i
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI KOWANGAN
TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Diyah Wahyu Utami NIM 13108244022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PERSETUJVAN
Skripsi yang berjudul "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP
HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS 111 SI) NEGERI KOWANGAN
TEMANGGUNG" yang disusun oleh Diyah Wahyu Utami NIM 13108244022 ini
telah disetujui oleh pemblmbing untuk diujikan
Yogyakarta, Februari 2017 Dosen Pembimbing
Petrus Sarjiman, M.Pd
NIP. 19541212 198103 1 009
StRAT PERNYATAA.N
Dengan mi saya menyatakan bahwa
skripsł
tni benar-benar karya sap
sendłn
Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis
atau
diterbitkan orang lain kecuali
sebagał
acuan atau
kutłpan
dengan menôutl tata
penulisan karya ilmiah yang telah łazim.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dałam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya Słap menenma sanksi yudłsłum pada penode berłkutnya.
Yogyakarta, 23 Maret 2017
Y ny takan,
PENGESAIIAN
Skripsi yang benudul "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP
HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS 111 SI) NEGERI KOWANGAN
TEMANGGUNG" yang dlsusun oleh Diyah Wahyu Utami, NIM 13108244022 lm
telah dipertahankan di depan Dewan Pengujl pada tanggal 15 Maret 2017 dan
dinyatakan Iulus.
Nama
Petrus Sarjiman, M +d
Rahayu Condro M., M.Si
Dr. Suglrnan, M.Si
DEWAN PENGUJI
Jabatan Tanda Tangan Tanggal
Ketua Penguji
22 13
Sekretaris PengujiPenguji Utama
30
2017
Yogyakarta,
• llmu Pendidlkan
egeri Yogyakarta
M Pd
2 198702 1 001
v MOTTO
Memulai dengan penuh keyakinan,
Menjalankan dengan penuh keikhlasan, dan
Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan.
Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan.
Terus beru
saha dan berdo’a.
Yakin jika Tuhan mempunyai rencana yang sangat
indah.
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini adalah sebuah ungkapan pengabdian cinta yang tulus dan penuh
kasih teruntuk:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya
sehingga saya bisa diberi kesempatan untuk menuntut ilmu hingga sekarang.
2. Orang tua tercinta Bapak Sumrapno dan Ibu Sarwiyati yang selalu
mendoakan, mendukung dan memotivasi saya hingga sekarang.
vii
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI KOWANGAN
TEMANGGUNG
Oleh
Diyah Wahyu Utami NIM 13108244022
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together
terhadap hasil belajar pecahan siswa kelas III SD Negeri Kowangan Temanggung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Subjek penelitian ini adalah 46 siswa yang terdiri dari 25 siswa kelas eksperimen dan 21 siswa kelas kontrol. Instrument penelitian yang diberikan berupa tes yang terdiri dari 17 soal pilihan ganda. Validitas instrumen yang digunakan yaitu validitas butir soal. Teknik analisis data berupa uji t dengan gain untuk melihat perbedaan hasil belajar pecahan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Rerata pretes pada kelas eksperimen adalah 77,41 dan rerata pretes pada kelas kontrol adalah 76,75. Setelah dilakukan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen diperoleh rerata postes 91,53 dan pada kelas kontrol 82,91 peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari rerata gain pada kelas eksperimen 13,95 dan pada kelas kontrol 6,29 pada kelas kontrol dan eksperimen memiliki hasil belajar yang signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa model ini dapat meningkatkan hasil belajar pecahan siswa kelas III SD Negeri Kowangan Temanggung.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri
Kowangan Temanggung” Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam
menyelesaikan pendidikan S1 Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta
Penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan
dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Rektor Universitas Negeri Yogakarta yang telah memberi kebijakan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta,
yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Negeri
Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk
memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi.
4. Bapak Petrus Sarjiman,M.Pd selaku pembimbing yang dengan penuh
kesabaran dan perhatian telah membimbing peneliti sampai penulisan
ix
5. Bapak Toto Rahyudi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri 3 Pagersari
yang telah memberikan izin uji coba instrumen.
6. Ibu Eny Suryantini, S.Pd selaku kepala sekolah SD Negeri Kowangan yang
telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di kelas
III SD Negeri Kowangan.
7. Ibu Sri Laksitowati, S.Pd selaku guru kelas III A sebagai kolabolator pada
saat penelitian di kelas III SD Negeri Kowangan.
8. Ibu Norma Affiani, S.Pd selaku guru kelas III B sebagai kolabolator pada
saat penelitian di kelas III SD Negeri Kowangan.
9. Siswa kelas III A dan III B SD Negeri Kowangan yang telah bersedia
sebagai subjek dalam pelaksanaan penelitian.
10. Bapak Sumrapno dan Ibu Sarwiyati yang telah memberikan doa, semangat
dan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan.
11. Kakakku Puji Wahyu Utomo dan adikku Siswo Rahayu yang selalu
memberikan do’a,dukungan dan semangat kepadaku.
12. Sahabatku Juwaryanti, Gita Dheasabel, Ika Istiani, dan Nur Ianatul yang
selalu menyemangati dan mengingatkanku untuk tetap kuat.
13. Teman-teman Prodi PGSD Kelas A angkatan 2013 yang telah memberikan
bantuan dan dukungan.
Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan penelitian
Demikian skripsi ini disusun, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan sumbangan bagi semua pihak.
Yogyakaıla,
23 Maret 2017
PenulisDiyah Wahyu Utami
xi DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ………... v
PERSEMBAHAN ……… vi
ABSTRAK ………... vii
KATA PENGANTAR ………. viii
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ……… xiv
DAFTAR GAMBAR ………... xv
DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ... 8
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 8
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 8
3. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif ... 10
4. Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ... 11
a. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ... 12
xii
B. Tinjauan tentang Hasil Belajar ... 14
1. Pengertian Hasil Belajar ... 14
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 16
C. Tinjauan tentang Matematika di Sekolah Dasar ... 17
1. Pengertian Matematika ... 17
2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 18
3. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 23
4. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas III di SD 23 5. Tinjauan tentang Pecahan ... 24
D. Karakteristik Peserta Didik ... 26
1. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 26
2. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar ... 30
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia SD ……… 32
E. Penelitian yang Relevan ... 33
F. Kerangka Pikir ... 33
G. Hipotesis Penelitian ... 35
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 35
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneitian ... 37
B. Variabel Penelitian ... 37
C. Desain dan Paradigma Penelitian ... 38
1. Desain Penelitian ... 38
2. Paradigma Penelitian ... 39
D. Tempat dan Waktu ... 39
1. Tempat Penelitian ... 39
2. Waktu Penelitian ... 39
E. Populasi dan Sampel ... 40
1. Populasi Penelitian ... 40
2. Sampel Penelitian ... 40
xiii
1. Teknik Tes ... 41
2. Teknik Dokumentasi ... 41
G. Instrumen Penelitian ... 41
1. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 41
a. Instrumen Tes ... 42
b. Dokumentasi ... 43
2. Uji Coba Instrumen... 44
a. Uji Validitas ... 44
b. Uji Reliabilitas ... 45
c. Tingkat Kesukaran Butir ... 46
d. Daya Pembeda... 47
H. Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ……… 49
B. Deskripsi Hasil Penelitian ………. 49
1. Data Hasil Belajar Pecahan Kelas Eksperimen ………. 52
2. Data Hasil Belajar Pecahan Kelas Kontrol ………. 56
C. Hasil Uji Gain ...………... 60
D. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 62
E. Keterbatasan Penelitian ……… 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 66
B. Saran ……….. 66
DAFTAR PUSTAKA ……….. 67
xiv
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 12
Tabel 2. Desain Pretes Postes Grup Kontrol Tidak Secara Random ... 33
Tabel 3. Jumlah Siswa Kelas III SDN Kowangan ... 35
Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen ... 37
Tabel 5. Koefisien Reliabilitas ... 40
Tabel 6. Kategori Tingkat Kesukaran ... 41
Tabel 7. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ………. 45
Tabel 8. Rangkuman Ketuntasan Hasil Belajar ………. 46
Tabel 9. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Pretes Kelas Ekspreimen ……….. 47 Tabel 10. Frekuensi Pretes Hasil Belajar Pecahan Kelas Eksperimen ……. 48
Tabel 11. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Postes Kelas Eksperimen ………... 49 Tabel 12. Frekuensi Pretes Hasil Belajar Pecahan Postes Kelas Eksperimen ……….. 50 Tabel 13. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Pretes Kelas Kontrol . 51 Tabel 14. Frekuensi Pretes Hasil Belajar Pecahan Kelas Kontrol ……… 52
Tabel 15. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Postes Kelas Kontrol 53 Tabel 16. Frekuensi Postes Hasil Belajar Pecahan Kelas Kontrol ……… 54
Tabel 17. Rangkuman Mean Pretes-Postes Hasil Belajar Pecahan ……… 55
xv
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Grafik Histogram Pretes Kelas Eksperimen ……… 48
Gambar 2. Grafik Histogram Postes Kelas Eksperimen ……… 50
Gambar 3. Grafik Histogram Pretes Kelas Kontrol ……….... 52
Gambar 4. Grafik Histogram Postes Kelas Kontrol ……… 54
Gambar 5. Diagram Batang Rerata Hasil Gain ……….. 61 Gambar 6. Diagram Garis Hasil Gain per Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol………
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Nilai UTS Siswa 70
Lampiran 2. Hasil Validitas Butir Soal 71
Lampiran 3. Hasil Reliabilitas 72
Lampiran 4. Tingkat Kesukaran Butir Soal 75
Lampiran 5. Daya Beda Butir Soal 76
Lampiran 6. Soal Valid 77
Lampiran 7. Kunci Jawaban 81
Lampiran 8. RPP Kelompok Eksperimen 82
Lampiran 9. RPP Kelompok Kontrol 95
Lampiran 10. Lembar Kerja Siswa 106
Lampiran 11. Daftar Nilai Pretes Dan Postes Kelas Eksperimen 112 Lampiran 12. Daftar Nilai Pretes Dan Postes Kelas Kontrol 113
Lampiran 13. Analisis Hasil Penelitian 114
Lampiran 14. Dokumentasi 116
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan Pasal 19 yang berbunyi “Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis Peserta Didik.
Menurut Oemar Hamalik (2001:29) belajar adalah suatu proses. Belajar
bukan suatu tujuan tetapi suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, belajar
merupakan sebuah proses yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya.
Belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa
seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang
tersebut. Perubahan itu dapat berupa perubahan pada tingkat pengetahuan,
keterampilan dan sikap.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari mulai dari
tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat pendidikan tinggi. Matematika
merupakan alat yang berfungsi untuk membangun penalaran, pola pikir logis,
kritis, kreatif, objektif dan rasional yang diperlukan baik dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelajaran
metematika perlu dibekali kepada anak sejak usia dini agar mereka terlatih untuk
2
Menurut Depdiknas (2001 : 9), kompetensi atau kemampuan umum
pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut:
1. melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian
beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan,
2. menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang
sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume,
3. menentuka sifat simetri, kesebangunan, dan simetri koordinat,
4. menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antarsatuan, dan penaksiran
pengukuran,
5. menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti ukuran tertinggi,
terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan dan menyajikan, dan
6. memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan
secara matematika.
Untuk mencapai pembelajaran matematika tersebut, guru hendaknya
menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang membuat siswa aktif
membentuk, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa
dapat membentuk makna atau konsep dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu
proses pembelajaran.
Menurut Trianto (2010: 5) masalah utama dalam pembelajaran pada
pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap siswa. Hal ini
tampak dari rerata hasil belajar siswa yang senantiasa masih sangat
memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang
3
Proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan
tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui
penemuan dalam proses berpikirnya.
Proses pembelajaran tidak selalu efektif dan efisien sehingga hasil proses
belajar mengajar tidak selalu optimal, karena ada sejumlah hambatan karena itu
guru dalam memberikan materi pelajaran hanya yang berguna dan bermanfaat
bagi siswa. Materi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan mereka akan pelajaran
tersebut.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada hari Senin, 7 November
2016 ditemukan beberapa masalah khususnya pada pembelajaran matematika
seperti proses pembelajaran yang masih dominan menggunakan metode
konvensional sehingga siswa belum berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Ketika proses pembelajaran berlangsung siswa ditempatkan sebagai objek yang
selalu diberikan beragam materi dengan jumlah yang banyak. Hal ini membuat
siswa merasa bosan saat proses pembelajaran sehingga materi yang diberikan oleh
guru tidak dapat diterima secara maksimal.
Berdasarkan hasil wawancara pada hari Senin tanggal 7 November 2016,
siswa kelas III SD Negeri Kowangan seluruhnya berjumlah 46 siswa, siswa kelas
III A berjumlah 25 orang dan siswa kelas III B berjumlah 21 orang. KKM untuk
mata pelajaran matematika adalah 70. Berdasarkan hasil Ujian Tengah Semester
yang telah dilaksanakan di SD Negeri Kowangan, siswa kelas III A yang sudah
dapat memenuhi KKM sebanyak 8 siswa dan siswa kelas III B yang sudah
4
Salah satu cara menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi peserata didik
agar siswa mampu memahami konsep matematika dengan benar yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Penggunaan model
pembelajaran yang inovatif dalam pembelajaran memiliki pengaruh besar dalam
keberhasilan pembelajaran. Guru harus bisa menemukan metode pembelajaran
yang tepat agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Metode yang
digunakan guru di dalam kelas masih menggunakan metode konvensioanl
sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan belum tercapai secara maksimal.
Model pembelajaran kooperatif dapat menjadi pilihan inovasi dalam
pembelajaran supaya siswa tidak bosan dan mendapatkan hasil belajar yang
maksimal. Pembelajaran kooperatif akan membantu siswa memecahkan
masalah-masalah yang sulit dengan cara berdiskusi dengan teman sekelompoknya dan juga
memberikan kesempatan siswa untuk aktif, berpartisipasi,berinteraksi dan belajar
bersama-sama. Belajar seperti ini akan lebih mengutamakan penguasaan ilmu, dan
diyakini akan memberi peluang untuk siswa lebih kreatif dan guru lebih
profesional. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna dimana guru
mampu menciptakan kondisi belajar yang dapat membangun kreativitas siswa
untuk menguasai ilmu pengetahuan.
Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat mengajak siswa aktif
dalam pembelajaran adalah NHT (Numbered Heads Together). Dalam
pembelajaran dengan menggunakan Numbered Heads Together (NHT) siswa
diberi kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
5
diharapkan siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dan semangat
kerja sama dalam kelompok meningkat sehingga siswa dapat memahami materi
pembelajaran dan mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
Menyadari akan manfaat dari model koopertif tipe NHT serta guru masih
jarang menggunakan model tersebut maka perlu diadakan penelitan untuk
mengetahui lebih lanjut seberapa besar pengaruh model kooperatif tipe NHT
dalam meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran matematika.
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT terhadap
Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri Kowangan”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut.
1. Proses pembelajaran yang masih dominan menggunakan metode konvensional
sehingga siswa belum berperan aktif dalam proses pembelajaran.
2. Siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.
3. Siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata
pelajaran yang sulit untuk dipahami sehingga siswa merasa malas untuk
belajar.
4. Hasil belajar matematika yang masih rendah.
C. Pembatasan Masalah
Dari permasalahan yang teridentifikasi di atas tidak semuanya diteliti. Agar
6
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar
pecahan siswa kelas III SD Negeri Kowangan.
D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut.
Adakah pengaruh positif dari Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe NHT terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri Kowangan?
E. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini, maka tujuan
yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui Pengaruh positif dari Penggunaan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa
Kelas III SD Negeri Kowangan Tahun ajaran 2016/2017.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberi manfaat antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi guru sebagai sarana inovasi
dalam pembelajaran dengan menggunakan metode NHT dalam meningkatkan
7
b. Bagi Siswa
Dengan penerapan metode NHT siswa dapat antusias dalam kegiatan
pembelajaran dan memberikan pengalaman belajar pada saat proses pembelajaran.
c. Bagi Sekolah
Sebagai bahan pertimbangan dalam memotivasi guru untuk melaksanakan
proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembelajaran Matematika.
d. Bagi Peneliti
Sebagai bekal peneliti sebagai calon guru sekolah dasar agar siap
8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Tinjauan tentang Pembelajaran Koopertif Tipe Numbered Head Together 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (2008: 4) pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Wina
sanjaya (2011: 242). Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang menggunakan sistem pengelempokan atau tim kecil yang terdiri empat
sampai enam orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sedangkan menurut Trianto
(2010: 56) yaitu dalam kelas kooperatif siswa belajar dalam kelompo kecil yang
terdiri dari 4-6 orang yang sederajat tapi heterogen, kemampuan jenis kelamin,
suku/ras, dan satu sama lainnya saling membantu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mewujudkan
kegiatan belajar yang berpusat pada siswa yang membelajarkan kecakapan
akademik sekaligus keterampilan sosial yang menggunakan pengelompokan kecil
yang bersifat heterogen untuk mencapai tujuan.
2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya (2011:
244-246), yaitu:
9
Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Semua anggota tim
(anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Maka dari itu kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.
b. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen dalam pembelajaran kooperatif memiliki empat fungsi pokok,
yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan,dan fungsi
kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan pembelajaran kooperatif membutuhkan
perencanaan yang matang supaya dalam proses pembelajaran berjalan secara
efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa
yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, dan sebagainya. Fungsi pelaksanaan
yaitu pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan,
melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Fungsi organisasi
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar
anggota disetiap kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab
setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol, dalam pembelajaran kooperatif perlu
ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.
c. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan dalam pembelajaran koopertif ditentukan oleh keberhasilan
secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama harus ditekankan dalam
proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota dalam kelopmpok kooperatif tidak
10
saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu temannya yang kurang
pintar.
d. Keterampilan bekerja sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan
kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian
siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinterksi dan berkomunikasi
dengan anggota kelompok yang lain. Siswa dibantu dalam berinteraksi dan
berkomunikasi sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan
pendapat, dan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompoknya.
Dari beberapa karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
pembelajaran kooperatif adalah setiap siswa bertanggung jawab kepada
kelompoknya, bekerja secara tim, adanya penghargaan kelompok dan adanya
keterampilan bekerjasama.
3. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Menurut beberapa ahli pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut a. Slavin(2008:256) mengemukakan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan
hubungan sosial, menumbuhkan sikap dan toleransi, dan menghargai pendapat
orang lain.
b. Menurut Nunuk Suryani dan Leo Agung (2012:83) mengemukakan bahwa
penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan bekerja
sama, bersosialisasi, empati melalui variasi perbedaan sikap dan perilaku selama
11
c. Menurut Wina Sanjaya (2011: 249) melalui pembelajaran kooperatif siswa
tidak terlalu menggantungkan terhadap guru, akan tetapi siswa dapat menambah
kepercayan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa lain.
d. Menurut Trianto (2010 59) pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan
berpikir kritis.
4. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Menurut Anita Lie (2007: 59) NHT adalah tehnik pembelajaran kooperatif
dimana tekhnik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, selain itu
teknik ini juga mendorong siswa untuk melaksanakan tanggung jawab pribadinya
dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya. Teknik ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.
Menurut Trianto(2010:82) NHT atau penomeran berpikir bersama merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Tipe ini
dikembangkan oleh Spancer Kagan, memperkenalkan model ini pada tahun 1993
dengan melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran
12
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif tipe NHT adalah salah satu varian dari pembelajaran kooperatif dimana
guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang berisi 4-5 orang dimana setiap
siswa dalam masing-masing kelompok mendapat nomer diri yang berbeda,
dimana saat proses pembelajaran siswa memikirkan bersama jawaban dari apa
yang ditanyakan guru bersama kelompoknya, untuk selanjutya menjawab
pertayaan tanpa tahu nomer berapa yag akan di panggil oleh guru.
a. Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe NHT
Tahap Kegiatan guru Kegiatan siswa
p 1:
Penomoran
(Numbering)
Guru membagi siswa
menjadi beberapa
kelompok- kelompok
atau tim yang
beranggotakan 4 atau
5 orang dan memberi
nomor sehingga setiap
siswa dalam kelompk
tersebut memiliki
nomor yang berebeda.
Pemberian nomor
pada siswa dalam
suatu kelompok
Membentuk
13
disesuaikan dengan
banyaknya siswa
dalam kelompok
tersebut
Tahap 2
Pengajuan
Pertanyaan
(Questioning)
Guru mengajukan
pertanyaan kepada
siswa; pertanyaan
bervariasi dari yang
spesifik hingga yang
bersifat umum.
Siswa meperhatikan
pertanyaan dari guru
Tahap 3
Berpikir bersama
(Head Together)
Guru mengawasi Siswa Siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa
tiap anggota dalam
timnya telah
mengetahui jawaban
tersebut.
Tahap 4
Pemberian jawaban
(Answering)
Guru memanggil satu
nomor tertentu
kemudian siswa dari
tiap kelompok
dengan nomor yang
Satu nomer yang
ditunjuk guru
menjawab pertanyaan
yang telah ditentukan
14
sama mengangkat
tangan dan
menyiapkan jawaban
untuk seluruh siswa
dalam kelas itu.
b. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Menurut Anita Lie (2007: 47) kelebihan dari model pembelajaran tipe NHT
adalah sebagai berikut:
1. memudahkan dalam pembagian tugas,
2. memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab
pribadinya,
3. setiap siwa menjadi siap,
4. guru mudah memonitor,
5. dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan
6. siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
B.Tinjauan tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar
Purwanto (2008:45) hasil belajar adalah adanya perubahan sikap dan perilaku
pada individu yang belajar. Oemar Hamalik (2003:30), mengemukakan hasil
belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut dari tidak
tahu menjadi tahu. Menurut Nana Sudjana (2009:22) hasil belajar adalah
15
pengalaman belajarnya. Menurut S. Eko Putro w (2010:25) hasil belajar adalah perubahan sikap, pengetahuan atau kecakapan dari diri siswa sebagai hasil dari
kegiatan pembelajaran.
Sistem pendidikan nasional merumuskan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler, maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2009: 22-23) yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotoris.
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
b. Ranah Afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
c. Ranah Psikomotoris
Ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan siswa
dalam bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yaitu gerakan reflek,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta
interpretatif.
Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar
16
melalui serangkaian pengalaman dalam kegiatan pembelajaran, yang bertujuan
untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Hasil
belajar diketahui dengan nilai yang dicapai oleh seseorang dengan kemampuan
maksimal setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran berupa data
kuantitatif.
Untuk menilai hasil belajar dapat digunakan tes. Tes adalah alat yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai
oleh siswa. Tes bertujuan untuk membangkitkan motivasi kepada siswa agar
mereka memperhatikan pelajaran serta mendorong mereka agar dapat
mengorganisasikan pelajaran dengan baik. Tes dapat juga digunakan sebagai
feedback bagi guru dalam memperbaiki program pengajaran.(Suharsimi Arikunto
: 1999 : 53)
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Wina Sanjaya (2013: 15-21) mengungkapkan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa diantaranya adalah guru, siswa, sarana
dan prasarana, serta lingkungan
a. Faktor guru
Guru adalah orang yang secara langsung berhadapan dengan siswa. Guru tidak
hanya berperan sebagai model dan teladan, akan tetapi juga sebagai pengelola
pembelajaran (manager of learning) oleh karena itu, efektivitas pembelajaran
berada di pundak guru.
17
Siswa adalah organisme yang unik, berkembang sesuai tahap
perkembangannya. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda. Aspek
yang mempengaruhi proses pembelajaran meliputi latar belakang, (pupil
foemative experiences) siswa dan sikap yang dimiliki siswa (pupil properties).
c. Faktor sarana dan prasarana
Sarana merupakan segala sesuatu yang mendukung secara langsung kelancaran
proses pembelajaran, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak
langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan
sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses
pembelajaran.
d. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa ada
dua, yaitu faktor organisasi kelas yang meliputi jumlah siswa atau kelas dan
faktor iklim sosial-psikologis atau keharmonisan hubungan siswa dengan siswa
maupun siswa dengan guru.
C. Tinjauan tentang Matematika di Sekolah Dasar 1. Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa Latin , manthanein atau mathema yang
berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda,
matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan
penalaran (Depdiknas dalam Ahmad Susanto, 2015: 184). Menurut kamus besar
18
mempelajari tentang hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.
Berdasarkan beberapa pengertian matematika di atas, dapat disimpulkan
bahwa hakikat matematika merupakan ilmu yang menekankan pada aktivitas
penalaran dapat dikatakan juga suatu ilmu yang berhubungan dengan bentuk,
konsep, susunan yang saling berkaitan, serta dapat dijadikan sebagai pembimbing
pola pikir.
2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran matematika ialah suatu proses belajar mengajar yang dibangun
oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat
meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan-pengetahuan baru guna
meningkatkan penguasaan materi matematika. (Zubaidah Amir dan
Risnawati,2016: 8)
Dalam pembelajarn matematika baik guru maupun siswa menjadi pelaku
terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pemblejaran akan mencapai hasil yang
maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Pembelajaran yang efektif
ialah pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif.
Menurut Heruman (2010:4) Pembelajaran matematika di tingkat sekolah
dasar, diharapkan terjadi penemuan kembali (reinvention). Penemuan kembali
adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran
di kelas. Meskipun penemuan itu sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang
telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan
19
disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesainnya.
Dalam proses pembelajaran guru diharapkan lebih banyak berperan sebagai
pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Menurut bruner (Hudoyo, 1988:56), belajar matematika adalah belajar tentang
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi
yang dipelajari serta mencari hubungan – hubungan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika. Siswa dapat memahami materi dengan mudah dan
komprehensif melalui pemahaman terhadap konsep dan struktur. Siswa juga dapat
lebih mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur.
Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer.
Menurut Ruseffendi (1992: 109) Jarome Bruner dalam teorinya menyatakan
bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan
kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan
yang diajarkan di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan
struktur-struktur.
Pada proses belajar, siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi
benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga tersebut, siswa dapat melihat
secara langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang
sedang diperhatikannya. Kemudian keteraturan tersebut oleh siswa dihubungkan
dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.
Anak didik dalam belajar harus terlibat secara aktif mentalnya yang dapat
diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner melukiskan anak-anak berkembang
20
1. Tahap enaktif
Pada tahap ini, dalam belajar, anak didik menggunakan atau memanipulasi
objek-objek konkret secara langsung. Anak belajar melalui benda riil. Anak dalam
belajar masih menggunakan cara gerak refleks, coba-coba, dan belum harmonis.
Ia melakukan manipulasi benda-benda dengan cara menyusun, menjejerkan,
mengutak-atik, atau gerak lain yang bersifat coba-coba.
2. Tahap ikonik
Pada tahap ini, kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan
gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung
objek-objek konkret seperti pada tahap enaktif, namun sudah dapat memanipulasi
dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud. Anak telah dapat
mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda riil dalam bentuk
bayangan mental di benaknya.
3. Tahap simbolik
Pada tahap terakhir anak dapat menyatakan bayangan mentalnya dalam
bentuk simbol dan bahasa, sehingga mereka sudah memahami simbol-simbol dan
menjelaskan dengan bahasanya. Tahap ini merupakan tahap memanipulasi
symbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.
Dari hasil penelitian beuner ke sekolah-sekolah (dalam ruseffendi 1992:110-113),
dalam belajar matematika ada beberapa teori yang berlaku yang disebutnya
dengan dalil. Teori tersebut antara lain adalah dalil penyusunan (construction
21
keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity
theorem).
1. Dalil penyusunan
Pembelajaran suatu konsep matematika sebaiknya dilakukan dengan cara
menyusun penyajiannya. Dalam hal ini siswa diajak untuk mendapatkan ide/pesan
pelajaran melalui konstruksi yang dibuatnya sendiri berdasarkan kegiatan kontak
dengan benda nyata. Siswa hendaknya dilatih untuk melakukan penyusunan
representasinya. Untuk menguasai suatu konsep matematis hendaknya siswa
mencoba dan melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan
penyusunan konsep tersebut. Anak akan lebih mudah untuk mamahami ide atau
konsep jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai bantuan
objek-objek konkret. Selain itu, ide / konsep tersebut lebih tahan lama dalam
ingatannya. Guru hendaknya benar-benar memberi kesempatan anak untuk
melaksanakan tahap enaktif.
2. Dalil notasi
Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep matematis, notasi
memegang peranan yang sangat penting. Pengunaan notasi dalam menyatakan
konsep matematis tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak
didik. Penggunaan notasi-notasi sebaiknya dimulai dengan notas sederhana
sampai yang kompleks.
3. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman
Penyajian konsep matematika dari yang konkret ke yang lebih abstrak
22
karena banyak konsep matematika yang bertolak belakang, misalnya bilangan
ganjil dan genap, bilangan rasional dan irasional, bilangan prima dan komposit,
dan sebagainya. Pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam
melakukan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret menjadi konsep
yang lebih abstrak. Selain itu, juga diperlukan banyak contoh dan
beranekaragaman sehingga anak memahami karakteristik konsep yang dipelajari.
Misalnya untuk memahami konsep bilangan 2 (dua) diberi kegiatan membuat
kelompk benda-benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan
mebuat kelompok benda yang anggotanya tidak dua untuk lebih memahami
konsep bilangan 2. Pembelajaran juga dapat dilakukan dengan memilih
kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok dua benda dan
kelopok-kelompok mana yang bukan merupakan kelopok-kelompok dua benda.
4. Dalil pengaitan
Konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan maka penyajian
kaitan-kaitan pembelajaran matematika merupakan hal yang sangat penting dan lebih
diutamakan dibandingkan penyajian konsep-konsep yang terpisah-pisah. Dalil ini
menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain
mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan
rumus-rumus. Suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain.
Misalnya rumus luas jajar genjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan
rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang.
Pada penelitian ini akan menggunakan tiga tahap perkembangan mental yaitu
23
(construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil pengkontrasan dan
keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity
theorem) tidak digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap enaktif dapat
menggunakan kertas lipat, tahap ikonik dapat menggunakan gambar kertas lipat
dan pada tahap simbolik siswa dapat menggunakan simbol pecahan sederhana itu
sendiri.
3. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD
Tujuan pembelajaran Matematika di SD adalah agar siswa mampu dan
terampil menggunkan matematika dalam kehidupan sehari-hari Tujuan
pembelajaran matematika menurut kurikulum tahun 2006 atau Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
yaitu: ( Ahmad Susanto, 2013: 189-190)
1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.
2. menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.
3. menentukan sifat simetri, kesebangun, dan sistem koordinat.
4. menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan, antarsatuan, dan penaksiran pengukuran.
5. menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikannya.
6.memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan secara matematika.
4. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika di kelas III SD
Menurut silabus sekolah dasar kompetensi dasar mata pelajaran Matematika
semester II kelas III SD yaitu:
a. mengenal pecahan sederhana,
b. membandingkan pecahan sederhana,
c. memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana
24
e. mengidentifikasi berbagai jenis dan besar sudut. f. menghitung keliling persegi dan persegi panjang g. menghitung luas persegi da persegi panjang.
h. menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling, luas persegi, dan persegi panjang.
Penelitian ini mengambil pokok bahasan matematika kelas III semester dua
pada materi pecahan yang berkaitandengan pengenalan pecahan sederhana,
perbandingan pecahan sederhana,dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pecahan sederhana.
5. Tinjauan tentang Pecahan
Menurut Yoppy Wahyu Purnomo, (2015:10) Kata pecahan berasal dari kata
latin fraction, yang berarti membelah atau memecah. Pengertian bilangan pecahan pada matematika sekolah dasar dapat didasarkan atas pembagian suatu benda atau
himpunan atas beberapa bagian yang sama ( Lisnawaty Simanjuntak,
1993:153-154). Bilangan pecah adalah perbandingan dua bilangan cacah yang pembagi
bukan nol, dengan kata lain, suatu bilanagn pecah adalah sembarang bilangan
yang dapat diberi nama � dengan dan bilangan-bilangan cacah dan ≠0
(Akbar Sutawijaya, 1992:154).
Siswa dikenalkan pecahan mulai dari kelas 3 SD dengan mempelajari
pecahan sederhana. (dengan pembilang dan penyebut berupa bilangan cacah). Di
kelas tinggi bentuk pecahan dipelajari berupa pecahan dengan pembilang dan
penyebut bilangan bulat. Bentuk pecahan dengan pembilang dan penyebut berupa
bilangan bulat disebut bilangan rasional. Pembilang dan penyebut pecahan dapat
berupa sembarang bilanagn selama penyebut tidak nol. Bentuk umum pecahan
25
mana ≠ 0 , disebut pembilang dan disebut dengan penyebut. Pecahan
sederhana adalah bilanagn yang dapat dinyatakan dengan pasangan bilanagn
cacah � di mana ≠ 0.
Dalam pembelajaran di SD, konsep pecahan pertama kali diawali dengan
makna sebagai bagian dari keseluruhan. Namun terdapat hambatan yang mungkin
terjadi dalam pembelajaran pecahan yang menemukan bahwa sebagian besar
siswa mengalami miskonsepsi tentang konsep bagi adil dalam pecahan (Yoppy
Wahyu Purnomo, 2015: 14).
Menurut Kennedy (1994:425 – 427) makna dari pecahan dapat muncul dari
situasi-situasi sebagai berikut.
1. Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau
keseluruhan.
Pecahan dapat digunakan untuk menyetakan makna dari setiap bagian dari
yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada 4
orang anaknya dan masing-masing harus memperoleh bagian dari keseluruhan
roti. Bagian dari sebuah pecahan biasanya menunjukkan hakikat situasi dimana
lambing bilangan tersebut muncul. Dalam lambing bilangan , 4 menunjukkan
banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan dan disebut penyebut
seangankan 1 menunjukkan banyaknya bagian yang utuh menjadi perhatian pada
saat tertentu dan disebut pembilang.
2. Pecahan untuk menyatakan pembagian
Apabila sekumpulan objek dikelompokkan menjadi bagian yang
26
pembagian. Misalnya sehelai kain yang panjangnya 3 meter akan dipotong
menjadi 4 bagian yang berukuran sama, hal tersebut mengilustrasikan situasi yang
akan menuntun ke kalimat pecahan yaitu .
3. Pecahan sebagai perbandingan (rasio)
Hubungan antara sepasang bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah
perbandingan. Contohnya dalam kelompok 10 buku terdapat 3 buku yang
bersampul biru. Rasio buku yang bersampul biru terhadap keseluruhan buku
adalah 3 : 10 atau buku yang bersampul biru dari keseluruhan buku.
Dari ketiga situasi tersebut semuanya dikenalkan kepada siswa dengan urutan
kelas yang berbeda. Untuk tahap pertama konsep pecahan dikenalkan dengan
memunculkan situasi yang pertama yaitu pecahan sebagai bagain dari
keseluruhan.
Kegiatan mengenal konsep pecahan akan lebih berarti bila didahului dengan
menggunakan objek-objek nyata seperti : apel, tomat, kue dan lain-lain. Peraga
selanjutnya dapat berupa daerah-daerah bangun datar beraturan misalnya persegi,
lingkaran, dan persegi panjang yang akan membantu dalam memperagakan
konsep pecahan.
D.Karakteristik Peserta Didik
1. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Heruman (2007: 1-2) mengemukakan bahwa umur siswa sekolah dasar
berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Mereka berada pada fase
operasioanal konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan
27
terikat dengan objek konkret yang ditangkap oleh panca indra. Dalam
pembelajaran matematika yang abstrak, proses pembelajarannya dapat melalaui
tahapan konkret, semi konkret, semi sbstrak dan selanjutnya abstrak.
Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami oleh
siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam
memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya.
Menurut Syamsu Yusuf (2007:24-25) pada masa sekolah dasar anak-anak
relatif lebih muda dididik daripada masa sebelumnya dan sesudahnya. Masa ini
dipernci lagi menjadi dua fase, yaitu:
1) Masa kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau7 tahun sampai umur 9 atau
10 tahun. Beberapa sifat khas anak pada masa ini anatar lain:
a) Hubungan positif yang tinggi antar jasmani dan prestasi,
b) Memiliki sifat yang tunduk terhadap peraturan permainan tradisional,
c) Senang memuji diri sendiri,
d) Sering membandingkan dirinya sendiri dengan anak yang lain,
e) Apabila tidak dapat menyelesaikan soal, maka soal tersebut dianggap tidak
penting, dan
f) Menghendaki nilai yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya pantas
diberi niai baik atau tidak.
2) Masa kelas tinggi sekolah dasar kira-kira usai 9 atau 10 tahun sampai umur 12
atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak pada masa ini antara lain:
a) Adanya minat terhadap kehidupan sehari-hari yang konkret,
28
c) Memiliki minat terhada hal-hal atau mata pelajaran khusus, mulai menonjolkan
bakat-bakat khusus,
d) Anak mulai beruasaha untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara mandiri,
e) Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah,
f) Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama dan tidak terikat
oleh peraturan tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.
Menurut Piaget dalam Zubaidah Amir dan Risnawati (2016: 62-64) seorang
anak maju, melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa.
Tahap perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap sensorimotor (umur 0 -2 tahun)
Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan
sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan.
Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan akibat satu reaksi langsung
dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera (sensori) dan tindakan –
tindakan (motor), anak belum mempunyai kesadaran – kesadaran adanya konsepsi
yang tetap.
2. Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)
Operasi adalah suatu proses berfikir logis, dan merupakan aktifitas mental
bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan
operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai
digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan.
Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan memacu
29
dengan bentuk yang lain (Dina Indriana dalam Zubaidah Amir dan Risnawati,
2016: 63).
3. Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system pemikiran
yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa yang langsung dialami. Anak masih
menerapkan logika berfikir pada barang – barang yang konkret, belum bersifat
abstrak maupun hipotesis.
4. Tahap operasi formal (11 tahun keatas)
Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif
secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan
dengan objek atau peristiwanya langsung, dan menarik kesimpulan dari informasi
yang tersedia (Mimi Haryani dan Mely Andriani dalam Zubaidah Amir dan
Risnawati, 2016: 64).
Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas III SD berada pada tahap operasinal
konkret karena pada umumnya siswa kelas III SD berumur 7 – 11 tahun. Pada
tahap operasi konkret, siswa SD dapat menerima konsep – konsep matematika
melalui peristiwa langsung . Karena itulah dalam pembelajaran matematika di SD
diperlukan metode yang mendukung dan bermakna dalam proses pembelajaram.
Dengan penggunaan model kooperatif, proses pembelajaran menjadi lebih
menarik sehingga siswa dapat memahami materi yang disampaikan dengan baik
30
2. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Menurut Elida Prayitno (1991: 23-25) prinsip-prinsip perkembangan anak
tingkat sekolah dasar adalah sebagai berikut.
a. Prinsip Kesatuan Organis
Prinsip kesatuan organis maksudnya bahwa anak merupakan suatu kesatuan
fisik dan psikis. Perkembanagn komponen fisik dan psikis saling bersangkut paut
dan mempengaruhi satu sama lain. Jika salah satu komponen terganggu maka
komponen yang lainnya juga akan ikut terganggu, misalnya jika dalam proses
belajar anak sakit fisiknya atau fisiknya lemah akibat kurang gizi maka mental
anak juga ikut terganggu sehingga anak tidak dapat belajar secara optimal.
b. Prinsip Tempo dan Irama Perkembangan
Prinsip tempo dan irama perkembangan maksudnya adalah anak berkembang
sesuai dengan tempo dan irama perkembangan sendiri-sendiri yang teratur. Setiap
anak memiliki tempo dan irama perkembangan yang berbeda-beda. Ada anak
yang memiliki tempo dan irama perkembangan yang cepat tetapi ada pula anak
yang memiliki tempo dan irama perkembangan yang lambat. Misalnya didalam
sebuah kelas terdapat anak yang berumur 10 tahun tetapi memiiki kematangan
berpikir sama dengan anak yang berusia 12 tahun, ada juga anak yang berumur 12
tahun tetapi memilik kematangan berpikir seperti anak yang berusia 10 tahun.
Tempo dan irama perkembangan ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor
pembawaan dan lingkungan.
31
Prinsip ini mengemukakan bahwa anak sebagai manusia mengikuti pola
umum yang sama dalam perkembangannya. Misalnya secara umum anak yang
berumur 7 tahun sudah dapat memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan
mencapai kemampuan berpikir konkret. Anak berumur 13 tahun telah memasuki
masa pra remaja dan siap memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah
Pertama.
Prinsip ini memiliki beberapa implikasi dalam pelaksanaan pendidikan yaitu:
1) pada umumnya pendidikan dapat dilaksanakan secara klasikal terhadap anak
yang berumur kronologis sama,
2) dapat dilaksanakan keseragaman pendidikan untuk anak tingkat umur
kronologis tertentu, dan
3) dapat disediakan alat-alat tertentu yang dapat digunakan dari generas
kegenerasi berikutnya untuk anak yang sebaya.
d. Prinsip Kematangan
Seorang anak dapat mengikuti proses belajar di sekolah apabila ia telah
matang secara intelektual, sosial dan emosional untuk mengikuti tugas-tugas
belajar di Sekolah Dasar. Secara intelektual anak Sekolah Dasar dikatakan matang
apabila telah mencapai kemampuan berfikir konkret sehingga dapat memecahkan
masalah konseptual dan simbol-simbol dalam pelajaran membaca, menulis,
berhitung. Secara sosial-emosional anak harus dapat membina keakraban dengan
teman sebaya, mengikuti aturan sekolah, dan memiliki kemandirian. Seorang anak
yang belum matang untuk masuk ke Sekolah Dasar tetapi dipaksa untuk
32
berdaya, dan tidak mampu belajar serta hilangnya kepercayaan kepada
kemampuan pada diri sendiri
e. Prinsip Kontinuitas
Perkembangan berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan.
Perkembangan pada periode awal mempengaruhi pencapaian perkembangan
periode berikutnya. Jika seorang anak dapat mencapai tugas-tugas perkembangan
pada periode awal maka tugas-tugas perkembangan pada periode berikutnya dapat
diselesaikan dengan baik, tetapi jika pada periode perkembangan sebelumnya
seorang anak tidak dapat menyelesaikan tugasnya maka tugas-tugas
perkembangan pada periode berikutnya akan sulit untuk diselesaikan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembanagn Anak Usia Sekolah Dasar
a. Faktor Hereditas
faktor hereditas adalah faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang
diturunkan melalui gen ( Elida prayitno, 1991:29)
Sifat-sifat yang diturunkan secara hereditas
a) potensi intelektual,
b) temperamen (kepribadian).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan menentukan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan pola yang
ditentukan oleh hereditas. Lingkungan mempengaruhi potensi-potensi yang
diturunkan melalui gen dapat teraktualisasi secara optimal atau tidak. Lingkungan
33
seluruh potensi anak. Sebaliknya lingkungan yang tidak merangsang anak untuk
belajar secara optimal menyebabkan potensi-potensi yang ada dalam diri anak
tetap tersembunyi (Elida Prayitno, 1991: 34).
E.Penelitian yang Relevan
Yuli Rahmawati (2012) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe numberer heads
together memberi pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil belajar IPS siswa
kelas V SDN segugus Diponegoro Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang.
Hal ini ditunjukkan dengan perhitungan statistik dari rerata hasil post-test kelas
kontrol sebesar 68,67 dan rerata hasil post-test kelas eksperimen sebesar 76,67
diperoleh dari thitung sebesar 0,54 dan ttabel 0,05.
F. Kerangka Pikir
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang digunakan untuk
mewujudkan kegiatan belajar yang berpusat pada siswa yang membelajarkan
kecakapan akademik sekaligus keterampilan keterampilan sosial yang
menggunakan pengelompokan kecil yang bersifat heterogen untuk mencapai
tujuan. Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang dilakukan secara tim.
Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan cara pembelajaran ini siswa lebih termotivasi untuk mencapai tujuaanya,
tujuannya disini adalah hasil belajar. Keberhasilan pembelajaran kooperatif
ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip
kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.
34
optimal. Maka mau tidak mau siswa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
kerja sama dirasakan lebih mudah. Kondisi lingkungan ini juga memicu pengaruh
proses dan hasil belajar.
Salah satu pembelajaran kooperatif adalah tipe NHT dengan pembelajaran
NHT ini siswa diberikan kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang tepat, selain itu metode ini mendorong siswa
untuk meningkatkan kerja sama mereka, dan meningkatkan kesiapan dalam
menerima pembelajaran. Sehingga siswa dapat meningkatkan motivasi, harga diri,
dan hasil belajarnya.
Dalam pembelajaran NHT terdapat 4 tahapan yaitu numbering, questioning,
heads together, dan answering. Pada tahap numbering guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang dan
memberi nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor
yang berbeda. Pemberian nomor pada siswa dalam suatu kelompok disesuaikan
dengan banyaknya siswa dalam kelompok tersebut. Pada tahap questioning guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa, pertanyaan bervariasi dari yang spesifik
hingga yang bersifat umum. Pada tahap heads together Siswa berpikir bersama
untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap anggota dalam timnya telah
mengetahui jawaban tersebut. Pada tahap answering guru memanggil satu nomor
tertentu kemudian siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh siswa dalam kelas itu.
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas ada kaiatan antara pembelajaran
35
siap, pengetahuan bertambah dengan tahap questioning dan answering,
kemampuan pemahaman siswa bertambah saat tahap head together dan keampuan
penerapan siswa dapat tercapai dengan langkah langkah pembelajaran NHT .
Dengan demikian di duga, pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat mempengarui
hasil belajar matematika.
G.Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori dan kerangka pikir yang telah disampaikan di atas maka
hipotesis yang diajukan adalah: Ada Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe NHT terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri
Kowangan.
H.Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi Operasional sesuai variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang menempatkan
siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai 5 orang dengan
kemampuan heterogen untuk saling berinteraksi, belajar, bekerja sama dalam
pencapaian tugas atau tujuan selama proses pembelajaran,
2. Numbered Head Together (NHT)
NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada keterlibatan siswa secara aktif dalam kelompok. Setiap anggota kelompok
diberi tanggung jawab dengan diberi nomor anggota yang berbeda. Nomor
tersebut digunakan untuk pemanggilan anggota secara acak setelah proses diskusi
36
tepi NHT menurut Trianto (2010:82) ada empat langkah yaitu: penomoran
(Numbering), pengajuan pertanyaan (Questioning), Berpikir bersama (Heads
Together), dan menjawab (Answering).
3.Hasil Belajar Pecahan
Hasil belajar pecahan adalah bukti pencapaian kemampuan belajar yang
diperoleh siswa pada materi pecahan setelah melalui serangkaian pengalaman
dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang diukur adalah ranah kognitif
yang meliputi (C1-C3) yaitu tipe pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan
aplikasi (C3). Tes ini dilakukan setelah siswa belajar dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Kemampuan kognitif siswa pada penelitian ini
diukur dengan menggunakan instrument tes hasil belajar dan dinyatakan dalam
37 BAB III
METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif karena data
penelitian yang digunakan berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan
statistik. Sebagiaman dinyatakan oleh Nana Syaodih (2010:12) pendekatan
kuantitatif adalah penelitian yang didasari oleh konsep positivisme yang
menekankan pada fenomena-fenomena objektif dan dikaji dengan menggunakan
angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen (eksperimen
semu), dimana pengontrolan variabel dilakukan terhadap satu variabel saja. (
Nana Syaodih, 201: 59)
B.Variabel Penelitian
Peneitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen (variabel
bebas) dan variabel dependen (variabel terikat)
1. Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah model pembelajaraan.
2. Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitan ini adalah
hasil belajar pecahan.
38 1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah pre test post test control group
design. Dalam desain ini, kedua kelompok yang akan diberi perlakuan yang
berbeda. Sebelum pembelajaran dimulai diberi tes (pretst) dan Setelah
pembelajaran berakhir diberi test akhir (post test) menggunakan instrument test.
Model desainnya adalah pengambilan kelompok tidak secara acak, diambil semua
anggota dalam kelompok tersebut kemudian kelompok pembanding pretes dan
postes dipasangkan. Menurut Sukardi (2011: 186) tabel desain penelitian tersebut
adalah sebagai berikut. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
[image:54