e. Menjalin kerja sama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam

mengembangan pendidikan karakter

Bentuk kerjasama yang bisa diakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan narasumber dalam

kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.24

5. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Langgulung, Di era modern ini peran guru bukan hanya sebagai

pengajar (mu’allim, transfer knowledge) saja, tetapi mempunyai tugas

sebagai motivator dan fasilitator proses belajar mengajar, yaitu relasi dan aktualisasi sifat-sifat Ilahi manusia, dengan cara aktualisasi potensi-potensi

manusia untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimilliki.25

24

https://www.kompasiana.com/amp/ah

25

(35)

Selain itu, tugas pendidik juga sebagai pengelola(human of learning), pengaruh (director of learning), fasilitator, dan perencana (the utur society). Oleh

karena itu, tugas pendidikan dapat disimpullkan menjadi:26

a. Sebagai pengajar (mu’allim, instruksional) yang bertugas merencanakan

program pengajaran, dan melaksanakan program penilaian (evaluation) setelah program dilaksanakan;

b. Sebagai pendidik (murbbi, educator) yang mengarahkan anak didik pada

tingkat kedewasaan yang berkepribadianinsan kamil, seiring dengan tujuan Allah menciptakannya;

c. Sebagai pemimpin (manager) yang memimpin dan mengendalikan diri

sendiri dan anak didik serta masyarakat terkait, yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan dan antisipasi atau program yang telah dilakukan

Jadi, penulis berpendapat bahwa guru memiliki tanggungjawab yang besar dan luas, karena perannya tidak sekedar menjadi pengajar yang hanya memindahkan ilmu pengetahuan yang bersifat kognitif, tapi yang cukup penting yaitu sebagai pendidik dan pemimpin yang berusaha mengarahkan peserta didik agar memperbaiki akhlaknya dengan memberi motivasi-motivasi pengarahan, dan pengontrolan.

6. Guru Sebagai Tenaga Profesional

Sebagai tenaga profesional, guru bukan saja dituntut untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Dalam diskusi pengembangan model pendidikan

26

(36)

profesional tenaga kependidikan yang dilaksanakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990 lalu, dirumuskan 10 ciri suatu profesi yaitu, (1) memiliki fungsi dan signifikansi sosial; (2) memiliki keahlian dan keterampilan tertentu; (3) keahlian/keterampilan diperoleh melalui teori dan metode ilmiah tertentu; (4) didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas; (5) diperoleh dalam masa pendidikan yang cukup lama (6) aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional.(7) memiliki

kode etik; (8) kebebasan untuk memberikan judgemen dalam menyelesaikan

masalah dalam lingkungan kerjanya (9) memiliki tanggungjawab profesional dan ekonomis;(10) ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan yang laayak atas

profesinya.27

Jika ciri-ciri profesionalisme tersebut di atas ditujukan pada pofesi pada umumnya, maka khusus untuk profesi seorang guru dalam garis besarnya ada tiga.

Pertama, seorang guru yang profesional harus menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkannya dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena bidang pengetahuan apapun yang selalu mengalami perkembagan, maka seorang guru harus profesional juga harus terus menerus meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang diajarkannya, sehingga tidak ketinggalan zaman. Untuk dapat melakukan dan meningkatkan perkembagan ilmu yang diajarkannya itu, seorang guru harus seara terus menerus melakukan penelitian dengan melakukan berbagai macam metode.

Kedua, seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan menyampaikan dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya, kepada

27

Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakarta, Kencana Pemuda Media Group, 2008), h 154.

(37)

murud-muridnya secara efektif dan efisien. Untuk itu, seorang guru harus memiliki ilmu keperguruan. Dahulu ilmu keguruan ini terdiri dari tiga bidang keilmuan, yaitu pedagogik, didaktik, dan metodik. Istilah pedagogik diterjemahkan dengan istilah ilmu mendidik, dan yang dibahas terkait mengasuh dan membesarkan seorang anak. Sedangkan didktik adalah pengetahuan tentang interaksi belajar mengajar secara umum. Yang dibahas disini adalah antara lain bagaimana cara membuat persiapan pengaajaran sesuatu yang sangat perlu, cara menjalin bahan-bahan pelajaran, dan cara menilai hasil pembelajaran. Adapun metodik adalah pengetahuan tentang cara mengajarkan bidang engethuan tertentu. Beberapa matapeajaran dipandang memerulukan cara-cara khusus menyajikannya, dan untuk ini disajikan metodik khusus. Pelajaran yang memerlukan metodik yang khusus ini misalnya menggambar, pekeraan tangan, dan olahraga.

Ketiga, seorang guru yang profesional harus berpegang teguh pada kode etik profesional sebagaimana tersebut di atas. Kode etik di sisi lebih dikhususkan lagi tekanannya paa perlunya memiliki akhlak yang mulia. Dengan akhlak yang mulia itu, serang guru akan dijadikan panutan, contoh dan teladan. Dengan cara yang demikian ilmu yang diajarkan atau nasiahat yang diberikannya pada para peserta didik akan didengarkan dan dilaksanaakannya dengan baik. Tentang perlunya akhlak yang baik bagi seorang guru yang profesional ini sudah ama menjadi perhatian dan kajian para ulama di zaman klasik. Sebagaimana pendapat ahli terkait guru yang baik yaitu :

Ibn Muqaffah ( Lahir di Persia tahun 106 H) misalnya, mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mau berusaha memulai dengan mendidik

(38)

, memperbaiki tingkah lakunya, meluruskan pikirannya, dan menjaga

kata-katanya terlebih dahulu sebelum menyampaikan kepada orang lain. 28

Sehingga penulis berpendapat bahwa guru yang profesional atau guru yang baik, ialah guru yang senantiasa berusaha memberikan yang terbaik kepada peserta didiknya, yang dimana sebelum memberikan ilmu dan nasihat ia terlebih dulu harus memperbaiki dirinya, baik dari segi ilmu dan akhlak.

Guru harus selalu mengontrol, menasihati, memberikan pesan-pesan moral tentang ilmu untuk masa depan anak diidknya dan tidak memberikan mereka melanjutkan pelajarannya kepada yang lebih tinggi sebelum menguasai pelajaran sebeumnya.

Dalam kaitannya dengan uraian tersebut di atas, seorang guru disamping sebagai pengajar juga harus sebagai pendidik. Dengan demikian disamping membimbing peserta didik untuk menguasai sejumlah pegetahuan, keterampilan,

(mengajar). Seyogiyanya guru juga membimbing peserta didiknya

mengembangkan segenap potensi-potensi yang ada dalam diri mereka (mendidik). C. Tinjauan Tentang Karakter Islami

1. Pengertian Pendidikan Karakter

Karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui prilaku baik, jujur, bertanggung jawab , menghargai orang lain, dan nilai-nilai karakter lainnya. Dalam konteks pemikiran Islam, karakter terkait iman dan ikhsan. Hal ini sejalan dengan ungkapan Aristoteles bahwa karakter erat kaitannya dengan

28

(39)

“habit” yaitu kebiasaan-kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan diamalkan.

Wynne, mengungkapkan bahwa karakter berasal daari bahasa Yunani yang

berarti to mark (menandai) atau memfokuskan pada bagaimana

menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau prilaku sehari-hari29

Sejalan dengan pendapat tersebut, Dirjen Pendidikan Agama Islam, Kementrian Republik Indonesia, mengemukakan bahwa karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus ciri-ciri ini menbedakan antara satu individu dengan yang lainnya.

Pendidikan karakter yang Islami adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat berpikir, memahami, memperhatikan, berucap, bertindak, dan mengamalkan nilai-nilai etik sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, “pendidikan karakter Islami” Sesungguhnya itulah “ pendidikan akhlak mulia” (tarbiyat al- akhlaq al- mahmudah) baik dalam hubungannya

dengan Allah, sesama manusia, diri sendiri maupun dengan lingkungan.30

Salah satu ayat yang menerangkan tentang pendidikan karakter adalah Q.S Luqman ayat 12-14, Walaupun terdapat banyak ayat al-Quran yang memiliki keterkaitan dengan pendidikan karakter, namun Q.S Luqman ayat 12-14 karena ayat ini mewakili pembahasan ayat yang memiliki keterkaitan makna paling dekat dengan konsep pendidikan karakter.

29

E.Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta, PT.Bumi Aksara, 2016) hlm 3.

30

(40)

Allah Shubhanahu Wata‟ala berfirman dalam Q.S. Luqman : 31 ayat 12-14: َرَفَم يَهَو ۖۦِهِسۡفٌَِل ُرُن ۡشَي اَوهًِإَف ۡرُن ۡشَي يَهَو ِِۚ ه ِلله ۡرُن ۡشٱ ِىَأ َتَو ۡنِحۡلٱ َي ََٰوۡقُل اٌَۡيَتاَء ۡدَقَلَو َ هللهٱ هىِإَف َهاَق ۡذِإَو ٞديِوَح ٌّيٌَِغ َو ۦِهٌِۡبِلِ ُي ََٰوۡقُل َوَح ِهۡيَدِل ََٰوِب َي ََٰسًِ ۡلۡٱ اٌَۡيهصَوَو ٞنيِظَع ٌنۡلُظَل َك ۡرِّشلٱ هىِإ ِۖ هللهٱِب ۡكِر ۡشُت َلَ هيٌَُبََٰي ۥُهُظِعَي َوُه ااٌ ۡهَو ۥُهههُأ ُهَۡۡل ُريِصَوۡلٱ هيَلِإ َلۡيَدِل ََٰوِلَو يِل ۡرُن ۡشٱ ِىَأ ِيۡيَهاَع يِف ۥُهُل ََٰصِفَو ٖيۡهَو َٰىَلَع Terjemahannya:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di

waktu ia memberi pengajaran kepadanya:“Hai anakku,

janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya memperseku-tuk an (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan keada kedua orang ibu bapakmu, dan hanya kepada-Ku lah

kembalimu.”31

Adapun nilai karakter yang termaktub dalam Q.S. Luqman ayat 12-14 tadi, yang pertama, dari seorang Luqman, pendidik hendaknya mempunyai karakter hikmah, yakni berpengetahuan dan berilmu. Artinya, selain mempunyai pengetahuan, pendidik juga dituntut untuk mengamalkan pengetahuannya. Kedua, pendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S. Luqman di atas adalah anjuran untuk menjadikan individu-individu yang bersyukur, syukur dalam artian tidak hanya mengucapkan Alhamdulillah, melainkan menkmati segala karunia Allah Shubhanahu Wata‟ala untuk pemicu dalam meningkatkan prestasi. Ketiga, nilai karakter yang ada pada ayat ini adalah menjadikan tauhid atau aqidah sebagai pondasi awal bagi anak sebelum anak mengenal disiplim ilmu pengetahuan yang

31

(41)

lain. Keempat, Luqman memanggil anaknya dengan sebutan Ya Bunayya, padahal

bahasa Aran yang biasa digunakan adalah Ya Ibnii, Ya Bunayya adalah bahasa

yang sangat halus yang digunakan oleh orang tua kepada anaknya, nilai karakter yang ada pada ayat ini adalah, hendaknya bagi para pendidikuntuk bertutur halus kepada anak didiknya. Kelima, pada ayat diatas juga diperintahkan untuk merenungi penderitaan seorang ibu yang mengandung anaknya dalam keadaan wahnan “ala wahnin, nilai karakter pada ayat ini adalah nilai bakti seoranganak

untuk orang tuanya, khususnya kepada ibu. Keenam, penutup ayat ini Ilayyal

Mashiir semua akan kembaki kepada Allah Shubhanahu Wata‟la, nilai karakter darinya adalah siapapun kita sebagai manusia pasti akan kembali kepada Allah, dan ini melahirkan nilai-nilai keqakwaan, karena hanya taqwalah yang akan menjadikan manusia berbeda di hadapan Allah Shubhanahu Wata‟la ketika

kembali kehadapannya.32

Adapun hadits yang berkaitan dengan pendidikan karater, yaitu:

32

(42)

Artinya:

Dari „Amr bin Syu‟aib dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: Rasululloh SAW Bersabda “Perintahkanlah anak-anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun. Dan pukulah mereka karena meninggalkannya ketika telah berumur 10 tahun. Serta pisahkanlah mereka dalam tempat tidur mereka. (Hadis hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang Hasan)

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang paling penting dalam fase kehidupan. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan para pakar anak usia dini, bahwa usia dini adalah usia emas atau the golden age. Pada usia ini, anak harus diberi stimulus secara kontinu. Terutama pada sensor panca indra anak yang berfungsi menangkap rangsang. Dengan demikian, perkembangan anak akan berkembang secara optimal.

Pada fase ini sangat cocok untuk orangtua atau pun pendidik mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki anak. Potensi-potensi ini dapat berkembang apabila seluruh kegiatan anak mendapatkan arahan dan bimbingan dari orangtua atau pun guru. Mendidik dan mengarahkan anak bisa dilakukan dengan banyak cara, bisa melalui pemberian keteladanan, pembiasaan, atau pun pengajaran secara langsung. Melihat banyak fenomena atau tren masa sekarang bahwa banyak anak yang nakal, melawan pada orangtua, bahkan ada anak yang membunuh orangtuanya. Hal ini tidak lain dikarenakan pendidikan sejak usia dini. Pendidikan pada usia dini inilah yang memberikan banyak sumbangsih pada perkembangan anak ketika dewasa nantinya.

Beberapa cara dilakukan baik oleh orangtua, lingkungan masyarakat, mau pun lembaga pendidikan baik formal mau pun non formal, agar anak-anak di lingkungannya menjadi generasi baik. Salah satunya di lembaga pendidikan anak usia dini yang mengajarkan tentang nilai-nilai karakter dan pengetahuan

pada anak usia dini. Dari sinilah, anak mendapatkan pendidikan. 33

33

Diana Mutiah. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. (Jakarta: Kencana Prenada media , Group, 2012). h 47.

(43)

2. Hakikat Pendidikan Karakter

Jurus utama yang harus diperhatikan dalam menyukseskan pendidikan karakter di sekolah adalah dengan memahami hakikat pendidikan karakter dengan baik. Hal ini penting karena pendidikan karakter bergerak dari kesadaran

(awarenss), pemahaman (understanding), kepedulian (concern) dan komitmen

(commitment), menuju tindakan (doing to acting).Oleh karena itu, keberhasilan pendidikan karakter di sekolah sebaiknya diajarkan melalui berbagai tindakan praktik dalam proses pembelajaran , jangan terlalu teoritis, dan membatasi aktivitas pembelajaran, apalagi hanya terbatas di dalam kelas.

Moral understanding, sebagai aspek yang harus diperhatikan dalam

pendidikan karakter ada enam unsur, yaitu kesadaran moral ( moral awaress)

pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing about moral values), penentuan

sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian

mengambil keputusan (decision macing) dan pengenalan diri( self knowladge).

Keenam unsur tersebut harus ditekankan dalam pendidikan karakter, serta diajarkan pada peserta didik dan diintegrasikan dalam seluruh pembelajaran secara kaffah.

Moral loving/ moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jatih diri, percaya diri, (self-discipline), kepekaan terhadap penderitaan orang

lain (empty), cinta kebenaran (loving the good) pengendalian diri (self-control),

(44)

Heritage Fundation merumuskan sembilan karakter dasar yang menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan karakter tersebut adalah sebagai berikut :34

a. Cinta kepada Allah dan alam semesta beserta isinya,

b. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri,

c. Jujur,

d. Hormat dan santun,

e. Kasih sayang, hormat, peduli sesama,

f. Percaya diri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah.

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Sesuai dengan standar kompentensi dan lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik

diharapkan mampu secara mandiri menigkatkan dan menggunakan

pengeratuannya, mengkaji dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga erujud dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter pada satuan pendidikan mengarah pada pembentukan budaya sekolah atau madrasah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol yang diperaktikkan oleh semua maraga sekolah atau madrasah dan semua masyarakat disekitarnya. Budaya sekolah atau

34

(45)

madrasah merupakn ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah atau madrasah tersebut di mata masyarakat luas.

4. Pendidikan Karakter Dalam Islam

Dalam jurnal internasional, The Journal of Ma]oral Education, nilai- nilai

dalam ajaran Islam pernah diangkat sebagai hot issue yang dikupas secara khusus

dalam volume 36 tahun 2007. Dalam diskursus pendidikan karakter ini memberikan pesan bahwa spiritualitas dan nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan dari pendidikan karakter. Moral dan nilai-nilai spiritual sangat fundamental dalam membangun kesejahteraan dalam organisasi sosial manapun. Tanpa keduanya,

maka elemen vital yang mengikat kehidupan masyarkat dapat dipastikan lenyap.35

Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika Islam. Dan pentingnya komperasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai- nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, adab, dan keteladanan.

Akhlak merujuk kepada tugas dan tanggungjawab selain syari‟ah dan ajaran Islam secara umum. Sedangkan adab merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladananya merujuk kepada sikap yang dihubungkan dengan tingkah laku yang baik. Dan keteladanan yang merujuk kepada kulaitas karakter yang ditampilkan oleh seorang muslim yang

35

Abdul Majid, Pendidikan Krakter Perspektif Islam, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h 57.

(46)

baik yang mengikuti keteladanan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Ketiga nilai inilah yang menjadi pilar pendidikan karakter dalam Islam.

Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan peredaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap pinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalama memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Inti dari perbedaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu Ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam. 36

3636

(47)

34 BAB III

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif analisis deskriptif karena berdasarkan pada tujuan penelitian serta hasil yang ingin dicapai yang cenderung untuk memperoleh pemahaman mendalam tentang hal yang dikaji, menggambarkan teori, dan bagaimana menggambarkan realitas terhadap sasaran yang dikaji.

Penelitian deskriptif berarti memecahkan masalah yang aktual dengan mengumpulkan data, menyusun atau mengklarifikasikannya, menganalisa dan

menginterpretasikannya.37

Penelitian kualitatif boleh juga diartikan sebagai suatu penelitian yang mendeskripsikan data dalam bentuk uraian, temuan lapangan yang dikemukakan dengan berpegang pada prinsip etnis dan memahami realitas, penulis tidak bersifat penafsiran atau evaluasi.

B. Lokasi Penelitian Dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di SMA Negeri 1 Jeneponto, Kelurahan

Pabiringa, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto. Alasan yang

melatarbelakangi penulis memilih lokasi ini karena berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti bahwa di SMA Negeri 1 Jeneponto terdapat masalah mengenai pola komunikasi guru pendidikan agama Islam dalam membina

37

(48)

karakter Islami pesetrta didik, dan penulis adalah alumni dari sekolah tersebut sehingga akan memudahkan akses dalam melakukan penelitian, peneliti akan lebih mudah memahami kondisi sosial dan adat kebiasaan pada sekolah tersebut serta peneliti merasa bahwa pembinaan karakter Islami di SMA Negeri 1 Jeneponto perlu untuk terus ditingkatkan.

C. Fokus Penelitian

1. Pola komunikasi Guru Pendidikan Agama Islam

2. Karakter Islami siswa

D. Deskripsi Fokus Penelitian

Untuk menghindari kesalahpahaman dan untuk menyamakan persepsi, maka terlebih dahulu penulis mengemukakan deskripsi fokus penelitian yang akan dikaji:

1. Pola komunikasi guru pendidikan agama Islam adalah bentuk atau struktur

hubungan atau interaksi antara pendidik dengan peserta didik pada saat proses belajar mengajar berlangsung, atau dengan istilah lain yaitu hubungan aktif antara pendidik (guru pendidikan Agama Islam) dengan peserta didiik.

2. karakter Islami yang dimaksud adalah totalitas cirri pribadi individu yang

berupa kemampuan berpikir, memahami, memperhatikan, berucap, bertindak, dan mengamalkan nilai-nilai etik sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, “pendidikan karakter Islami” Sesungguhnya itulah “ pendidikan akhlak mulia” (tarbiyat al- akhlaq al- mahmudah) baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, diri sendiri maupun dengan

Gambar

Tabel  1  data  kepala  sekolah  dari  periode  didirikan  sekolah  sampai  sekarang. 44
Tabel  3  Keadaan  siswa  SMA  Negeri  1  Jeneponto  berdasarkan  tingkatan  kelas dan jenis kelamin 46
Tabel 5 waktu pelaksanaan observasi di kelas XII MIPA 2, XII MIPA 5, dan  XII  IPS  1  Di  SMA  Negeri  1  Jeneponto    tentang  Pola  Komunikasi  Guru  Pendidikan  Agama  Islam  Dalam  Membina  Karakter  Islami  Siswa
Tabel 6 hasil observasi peserta didik di kelas XII MIPA 2 atas nama Malikul  Hakkul Mubin tentang pembinaan karakter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Media Komik juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran dalam dunia pendidikan jika media komik dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa dan disesuaikan

(2) Guru-guru di kedua sekolah ini meningkatkan dalam membimbing dan mendidik peserta didik dalam melaksanakan budaya sekolah Islami agar dapat membentuk karakter peserta didik

19650513 199203 2 006 pada Bidang Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Bekasi 147 TUBAGUS MUCHAMAD CHATIB, S.E., M.Si. Kepala

Empati Empathy KPPN selalu memberikan informasi yang terkini KPPN berkomunikasi dengan baik kepada mitra satuan kelja KKPN mampu memahami kebutuhan mitra satuan kelja KPPN

Vieraan kielen opiskelu, johon Harjanne (2006, s. 56) sisällyttää vieraan kielen harjoittelun (kuvio 2), on opiskelijan tavoitteista toimintaa ja opetuksen kautta oh-

menunjukkan bahwa dalam waktu 24 jam, ketiga isolat dapat menurunkan 100% kadar merkuri dalam media nutrient broth, dengan demikian ketiga isolat bakteri yang

(1) Unit usaha milik BUM Desa Bersama yang tidak berbadan hukum dan tidak dapat menutupi kerugian dengan aset dan kekayaan yang dimilikinya, dinyatakan

Faktor pendukung dalam membina perilaku Islami peserta didik adalah guru Pendidikan Agama Islam yang sudah mengajarkan, membimbing membina dan memberikan contoh