BAB II TINJAUAN PUSTAKA
C. Tinjauan tentang Matematika di Sekolah Dasar
Siswa adalah organisme yang unik, berkembang sesuai tahap
perkembangannya. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda. Aspek
yang mempengaruhi proses pembelajaran meliputi latar belakang, (pupil
foemative experiences) siswa dan sikap yang dimiliki siswa (pupil properties).
c. Faktor sarana dan prasarana
Sarana merupakan segala sesuatu yang mendukung secara langsung kelancaran
proses pembelajaran, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak
langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan
sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses
pembelajaran.
d. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa ada
dua, yaitu faktor organisasi kelas yang meliputi jumlah siswa atau kelas dan
faktor iklim sosial-psikologis atau keharmonisan hubungan siswa dengan siswa
maupun siswa dengan guru.
C. Tinjauan tentang Matematika di Sekolah Dasar 1. Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa Latin , manthanein atau mathema yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan
penalaran (Depdiknas dalam Ahmad Susanto, 2015: 184). Menurut kamus besar
18
mempelajari tentang hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Berdasarkan beberapa pengertian matematika di atas, dapat disimpulkan
bahwa hakikat matematika merupakan ilmu yang menekankan pada aktivitas
penalaran dapat dikatakan juga suatu ilmu yang berhubungan dengan bentuk,
konsep, susunan yang saling berkaitan, serta dapat dijadikan sebagai pembimbing
pola pikir.
2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika ialah suatu proses belajar mengajar yang dibangun
oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan-pengetahuan baru guna
meningkatkan penguasaan materi matematika. (Zubaidah Amir dan
Risnawati,2016: 8)
Dalam pembelajarn matematika baik guru maupun siswa menjadi pelaku
terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pemblejaran akan mencapai hasil yang
maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Pembelajaran yang efektif
ialah pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif.
Menurut Heruman (2010:4) Pembelajaran matematika di tingkat sekolah
dasar, diharapkan terjadi penemuan kembali (reinvention). Penemuan kembali
adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran
di kelas. Meskipun penemuan itu sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang
telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan
19
disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesainnya.
Dalam proses pembelajaran guru diharapkan lebih banyak berperan sebagai
pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Menurut bruner (Hudoyo, 1988:56), belajar matematika adalah belajar tentang
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi
yang dipelajari serta mencari hubungan – hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika. Siswa dapat memahami materi dengan mudah dan
komprehensif melalui pemahaman terhadap konsep dan struktur. Siswa juga dapat
lebih mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur.
Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer.
Menurut Ruseffendi (1992: 109) Jarome Bruner dalam teorinya menyatakan
bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan
kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan
yang diajarkan di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan
struktur-struktur.
Pada proses belajar, siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi
benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga tersebut, siswa dapat melihat
secara langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang
sedang diperhatikannya. Kemudian keteraturan tersebut oleh siswa dihubungkan
dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Anak didik dalam belajar harus terlibat secara aktif mentalnya yang dapat
diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner melukiskan anak-anak berkembang
20
1. Tahap enaktif
Pada tahap ini, dalam belajar, anak didik menggunakan atau memanipulasi
objek-objek konkret secara langsung. Anak belajar melalui benda riil. Anak dalam
belajar masih menggunakan cara gerak refleks, coba-coba, dan belum harmonis.
Ia melakukan manipulasi benda-benda dengan cara menyusun, menjejerkan,
mengutak-atik, atau gerak lain yang bersifat coba-coba.
2. Tahap ikonik
Pada tahap ini, kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung
objek-objek konkret seperti pada tahap enaktif, namun sudah dapat memanipulasi
dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud. Anak telah dapat
mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda riil dalam bentuk
bayangan mental di benaknya.
3. Tahap simbolik
Pada tahap terakhir anak dapat menyatakan bayangan mentalnya dalam
bentuk simbol dan bahasa, sehingga mereka sudah memahami simbol-simbol dan
menjelaskan dengan bahasanya. Tahap ini merupakan tahap memanipulasi
symbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.
Dari hasil penelitian beuner ke sekolah-sekolah (dalam ruseffendi 1992:110-113),
dalam belajar matematika ada beberapa teori yang berlaku yang disebutnya
dengan dalil. Teori tersebut antara lain adalah dalil penyusunan (construction
21
keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity
theorem).
1. Dalil penyusunan
Pembelajaran suatu konsep matematika sebaiknya dilakukan dengan cara
menyusun penyajiannya. Dalam hal ini siswa diajak untuk mendapatkan ide/pesan
pelajaran melalui konstruksi yang dibuatnya sendiri berdasarkan kegiatan kontak
dengan benda nyata. Siswa hendaknya dilatih untuk melakukan penyusunan
representasinya. Untuk menguasai suatu konsep matematis hendaknya siswa
mencoba dan melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan
penyusunan konsep tersebut. Anak akan lebih mudah untuk mamahami ide atau
konsep jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai bantuan
objek-objek konkret. Selain itu, ide / konsep tersebut lebih tahan lama dalam
ingatannya. Guru hendaknya benar-benar memberi kesempatan anak untuk
melaksanakan tahap enaktif.
2. Dalil notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep matematis, notasi
memegang peranan yang sangat penting. Pengunaan notasi dalam menyatakan
konsep matematis tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak
didik. Penggunaan notasi-notasi sebaiknya dimulai dengan notas sederhana
sampai yang kompleks.
3. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman
Penyajian konsep matematika dari yang konkret ke yang lebih abstrak
22
karena banyak konsep matematika yang bertolak belakang, misalnya bilangan
ganjil dan genap, bilangan rasional dan irasional, bilangan prima dan komposit,
dan sebagainya. Pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam
melakukan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret menjadi konsep
yang lebih abstrak. Selain itu, juga diperlukan banyak contoh dan
beranekaragaman sehingga anak memahami karakteristik konsep yang dipelajari.
Misalnya untuk memahami konsep bilangan 2 (dua) diberi kegiatan membuat
kelompk benda-benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan
mebuat kelompok benda yang anggotanya tidak dua untuk lebih memahami
konsep bilangan 2. Pembelajaran juga dapat dilakukan dengan memilih
kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok dua benda dan
kelopok-kelompok mana yang bukan merupakan kelopok-kelompok dua benda.
4. Dalil pengaitan
Konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan maka penyajian
kaitan-kaitan pembelajaran matematika merupakan hal yang sangat penting dan lebih
diutamakan dibandingkan penyajian konsep-konsep yang terpisah-pisah. Dalil ini
menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain
mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan
rumus-rumus. Suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain.
Misalnya rumus luas jajar genjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan
rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang.
Pada penelitian ini akan menggunakan tiga tahap perkembangan mental yaitu
23
(construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil pengkontrasan dan
keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity
theorem) tidak digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap enaktif dapat
menggunakan kertas lipat, tahap ikonik dapat menggunakan gambar kertas lipat
dan pada tahap simbolik siswa dapat menggunakan simbol pecahan sederhana itu
sendiri.
3. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan pembelajaran Matematika di SD adalah agar siswa mampu dan
terampil menggunkan matematika dalam kehidupan sehari-hari Tujuan
pembelajaran matematika menurut kurikulum tahun 2006 atau Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
yaitu: ( Ahmad Susanto, 2013: 189-190)
1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.
2. menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.
3. menentukan sifat simetri, kesebangun, dan sistem koordinat.
4. menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan, antarsatuan, dan penaksiran pengukuran.
5. menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikannya.
6.memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan secara matematika.
4. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika di kelas III SD
Menurut silabus sekolah dasar kompetensi dasar mata pelajaran Matematika
semester II kelas III SD yaitu:
a. mengenal pecahan sederhana,
b. membandingkan pecahan sederhana,
c. memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana
24
e. mengidentifikasi berbagai jenis dan besar sudut. f. menghitung keliling persegi dan persegi panjang g. menghitung luas persegi da persegi panjang.
h. menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling, luas persegi, dan persegi panjang.
Penelitian ini mengambil pokok bahasan matematika kelas III semester dua
pada materi pecahan yang berkaitandengan pengenalan pecahan sederhana,
perbandingan pecahan sederhana,dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pecahan sederhana.
5. Tinjauan tentang Pecahan
Menurut Yoppy Wahyu Purnomo, (2015:10) Kata pecahan berasal dari kata
latin fraction, yang berarti membelah atau memecah. Pengertian bilangan pecahan pada matematika sekolah dasar dapat didasarkan atas pembagian suatu benda atau
himpunan atas beberapa bagian yang sama ( Lisnawaty Simanjuntak,
1993:153-154). Bilangan pecah adalah perbandingan dua bilangan cacah yang pembagi
bukan nol, dengan kata lain, suatu bilanagn pecah adalah sembarang bilangan
yang dapat diberi nama �
dengan dan bilangan-bilangan cacah dan ≠0 (Akbar Sutawijaya, 1992:154).
Siswa dikenalkan pecahan mulai dari kelas 3 SD dengan mempelajari
pecahan sederhana. (dengan pembilang dan penyebut berupa bilangan cacah). Di
kelas tinggi bentuk pecahan dipelajari berupa pecahan dengan pembilang dan
penyebut bilangan bulat. Bentuk pecahan dengan pembilang dan penyebut berupa
bilangan bulat disebut bilangan rasional. Pembilang dan penyebut pecahan dapat
berupa sembarang bilanagn selama penyebut tidak nol. Bentuk umum pecahan
sederhana, yakni menggunakan dua bilanagn cacah yang ditulis dalam bentuk �
25
mana ≠ 0 , disebut pembilang dan disebut dengan penyebut. Pecahan sederhana adalah bilanagn yang dapat dinyatakan dengan pasangan bilanagn
cacah �
di mana ≠ 0.
Dalam pembelajaran di SD, konsep pecahan pertama kali diawali dengan
makna sebagai bagian dari keseluruhan. Namun terdapat hambatan yang mungkin
terjadi dalam pembelajaran pecahan yang menemukan bahwa sebagian besar
siswa mengalami miskonsepsi tentang konsep bagi adil dalam pecahan (Yoppy
Wahyu Purnomo, 2015: 14).
Menurut Kennedy (1994:425 – 427) makna dari pecahan dapat muncul dari situasi-situasi sebagai berikut.
1. Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau
keseluruhan.
Pecahan dapat digunakan untuk menyetakan makna dari setiap bagian dari
yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada 4
orang anaknya dan masing-masing harus memperoleh bagian dari keseluruhan
roti. Bagian dari sebuah pecahan biasanya menunjukkan hakikat situasi dimana
lambing bilangan tersebut muncul. Dalam lambing bilangan , 4 menunjukkan
banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan dan disebut penyebut
seangankan 1 menunjukkan banyaknya bagian yang utuh menjadi perhatian pada
saat tertentu dan disebut pembilang.
2. Pecahan untuk menyatakan pembagian
Apabila sekumpulan objek dikelompokkan menjadi bagian yang
26
pembagian. Misalnya sehelai kain yang panjangnya 3 meter akan dipotong
menjadi 4 bagian yang berukuran sama, hal tersebut mengilustrasikan situasi yang
akan menuntun ke kalimat pecahan yaitu .
3. Pecahan sebagai perbandingan (rasio)
Hubungan antara sepasang bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah
perbandingan. Contohnya dalam kelompok 10 buku terdapat 3 buku yang
bersampul biru. Rasio buku yang bersampul biru terhadap keseluruhan buku
adalah 3 : 10 atau buku yang bersampul biru dari keseluruhan buku.
Dari ketiga situasi tersebut semuanya dikenalkan kepada siswa dengan urutan
kelas yang berbeda. Untuk tahap pertama konsep pecahan dikenalkan dengan
memunculkan situasi yang pertama yaitu pecahan sebagai bagain dari
keseluruhan.
Kegiatan mengenal konsep pecahan akan lebih berarti bila didahului dengan
menggunakan objek-objek nyata seperti : apel, tomat, kue dan lain-lain. Peraga
selanjutnya dapat berupa daerah-daerah bangun datar beraturan misalnya persegi,
lingkaran, dan persegi panjang yang akan membantu dalam memperagakan
konsep pecahan.