• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI KOWANGAN TEMANGGUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI KOWANGAN TEMANGGUNG."

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI KOWANGAN

TEMANGGUNG

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Diyah Wahyu Utami NIM 13108244022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

PERSETUJVAN

Skripsi yang berjudul "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP

HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS 111 SI) NEGERI KOWANGAN

TEMANGGUNG" yang disusun oleh Diyah Wahyu Utami NIM 13108244022 ini

telah disetujui oleh pemblmbing untuk diujikan

Yogyakarta, Februari 2017 Dosen Pembimbing

Petrus Sarjiman, M.Pd

NIP. 19541212 198103 1 009

(3)

StRAT PERNYATAA.N

Dengan mi saya menyatakan bahwa

skripsł

tni benar-benar karya sap

sendłn

Sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis

atau

diterbitkan orang lain kecuali

sebagał

acuan atau

kutłpan

dengan menôutl tata

penulisan karya ilmiah yang telah łazim.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dałam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, saya Słap menenma sanksi yudłsłum pada penode berłkutnya.

Yogyakarta, 23 Maret 2017

Y ny takan,

(4)

PENGESAIIAN

Skripsi yang benudul "PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP

HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS 111 SI) NEGERI KOWANGAN

TEMANGGUNG" yang dlsusun oleh Diyah Wahyu Utami, NIM 13108244022 lm

telah dipertahankan di depan Dewan Pengujl pada tanggal 15 Maret 2017 dan

dinyatakan Iulus.

Nama

Petrus Sarjiman, M +d

Rahayu Condro M., M.Si

Dr. Suglrnan, M.Si

DEWAN PENGUJI

Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Ketua Penguji

22 13

Sekretaris Penguji

Penguji Utama

30

2017

Yogyakarta,

• llmu Pendidlkan

egeri Yogyakarta

M Pd

2 198702 1 001

(5)

v MOTTO

Memulai dengan penuh keyakinan,

Menjalankan dengan penuh keikhlasan, dan

Menyelesaikan dengan penuh kebahagiaan.

Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan.

Terus beru

saha dan berdo’a.

Yakin jika Tuhan mempunyai rencana yang sangat

indah.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini adalah sebuah ungkapan pengabdian cinta yang tulus dan penuh

kasih teruntuk:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan anugerah dan karunia-Nya

sehingga saya bisa diberi kesempatan untuk menuntut ilmu hingga sekarang.

2. Orang tua tercinta Bapak Sumrapno dan Ibu Sarwiyati yang selalu

mendoakan, mendukung dan memotivasi saya hingga sekarang.

(7)

vii

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR PECAHAN SISWA KELAS III SD NEGERI KOWANGAN

TEMANGGUNG

Oleh

Diyah Wahyu Utami NIM 13108244022

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together

terhadap hasil belajar pecahan siswa kelas III SD Negeri Kowangan Temanggung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Subjek penelitian ini adalah 46 siswa yang terdiri dari 25 siswa kelas eksperimen dan 21 siswa kelas kontrol. Instrument penelitian yang diberikan berupa tes yang terdiri dari 17 soal pilihan ganda. Validitas instrumen yang digunakan yaitu validitas butir soal. Teknik analisis data berupa uji t dengan gain untuk melihat perbedaan hasil belajar pecahan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Rerata pretes pada kelas eksperimen adalah 77,41 dan rerata pretes pada kelas kontrol adalah 76,75. Setelah dilakukan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen diperoleh rerata postes 91,53 dan pada kelas kontrol 82,91 peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari rerata gain pada kelas eksperimen 13,95 dan pada kelas kontrol 6,29 pada kelas kontrol dan eksperimen memiliki hasil belajar yang signifikan. Maka dapat disimpulkan bahwa model ini dapat meningkatkan hasil belajar pecahan siswa kelas III SD Negeri Kowangan Temanggung.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered

Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri

Kowangan Temanggung” Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam

menyelesaikan pendidikan S1 Pendidikan Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta

Penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan

dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti mengucapkan

terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Rektor Universitas Negeri Yogakarta yang telah memberi kebijakan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta,

yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar Universitas Negeri

Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk

memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi.

4. Bapak Petrus Sarjiman,M.Pd selaku pembimbing yang dengan penuh

kesabaran dan perhatian telah membimbing peneliti sampai penulisan

(9)

ix

5. Bapak Toto Rahyudi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri 3 Pagersari

yang telah memberikan izin uji coba instrumen.

6. Ibu Eny Suryantini, S.Pd selaku kepala sekolah SD Negeri Kowangan yang

telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di kelas

III SD Negeri Kowangan.

7. Ibu Sri Laksitowati, S.Pd selaku guru kelas III A sebagai kolabolator pada

saat penelitian di kelas III SD Negeri Kowangan.

8. Ibu Norma Affiani, S.Pd selaku guru kelas III B sebagai kolabolator pada

saat penelitian di kelas III SD Negeri Kowangan.

9. Siswa kelas III A dan III B SD Negeri Kowangan yang telah bersedia

sebagai subjek dalam pelaksanaan penelitian.

10. Bapak Sumrapno dan Ibu Sarwiyati yang telah memberikan doa, semangat

dan dukungan dalam menyelesaikan pendidikan.

11. Kakakku Puji Wahyu Utomo dan adikku Siswo Rahayu yang selalu

memberikan do’a,dukungan dan semangat kepadaku.

12. Sahabatku Juwaryanti, Gita Dheasabel, Ika Istiani, dan Nur Ianatul yang

selalu menyemangati dan mengingatkanku untuk tetap kuat.

13. Teman-teman Prodi PGSD Kelas A angkatan 2013 yang telah memberikan

bantuan dan dukungan.

Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan penelitian

(10)

Demikian skripsi ini disusun, kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dan

memberikan sumbangan bagi semua pihak.

Yogyakaıla,

23 Maret 2017

Penulis

Diyah Wahyu Utami

(11)

xi DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ………... v

PERSEMBAHAN ……… vi

ABSTRAK ………... vii

KATA PENGANTAR ………. viii

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ……… xiv

DAFTAR GAMBAR ………... xv

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ... 8

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 8

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 8

3. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif ... 10

4. Pengertian Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ... 11

a. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ... 12

(12)

xii

B. Tinjauan tentang Hasil Belajar ... 14

1. Pengertian Hasil Belajar ... 14

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 16

C. Tinjauan tentang Matematika di Sekolah Dasar ... 17

1. Pengertian Matematika ... 17

2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 18

3. Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 23

4. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika Kelas III di SD 23 5. Tinjauan tentang Pecahan ... 24

D. Karakteristik Peserta Didik ... 26

1. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 26

2. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar ... 30

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia SD ……… 32

E. Penelitian yang Relevan ... 33

F. Kerangka Pikir ... 33

G. Hipotesis Penelitian ... 35

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Peneitian ... 37

B. Variabel Penelitian ... 37

C. Desain dan Paradigma Penelitian ... 38

1. Desain Penelitian ... 38

2. Paradigma Penelitian ... 39

D. Tempat dan Waktu ... 39

1. Tempat Penelitian ... 39

2. Waktu Penelitian ... 39

E. Populasi dan Sampel ... 40

1. Populasi Penelitian ... 40

2. Sampel Penelitian ... 40

(13)

xiii

1. Teknik Tes ... 41

2. Teknik Dokumentasi ... 41

G. Instrumen Penelitian ... 41

1. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 41

a. Instrumen Tes ... 42

b. Dokumentasi ... 43

2. Uji Coba Instrumen... 44

a. Uji Validitas ... 44

b. Uji Reliabilitas ... 45

c. Tingkat Kesukaran Butir ... 46

d. Daya Pembeda... 47

H. Teknik Analisis Data ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ……… 49

B. Deskripsi Hasil Penelitian ………. 49

1. Data Hasil Belajar Pecahan Kelas Eksperimen ………. 52

2. Data Hasil Belajar Pecahan Kelas Kontrol ………. 56

C. Hasil Uji Gain ...………... 60

D. Pembahasan Hasil Penelitian ……… 62

E. Keterbatasan Penelitian ……… 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……… 66

B. Saran ……….. 66

DAFTAR PUSTAKA ……….. 67

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ... 12

Tabel 2. Desain Pretes Postes Grup Kontrol Tidak Secara Random ... 33

Tabel 3. Jumlah Siswa Kelas III SDN Kowangan ... 35

Tabel 4. Kisi-Kisi Instrumen ... 37

Tabel 5. Koefisien Reliabilitas ... 40

Tabel 6. Kategori Tingkat Kesukaran ... 41

Tabel 7. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ………. 45

Tabel 8. Rangkuman Ketuntasan Hasil Belajar ………. 46

Tabel 9. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Pretes Kelas Ekspreimen ……….. 47 Tabel 10. Frekuensi Pretes Hasil Belajar Pecahan Kelas Eksperimen ……. 48

Tabel 11. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Postes Kelas Eksperimen ………... 49 Tabel 12. Frekuensi Pretes Hasil Belajar Pecahan Postes Kelas Eksperimen ……….. 50 Tabel 13. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Pretes Kelas Kontrol . 51 Tabel 14. Frekuensi Pretes Hasil Belajar Pecahan Kelas Kontrol ……… 52

Tabel 15. Statistik Deskriptif Hasil Belajar Pecahan Postes Kelas Kontrol 53 Tabel 16. Frekuensi Postes Hasil Belajar Pecahan Kelas Kontrol ……… 54

Tabel 17. Rangkuman Mean Pretes-Postes Hasil Belajar Pecahan ……… 55

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Grafik Histogram Pretes Kelas Eksperimen ……… 48

Gambar 2. Grafik Histogram Postes Kelas Eksperimen ……… 50

Gambar 3. Grafik Histogram Pretes Kelas Kontrol ……….... 52

Gambar 4. Grafik Histogram Postes Kelas Kontrol ……… 54

Gambar 5. Diagram Batang Rerata Hasil Gain ……….. 61 Gambar 6. Diagram Garis Hasil Gain per Siswa Kelas Eksperimen dan

Kelas Kontrol………

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Nilai UTS Siswa 70

Lampiran 2. Hasil Validitas Butir Soal 71

Lampiran 3. Hasil Reliabilitas 72

Lampiran 4. Tingkat Kesukaran Butir Soal 75

Lampiran 5. Daya Beda Butir Soal 76

Lampiran 6. Soal Valid 77

Lampiran 7. Kunci Jawaban 81

Lampiran 8. RPP Kelompok Eksperimen 82

Lampiran 9. RPP Kelompok Kontrol 95

Lampiran 10. Lembar Kerja Siswa 106

Lampiran 11. Daftar Nilai Pretes Dan Postes Kelas Eksperimen 112 Lampiran 12. Daftar Nilai Pretes Dan Postes Kelas Kontrol 113

Lampiran 13. Analisis Hasil Penelitian 114

Lampiran 14. Dokumentasi 116

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional

Pendidikan Pasal 19 yang berbunyi “Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan

diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang

cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan

perkembangan fisik serta psikologis Peserta Didik.

Menurut Oemar Hamalik (2001:29) belajar adalah suatu proses. Belajar

bukan suatu tujuan tetapi suatu proses untuk mencapai tujuan. Jadi, belajar

merupakan sebuah proses yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya.

Belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu tanda bahwa

seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang

tersebut. Perubahan itu dapat berupa perubahan pada tingkat pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari mulai dari

tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat pendidikan tinggi. Matematika

merupakan alat yang berfungsi untuk membangun penalaran, pola pikir logis,

kritis, kreatif, objektif dan rasional yang diperlukan baik dalam kehidupan

sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pelajaran

metematika perlu dibekali kepada anak sejak usia dini agar mereka terlatih untuk

(18)

2

Menurut Depdiknas (2001 : 9), kompetensi atau kemampuan umum

pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut:

1. melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian

beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan,

2. menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang

sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume,

3. menentuka sifat simetri, kesebangunan, dan simetri koordinat,

4. menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antarsatuan, dan penaksiran

pengukuran,

5. menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti ukuran tertinggi,

terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan dan menyajikan, dan

6. memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan

secara matematika.

Untuk mencapai pembelajaran matematika tersebut, guru hendaknya

menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang membuat siswa aktif

membentuk, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa

dapat membentuk makna atau konsep dari bahan-bahan pelajaran melalui suatu

proses pembelajaran.

Menurut Trianto (2010: 5) masalah utama dalam pembelajaran pada

pendidikan formal dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap siswa. Hal ini

tampak dari rerata hasil belajar siswa yang senantiasa masih sangat

memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang

(19)

3

Proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan

tidak memberikan akses bagi siswa untuk berkembang secara mandiri melalui

penemuan dalam proses berpikirnya.

Proses pembelajaran tidak selalu efektif dan efisien sehingga hasil proses

belajar mengajar tidak selalu optimal, karena ada sejumlah hambatan karena itu

guru dalam memberikan materi pelajaran hanya yang berguna dan bermanfaat

bagi siswa. Materi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan mereka akan pelajaran

tersebut.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada hari Senin, 7 November

2016 ditemukan beberapa masalah khususnya pada pembelajaran matematika

seperti proses pembelajaran yang masih dominan menggunakan metode

konvensional sehingga siswa belum berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Ketika proses pembelajaran berlangsung siswa ditempatkan sebagai objek yang

selalu diberikan beragam materi dengan jumlah yang banyak. Hal ini membuat

siswa merasa bosan saat proses pembelajaran sehingga materi yang diberikan oleh

guru tidak dapat diterima secara maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Senin tanggal 7 November 2016,

siswa kelas III SD Negeri Kowangan seluruhnya berjumlah 46 siswa, siswa kelas

III A berjumlah 25 orang dan siswa kelas III B berjumlah 21 orang. KKM untuk

mata pelajaran matematika adalah 70. Berdasarkan hasil Ujian Tengah Semester

yang telah dilaksanakan di SD Negeri Kowangan, siswa kelas III A yang sudah

dapat memenuhi KKM sebanyak 8 siswa dan siswa kelas III B yang sudah

(20)

4

Salah satu cara menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi peserata didik

agar siswa mampu memahami konsep matematika dengan benar yaitu dengan

menggunakan model pembelajaran yang inovatif. Penggunaan model

pembelajaran yang inovatif dalam pembelajaran memiliki pengaruh besar dalam

keberhasilan pembelajaran. Guru harus bisa menemukan metode pembelajaran

yang tepat agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien. Metode yang

digunakan guru di dalam kelas masih menggunakan metode konvensioanl

sehingga tujuan pembelajaran yang diharapkan belum tercapai secara maksimal.

Model pembelajaran kooperatif dapat menjadi pilihan inovasi dalam

pembelajaran supaya siswa tidak bosan dan mendapatkan hasil belajar yang

maksimal. Pembelajaran kooperatif akan membantu siswa memecahkan

masalah-masalah yang sulit dengan cara berdiskusi dengan teman sekelompoknya dan juga

memberikan kesempatan siswa untuk aktif, berpartisipasi,berinteraksi dan belajar

bersama-sama. Belajar seperti ini akan lebih mengutamakan penguasaan ilmu, dan

diyakini akan memberi peluang untuk siswa lebih kreatif dan guru lebih

profesional. Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna dimana guru

mampu menciptakan kondisi belajar yang dapat membangun kreativitas siswa

untuk menguasai ilmu pengetahuan.

Salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat mengajak siswa aktif

dalam pembelajaran adalah NHT (Numbered Heads Together). Dalam

pembelajaran dengan menggunakan Numbered Heads Together (NHT) siswa

diberi kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan

(21)

5

diharapkan siswa lebih berperan aktif dalam proses pembelajaran dan semangat

kerja sama dalam kelompok meningkat sehingga siswa dapat memahami materi

pembelajaran dan mendapatkan hasil belajar yang maksimal.

Menyadari akan manfaat dari model koopertif tipe NHT serta guru masih

jarang menggunakan model tersebut maka perlu diadakan penelitan untuk

mengetahui lebih lanjut seberapa besar pengaruh model kooperatif tipe NHT

dalam meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran matematika.

Dari uraian diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul

“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT terhadap

Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri Kowangan”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut.

1. Proses pembelajaran yang masih dominan menggunakan metode konvensional

sehingga siswa belum berperan aktif dalam proses pembelajaran.

2. Siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran.

3. Siswa menganggap bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata

pelajaran yang sulit untuk dipahami sehingga siswa merasa malas untuk

belajar.

4. Hasil belajar matematika yang masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Dari permasalahan yang teridentifikasi di atas tidak semuanya diteliti. Agar

(22)

6

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar

pecahan siswa kelas III SD Negeri Kowangan.

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut.

Adakah pengaruh positif dari Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe NHT terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri Kowangan?

E. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini, maka tujuan

yang hendak dicapai adalah untuk mengetahui Pengaruh positif dari Penggunaan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa

Kelas III SD Negeri Kowangan Tahun ajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini disusun dengan harapan dapat memberi manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi guru sebagai sarana inovasi

dalam pembelajaran dengan menggunakan metode NHT dalam meningkatkan

(23)

7

b. Bagi Siswa

Dengan penerapan metode NHT siswa dapat antusias dalam kegiatan

pembelajaran dan memberikan pengalaman belajar pada saat proses pembelajaran.

c. Bagi Sekolah

Sebagai bahan pertimbangan dalam memotivasi guru untuk melaksanakan

proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembelajaran Matematika.

d. Bagi Peneliti

Sebagai bekal peneliti sebagai calon guru sekolah dasar agar siap

(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang Pembelajaran Koopertif Tipe Numbered Head Together 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (2008: 4) pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

secara kolaboratif dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Wina

sanjaya (2011: 242). Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran

yang menggunakan sistem pengelempokan atau tim kecil yang terdiri empat

sampai enam orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis

kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sedangkan menurut Trianto

(2010: 56) yaitu dalam kelas kooperatif siswa belajar dalam kelompo kecil yang

terdiri dari 4-6 orang yang sederajat tapi heterogen, kemampuan jenis kelamin,

suku/ras, dan satu sama lainnya saling membantu.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah model pembelajaran yang digunakan untuk mewujudkan

kegiatan belajar yang berpusat pada siswa yang membelajarkan kecakapan

akademik sekaligus keterampilan sosial yang menggunakan pengelompokan kecil

yang bersifat heterogen untuk mencapai tujuan.

2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya (2011:

244-246), yaitu:

(25)

9

Pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan

secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Semua anggota tim

(anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Maka dari itu kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim.

b. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Manajemen dalam pembelajaran kooperatif memiliki empat fungsi pokok,

yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan,dan fungsi

kontrol. Fungsi perencanaan menunjukkan pembelajaran kooperatif membutuhkan

perencanaan yang matang supaya dalam proses pembelajaran berjalan secara

efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa

yang digunakan untuk mencapai tujuan itu, dan sebagainya. Fungsi pelaksanaan

yaitu pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan,

melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Fungsi organisasi

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar

anggota disetiap kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab

setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol, dalam pembelajaran kooperatif perlu

ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.

c. Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan dalam pembelajaran koopertif ditentukan oleh keberhasilan

secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama harus ditekankan dalam

proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota dalam kelopmpok kooperatif tidak

(26)

10

saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu temannya yang kurang

pintar.

d. Keterampilan bekerja sama

Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan

kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian

siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinterksi dan berkomunikasi

dengan anggota kelompok yang lain. Siswa dibantu dalam berinteraksi dan

berkomunikasi sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan

pendapat, dan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompoknya.

Dari beberapa karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik

pembelajaran kooperatif adalah setiap siswa bertanggung jawab kepada

kelompoknya, bekerja secara tim, adanya penghargaan kelompok dan adanya

keterampilan bekerjasama.

3. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Menurut beberapa ahli pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut a. Slavin(2008:256) mengemukakan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan

hubungan sosial, menumbuhkan sikap dan toleransi, dan menghargai pendapat

orang lain.

b. Menurut Nunuk Suryani dan Leo Agung (2012:83) mengemukakan bahwa

penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan bekerja

sama, bersosialisasi, empati melalui variasi perbedaan sikap dan perilaku selama

(27)

11

c. Menurut Wina Sanjaya (2011: 249) melalui pembelajaran kooperatif siswa

tidak terlalu menggantungkan terhadap guru, akan tetapi siswa dapat menambah

kepercayan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai

sumber, dan belajar dari siswa lain.

d. Menurut Trianto (2010 59) pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep yang yang sulit, dan membantu siswa menumbuhkan kemampuan

berpikir kritis.

4. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Menurut Anita Lie (2007: 59) NHT adalah tehnik pembelajaran kooperatif

dimana tekhnik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling

membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, selain itu

teknik ini juga mendorong siswa untuk melaksanakan tanggung jawab pribadinya

dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya. Teknik ini bisa

digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.

Menurut Trianto(2010:82) NHT atau penomeran berpikir bersama merupakan

jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Tipe ini

dikembangkan oleh Spancer Kagan, memperkenalkan model ini pada tahun 1993

dengan melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup

dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran

(28)

12

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif tipe NHT adalah salah satu varian dari pembelajaran kooperatif dimana

guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang berisi 4-5 orang dimana setiap

siswa dalam masing-masing kelompok mendapat nomer diri yang berbeda,

dimana saat proses pembelajaran siswa memikirkan bersama jawaban dari apa

yang ditanyakan guru bersama kelompoknya, untuk selanjutya menjawab

pertayaan tanpa tahu nomer berapa yag akan di panggil oleh guru.

a. Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Tabel 1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

Tahap Kegiatan guru Kegiatan siswa

p 1:

Penomoran

(Numbering)

Guru membagi siswa

menjadi beberapa

kelompok- kelompok

atau tim yang

beranggotakan 4 atau

5 orang dan memberi

nomor sehingga setiap

siswa dalam kelompk

tersebut memiliki

nomor yang berebeda.

Pemberian nomor

pada siswa dalam

suatu kelompok

Membentuk

(29)

13

disesuaikan dengan

banyaknya siswa

dalam kelompok

tersebut

Tahap 2

Pengajuan

Pertanyaan

(Questioning)

Guru mengajukan

pertanyaan kepada

siswa; pertanyaan

bervariasi dari yang

spesifik hingga yang

bersifat umum.

Siswa meperhatikan

pertanyaan dari guru

Tahap 3

Berpikir bersama

(Head Together)

Guru mengawasi Siswa Siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa

tiap anggota dalam

timnya telah

mengetahui jawaban

tersebut.

Tahap 4

Pemberian jawaban

(Answering)

Guru memanggil satu

nomor tertentu

kemudian siswa dari

tiap kelompok

dengan nomor yang

Satu nomer yang

ditunjuk guru

menjawab pertanyaan

yang telah ditentukan

(30)

14

sama mengangkat

tangan dan

menyiapkan jawaban

untuk seluruh siswa

dalam kelas itu.

b. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Menurut Anita Lie (2007: 47) kelebihan dari model pembelajaran tipe NHT

adalah sebagai berikut:

1. memudahkan dalam pembagian tugas,

2. memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab

pribadinya,

3. setiap siwa menjadi siap,

4. guru mudah memonitor,

5. dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan

6. siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

B.Tinjauan tentang Hasil Belajar 1. Pengertian Hasil Belajar

Purwanto (2008:45) hasil belajar adalah adanya perubahan sikap dan perilaku

pada individu yang belajar. Oemar Hamalik (2003:30), mengemukakan hasil

belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut dari tidak

tahu menjadi tahu. Menurut Nana Sudjana (2009:22) hasil belajar adalah

(31)

15

pengalaman belajarnya. Menurut S. Eko Putro w (2010:25) hasil belajar adalah perubahan sikap, pengetahuan atau kecakapan dari diri siswa sebagai hasil dari

kegiatan pembelajaran.

Sistem pendidikan nasional merumuskan tujuan pendidikan, baik tujuan

kurikuler, maupun tujuan instruksional menggunakan klasifikasi hasil belajar dari

Benyamin Bloom (Nana Sudjana, 2009: 22-23) yang secara garis besar

membaginya menjadi tiga ranah yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

psikomotoris.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari

enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan

evaluasi.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah Psikomotoris

Ranah psikomotoris berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan siswa

dalam bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris yaitu gerakan reflek,

keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau

ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif serta

interpretatif.

Berdasarkan pendapat para ahli maka dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar

(32)

16

melalui serangkaian pengalaman dalam kegiatan pembelajaran, yang bertujuan

untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Hasil

belajar diketahui dengan nilai yang dicapai oleh seseorang dengan kemampuan

maksimal setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran berupa data

kuantitatif.

Untuk menilai hasil belajar dapat digunakan tes. Tes adalah alat yang

digunakan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan belajar yang telah dicapai

oleh siswa. Tes bertujuan untuk membangkitkan motivasi kepada siswa agar

mereka memperhatikan pelajaran serta mendorong mereka agar dapat

mengorganisasikan pelajaran dengan baik. Tes dapat juga digunakan sebagai

feedback bagi guru dalam memperbaiki program pengajaran.(Suharsimi Arikunto

: 1999 : 53)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Wina Sanjaya (2013: 15-21) mengungkapkan ada beberapa faktor yang

mempengaruhi keberhasilan belajar siswa diantaranya adalah guru, siswa, sarana

dan prasarana, serta lingkungan

a. Faktor guru

Guru adalah orang yang secara langsung berhadapan dengan siswa. Guru tidak

hanya berperan sebagai model dan teladan, akan tetapi juga sebagai pengelola

pembelajaran (manager of learning) oleh karena itu, efektivitas pembelajaran

berada di pundak guru.

(33)

17

Siswa adalah organisme yang unik, berkembang sesuai tahap

perkembangannya. Setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda. Aspek

yang mempengaruhi proses pembelajaran meliputi latar belakang, (pupil

foemative experiences) siswa dan sikap yang dimiliki siswa (pupil properties).

c. Faktor sarana dan prasarana

Sarana merupakan segala sesuatu yang mendukung secara langsung kelancaran

proses pembelajaran, sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak

langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan

sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses

pembelajaran.

d. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa ada

dua, yaitu faktor organisasi kelas yang meliputi jumlah siswa atau kelas dan

faktor iklim sosial-psikologis atau keharmonisan hubungan siswa dengan siswa

maupun siswa dengan guru.

C. Tinjauan tentang Matematika di Sekolah Dasar 1. Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa Latin , manthanein atau mathema yang

berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedang dalam bahasa Belanda,

matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan

penalaran (Depdiknas dalam Ahmad Susanto, 2015: 184). Menurut kamus besar

(34)

18

mempelajari tentang hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang

digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan.

Berdasarkan beberapa pengertian matematika di atas, dapat disimpulkan

bahwa hakikat matematika merupakan ilmu yang menekankan pada aktivitas

penalaran dapat dikatakan juga suatu ilmu yang berhubungan dengan bentuk,

konsep, susunan yang saling berkaitan, serta dapat dijadikan sebagai pembimbing

pola pikir.

2. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika ialah suatu proses belajar mengajar yang dibangun

oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat

meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan-pengetahuan baru guna

meningkatkan penguasaan materi matematika. (Zubaidah Amir dan

Risnawati,2016: 8)

Dalam pembelajarn matematika baik guru maupun siswa menjadi pelaku

terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pemblejaran akan mencapai hasil yang

maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Pembelajaran yang efektif

ialah pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara aktif.

Menurut Heruman (2010:4) Pembelajaran matematika di tingkat sekolah

dasar, diharapkan terjadi penemuan kembali (reinvention). Penemuan kembali

adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran

di kelas. Meskipun penemuan itu sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang

telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan

(35)

19

disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak diberitahukan cara penyelesainnya.

Dalam proses pembelajaran guru diharapkan lebih banyak berperan sebagai

pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.

Menurut bruner (Hudoyo, 1988:56), belajar matematika adalah belajar tentang

konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi

yang dipelajari serta mencari hubungan – hubungan antara konsep-konsep dan

struktur-struktur matematika. Siswa dapat memahami materi dengan mudah dan

komprehensif melalui pemahaman terhadap konsep dan struktur. Siswa juga dapat

lebih mudah mengingat materi bila yang dipelajari mempunyai pola terstruktur.

Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya transfer.

Menurut Ruseffendi (1992: 109) Jarome Bruner dalam teorinya menyatakan

bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan

kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan

yang diajarkan di samping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan

struktur-struktur.

Pada proses belajar, siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi

benda-benda (alat peraga). Dengan alat peraga tersebut, siswa dapat melihat

secara langsung bagaimana keteraturan serta pola yang terdapat dalam benda yang

sedang diperhatikannya. Kemudian keteraturan tersebut oleh siswa dihubungkan

dengan keteraturan intuitif yang telah melekat pada dirinya.

Anak didik dalam belajar harus terlibat secara aktif mentalnya yang dapat

diperlihatkan dari keaktifan fisiknya. Bruner melukiskan anak-anak berkembang

(36)

20

1. Tahap enaktif

Pada tahap ini, dalam belajar, anak didik menggunakan atau memanipulasi

objek-objek konkret secara langsung. Anak belajar melalui benda riil. Anak dalam

belajar masih menggunakan cara gerak refleks, coba-coba, dan belum harmonis.

Ia melakukan manipulasi benda-benda dengan cara menyusun, menjejerkan,

mengutak-atik, atau gerak lain yang bersifat coba-coba.

2. Tahap ikonik

Pada tahap ini, kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang merupakan

gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak memanipulasi langsung

objek-objek konkret seperti pada tahap enaktif, namun sudah dapat memanipulasi

dengan memakai gambaran dari objek-objek yang dimaksud. Anak telah dapat

mengubah, menandai, dan menyimpan peristiwa atau benda riil dalam bentuk

bayangan mental di benaknya.

3. Tahap simbolik

Pada tahap terakhir anak dapat menyatakan bayangan mentalnya dalam

bentuk simbol dan bahasa, sehingga mereka sudah memahami simbol-simbol dan

menjelaskan dengan bahasanya. Tahap ini merupakan tahap memanipulasi

symbol-simbol secara langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.

Dari hasil penelitian beuner ke sekolah-sekolah (dalam ruseffendi 1992:110-113),

dalam belajar matematika ada beberapa teori yang berlaku yang disebutnya

dengan dalil. Teori tersebut antara lain adalah dalil penyusunan (construction

(37)

21

keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity

theorem).

1. Dalil penyusunan

Pembelajaran suatu konsep matematika sebaiknya dilakukan dengan cara

menyusun penyajiannya. Dalam hal ini siswa diajak untuk mendapatkan ide/pesan

pelajaran melalui konstruksi yang dibuatnya sendiri berdasarkan kegiatan kontak

dengan benda nyata. Siswa hendaknya dilatih untuk melakukan penyusunan

representasinya. Untuk menguasai suatu konsep matematis hendaknya siswa

mencoba dan melakukan sendiri kegiatan yang mengacu pada perumusan dan

penyusunan konsep tersebut. Anak akan lebih mudah untuk mamahami ide atau

konsep jika dalam proses perumusan dan penyusunan tersebut disertai bantuan

objek-objek konkret. Selain itu, ide / konsep tersebut lebih tahan lama dalam

ingatannya. Guru hendaknya benar-benar memberi kesempatan anak untuk

melaksanakan tahap enaktif.

2. Dalil notasi

Dalil notasi menyatakan bahwa dalam penyajian konsep matematis, notasi

memegang peranan yang sangat penting. Pengunaan notasi dalam menyatakan

konsep matematis tertentu harus disesuaikan dengan tahap perkembangan anak

didik. Penggunaan notasi-notasi sebaiknya dimulai dengan notas sederhana

sampai yang kompleks.

3. Dalil pengkontrasan dan keanekaragaman

Penyajian konsep matematika dari yang konkret ke yang lebih abstrak

(38)

22

karena banyak konsep matematika yang bertolak belakang, misalnya bilangan

ganjil dan genap, bilangan rasional dan irasional, bilangan prima dan komposit,

dan sebagainya. Pengkontrasan dan keanekaragaman sangat penting dalam

melakukan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret menjadi konsep

yang lebih abstrak. Selain itu, juga diperlukan banyak contoh dan

beranekaragaman sehingga anak memahami karakteristik konsep yang dipelajari.

Misalnya untuk memahami konsep bilangan 2 (dua) diberi kegiatan membuat

kelompk benda-benda yang beranggotakan 2. Selain itu juga diberi kegiatan

mebuat kelompok benda yang anggotanya tidak dua untuk lebih memahami

konsep bilangan 2. Pembelajaran juga dapat dilakukan dengan memilih

kelompok-kelompok mana yang merupakan kelompok dua benda dan

kelopok-kelompok mana yang bukan merupakan kelopok-kelompok dua benda.

4. Dalil pengaitan

Konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan maka penyajian

kaitan-kaitan pembelajaran matematika merupakan hal yang sangat penting dan lebih

diutamakan dibandingkan penyajian konsep-konsep yang terpisah-pisah. Dalil ini

menyatakan bahwa antara konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain

mempunyai kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan

rumus-rumus. Suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep yang lain.

Misalnya rumus luas jajar genjang merupakan materi prasyarat untuk penemuan

rumus luas segitiga yang diturunkan dari rumus luas jajargenjang.

Pada penelitian ini akan menggunakan tiga tahap perkembangan mental yaitu

(39)

23

(construction theorem), dalil notasi (notation theorem), dalil pengkontrasan dan

keanekaragaman (contrast and variation theorem), dalil pengaitan (connectivity

theorem) tidak digunakan dalam penelitian ini. Pada tahap enaktif dapat

menggunakan kertas lipat, tahap ikonik dapat menggunakan gambar kertas lipat

dan pada tahap simbolik siswa dapat menggunakan simbol pecahan sederhana itu

sendiri.

3. Tujuan Pembelajaran Matematika di SD

Tujuan pembelajaran Matematika di SD adalah agar siswa mampu dan

terampil menggunkan matematika dalam kehidupan sehari-hari Tujuan

pembelajaran matematika menurut kurikulum tahun 2006 atau Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan

yaitu: ( Ahmad Susanto, 2013: 189-190)

1. Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan pecahan.

2. menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas dan volume.

3. menentukan sifat simetri, kesebangun, dan sistem koordinat.

4. menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan, antarsatuan, dan penaksiran pengukuran.

5. menentukan dan menafsirkan data sederhana, seperti ukuran tertinggi, terendah, rata-rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikannya.

6.memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan gagasan secara matematika.

4. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika di kelas III SD

Menurut silabus sekolah dasar kompetensi dasar mata pelajaran Matematika

semester II kelas III SD yaitu:

a. mengenal pecahan sederhana,

b. membandingkan pecahan sederhana,

c. memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan sederhana

(40)

24

e. mengidentifikasi berbagai jenis dan besar sudut. f. menghitung keliling persegi dan persegi panjang g. menghitung luas persegi da persegi panjang.

h. menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling, luas persegi, dan persegi panjang.

Penelitian ini mengambil pokok bahasan matematika kelas III semester dua

pada materi pecahan yang berkaitandengan pengenalan pecahan sederhana,

perbandingan pecahan sederhana,dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan

pecahan sederhana.

5. Tinjauan tentang Pecahan

Menurut Yoppy Wahyu Purnomo, (2015:10) Kata pecahan berasal dari kata

latin fraction, yang berarti membelah atau memecah. Pengertian bilangan pecahan pada matematika sekolah dasar dapat didasarkan atas pembagian suatu benda atau

himpunan atas beberapa bagian yang sama ( Lisnawaty Simanjuntak,

1993:153-154). Bilangan pecah adalah perbandingan dua bilangan cacah yang pembagi

bukan nol, dengan kata lain, suatu bilanagn pecah adalah sembarang bilangan

yang dapat diberi nama � dengan dan bilangan-bilangan cacah dan ≠0

(Akbar Sutawijaya, 1992:154).

Siswa dikenalkan pecahan mulai dari kelas 3 SD dengan mempelajari

pecahan sederhana. (dengan pembilang dan penyebut berupa bilangan cacah). Di

kelas tinggi bentuk pecahan dipelajari berupa pecahan dengan pembilang dan

penyebut bilangan bulat. Bentuk pecahan dengan pembilang dan penyebut berupa

bilangan bulat disebut bilangan rasional. Pembilang dan penyebut pecahan dapat

berupa sembarang bilanagn selama penyebut tidak nol. Bentuk umum pecahan

(41)

25

mana ≠ 0 , disebut pembilang dan disebut dengan penyebut. Pecahan

sederhana adalah bilanagn yang dapat dinyatakan dengan pasangan bilanagn

cacah � di mana ≠ 0.

Dalam pembelajaran di SD, konsep pecahan pertama kali diawali dengan

makna sebagai bagian dari keseluruhan. Namun terdapat hambatan yang mungkin

terjadi dalam pembelajaran pecahan yang menemukan bahwa sebagian besar

siswa mengalami miskonsepsi tentang konsep bagi adil dalam pecahan (Yoppy

Wahyu Purnomo, 2015: 14).

Menurut Kennedy (1994:425 – 427) makna dari pecahan dapat muncul dari

situasi-situasi sebagai berikut.

1. Pecahan sebagai bagian yang berukuran sama dari yang utuh atau

keseluruhan.

Pecahan dapat digunakan untuk menyetakan makna dari setiap bagian dari

yang utuh. Apabila ibu mempunyai sebuah roti yang akan diberikan kepada 4

orang anaknya dan masing-masing harus memperoleh bagian dari keseluruhan

roti. Bagian dari sebuah pecahan biasanya menunjukkan hakikat situasi dimana

lambing bilangan tersebut muncul. Dalam lambing bilangan , 4 menunjukkan

banyaknya bagian-bagian yang sama dari suatu keseluruhan dan disebut penyebut

seangankan 1 menunjukkan banyaknya bagian yang utuh menjadi perhatian pada

saat tertentu dan disebut pembilang.

2. Pecahan untuk menyatakan pembagian

Apabila sekumpulan objek dikelompokkan menjadi bagian yang

(42)

26

pembagian. Misalnya sehelai kain yang panjangnya 3 meter akan dipotong

menjadi 4 bagian yang berukuran sama, hal tersebut mengilustrasikan situasi yang

akan menuntun ke kalimat pecahan yaitu .

3. Pecahan sebagai perbandingan (rasio)

Hubungan antara sepasang bilangan sering dinyatakan sebagai sebuah

perbandingan. Contohnya dalam kelompok 10 buku terdapat 3 buku yang

bersampul biru. Rasio buku yang bersampul biru terhadap keseluruhan buku

adalah 3 : 10 atau buku yang bersampul biru dari keseluruhan buku.

Dari ketiga situasi tersebut semuanya dikenalkan kepada siswa dengan urutan

kelas yang berbeda. Untuk tahap pertama konsep pecahan dikenalkan dengan

memunculkan situasi yang pertama yaitu pecahan sebagai bagain dari

keseluruhan.

Kegiatan mengenal konsep pecahan akan lebih berarti bila didahului dengan

menggunakan objek-objek nyata seperti : apel, tomat, kue dan lain-lain. Peraga

selanjutnya dapat berupa daerah-daerah bangun datar beraturan misalnya persegi,

lingkaran, dan persegi panjang yang akan membantu dalam memperagakan

konsep pecahan.

D.Karakteristik Peserta Didik

1. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Heruman (2007: 1-2) mengemukakan bahwa umur siswa sekolah dasar

berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Mereka berada pada fase

operasioanal konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan

(43)

27

terikat dengan objek konkret yang ditangkap oleh panca indra. Dalam

pembelajaran matematika yang abstrak, proses pembelajarannya dapat melalaui

tahapan konkret, semi konkret, semi sbstrak dan selanjutnya abstrak.

Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru dipahami oleh

siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama dalam

memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya.

Menurut Syamsu Yusuf (2007:24-25) pada masa sekolah dasar anak-anak

relatif lebih muda dididik daripada masa sebelumnya dan sesudahnya. Masa ini

dipernci lagi menjadi dua fase, yaitu:

1) Masa kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau7 tahun sampai umur 9 atau

10 tahun. Beberapa sifat khas anak pada masa ini anatar lain:

a) Hubungan positif yang tinggi antar jasmani dan prestasi,

b) Memiliki sifat yang tunduk terhadap peraturan permainan tradisional,

c) Senang memuji diri sendiri,

d) Sering membandingkan dirinya sendiri dengan anak yang lain,

e) Apabila tidak dapat menyelesaikan soal, maka soal tersebut dianggap tidak

penting, dan

f) Menghendaki nilai yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya pantas

diberi niai baik atau tidak.

2) Masa kelas tinggi sekolah dasar kira-kira usai 9 atau 10 tahun sampai umur 12

atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak pada masa ini antara lain:

a) Adanya minat terhadap kehidupan sehari-hari yang konkret,

(44)

28

c) Memiliki minat terhada hal-hal atau mata pelajaran khusus, mulai menonjolkan

bakat-bakat khusus,

d) Anak mulai beruasaha untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara mandiri,

e) Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah,

f) Gemar membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama dan tidak terikat

oleh peraturan tradisional, mereka membuat peraturan sendiri.

Menurut Piaget dalam Zubaidah Amir dan Risnawati (2016: 62-64) seorang

anak maju, melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa.

Tahap perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap sensorimotor (umur 0 -2 tahun)

Pada tahap sensorimotor, anak mengenal lingkungan dengan kemampuan

sensorik yaitu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan.

Karakteristik tahap ini merupakan gerakan – gerakan akibat satu reaksi langsung

dari rangsangan. Anak mengatur alamnya dengan indera (sensori) dan tindakan –

tindakan (motor), anak belum mempunyai kesadaran – kesadaran adanya konsepsi

yang tetap.

2. Tahap persiapan operasional (2 – 7 tahun)

Operasi adalah suatu proses berfikir logis, dan merupakan aktifitas mental

bukan aktifitas sensorimotor. Pada tahap ini anak belum mampu melaksanakan

operasi – operasi mental. Unsur yang menonjol dalam tahap ini adalah mulai

digunakannya bahasa simbolis, yang berupa gambaran dan bahasa ucapan.

Dengan menggunakan bahasa, inteligensi anak semakin maju dan memacu

(45)

29

dengan bentuk yang lain (Dina Indriana dalam Zubaidah Amir dan Risnawati,

2016: 63).

3. Tahap operasi konkret (7 – 11 tahun)

Tahap operasi konkret dinyatakan dengan perkembangan system pemikiran

yang didasarkan pada peristiwa – peristiwa yang langsung dialami. Anak masih

menerapkan logika berfikir pada barang – barang yang konkret, belum bersifat

abstrak maupun hipotesis.

4. Tahap operasi formal (11 tahun keatas)

Tahap operasi formal merupakan tahap akhir dari perkembangan kognitif

secara kualitas. Pada tahap ini anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan

dengan objek atau peristiwanya langsung, dan menarik kesimpulan dari informasi

yang tersedia (Mimi Haryani dan Mely Andriani dalam Zubaidah Amir dan

Risnawati, 2016: 64).

Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas III SD berada pada tahap operasinal

konkret karena pada umumnya siswa kelas III SD berumur 7 – 11 tahun. Pada

tahap operasi konkret, siswa SD dapat menerima konsep – konsep matematika

melalui peristiwa langsung . Karena itulah dalam pembelajaran matematika di SD

diperlukan metode yang mendukung dan bermakna dalam proses pembelajaram.

Dengan penggunaan model kooperatif, proses pembelajaran menjadi lebih

menarik sehingga siswa dapat memahami materi yang disampaikan dengan baik

(46)

30

2. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar

Menurut Elida Prayitno (1991: 23-25) prinsip-prinsip perkembangan anak

tingkat sekolah dasar adalah sebagai berikut.

a. Prinsip Kesatuan Organis

Prinsip kesatuan organis maksudnya bahwa anak merupakan suatu kesatuan

fisik dan psikis. Perkembanagn komponen fisik dan psikis saling bersangkut paut

dan mempengaruhi satu sama lain. Jika salah satu komponen terganggu maka

komponen yang lainnya juga akan ikut terganggu, misalnya jika dalam proses

belajar anak sakit fisiknya atau fisiknya lemah akibat kurang gizi maka mental

anak juga ikut terganggu sehingga anak tidak dapat belajar secara optimal.

b. Prinsip Tempo dan Irama Perkembangan

Prinsip tempo dan irama perkembangan maksudnya adalah anak berkembang

sesuai dengan tempo dan irama perkembangan sendiri-sendiri yang teratur. Setiap

anak memiliki tempo dan irama perkembangan yang berbeda-beda. Ada anak

yang memiliki tempo dan irama perkembangan yang cepat tetapi ada pula anak

yang memiliki tempo dan irama perkembangan yang lambat. Misalnya didalam

sebuah kelas terdapat anak yang berumur 10 tahun tetapi memiiki kematangan

berpikir sama dengan anak yang berusia 12 tahun, ada juga anak yang berumur 12

tahun tetapi memilik kematangan berpikir seperti anak yang berusia 10 tahun.

Tempo dan irama perkembangan ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor

pembawaan dan lingkungan.

(47)

31

Prinsip ini mengemukakan bahwa anak sebagai manusia mengikuti pola

umum yang sama dalam perkembangannya. Misalnya secara umum anak yang

berumur 7 tahun sudah dapat memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan

mencapai kemampuan berpikir konkret. Anak berumur 13 tahun telah memasuki

masa pra remaja dan siap memasuki jenjang pendidikan Sekolah Menengah

Pertama.

Prinsip ini memiliki beberapa implikasi dalam pelaksanaan pendidikan yaitu:

1) pada umumnya pendidikan dapat dilaksanakan secara klasikal terhadap anak

yang berumur kronologis sama,

2) dapat dilaksanakan keseragaman pendidikan untuk anak tingkat umur

kronologis tertentu, dan

3) dapat disediakan alat-alat tertentu yang dapat digunakan dari generas

kegenerasi berikutnya untuk anak yang sebaya.

d. Prinsip Kematangan

Seorang anak dapat mengikuti proses belajar di sekolah apabila ia telah

matang secara intelektual, sosial dan emosional untuk mengikuti tugas-tugas

belajar di Sekolah Dasar. Secara intelektual anak Sekolah Dasar dikatakan matang

apabila telah mencapai kemampuan berfikir konkret sehingga dapat memecahkan

masalah konseptual dan simbol-simbol dalam pelajaran membaca, menulis,

berhitung. Secara sosial-emosional anak harus dapat membina keakraban dengan

teman sebaya, mengikuti aturan sekolah, dan memiliki kemandirian. Seorang anak

yang belum matang untuk masuk ke Sekolah Dasar tetapi dipaksa untuk

(48)

32

berdaya, dan tidak mampu belajar serta hilangnya kepercayaan kepada

kemampuan pada diri sendiri

e. Prinsip Kontinuitas

Perkembangan berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan.

Perkembangan pada periode awal mempengaruhi pencapaian perkembangan

periode berikutnya. Jika seorang anak dapat mencapai tugas-tugas perkembangan

pada periode awal maka tugas-tugas perkembangan pada periode berikutnya dapat

diselesaikan dengan baik, tetapi jika pada periode perkembangan sebelumnya

seorang anak tidak dapat menyelesaikan tugasnya maka tugas-tugas

perkembangan pada periode berikutnya akan sulit untuk diselesaikan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembanagn Anak Usia Sekolah Dasar

a. Faktor Hereditas

faktor hereditas adalah faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang

diturunkan melalui gen ( Elida prayitno, 1991:29)

Sifat-sifat yang diturunkan secara hereditas

a) potensi intelektual,

b) temperamen (kepribadian).

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan menentukan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan pola yang

ditentukan oleh hereditas. Lingkungan mempengaruhi potensi-potensi yang

diturunkan melalui gen dapat teraktualisasi secara optimal atau tidak. Lingkungan

(49)

33

seluruh potensi anak. Sebaliknya lingkungan yang tidak merangsang anak untuk

belajar secara optimal menyebabkan potensi-potensi yang ada dalam diri anak

tetap tersembunyi (Elida Prayitno, 1991: 34).

E.Penelitian yang Relevan

Yuli Rahmawati (2012) dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa

pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe numberer heads

together memberi pengaruh yang besar terhadap tingginya hasil belajar IPS siswa

kelas V SDN segugus Diponegoro Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang.

Hal ini ditunjukkan dengan perhitungan statistik dari rerata hasil post-test kelas

kontrol sebesar 68,67 dan rerata hasil post-test kelas eksperimen sebesar 76,67

diperoleh dari thitung sebesar 0,54 dan ttabel 0,05.

F. Kerangka Pikir

Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang digunakan untuk

mewujudkan kegiatan belajar yang berpusat pada siswa yang membelajarkan

kecakapan akademik sekaligus keterampilan keterampilan sosial yang

menggunakan pengelompokan kecil yang bersifat heterogen untuk mencapai

tujuan. Pembelajaran kooperatif ialah pembelajaran yang dilakukan secara tim.

Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Dengan cara pembelajaran ini siswa lebih termotivasi untuk mencapai tujuaanya,

tujuannya disini adalah hasil belajar. Keberhasilan pembelajaran kooperatif

ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip

kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif.

(50)

34

optimal. Maka mau tidak mau siswa menciptakan lingkungan yang kondusif agar

kerja sama dirasakan lebih mudah. Kondisi lingkungan ini juga memicu pengaruh

proses dan hasil belajar.

Salah satu pembelajaran kooperatif adalah tipe NHT dengan pembelajaran

NHT ini siswa diberikan kesempatan untuk saling membagikan ide-ide dan

mempertimbangkan jawaban yang tepat, selain itu metode ini mendorong siswa

untuk meningkatkan kerja sama mereka, dan meningkatkan kesiapan dalam

menerima pembelajaran. Sehingga siswa dapat meningkatkan motivasi, harga diri,

dan hasil belajarnya.

Dalam pembelajaran NHT terdapat 4 tahapan yaitu numbering, questioning,

heads together, dan answering. Pada tahap numbering guru membagi siswa

menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 4 atau 5 orang dan

memberi nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor

yang berbeda. Pemberian nomor pada siswa dalam suatu kelompok disesuaikan

dengan banyaknya siswa dalam kelompok tersebut. Pada tahap questioning guru

mengajukan pertanyaan kepada siswa, pertanyaan bervariasi dari yang spesifik

hingga yang bersifat umum. Pada tahap heads together Siswa berpikir bersama

untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap anggota dalam timnya telah

mengetahui jawaban tersebut. Pada tahap answering guru memanggil satu nomor

tertentu kemudian siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama

mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh siswa dalam kelas itu.

Berdasarkan pernyataan tersebut diatas ada kaiatan antara pembelajaran

(51)

35

siap, pengetahuan bertambah dengan tahap questioning dan answering,

kemampuan pemahaman siswa bertambah saat tahap head together dan keampuan

penerapan siswa dapat tercapai dengan langkah langkah pembelajaran NHT .

Dengan demikian di duga, pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat mempengarui

hasil belajar matematika.

G.Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan kerangka pikir yang telah disampaikan di atas maka

hipotesis yang diajukan adalah: Ada Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe NHT terhadap Hasil Belajar Pecahan Siswa Kelas III SD Negeri

Kowangan.

H.Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi Operasional sesuai variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang menempatkan

siswa dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai 5 orang dengan

kemampuan heterogen untuk saling berinteraksi, belajar, bekerja sama dalam

pencapaian tugas atau tujuan selama proses pembelajaran,

2. Numbered Head Together (NHT)

NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan

pada keterlibatan siswa secara aktif dalam kelompok. Setiap anggota kelompok

diberi tanggung jawab dengan diberi nomor anggota yang berbeda. Nomor

tersebut digunakan untuk pemanggilan anggota secara acak setelah proses diskusi

(52)

36

tepi NHT menurut Trianto (2010:82) ada empat langkah yaitu: penomoran

(Numbering), pengajuan pertanyaan (Questioning), Berpikir bersama (Heads

Together), dan menjawab (Answering).

3.Hasil Belajar Pecahan

Hasil belajar pecahan adalah bukti pencapaian kemampuan belajar yang

diperoleh siswa pada materi pecahan setelah melalui serangkaian pengalaman

dalam kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang diukur adalah ranah kognitif

yang meliputi (C1-C3) yaitu tipe pengetahuan (C1), pemahaman (C2), dan

aplikasi (C3). Tes ini dilakukan setelah siswa belajar dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe NHT. Kemampuan kognitif siswa pada penelitian ini

diukur dengan menggunakan instrument tes hasil belajar dan dinyatakan dalam

(53)

37 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif karena data

penelitian yang digunakan berupa angka-angka dan dianalisis menggunakan

statistik. Sebagiaman dinyatakan oleh Nana Syaodih (2010:12) pendekatan

kuantitatif adalah penelitian yang didasari oleh konsep positivisme yang

menekankan pada fenomena-fenomena objektif dan dikaji dengan menggunakan

angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan terkontrol. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen (eksperimen

semu), dimana pengontrolan variabel dilakukan terhadap satu variabel saja. (

Nana Syaodih, 201: 59)

B.Variabel Penelitian

Peneitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel independen (variabel

bebas) dan variabel dependen (variabel terikat)

1. Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).

Variabel independen dalam penelitian ini adalah model pembelajaraan.

2. Variabel dependen (variabel terikat) adalah variabel yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitan ini adalah

hasil belajar pecahan.

(54)

38 1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah pre test post test control group

design. Dalam desain ini, kedua kelompok yang akan diberi perlakuan yang

berbeda. Sebelum pembelajaran dimulai diberi tes (pretst) dan Setelah

pembelajaran berakhir diberi test akhir (post test) menggunakan instrument test.

Model desainnya adalah pengambilan kelompok tidak secara acak, diambil semua

anggota dalam kelompok tersebut kemudian kelompok pembanding pretes dan

postes dipasangkan. Menurut Sukardi (2011: 186) tabel desain penelitian tersebut

adalah sebagai berikut. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

[image:54

Gambar

Tabel 2. Desain Pretes-Postes Grup Kontrol Tidak secara Random
Tabel 3. Jumlah siswa kelas III SDN Kowangan
Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen
Tabel 5. Koefisien reliabilitas menurut Suharsimi Arikunto (2006:276)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada mata pelajaran Akuntansi dan

” Analisis kemampuan prasyarat matematika dan hasil belajar fisika siswa pada pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe numbered heads together (NHT). Medan:

Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemandirian Belajardan Hasil Belajar

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan kegiatan pembelajaran ekonomi dengan cara mengelompokkan peserta didik dalam beberapa

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together(NHT) dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VIIIc SMP Negeri 3 Palopo yang

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan penerapan pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan menggunakan Handout dan

Kegunaan Penelitian yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa”

Hasil observasi yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT Numbered Heads Together dapat memberikan hasil