• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

3. Tinjauan Tentang Mediasi

a. Pengertian Mediasi

Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin mediare yang berarti “berada di tengah” karena seorang yang melakukan mediasi (mediator) harus berada di tengah orang yang bertikai. Dari segi

commit to user

terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang memberikan penekanan yang berbeda tentang mediasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mediasi diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga (mediator) dalam penyelesaian suatu perselisihan melalui penasihat (Depdikbud, 2001 : 726).

Mediasi juga dapat diartikan, pihak ketiga yang dapat diterima (acceptable), yakni bahwa para pihak yang bersengketa mengizinkan pihak ketiga untuk terlibat ke dalam sengketa dan membantu para pihak untuk mencapai penyelesaian. Akseptabilitas ini tidak berarti bahwa para pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima sepenuhnya apa yang dikemukakan pihak ketiga (Indonesian Institute for Conflict Transformation, 2006 : 60).

Selain itu, di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkret dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pengertian mediasi adalah penyelesaian sengketa melui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat (6) PERMA No. 2 tahun 2003). Mediasi pada intinya adalah “a process of negotiations facilitated by a third person who assist disputens to pursue a mutually agreeable settlement of their conlict.” Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat, terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi yang melibatkan peran serta para pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama menemukan jalan keluar yang disepakati. Dari beberapa pengertian mediasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mediasi merupakan upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersifat netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tetapi menujang fasilitator untuk terlaksananya dialog para pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat.

commit to user

Mediasi merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa, di samping penyelesaian sengketa secara litigasi. Sebagai suatu lembaga penyelesaian sengketa, pelaksanaan mediasi didasarkan prinsip-prinsip yang berbeda dengan litigasi. Pada tahun-tahun belakangan ini pengadilan, masyarakat, maupun industri telah berpaling kepada mediasi sebagai metode yang lebih disukai dalam penyelesaian bentuk-bentuk sengketa tertentu. Biaya yang mahal, lamanya waktu, serta tidak efisiensinya penyelesaian melalui pengadilan juga mendorong para pihak untuk menggunakan mediasi, terutama sengketa polisentrik, yaitu sengketa yang melibatkan banyak pihak dan persoalan, seperti sengketa tanah maupun yang lainnya, para pihak lebih memilih jalan mediasi daripada penyelesaian melalui pengadilan.

b. Prinsip-Prinsip Mediasi

Berdasarkan berbagai pengertian tentang mediasi dapat

dikelompokkan menjadi beberapa prinsip dari lembaga mediasi yaitu : 1) Mediasi bersifat sukarela

Prinsipnya inisiatif pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi tunduk pada kesepakatan para pihak. Pengertian sukarela dalam proses mediasi juga ditujukan pada kesepakatan penyelesaian. Meskipun para pihak telah memilih mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa mereka, namun tidak ada kewajiban bagi mereka untuk menghasilkan kesepakatan dalam proses mediasi tersebut. Sifat sukarela yang demikian didukung fakta bahwa mediator yang menengahi sengketa para pihak hanya memiliki peran untuk membantu para pihak menemukan solusi yang terbaik atas sengketa yang dihadapi para pihak, Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan sengketa yang bersangkutan seperti layaknya seorang hakim atau arbiter. Dengan demikian tidak ada paksaan bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan cara mediasi.

commit to user

Jika dilihat dari berbagai peraturan setingkat Undang-undang yang mengatur tentang mediasi di Indonesia dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya sengketa-sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi adalah sengketa keperdataan. Namun meskipun demikian secara teoritis masih terbuka kemungkinan untuk menyelesaikan tindak pidana tertentu melalui proses penyelesaian diluar peradilan. Kemungkinan ini terutama dikarenakan sifat sanksi pidana itu sendiri sebagai ultimum remedium yaitu usaha terakhir guna memperbaiki tingkah laku manusia, serta memberikan tekanan psikologis agar orang lain tidak melakukan kejahatan.

3) Proses sederhana

Sifat sukarela dalam mediasi memberikan keleluasaan kepada pihak untuk menentukan sendiri mekanisme penyelesaian sengketa mediasi yang mereka inginkan. Dengan cara ini para pihak yang bersengketa tidak terperangkap dengan formalitas acara sebagaimana dalam proses litigasi. Para pihak dapat menentukan cara-cara yang lebih sederhana dibandingkan dengan proses beracara formal di pengadilan. Jika penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat selesai bertahun-tahun, jika kasus terus naik banding, kasasi, sedangkan pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi lebih singkat, karena tidak terdapat banding atau bentuk lainnya.

4) Proses mediasi tetap menjaga kerahasiaan sengketa para pihak

Mediasi dilaksanakan secara tertutup sehingga tidak setiap orang, dapat menghadiri sesi-sesi perundingan mediasi. Hal ini berbeda dengan badan peradilan dimana sidang umumnya dibuka untuk umum. Sifat kerahasiaan dari proses mediasi merupakan daya tarik tersendiri, karena para pihak yang bersengketa pada dasarnya tidak suka jika persoalan yang mereka hadapi dipublikasikan kepada umum.

commit to user

Sebuah proses mediasi, mediator menjalankan peran untuk menengahi para pihak yang bersengketa. Peran ini diwujudkan melalui tugas mediator yang secara aktif membantu paru pihak dalam memberikan pemahaman yang benar tentang sengketa yang mereka hadapi dan memberikan alternatif solusi yang terbaik bagi penyelesaian sengketa tersebut. Dalam hal ini keputusan untuk menerima penyelesaian yang diajukan mediator sepenuhnya berada dan ditentukan sendiri oleh keinginan atau kesepakatan para pihak yang bersengketa. Mediator tidak dapat memaksakan gagasannya sebagai penyelesaian sengketa yang harus dipatuhi.

c. Keuntungan dan Kelemahan Mediasi

Setiap lembaga penyelesaian sengketa mengandung keuntungan dan kelemahannya masing-masing, karena pendekatan penyelesaian yang

dipergunakan berbeda-beda. Dengan penekanan pada berbagai

kepentingan para pihak yang saling bersengketa dapat diakomodasi secara maksimal. Inilah keuntungan substantif dari penyelesaian sengketa melalui mediasi. Keuntungan penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi antara lain :

1) relatif lebih murah dibandingkan dengan alternatif-alternatif lain. 2) adanya kecenderungan dari pihak yang bersengketa untuk menerima

dan adanya rasa memiliki putusan mediasi.

3) dapat menjadi dasar bagi para pihak yang bersengketa untuk menegosiasi sendiri sengketa-sengketanya di kemudian hari.

4) terbukanya kesempatan untuk menelaah masalah-masalah yang

merupakan dasar dari suatu sengketa.

5) membuka kemungkinan adanya saling kepercayaan di antara pihak yang bersengketa, sehingga dapat dihindari rasa bermusuhan dan dendam

(Munir Fuady, 2003: 50).

Keberhasilan mediasi bisa dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kualitas mediator (training dan profesionalitas), usaha-usaha yang

commit to user

dilakukan oleh kedua pihak yang sedang bertikai, serta kepercayaan dari kedua pihak terhadap proses mediasi, kepercayaan terhadap mediator, kepercayaan terhadap masing-masing pihak. Seorang mediator yang baik dalam melakukan tugasnya akan merasa sangat senang untuk membantu orang lain mengatasi masalah mereka sendiri, mediator akan berindak netral seperti seorang ayah yang penuh kasih, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan, mempunyai metode yang harmonis, mempunyai kemampuan dan sikap, memiliki integritas dalam menjalankan proses mediasi serta dapat dipercaya dan berorientasi pada pelayanan.

The characteristics of mediation are a short period of time needed, structures, task oriented, and as an intervention method that involves all parties in an active manner. The disputing parties appoint a third party as mediator who assists in achieving issues that both can agree upon. The success of the mediation is determined by the good intentions of both parties to jointly achieve a way out that both agreed upon. The positive points here are a short period of time needed, less costs spent, and a simple procedure. The disputing parties will feel more powerful as compared to a court settlement, since they themselves determine the outcome. Besides, in the mediation, the parties involved will be more conducive to other values than only legal factors. The negative side is that mediation results cannot be verified by the court, and hence, its effectiveness solely depends on the obedience of the parties to adhere to the mutually agreed solution. Terjemahan dari jurnal internasional di atas yakni intinya karakteristik dari mediasi adalah periode waktu yang dibutuhkan relatif singkat, terstruktur, berorientasi tugas dan sebagai metode intervensi yang melibatkan semua pihak secara aktif. Pihak yang bersengketa menunjuk pihak ketiga sebagai mediator yang membantu dalam mencapai kesepakatan kedua belah pihak. Keberhasilan mediasi ditentukan oleh niat baik dari kedua belah pihak untuk bersama-sama mencapai jalan keluar yang disepakati bersama. Poin yang positif di sini adalah waktu yang diperlukan singkat, biaya murah, dan prosedur

commit to user

sederhana. Para pihak yang bersengketa akan merasa lebih puas dibandingkan dengan penyelesaian pengadilan, karena mereka sendiri yang menentukan hasilnya. Selain itu, dalam mediasi, para pihak yang terlibat akan lebih kondusif untuk menyelesaikan sengketa tanah. Sisi negatif adalah bahwa hasil mediasi tidak dapat diverifikasi oleh pengadilan, dan karenanya, efektivitasnya hanya tergantung pada kepatuhan para pihak untuk mematuhi solusi yang disepakati bersama (Harun M. Hashim. 2008. “Mediaton The Alternative Of Land Dispute Resolution In Indonesia”. Asia Pasific Journal International Islamic University Malaysia. Vol. 18, No. 2).

Sisi kelemahannya diadakannya penyelesaian sengketa dengan menggunakan jalur mediasi antara lain :

1) Pemimpin diskusi (mediator) yang netral.

2) Sulitnya pemeliharaan atau penjaga aturan-aturan perundingan agar perdebatan dalam proses perundingan berlangsung secara beradab. 3) Pendorong pihak atau peserta perundingan yang kurang mampu atau

segan untuk mengungkapkan pandangannya

(Indonesian Institute for Conflict Transformation, 2006: 63). d. Tujuan Mediasi

Mediasi merupakan bentuk penyelesaian yang bersifat informal, sukarela, memandang kedepan, bekerjasama atas dasar kepentingan guna menyelesaikan sengketa yang dapat menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution). Tujuan penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi adalah untuk menghasilkan suatu rencana atau kesepakatan ke depan yang dapat diterima dan dijalankan oleh para pihak yang bersengketa.

Untuk itu sehubungan dengan tujuan mediasi terdapat beberapa sikap dasar yang harus dimiliki oleh mediator adalah bersikap terbuka, mandiri, netral, percaya diri, menghormati orang lain, seimbang, mempunyai komitmen, fleksibel, bisa memimpin proses mediasi dengan baik, percaya pada orang lain dan bisa dipercaya oleh orang lain serta

commit to user

berorientasi pada pelayanan. Dengan kata lain, ketika membantu menyelesaikan konflik, seorang mediator/penegah harus :

1) Fokus pada persoalan, bukan terhadap kesalahan orang lain; 2) Mengerti dan menghormati terhadap setiap perbedaan pandangan; 3) Memiliki keinginan berbagi dan merasakan;

4) Bekerja sama dalam menyelesaikan masalah. e. Tipe dan Fungsi Mediator

Dalam menyelesaikan konflik, para pihak dapat memilih atau menunjuk mediator yang disepakati. Ada beberapa macam tipe mediator antara lain :

a) Mediator Hubungan Sosial (Social Network Mediators)

Sebuah hubungan sosial yang ada atau tengah berlangsung sebagai upaya untuk mempertahankan keserasian atau hubungan baik dalam sebuah komunitas, karena si mediator maupun para pihak sama-sama menjadi bagian di dalamnya. Tokoh-tokoh masyarakat atau informal misalnya ulama atau tokoh-tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda dan lain-lain. Biasanya mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat.

b) Mediator sebagai Pejabat yang Berwenang(Authoritative Mediators) Mediator Autoritatif adalah mereka yang berusaha membantu pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan di antara mereka, tetapi si mediator sesungguhnya memiliki posisi yang kuat dan berpengaruh, sehingga mereka memiliki potensi atau kapasitas untuk mempengaruhi hasil akhir dari sebuah proses mediasi. Namun, seorang mediator autoritatif selama ini menjalankan peran sebagai mediator tidak menggunakan kewenangan atau pengaruhnya itu karena didasarkan pada keyakinannya, bahwa pemecahan yang terbaik terhadap sebuah kasus bukanlah ditentukan oleh dirinya sebagai pihak yang berpengaruh, tetapi harus dihasilkan oleh upaya-upaya pihak yang bersengketa sendiri.

commit to user

Tokoh formal misalnya pejabat-pejabat yang mempunyai kompetensi di bidang sengketa yang ditangani.

c) Mediator Mandiri (Independent Mediators)

Mediator yang menjaga jarak antara para pihak maupun dengan persoalan yang tengah dihadapi oleh para pihak. Mediator tipe ini lebih banyak ditemukan dalam masyarakat atau budaya yang telah mengembangkan tradisi kemandirian dan menghasilkan mediator-mediator profesional. Contoh mediator-mediator ini misalnya mediator-mediator profesional, orang yang berprofesi sebagai mediator, mempunyai legitimasi untuk melakukan negosiasi-negosiasi dalam mediasi, konsultan hukum dan pengacara arbiter (Land Management and Policy

Development Project (LMPDP). Pengembangan Kebijakan

Pertanahan.

(http://www.landpolicy.or.id/kajian/2/tahun/2009/bulan/05/tanggal/11/

id/151/), diakses pada tanggal 14 Oktober 2010, pukul 18.45)

Beberapa fungsi mediator menurut Fuller ada tujuh macam yaitu antara lain :

1) Sebagai katalisator (catalyst)

Mampu mendorong lahirnya suasana konstruktif bagi diskusi dan bukan sebaliknya, yakni menyebabkan terjadinya salah pengertian dan polarisasi di antara para pihak.

2) Sebagai pendidik (educator)

Berusaha memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis dan kendala usaha dari para pihak.

3) Sebagai penerjemah (translator)

Menyampaikan dan merumuskan usulan para pihak dalam bahasa dan ungkapan yang enak didengar tanpa mengurangi maksud yang ingin dicapai.

4) Sebagai narasumber (resource person)

Mampu mendayagunakan atau melipatgandakan sumber-sumber informasi yang tersedia.

commit to user

5) Sebagai penyandang berita jelek (bearer of bad news)

Siap menerima risiko sebagai korban dari situasi perundingan yang berpotensi berlangsung secara emosional.

6) Sebagai agen realitas (agen of reality)

Memberi pengertian bagi para pihak jika permintaan atau usulan yang disampaikan mungkin tidak masuk akal dan tidak realistis.

7) Sebagai kambing hitam (scapegoat)

Siap sebagai pihak yang menjadi tumpuan kesalahan para perunding (Suyud Margono, 2004: 60).

f. Tahap-Tahap Mediasi

Secara umum, pelaksanaan mediasi terdiri dari empat tahap. Keempat tahap itu sebagai berikut :

1) Tahap Pembentukan Forum

a) Rapat bersama dan moderator membuka sidang mediasi. b) Mediator menjelaskan tentang peran dan wewenang.

c) Mediator berusaha membangun kepercayaan para pihak dalam proses negosiasi.

d) Mediator menjelaskan aturan dasar dari mediasi, aturan kerahasiaan (confidentially) dan ketentuan rapat-rapat.

e) Mediator menjawab pertanyaan-pertanyaan para pihak.

f) Bila para pihak sepakat melanjutkan perundingan, mediator meminta komitmen para pihak untuk mengikuti aturan yang disepakati.

2) Tahap Informasi a) Rapat Bersama

(1)Mediator memberi kesempatan kepada masing-masing pihak untuk berbicara.

(2)Masing-masing pihak menyampaikan fakta dan posisi menurut versi masing-masing.

commit to user

(3)Mediator bertindak sebagai pendengar yang aktif, dan dapat menyampaikan pertanyaan-pertanyaan.

(4)Mediator menerapkan aturan kepantasan dan mengontrol interaksi para pihak.

b) Kaukus

(1)Mediator mengadakan pertemuan dengan para pihak secara terpisah (caucus) untuk megembangkan informasi lebih lanjut dan megetahui keinginan, kepentingan, dan kemungkinan penyelesaian masing-masing pihak.

(2)Mediator membuat rumusan ulang berdasarkan informasi yang dikembangkan pada pertemuan (rapat bersama) dan kaukus, mediator mengutarakan inti persengketaan (kasus posisi).

3) Tahap Pemecahan Masalah

Mediator secara bersama-sama maupun secara terpisah berupaya : a) Mengidentifikasi isu-isu.

b) Memberi pengarahan kepada para pihak tentang tawar menawar untuk pemecahan masalah.

c) Mengubah pendirian para pihak dari posisi (positional based) menjadi kepentingan (interest based).

d) Memperluas atau mempersempit sengketa jika perlu. e) Membuat agenda negoisiasi.

f) Memberikan penyelesaian alternatif.

4) Tahap Pengambilan Keputusan

a) Mediator bekerja dengan para pihak untuk :

(1) Membantu mereka mengevaluasi pilihan.

(2) Menetapkan trade off dan menawarkan paket

penyelesaian.

(3) Memperkecil perbedaan-perbedaan.

(4) Menemukan basis yang adil bagi alokasi bersama.

b) Mediator jika perlu dapat melakukan

commit to user

(2) Menemukan rumusan untuk menghindarkan rasa malu

(face saving).

(3)Membantu para pihak menghadapi para pemberi kuasa (Munir Fuady, 2003: 48).

Dokumen terkait