• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA MAGERSARI DI ATAS TANAH HAK MILIK NOMOR 156 DI KELURAHAN DANUKUSUMAN OLEH KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYELESAIAN SENGKETA MAGERSARI DI ATAS TANAH HAK MILIK NOMOR 156 DI KELURAHAN DANUKUSUMAN OLEH KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENYELESAIAN SENGKETA MAGERSARI DI ATAS TANAH HAK MILIK NOMOR 156 DI KELURAHAN DANUKUSUMAN OLEH

KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh

Novaeny Titik Indrawati NIM. E1107188

FAKULTAS HUKUM

(2)
(3)
(4)
(5)

commit to user

MOTTO

“Jangan katakan sabar itu ada batasnya jika Anda ingin bersama Allah. Sebab,

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar“ (QS. Al-Baqarah:153)

“Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah

menjadi manusia yang berguna” (Einstein)

“Mengevaluasi apa yang kita lakukan dan semua pencapaian kita. Apapun

hasilnya akan menjadi fondasi kuat untuk kehidupan kita dimasa mendatang

yang lebih baik”

“Sedetik waktu terlewat, tidak akan pernah bisa kembali. Maka jangan

sia-siakan waktu yang kita miliki”

“Hiasilah kehidupan ini dengan senyuman kerana ia melambangkan kehidupan

yang harmoni”

“Tugas kita adalah bukan untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba,

karena di dalam mencoba itu lah kita menemukan dan belajar membangun

kesempatan untuk berhasil” (Mario Teguh)

“orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu.

Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan”

(Mario Teguh)

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

Hasil penulisan hukum ini, penulis persembahkan untuk :

! "

#

$

$%% && !! ''((

) % *

(7)

commit to user

ABSTRAK

Novaeny Titik Indrawati, E1107188. 2011. PENYELESAIAN SENGKETA MAGERSARI DI ATAS TANAH HAK MILIK NOMOR 156 DI KELURAHAN DANUKUSUMAN OLEH KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini mengkaji dan menjawab permasalahan mengenai apakah penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman, Kecamatan Serengan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta dan apakah bentuk kompensasi dari hasil penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder, data penelitian ini menggunakan bahan hukum, mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi kepustakaan. Kemudian data tersebut dimintakan penjelasan dari Subsi Sengketa dan Konflik Kantor Pertanahan Kota Surakarta. Teknik analisis yang digunakan adalah silogisme deduksi dengan metode interpretasi bahasa (gramatikal), dengan aturan-aturan hukum mengenai pertanahan digunakan sebagai premis mayor, dan premis minornya berupa fakta yuridis, yaitu penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman, Kecamatan Serengan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta melalui jalur mediasi dan bentuk kompensasi dari hasil penyelesaian sengketa pertanahan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan hukum oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta dalam menyelesaikan sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman yakni Pasal 2 dan Pasal 3 huruf n Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Jo. Pasal 54 huruf c Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan Jo. Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan. Bentuk kompensasi dari hasil penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman yakni relokasi atau tanah pengganti.

Kata kunci : penyelesaian sengketa pertanahan, mediasi, kompensasi.

(8)

commit to user

ABSTRACT

Novaeny Titik Indrawati, E1107188. 2011. THE SETTLEMENT OF MAGERSARI DISPUTE IN THE PROPERTY LAND NUMBER 156 IN KELURAHAN DANUKUSUMAN BY THE SURAKARTA CITY LAND AFFAIRS OFFICE. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

This research studies and answers the problems about whether or not the land affairs dispute settlement in Kelurahan Danukusuman, Serengan Sub District by Surakarta City Land Affairs Office has been consistent with the legislation about the function of Surakarta City Land Affairs Office and what the compensation form of land affairs dispute settlement result is in Kelurahan Danukusuman, Serengan Sub District, Surakarta City.

This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature. The data type employed was secondary data; the data of research employed law materials including primary, secondary, and tertiary law materials. Technique of colleting law materials used was library study. Then the data was consulted with the Dispute and Conflict sub section of Surakarta City Land Affairs Office. Technique of analyzing data used was deductive syllogism with grammatical interpretation, with the law regulation about the land affairs used was the major premise and the juridical fact as the minor premise, that is the the land affairs dispute settlement in Kelurahan Danukusuman, Serengan Sub District by Surakarta City Land Affairs Office through mediation way and the compensation form as the result of land affairs dispute settlement.

Considering the result of research and discussion, it can be obtained that the legislation that can be used as legal foundation by the Surakarta City Land Affairs Office in settling the land dispute in Kelurahan Danukusuman includes Articles 2 and 3 letter n of the Presidential Regulation Number 10 of 2006 about the National Land Affairs Agency Jo the Article 54 letter c of the Chief of National Land Affairs Agency’s Regulation Number 4 of 2006 about Organization and Work Procedure of National Land Affairs Agency Regional Office and Land Affairs Office Jo the Article 6 clause (2) the Regulation of State Agrarian Minister/ Chief of National Land Affairs Agency Number 1 of 1999 about the Procedure of Land Affairs Dispute Management. The compensation form as the result of land affairs dispute settlement in Kelurahan Danukusuman is relocation or substitute land.

Keywords: land affairs dispute settlement, mediation, compensation.

(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kesempatan kepada penulis untuk dapat

menyelesaikan penulisan hukum ini, dengan judul ”Penyelesaian Sengketa Magersari di Atas Tanah Hak Milik Nomor 156 di Kelurahan Danukusuman oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta”.

Terwujudnya penulisan hukum ini tidak terlepas dari bantuan beberapa

pihak sebagai hasil kerja sama. Sehingga tanpa bantuan, dukungan, dan kerja

sama tersebut penulis tidak dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik

dan tepat waktu. Untuk itu pada kesempatan ini, tidak lupa Penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang telah memberi

bantuan, dukungan serta pertolongan selama pembuatan dan penyusunan

penulisan hukum ini kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi izin dan

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

2. Bapak Prasetyo Hadi Purwandoko, S.H., M.S., selaku Pembantu Dekan I

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di

Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

3. Ibu I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M., selaku Ketua Bagian

Hukum Administrasi Negara yang telah mengarahkan serta memotivasi

dalam penyusunan penulisan hukum ini.

4. Ibu Rahayu Subekti, S.H., M.Hum., selaku dosen pembimbing penulis yang

telah memberikan bimbingan, arahan, saran-saran dengan penuh kesabaran

selama penulis menyusun penulisan hukum (skripsi) ini.

5. Bapak Harjono, S.H., M.H., selaku Ketua Program Hukum Non Reguler

yang telah memberikan bantuan dan motivasi selama penulis menuntut ilmu

di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(10)

commit to user

6. Bapak Mohammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik

penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

7. Seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis dan

karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Bapak Drs. Djuprianto Agus Susilo, M.Si., selaku Kepala Kantor

Pertanahan Kota Surakarta atas izin dan kesempatan kepada penulis untuk

melakukan penelitian di Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

9. Bapak Radiyanto, S.H., selaku Ketua Sub Seksi Sengketa Konflik

Pertanahan dan Bapak Untung Sudiyatmoko, S.H., selaku Ketua Sub Seksi

Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Kota Surakarta, yang dengan

penuh kesabaran mengarahkan dan membantu penulis selama melakukan

penelitian di Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

10. Ayahanda Sutarto dan Ibunda Surami, S.Pd., terima kasih atas dukungan

moril maupun materiil, baik cinta maupun kasih sayang kepada penulis,

yang selalu mendoakan dan mengingatkan penulis untuk segera

menyelesaikan penulisan hukum ini.

11. Adikku tersayang Yulita Woro Dwi Hapsari dan Rizkie Dewantoro Putra,

terima kasih selalu memberi motivasi untuk dapat menyelesaikan Penulisan

Hukum ini.

12. Teman setiaku Edy Suyanto, terima kasih dengan penuh kesabaran dan

ketulusan hati selalu menasehati dan memberi dorongan serta saran hingga

penulisan hukum ini selesai.

13. Sahabatku Ayu Kusumaningtyas, Henggar Tuti Kusumawardani, Kartika

Candrawati, Berlian Maharani, Shinta Trisna Sari, Endah Suryandarini

Putri, Riana Puspa dan Ayu Ocky Erlin Kurnia Sari, kalian selalu berada di

dekatku baik suka dan duka serta memberikan warna kehidupan bagi

penulis, Bersatu Demi Sahabat (BDS) Jaya.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu menyelesaikan penulisan hukum ini.

(11)

commit to user

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan penulisan hukum ini masih

banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang

digunakan. Namun berkat rahmat Allah SWT penulisan hukum ini dapat

diselesaikan, meskipun mungkin jauh dari sempurna karena keterbatasan

kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran

yang menunjang kesempurnaan penulisan hukum ini. Penulis panjatkan doa

kepada Allah SWT, agar penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi pihak yang membutuhkan.

Surakarta, 22 Maret 2011

Penulis

(12)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 15

A.Kerangka Teori ... 15

1. Tinjauan Tentang Tanah Magersari ... 15

a. Pengertian Magersari ... 15

b. Penggolongan Tanah Magersari ... 16

c. Kedudukan Tanah Magersari di Kota Surakarta ... 17

2. Tinjauan Tentang Sengketa Pertanahan ... 18

a. Pengertian Sengketa Pertanahan ... 18

b. Penyebab Terjadinya Sengketa Tanah ... 20

c. Penyelesaian Sengketa Pertanahan ... 21

(13)

commit to user

3. Tinjauan Tentang Mediasi ... 24

a. Pengertian Mediasi ... 24

b. Prinsip-Prinsip Mediasi ... 26

c. Keuntungan dan Kelemahan Mediasi ... 28

d. Tujuan Mediasi ... 30

e. Tipe dan Fungsi Mediator ... 31

f. Tahap-Tahap Mediasi ... 33

4. Tinjauan Tentang Relokasi dan Kompensasi ... 35

a. Pengertian Relokasi ... 35

b. Pilihan Tempat Relokasi ... 35

c. Pengertian Kompensasi ... 36

B. Kerangka Pemikiran ... 37

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A.Proses Penyelesaian Sengketa Magersari Tanah Hak Milik Nomor 156 di Kelurahan Danukusuman oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta ... 39

B. Bentuk Kompensasi atas Sengketa Tanah di Kelurahan Danukusuman antara Pihak Magersari dan Pemegang Hak Milik ... 56

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN... 65

A.Simpulan ... 66

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(14)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1. Kerangka Pemikiran ... 37

Gambar III. 1. Prosedur Penyelesaian Sengketa di Kantor Pertanahan ... 40

Gambar III. 2. Pencitraan Kelurahan Danukusuman ... 42

Gambar III. 3. Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Danukusuman ... 47

(15)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran II Surat Keterangan Telah Menempuh Penelitian dari Kantor

Pertanahan Kota Surakarta

Lampiran III Petunjuk Teknis Nomor 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang

Mekanisme Pelaksanaan Mediasi

Lampiran IV Gambar Situasi Tanah Hak Milik Nomor 156 Kelurahan

Danukusuman Kecamatan Serengan Kota Surakarta

Lampiran V Silsilah Keluarga Bapak RM. Ng. Djoparosa selaku

Pemegang Hak Milik Pertama Kali Tanah Nomor 156 di

Kelurahan Danukusuman dan Silsilah Keluarga Hardjo

Taroeno selaku Pembeli Sebagian Tanah sekaligus menjadi

Pemilik Tanah Hak Milik Nomor 156 di Kelurahan

Danukusuman

Lampiran VI Surat Kuasa dari Pemegang Hak Milik

Lampiran VII Surat Laporan Pengaduan dari Pihak Pemegang Hak Milik

Lampiran VIII Lembar Disposisi dari Kantor Pertanahan Kota Surakarta

Lampiran IX Undangan Pemanggilan Pihak Magersari sebagai Tindak

Lanjut dari Surat Pengaduan

Lampiran X Daftar Hadir dalam Agenda Pemanggilan Pihak Magersari

Lampiran XI Surat dan Bukti Terlampir dari Ibu Sih Hartati selaku Pihak

Magersari, yang melampirkan Bukti diantaranya yaitu

Silsilah Hak Milik Tanah Nomor 156 dan Surat Pernyataan

Lampiran XII Undangan untuk Agenda Mediasi (empat kali mediasi)

Lampiran XIII Daftar Hadir Mediasi

Lampiran XIV Berita Acara Mediasi dan Resume Mediasi

(16)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk

kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya

sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi

kelangsungan hidup umat manusia. Bagi bangsa Indonesia tanah adalah karunia

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional, serta hubungan antara

bangsa Indonesia dengan tanah bersifat abadi.

Sejak manusia pertama kali menempati bumi, tanah sudah menjadi salah

satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan. Tanah difungsikan

sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya dalam

kehidupan. Dalam Penjelasan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal 1 menyatakan bahwa tanah itu

merupakan permukaan bumi. Sehingga pengertian tanah dalam arti luasnya yaitu

salah satu bagian dari bumi, di samping ditanam di bumi ataupun di tubuh bumi.

Tanah mempunyai keterkaitan erat dengan kebangsaan dan pembangunan.

Ini tercermin dari empat hal yang harus diketahui sebelum masuk pada pengertian

dan lingkup tanah yang lebih spesifik. Pertama, untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Sebagaimana terdapat dalam alinea keempat Pembukaan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa ujung

cita-cita negara adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kedua, tanah sebagai identitas kebangsaan. Tanah merupakan kekayaan

nasional yang diperjuangkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Oleh sebab itu,

sejatinya menjadi hak dari bangsa Indonesia bukan semata-mata aset pemiliknya.

Bagi bangsa Indonesia, hubungan dengan tanah merupakan hak yang paling

mendasar dan asasi. Hubungan ini menentukan kesejahteraan, keadilan, sekaligus

harmonisasi bangsa. Jika hubungannya tidak tersusun dengan baik, sudah dapat

diduga yang akan muncul adalah penderitaan panjang bagi sebagian besar rakyat

Indonesia, kemiskinan serta konflik berkepanjangan akan terus berlangsung.

(17)

commit to user

Ketiga, tanah harus memiliki fungsi keadilan sosial. Pemegang hak atas

tanah tidak dibenarkan mempergunakan atau tidak mempergunakan tanahnya

untuk kepentingan pribadi semata. Penggunaan dan pemanfaatan tanah harus

sesuai dengan keadaan dan sifat haknya, sehingga manfaat sebesar-besarnya bagi

pemegang hak, masyarakat, dan Negara. Hal ini bukan berarti kepemilikan serta

kepentingan perseorangan terabaikan oleh kepentingan umum, namun jika

konsentrasi akses terhadap tanah secara berlebihan dan hanya bertumpu pada

segelintir orang, ini merupakan indikasi tidak sehat. Perilaku itu dikategorikan

sebagai perilaku yang merugikan kepentingan umum.

Keempat, tanah untuk kehidupan. Terbentuknya akses rakyat kepada tanah

dan kuatnya hak rakyat atas tanah memberikan kesempatan pada rakyat untuk

memperbaiki sendiri kesejahteraan sosial ekonominya, hak-hak dasarnya

terpenuhi, martabat sosialnya meningkat, rasa keadilannya tercukupi, dan akan

tercipta harmoni sosial (Badan Pertanahan Republik Indonesia. Tajuk Utama dan

Artikel BPN RI. http://www.bpn.go.id/berita.aspx, 12 Oktober 2010, pukul 18.35).

Keberadaan tanah sangat penting artinya bagi manusia, karena tanah

merupakan salah satu sumber kehidupan. Setiap orang akan berusaha untuk

mendapatkan tanah dan berupaya memperjuangkannya untuk memenuhi hajat

hidupnya dan mempertahankan kehidupan dan ekosistem kelompoknya. Karena

tanah yang ada sangat terbatas dan tidak pernah bertambah, maka untuk

menghindarkan terjadinya benturan kepentingan antara individu dan kelompok

masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan akan tanah, pemerintah sebagai

pelaksana dari kekuasaan negara mempunyai peranan sesuai dengan kewenangan

yang ada padanya untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah termasuk mengatur

hubungan-hubungan hukum dan perbuatan-perbuatan hukum antara individu atau kelompok

masyarakat dengan tanah (Supardy Marbun, 2005. “Persoalan Areal Perkebunan

pada Kawasan Kehutanan”. Jurnal Hukum. Vol. 01, No. 1)

Tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena

mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Menurut

(18)

commit to user

kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan menurut

pengertian capital asset, tanah merupakan faktor modal dalam pembangunan,

tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai

bahan perniagaan dan objek spekulasi. Di satu sisi tanah harus dipergunakan dan

dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, secara lahir, batin,

adil, dan merata, sedangkan di sisi lain juga harus dijaga kelestariannya (Achmad

Rubaie, 2007: 1).

Tanah sebagai karunia Tuhan sekaligus sumber daya alam yang strategis

bagi bangsa, Negara, dan rakyat, tanah dapat dijadikan sarana untuk mencapai

kesejahteraan hidup bangsa Indonesia sehingga perlu campur tangan Negara untuk

mengaturnya. Hal ini sesuai amanat konstitusional sebagaimana tercantum pada

Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : “Bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Pada Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Pokok Agraria (Undang- Undang

Nomor 5 Tahun 1960) yang dimaksud dengan dikuasai oleh Negara adalah

memberi wewenang kepada Negara untuk :

1. Mengatur dan menyelenggarakan, peruntukan, penggunaan, persediaan,

dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang

angkasa.

Maksud dan pengertian dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat dalam Pasal 2 Ayat (3) Undang-undang Pokok Agraria (UU

No. 5 Tahun 1960) diartikan sebagai kepentingan kebangsaan, kesejahteraan, dan

kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur sesuai dengan tujuan Negara Indonesia. Penggunaan

(19)

commit to user

bagi kesejahteraan dan kebahagiaan pemilik sekaligus bagi masyarakat dan

negara.

Berkaitan dengan kenyataan bahwa tanah merupakan sumber daya alam

yang langka yang bersifat tetap serta digunakan untuk memenuhi berbagai

kebutuhan hidup manusia akan perumahan, pertanian, perkebunan maupun

kegiatan industri yang mengharuskan tersedianya tanah. Indonesia mempunyai

jumlah penduduk yang banyak juga mengalami masalah pertanahan yang biasanya

menimbulkan konflik antara pemegang hak dengan orang lain. Konflik tersebut

mengenai ganti rugi tanah yang akan digunakan untuk pembangunan, sengketa

kepemilikan tanah dan masih banyak masalah-masalah yang kompleks.

Sengketa hukum atas tanah tidak dapat dilepaskan dalam kaitannya dengan

konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia kita yaitu Negara Hukum yang

berorientasi pada kesejahteraan umum sebagaimana tersurat dan tersirat di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga sudah

tentu pembentukan “hak dan kewajiban” tidak dapat dihindarkan dan akan selalu

terjadi. Warga masyarakat selalu ingin mempertahankan hak-haknya, sedangkan

pemerintah juga harus menjalankan kepentingan terselenggaranya kesejahteraan

umum bagi seluruh warga masyarakat. Sengketa-sengketa demikian tidak dapat

diabaikan tanpa ditangani secara sungguh-sungguh, oleh karena itu apabila hal

tersebut dibiarkan, maka akan membahayakan kehidupan masyarakat,

terganggunya tujuan Negara serta program pemerintah itu sendiri (Rusmadi

Murad, 1991: 1).

Tujuan dan cita-cita tersebut sesuai dengan Sebelas Agenda BPN RI dan

amanat dari TAP MPR RI No : IX/ MPR/ 2001 tentang Pembaharuan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam, Pasal 4 : “d. Mensejahterakan rakyat, terutama

melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia”. Pasal 5 : “d.

Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang

timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa

mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan

(20)

commit to user

Berbagai macam kasus pertanahan banyak terjadi di Indonesia dewasa ini.

Konflik pertanahan itu biasanya orang dengan orang, antara orang dengan instansi

pemerintah, antara orang dengan badan hukum, antara orang dengan keraton,

antara instansi pemerintah dengan instansi pemerintah, dan antara pemerintah

dengan keraton dengan obyek konflik meliputi tanah Magersari, tanah-tanah yang

tidak terawat, daerah marginal atau pinggir kota dan daerah sepanjang sungai atau

sepanjang jalan. Di Surakarta banyak dijumpai tanah Magersari dan pendudukan

secara illegal terhadap tanah-tanah yang tidak dipelihara pleh pemiliknya. Kondisi

tersebut berpotensi untuk terjadinya konflik pertanahan. Salah satu contoh

sengketa pertanahan Magersari terjadi di Kelurahan Danukusuman RT 03 RW 01

Kecamatan Serengan, Kota Surakarta yang merupakan tanah Hak Milik Nomor

156 atas nama sepuluh orang ahli waris salah satunya bernama Sunarto yang

tanahnya dihuni oleh sembilan orang Magersari. Terjadi suatu sengketa antara ahli

waris dengan Magesan yang menghuni kawasan magersari ini.

Kemudian atas perkara tersebut telah diadakan mediasi di mana Kantor

Pertanahan Kota Surakarta melalui Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara bertindak

sebagai mediator dalam proses penyelesaian sengeketa tanah Magersari di

kelurahan Danukusuman. Tugas pokok dan fungsinya untuk menyelesaikan

sengketa dan konflik pertanahan, beserta administrasinya.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dalam rangka penulisan hukum yang berkaitan

dengan penyelesaian sengketa tanah Magersari tersebut. Oleh karena itu penulis

membuat penulisan hukum dengan judul :

“PENYELESAIAN SENGKETA MAGERSARI DI ATAS TANAH HAK MILIK NOMOR 156 DI KELURAHAN DANUKUSUMAN OLEH KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA”.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang lengkap

(21)

commit to user

identifikasi dan pembatasan masalah. Perumusan masalah merupakan hal yang

sangat penting dalam setiap tahapan penelitian.

Maka berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah disebutkan di

atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut :

1. Apakah penyelesaian sengketa Magersari di atas tanah Hak Milik Nomor 156

di Kelurahan Danukusuman oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta sudah

sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku mengenai fungsi

Kantor Pertanahan Kota Surakarta ?

2. Apakah bentuk kompensasi atas hasil penyelesaian sengketa tanah di

Kelurahan Danukusuman antara pihak Magersari dengan Pemegang Hak

Milik telah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan sasaran yang yang ingin dicapai sebagai

jawaban atas permasalahan yang dihadapi (tujuan objektif) maupun untuk

memenuhi kebutuhan (tujuan subjektif).

Secara garis besar tujuan yang ingin dicapai penulis meliputi dua macam

yaitu sebagai berikut :

1. Tujuan Objektif

a. Mengetahui Kantor Pertanahan Kota Surakarta mempunyai kewenangan

untuk menyelesaikan sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman

telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai

fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

b. Mengetahui bentuk kompensasi antara pemegang hak dan para Magersari

terhadap penyelesaian sengketa tanah Magesari di Kelurahan

Danukusuman.

2. Tujuan Subjektif

a. Memperluas wawasan penulis dalam bidang hukum Agraria, khususnya

tentang proses mediasi yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kota

(22)

commit to user

Danukusuman dan bentuk kompensasi sebagai hasil penyelesaian sengketa

tanah di kelurahan Danukusuman.

b. Sebagai strategi pemberdayaan mahasiswa melalui pengayaan wawasan

dan peningkatan kompetensi dalam rangka mendapatkan pengetahuan bagi

penulis tentang penerapan ilmu-ilmu yang telah didapatkan bila

dihadapkan pada realitas yang ada di lapangan agar memiliki daya saing

berkemampuan untuk tumbuh menjadi wiraswasta mandiri.

c. Untuk memperoleh data-data yang akan penulis pergunakan dalam

penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar

kesarjanaan dalam bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian diharapkan akan memberikan manfaat yang berguna,

khususnya bagi ilmu pengetahuan bidang penelitian tersebut. Adapun manfaat

yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan pengetahuan Hukum Administrasi Negara, khususnya

Hukum Agraria terutama yang berkaitan dengan proses penyelesaian

sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta dan untuk

mengetahui bentuk kompensasi yang disepakati oleh kedua belah pihak

yang bersengketa sebagai hasil penyelesaian sengketa tanah Magersari di

Kelurahan Danukusuman.

b. Untuk mendalami teori-teori yang telah penulis peroleh selama menjalani

kuliah Strata satu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

b. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus

untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang

(23)

commit to user

c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan pemikiran, literatur

maupun pengetahuan bagi semua pihak yang ingin meneliti permasalahan

yang sama, dengan disertai pertanggungjawaban secara ilmiah.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 35).

Metode penelitian merupakan suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam

proses penelitian. Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif atau

penelitian doktrinal. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum

normatif atau penelitian doktrinal. Penelitian hukum normatif memiliki

definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu

penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (library based) yang fokusnya

pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder

(Johnny Ibrahim, 2006: 44).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum

itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif. Artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum

mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma

hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22).

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini penulis memberikan preskriptif

mengenai proses penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan

Danukusuman, Kecamatan Serengan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta

(24)

commit to user

3. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian

normatif, maka terdapat beberapa pendekatan penelitian hukum antara lain

pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93).

Dari beberapa pendekatan tersebut, obyek penelitian yang diteliti

adalah sengketa tanah, dan juga menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu

penelitian, dalam hal ini dikaji dengan menggunakan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan obyek penelitian. Dalam penelitian ini

pedekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute

approach), yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi

(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 97).

Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dalam penulisan

hukum ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan

undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk

mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang

dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dengan

Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang (Peter Mahmud

Marzuki, 2005: 93).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum

sekunder, yaitu data atau fakta yang digunakan oleh seseorang secara tidak

langsung dapat diperoleh melalui bahan-bahan, dokumen-dokumen,

peraturan perundang-undangan laporan, makalah, teori-teori, bahan-bahan

kepustakaan, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti, yaitu tentang proses penyelesaian sengketa tanah.

Sumber data adalah tempat diketemukannya bahan hukum. Sumber

(25)

commit to user

data sekunder, yaitu menggunakan bahan-bahan kepustakaan yang dapat

berupa peraturan perundang-undangan, dokumen, buku-buku, laporan, arsip,

makalah, dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum

ini data sekunder. Dalam buku Penelitian Hukum karangan Peter Mahmud

Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak

mengenal adanya data, sehingga yang digunakan adalah bahan hukum,

dalam hal ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

a.Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim

(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141).

Bahan hukum primer dalam penulisan hukum ini adalah norma

atau kaidah dasar dalam hukum di Indonesia dan beberapa peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia seperti Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria,

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah

Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 tentang

Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, Peraturan Presiden Nomor 10

Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun

1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4

Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional, dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1

(26)

commit to user

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu

memahami dan menganalisis bahan hukum primer, misalnya buku-buku,

literatur-literatur, dokumen resmi, karya ilmiah yang berhubungan

dengan penelitian ini.

c.Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan

petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,

misalnya kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia dan

bahan-bahan dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dalam suatu penelitian merupakan hal

yang sangat penting dalam penulisan. Teknik pengumpulan bahan hukum

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, yaitu

merupakan suatu teknik pengumpulan bahan hukum dengan cara

mengumpulkan peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, artikel,

literatur, dan cyber media, yaitu pengumpulan data yang diambil melalui

internet.

Prosedur pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah studi kepustakaan. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan

dirumuskan sebagai data penunjang di dalam penelitian ini. Bahwa cara

pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

permasalahan konkret yang dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006: 393).

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penulisan penelitian hukum ini, teknik analisis bahan hukum yang

digunakan adalah dengan metode deduksi silogisme. Menurut Philipus M.

Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, metode deduksi

sebagaimana silogisme yang diajarkan Aristoteles, penggunaan deduksi

(27)

commit to user

Kemudian diajukan premis minor (pernyataan bersifat khusus), dari kedua

premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter

Mahmud Marzuki, 2005: 47).

Mendapatkan jawaban terhadap penelitian hukum dengan metode

silogisme deduksi dengan menggunakan interpretasi bahasa (gramatikal),

yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan

bahasa sehari-hari. Jadi, untuk mengetahui makna ketentuan undang-undang,

maka ketentuan undang-undang itu ditafsirkan atau dijelaskan dengan

menguraikannya menurut bahasa umum sehari-hari (Sudikno Mertokusumo,

2004 : 57).

Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Pokok-Pokok Agraria, Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang

Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya,

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34

Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, Peraturan

Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional,

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan,

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

sebagai premis mayor, sedangkan yang menjadi premis minor adalah :

a. Proses penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman

Kecamatan Serengan oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta.

b. Hasil penyelesaian sengketa pertanahan di kelurahan Danukusuman

(28)

commit to user

F. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM

Untuk lebih mempermudah memberikan gambaran, melakukan

pembahasan, dan penjabaran isi secara menyeluruh yang sesuai dengan aturan

baru dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika dalam

penyusunan penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terdiri dari 4

(empat) bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup

ditambah dengan lampiran-lampiran dan daftar pustaka yang disusun dengan

sistematika sebagai berikut :

Dalam BAB I Pendahuluan, pada bab ini akan dijelaskan mengenai

gambaran awal tentang penelitian, yang meliputi latar belakang masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan

sistematika penelitian hukum untuk memberikan pemahaman terhadap isi dari

penelitian ini secara garis besar.

Dalam BAB II Tinjauan Pustaka, pada bab ini penulis memberikan

landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan

literatur-literatur yang penulis pergunakan, tentang hal-hal yang berkaitan dengan

permasalahan yang sedang penulis teliti. Hal tersebut meliputi tinjauan tentang

tanah magersari, tinjauan tentang sengketa pertanahan, tinjauan tentang mediasi,

tinjauan tentang relokasi. Hal ini ditujukan agar pembaca dapat memahami

permasalahan yang penulis teliti.

Dalam BAB III Hasil Penelitian dan Pembahasan, pada bab ini penulis

mengungkapkan dan membahas hasil penelitian berdasarkan sumber data

sekunder. Untuk mempermudah dalam mengungkapkan dan membahas hasil

penelitian. Dalam sub bab pertama penulis akan mengungkapkan dan membahas

hasil penelitian tentang proses penyelesaian sengketa pertanahan di kelurahan

Danukusuman oleh Kantor Pertanahan Kota Surakarta telah sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam sub bab kedua penulis akan

mengungkapkan dan membahas hasil penelitian tentang bentuk kompensasi hasil

penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman yang berupa

(29)

commit to user

Dalam BAB VI Penutup, pada bab ini penulis memberikan kesimpulan

dan saran penulis atas pembahasan setelah melakukan penelitian atau penulisan

hukum ini. Adapun kesimpulannya, yaitu bahwa penyelesaian sengketa sengketa

pertanahan di Kelurahan Danukusuman, Kecamatan Serengan oleh Kantor

Pertanahan Kota Surakarta telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

mengenai fungsi Kantor Pertanahan Kota Surakarta, dan bentuk kompensasi hasil

penyelesaian sengketa pertanahan di Kelurahan Danukusuman yang berupa tanah

pengganti atau relokasi sudah sesuai kesepakatan menurut Pasal 1320 KUH

(30)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Tentang Tanah Magersari

a. Pengertian Magersari

Pengertian harafiahnya menurut bahasa yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Magersari adalah orang yang rumahnya menumpang di pekarangan orang atau orang yang tinggal di tanah milik negara dan sekaligus mengerjakan tanah itu (Depdikbud, 2001: 695).

Menurut istilah, tanah magersari berarti tanah milik keraton, bisa juga tanah pribadi milik perseorangan (non keraton) yang dikelola

oleh orang lain, tentunya dengan seizin si pemilik sah lahan tersebut. Pada dasarnya Magesan adalah orang yang menumpang di atas tanah orang lain yang diberi izin oleh pemilik tanah tersebut untuk menempati tanah itu dengan alasan bahwa dia (Magesan) untuk menemani atau menggarap tanah tersebut, akan tetapi lama kelamaan para magesan menempati tanah tersebut secara turun-temurun dan ingin memiliki tanah tersebut.

Magersari sudah sejak lama ada dan terus berkembang seiring

dengan berjalannya waktu magersari telah banyak mengalami perubahan.

Kalau dahulu Magersari hanya merupakan orang-orang yang tinggal dan

mengusahakan tanah-tanah para raja atau para bangsawan, tetapi kini

setelah Indonesia merdeka bentuk dan model magersari yang sekarang

telah jauh mengalami perubahan tidak seperti dahulu lagi. Mereka atau

orang yang dahulunya menempati tanah-tanah kerajaan masih diizinkan

untuk mengolah tanah-tanah Magersari yang dimiliki oleh pihak

Kasunanan Surakarta akan tetapi mereka tidak diberi hak untuk memiliki

tanah tersebut. Pemilikan tanah tersebut tetap dan masih dipegang oleh

(31)

commit to user

pihak Kraton dan masyarakat yang tinggal dan mengolah tanah di atas

tanah Kasunanan Surakarta hanya diberikan hak memakai saja.

b. Penggolongan Tanah Magersari

Tanah Magersari termasuk ke dalam bagian tanah adat. Tanah jenis

ini tergolong ke dalam perjanjian-perjanjian yang bersangkutan dengan

tanah, karena sifatnya seperti perjanjian yaitu mengizinkan orang lain

mendirikan dan mendiaminya sebuah rumah di atas pekarangannya, di

mana terletak rumahnya yang ia diami sendiri. (Ter Haar, 2001: 113).

Menurut Ter Haar di dalam bukunya yang telah diterjemahkan oleh

Soebakti Poesponoto, ada dua istilah Magersari yakni :

1) Penumpang pekarangan (bijwoner)

Mengizinkan masuk orang lain di pekarangannya sebagai penumpang

pekarangan.

2) Penumpang rumah (opwoner)

Bila seseorang secara demikian diizinkan berdiam di pekarangan

dalam rumahnya sendiri yang tidak ditinggal oleh pemilik tanah itu

sendiri, atau mengizinkan seorang sebagai penumpang rumah di

pekarangannya.

Penumpang pekarangan dan penumpang rumah itu disebut indung,

lindung, magersari, dan numpang.

Tanah Magersari dalam penelitian ini merupakan tanah Hak Milik

atau hak yasan (inlands bezitsrecht). Hak Milik memberikan kepada

pemiliknya kebebasan penuh atas tanah. Cara memperoleh Hak Milik,

dengan cara :

1) Membuka Tanah

Seseorang anggota persekutuan yang akan membuka tanah atau

hutan, cukuplah dengan diketahui kepala persekutuan dan

menempatkan tanda-tanda batas dan memberi selamatan menurut

kebiasaan setempat. Dengan demikian terciptalah hubungan hukum

(32)

commit to user

mengganggunya. Si pembuka tanah harus membuktikan bahwa ia

betul-betul memanfaatkan tanah itu secara terus menerus.

2) Mewaris Tanah

Mewaris tanah ini di mana hak purba menipis atau lemah, hak

milik menjadi kuat. Pemilik tanah setelah meninggal tanahnya dapat

diwariskan oleh para ahli warisnya. Bagaimana isi warisan itu

tergantung pada Hukum Adat masing-masing wilayah.

3) Pembelian, Penukaran, Hadiah

Hak pertuanan lemah, maka hak perorangan menjadi kuat.

Dalam hal yang demikian pemilik tanah perseorangan dapat menjual,

menukarkan atau menghadiahkan kepada orang lain dengan bebas.

Adanya keharusan campur tangan dari kepala Persekutuan hukum

dimaksudkan untuk menjaga supaya keadaannya “terang” dan tidak

terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.

4) Daluwarsa

Dalam Hukum Adat dikenal pula adanya daluwarsa (pengaruh

lampaunya waktu) terhadap berlangsung atau tidaknya sesuatu hak dan

kewajiban.

(Agus D. Djioen, 1982: 21-23).

c. Kedudukan Tanah Magersari di Kota Surakarta

Kasunanan Surakarta merupakan kerajaan yang terletak di

pedalaman dengan basis kehidupan masyarakat bersifat agraris. Konsep

tradisional tentangnya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Masyarakat

tradisional menganggap raja sebagai pemilik seluruh tanah kerajaan.

Tanah merupakan sarana legitimasi kekuasaan, karena penguasaan tanah

yang luas merupakan kewibawaan serta kekayaan raja. Di samping itu

tanah merupakan sarana ekonomi yang menunjang pemenuhan kebutuhan

kerajaan, dengan cara memanfaatkan hasil alamnya. Bagi Kasunanan

Surakarta kedudukan sebagai raja menempatkan penguasa itu sebagai

(33)

commit to user

terhadap tanah. Berdasarkan konsep di atas raja memiliki kekuasaan

mutlak, termasuk tanah air wilayahnya. Keistimewan raja terhadap

penguasaan tanah baik yang berada di dalam kraton maupun yang berada

di luar kraton semakin membuktikan bahwa rajalah satu-satunya pemilik

tanah kerajaan.

Pada masyarakat Indonesia lainnya biasa dijumpai hak-hak yang

berkaitan dengan tanah yaitu hak Beschikking (hak mempergunakan), hak

milik (Yasan), Agraris Eigendom, dan hak usaha. Berbeda dengan

masyarakat Indonesia pada umumnya Kota Surakarta pada khususnya

hanya mengenal dua macam fungsi dari tanah kerajaan. Ditinjau dari

fungsinya tanah kerajaan dibedakan menjadi dua. Pertama tanah yang

menghasilkan suatu barang yang ditentukan dan diperlukan oleh istana

yang terdiri dari bumi Pamajegan sebagai Penghasil pajak berupa uang dan

Bumi Pangrambe, yaitu tanah yang dimanfaatkan untuk hasil tanamannya

seperti padi dan minyak kelapa untuk keperluan istana. Kedua tanah

lungguh/apanage, yaitu tanah yang dipinjamkan kepada para sentono

selama mereka memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan raja

dan sebagai gaji bagi para pegawai istana atau narapraja (Suhartono, 1991:

123).

2. Tinjauan Tentang Sengketa Pertanahan

a. Pengertian Sengketa Pertanahan

Secara kuantitatif, tanah merupakan benda yang relatif tidak

bertambah. Manusia membutuhkan tanah untuk melakukan berbagai

kegiatan. Sampai saat ini sebagian besar kegiatan manusia masih berada di

atas tanah. Dari waktu ke waktu, jumlah manusia yang ada di muka bumi

terus bertambah dan jumlah manusia yang membutuhkan tanah juga terus

meningkat. Akibatnya, tanah menjadi salah satu benda yang rawan

konflik. Konflik itu terjadi, sejak diperolehnya, pengusahaannya, sampai

(34)

commit to user

terhadap tanah yang bersangkutan (A. Joni Minulyo. 2007. “Penanganan

Masalah Pertanahan”. Jurnal Hukum Pro Justitia. Vol. 25, No. 3).

Sengketa biasanya bermula dari situasi di mana ada pihak yang

merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas

yang bersifat subjektif dan tertutup yang dapat dialami oleh perorangan

maupun kelompok. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan

apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan

menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua. Apabila pihak

kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah

konflik tersebut. Tetapi apabila reaksi dari pihak kedua menunjukkan

perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, terjadilah apa

yang dinamakan sengketa. Proses sengketa terjadi karena tidak adanya

titik temu antara pihak-pihak yang bersengketa dan secara potensial, dua

pihak yang mempunyai pendirian atau pendapat yang berbeda dapat

beranjak ke situasi sengketa (Suyud Margono, 2004: 34)

Permasalahan pertanahan merupakan isu yang selalu muncul dan

selalu aktual dari masa ke masa, seiring dengan bertambahnya penduduk,

perkembangan pembangunan, dan semakin meluasnya akses berbagai

pihak untuk memperoleh tanah sebagai modal dasar dalam berbagai

kepentingan. Permasalahan pertanahan dimaksud dapat berupa pengaduan

masyarakat yang diajukan secara langsung, tertulis, ekspose di media cetak

atau elektronik dan bahkan tidak jarang dilakukan melalui aksi unjuk rasa.

Di samping itu terdapat juga perkara pertanahan yang disampaikan melalui

gugatan ke Pengadilan.

Sengketa pertanahan adalah konflik antara dua pihak atau lebih

yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek

Hak Atas Tanah. Pengertian sengketa pertanahan termuat secara jelas

dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan

Sengketa Pertanahan yang berbunyi : “Sengketa pertanahan adalah

(35)

commit to user

1) keabsahan suatu hak;

2) pemberian hak atas tanah;

3) pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda

bukti haknya,

antara pihak-pihak yang berkepentingan maupun antara pihak-pihak yang

berkepentingan dengan instansi di lingkungan Badan Pertanahan

Nasional”.

Jadi, pada hakikatnya, kasus pertanahan merupakan benturan

kepentingan (conflict of interest) di bidang pertanahan antara siapa dengan

siapa, sebagai contoh konkret antara perorangan dengan perorangan,

perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum dan

lain sebagainya (Fia S. Aji, Kanwil BPN Gorontalo. Penyelesaian

Sengketa Pertanahan di Indonesia.

(

http://fiaji.blogspot.com/2007/09/penyelesaian-sengketa-pertanahan-fia-s.html), diakses pada tanggal 15 Oktober 2010, pukul 11.15).

b. Penyebab Terjadinya Sengketa Tanah

Penyebab sengketa pertanahan seperti yang diuraikan pada

halaman Badan Pertanahan Nasional, antara lain :

1) Persediaan tanah relatif terbatas sementara pertumbuhan penduduk

meningkat;

2) Ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, pembangunan dan

pemanfaatan tanah;

3) Tanah terlantar dan Resesi Ekonomi;

4) Pluralisme hukum tanah di masa kolonial;

5) Persepsi dan kesadaran “Hukum“ masyarakat terhadap penguasaan dan

pemilikan tanah;

6) Inkonsistensi Kebijakan Pemerintah dalam penyelesaian masalah;

7) Reformasi;

8) Kelalaian petugas dalam proses pemberian dan pendaftaran hak atas

tanah;

(36)

commit to user

10)Lemahnya sistem administrasi pertanahan;

11)Tidak terurusnya tanah-tanah aset Instansi Pemerintah (BPN Kantor

Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Penanganan Sengketa Pertanahan,

Strategi Penanganan Sengketa Pertanahan. (

http://bpn-jateng.net/index.php?action=news.detail&id_news=22), diakses pada

tanggal 12 Oktober 2010, pukul 19.05).

Selain konteks politik dan ekonomi, sengketa tanah terjadi karena

lemahnya posisi hukum tanah komunal dalam kerangka hukum

nasional. Status hukum hak atas tanah komunal ditunjukkan dengan adat

di Indonesia diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor

5 Tahun 1960 dapat diringkas sebagai berikut yakni adat tidak boleh

bertentangan dengan kepentingan nasional, adat tidak boleh bertentangan

dengan sosialisme Indonesia, adat tidak boleh bertentangan dengan hukum

agraria atau hukum pemerintah lainnya, semua tanah-tanah adalah milik

negara. Merupakan terjemahan dalam bahasa Indonesia yang disadur dari

jurnal internasional yang mengemukakan in addition to the political and

economic contexts, land dispute occur due to the weak legal position of

communal lands in the frame work of national law. the legal status of

communal land rights indicated by adat in indonesia set forth in agrarian

law article 5 1960 may be summarized as follows adat must not be

contrary to national interests, adat must not be contrary to indonesia

socialism, adat must not be contrary to the princilpes of agrarian law or

other government law, all lands belong to the state (Minako Sakai. 2002.

“Land Dispute Resolution in the Political Reform at the time of

Desentralization in Indonesia”. The Indonesian Journal of Anthropology.

Vol Spesial, No. 15).

c. Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Setiap permasalahan pertanahan yang muncul harus diupayakan

untuk ditangani segera agar tidak meluas menjadi masalah yang dapat

menimbulkan keresahan masyarakat yang berdampak sosial, ekonomi,

(37)

commit to user

menangani sengketa, konflik, dan perkara pertanahan dilakukan secara

sistematis dan terpadu, diantaranya dengan cara mengelompokkan

permasalahan menurut tipologinya dan kemudian dilakukan pengkajian

untuk mencari akar masalahnya.

Berbagai penyelesaian sengketa pertanahan cukup banyak

ditawarkan baik yang penyelesaian sengketa pertanahan penyelesaian

sengketa pertanahan di luar pengadilan (non litigasi) dan penyelesaian

sengketa dengan jalur pengadilan (litigasi) :

1) Penyelesaian Sengketa Pertanahan melalui Jalur Luar Pengadilan

Langkah-langkah pendekatan terhadap para pihak yang

bersengketa sering berhasil di dalam usaha penyelesaian sengketa

(dengan jalan musyawarah atau mediasi). Tindakan ini tidak jarang

menempatkan pihak instansi pemerintah ic. Direktur Jenderal Agraria

untuk menempatkan dirinya sebagai mediator di dalam menyelesaikan

sengketa secara kekeluargaan. Untuk itu diperlukan sikap tidak

memihak serta tidak melakukan tekanan-tekanan, akan tetapi tidak

berarti bahwa mediator tersebut harus pasif.

Pihak agraria harus mengemukakan beberapa cara

penyelesaian, menunjukkan kelemahan-kelemahan serta

kesulitan-kesulitan yang mungkin timbul yang dikemukan oleh para pihak.

Mediasi ini apabila dilakukan, harus pula memperhatikan tata cara

formal seperti surat pemanggilan, berita acara atau notulen rapat, akta

atau pernyataan perdamaian yang berguna sebagai bukti bagi para

pihak maupun pihak ketiga. Hal semacam ini biasanya kita temukan

dalam akta perdamaian, baik yang dilakukan di muka hakim maupun

di luar Pengadilan atau notaris.

Pelaksanaan mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar

pengadilan juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam

Undang-Undang ini, Alternatif Penyelesaian Sengketa diartikan

(38)

commit to user

prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar

pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi

atupun penilaian ahli (Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Adapun karakteristik dari Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS),

yaitu :

a) Privat, sukarela dan konsensual (didasarkan atas kesepakatan para

pihak).

b) Kooperatif tidak agresif/bermusuhan tegang.

c) Fleksibel dan tidak formal/kaku.

d) Kreatif

e) Melibatkan partisipasi aktif para pihak dan sumber daya yang

mereka miliki.

f) Bertujuan untuk mempertahankan hubungan baik.

(Indonesian Institute for Conflict Transformation, 2006: 36).

2) Penyelesaian Sengketa Pertanahan melalui Jalur Pengadilan

Penyelesaian Sengketa Pertanahan melalui Pengadilan

merupakan bentuk penyelesaian dalam ruang lingkup hukum perdata,

di mana intinya berisi tentang perbuatan melanggar hukum dan ganti

rugi. Apabila usaha-usaha musyawarah atau mediasi tersebut

mengalami jalan buntu atau ternyata ada masalah-masalah prinsipil

yang harus diselesaikan oleh instansi lain yang berwenang, misalnya

pengadilan, maka kepada yang bersangkutan disarankan untuk

mengajukan masalahnya ke Pengadilan (Rusmadi Murad, 1991: 27).

Pada Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata) yang mengatur tentang perbuatan melanggar hukum

dan ganti rugi, yang bunyinya “Tiap perbuatan melanggar hukum,

yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang

karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian

tersebut”. Dalam hubungannya dengan penyelesaian ganti kerugian

(39)

commit to user

maka ketentuan dalam Pasal 1365 ini terkait erat dengan Pasal 1243

yang menyatakan bahwa, “Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena

terpenuhinya suatu perikatan, barulah mulia diwajibkan, apabila si

berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap

melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya

hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah

dilampaukannya”.

Sedangkan dalam kaitannya dengan pembuktian, perlu

dikemukakan Pasal 1865 KUH Perdata yang menyatakan bahwa,

“Barangsiapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas mana ia

mendasarkan sesuatu hak, diwajibkan membuktikan

peristiwa-peristiwa itu, sebaliknya barangsiapa mengajukan peristiwa-peristiwa-peristiwa-peristiwa

guna pertahanan hak orang lain, diwajibkan juga membuktikan

peristiwa-peristiwa itu”.

Adapun karakteristik dari penyelesaian sengketa pertanahan

melalui jalur pengadilan, yaitu :

a) prosesnya sangat formal (terikat pada hukum acara)

b) para pihak berhadapan untuk saling melawan, adu argumentasi dan

pengajuan alat bukti

c) pihak ketiga netralnya (hakim) ditentukan para pihak dan

keahliannya bersifat umum

d) prosesnya bersifat terbuka atau transparan

e) hasil akhir berupa putusan yang didukung pertimbangan atau

pandangan hakim

(Indonesian Institute for Conflict Transformation, 2006: 29).

3. Tinjauan Tentang Mediasi

a. Pengertian Mediasi

Secara etimologi (bahasa), mediasi berasal dari bahasa latin

mediare yang berarti “berada di tengah” karena seorang yang melakukan

(40)

commit to user

terminologi (istilah) terdapat banyak pendapat yang memberikan

penekanan yang berbeda tentang mediasi. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, mediasi diartikan sebagai proses pengikutsertaan pihak ketiga

(mediator) dalam penyelesaian suatu perselisihan melalui penasihat

(Depdikbud, 2001 : 726).

Mediasi juga dapat diartikan, pihak ketiga yang dapat diterima

(acceptable), yakni bahwa para pihak yang bersengketa mengizinkan

pihak ketiga untuk terlibat ke dalam sengketa dan membantu para pihak

untuk mencapai penyelesaian. Akseptabilitas ini tidak berarti bahwa para

pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima sepenuhnya

apa yang dikemukakan pihak ketiga (Indonesian Institute for Conflict

Transformation, 2006 : 60).

Selain itu, di Indonesia, pengertian mediasi secara lebih konkret

dapat ditemukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, pengertian

mediasi adalah penyelesaian sengketa melui proses perundingan para

pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat (6) PERMA No. 2 tahun

2003). Mediasi pada intinya adalah “a process of negotiations facilitated

by a third person who assist disputens to pursue a mutually agreeable

settlement of their conlict.” Sebagai suatu cara penyelesaian sengketa

alternatif, mediasi mempunyai ciri-ciri yakni waktunya singkat,

terstruktur, berorientasi kepada tugas, dan merupakan cara intervensi yang

melibatkan peran serta para pihak secara aktif. Keberhasilan mediasi

ditentukan itikad baik kedua belah pihak untuk bersama-sama menemukan

jalan keluar yang disepakati. Dari beberapa pengertian mediasi tersebut,

dapat disimpulkan bahwa mediasi merupakan upaya penyelesaian sengketa

para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersifat

netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak

tetapi menujang fasilitator untuk terlaksananya dialog para pihak dengan

suasana keterbukaan, kejujuran, dan tukar pendapat untuk tercapainya

(41)

commit to user

Mediasi merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa, di

samping penyelesaian sengketa secara litigasi. Sebagai suatu lembaga

penyelesaian sengketa, pelaksanaan mediasi didasarkan prinsip-prinsip

yang berbeda dengan litigasi. Pada tahun-tahun belakangan ini pengadilan,

masyarakat, maupun industri telah berpaling kepada mediasi sebagai

metode yang lebih disukai dalam penyelesaian bentuk-bentuk sengketa

tertentu. Biaya yang mahal, lamanya waktu, serta tidak efisiensinya

penyelesaian melalui pengadilan juga mendorong para pihak untuk

menggunakan mediasi, terutama sengketa polisentrik, yaitu sengketa yang

melibatkan banyak pihak dan persoalan, seperti sengketa tanah maupun

yang lainnya, para pihak lebih memilih jalan mediasi daripada

penyelesaian melalui pengadilan.

b. Prinsip-Prinsip Mediasi

Berdasarkan berbagai pengertian tentang mediasi dapat

dikelompokkan menjadi beberapa prinsip dari lembaga mediasi yaitu :

1) Mediasi bersifat sukarela

Prinsipnya inisiatif pilihan penyelesaian sengketa melalui

mediasi tunduk pada kesepakatan para pihak. Pengertian sukarela

dalam proses mediasi juga ditujukan pada kesepakatan penyelesaian.

Meskipun para pihak telah memilih mediasi sebagai cara penyelesaian

sengketa mereka, namun tidak ada kewajiban bagi mereka untuk

menghasilkan kesepakatan dalam proses mediasi tersebut. Sifat

sukarela yang demikian didukung fakta bahwa mediator yang

menengahi sengketa para pihak hanya memiliki peran untuk membantu

para pihak menemukan solusi yang terbaik atas sengketa yang dihadapi

para pihak, Mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan

sengketa yang bersangkutan seperti layaknya seorang hakim atau

arbiter. Dengan demikian tidak ada paksaan bagi para pihak untuk

menyelesaikan sengketa mereka dengan cara mediasi.

(42)

commit to user

Jika dilihat dari berbagai peraturan setingkat Undang-undang

yang mengatur tentang mediasi di Indonesia dapat disimpulkan bahwa

pada prinsipnya sengketa-sengketa yang dapat diselesaikan melalui

mediasi adalah sengketa keperdataan. Namun meskipun demikian

secara teoritis masih terbuka kemungkinan untuk menyelesaikan tindak

pidana tertentu melalui proses penyelesaian diluar peradilan.

Kemungkinan ini terutama dikarenakan sifat sanksi pidana itu sendiri

sebagai ultimum remedium yaitu usaha terakhir guna memperbaiki

tingkah laku manusia, serta memberikan tekanan psikologis agar orang

lain tidak melakukan kejahatan.

3) Proses sederhana

Sifat sukarela dalam mediasi memberikan keleluasaan kepada

pihak untuk menentukan sendiri mekanisme penyelesaian sengketa

mediasi yang mereka inginkan. Dengan cara ini para pihak yang

bersengketa tidak terperangkap dengan formalitas acara sebagaimana

dalam proses litigasi. Para pihak dapat menentukan cara-cara yang

lebih sederhana dibandingkan dengan proses beracara formal di

pengadilan. Jika penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat selesai

bertahun-tahun, jika kasus terus naik banding, kasasi, sedangkan

pilihan penyelesaian sengketa melalui mediasi lebih singkat, karena

tidak terdapat banding atau bentuk lainnya.

4) Proses mediasi tetap menjaga kerahasiaan sengketa para pihak

Mediasi dilaksanakan secara tertutup sehingga tidak setiap

orang, dapat menghadiri sesi-sesi perundingan mediasi. Hal ini

berbeda dengan badan peradilan dimana sidang umumnya dibuka

untuk umum. Sifat kerahasiaan dari proses mediasi merupakan daya

tarik tersendiri, karena para pihak yang bersengketa pada dasarnya

tidak suka jika persoalan yang mereka hadapi dipublikasikan kepada

umum.

(43)

commit to user

Sebuah proses mediasi, mediator menjalankan peran untuk

menengahi para pihak yang bersengketa. Peran ini diwujudkan melalui

tugas mediator yang secara aktif membantu paru pihak dalam

memberikan pemahaman yang benar tentang sengketa yang mereka

hadapi dan memberikan alternatif solusi yang terbaik bagi

penyelesaian sengketa tersebut. Dalam hal ini keputusan untuk

menerima penyelesaian yang diajukan mediator sepenuhnya berada

dan ditentukan sendiri oleh keinginan atau kesepakatan para pihak

yang bersengketa. Mediator tidak dapat memaksakan gagasannya

sebagai penyelesaian sengketa yang harus dipatuhi.

c. Keuntungan dan Kelemahan Mediasi

Setiap lembaga penyelesaian sengketa mengandung keuntungan

dan kelemahannya masing-masing, karena pendekatan penyelesaian yang

dipergunakan berbeda-beda. Dengan penekanan pada berbagai

kepentingan para pihak yang saling bersengketa dapat diakomodasi secara

maksimal. Inilah keuntungan substantif dari penyelesaian sengketa melalui

mediasi. Keuntungan penyelesaian sengketa melalui jalur med

Gambar

Gambar III. 3. Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Danukusuman  ................... 47
Gambar Situasi Tanah Hak Milik Nomor 156 Kelurahan
gambaran awal tentang penelitian, yang meliputi latar belakang masalah,
Gambar II. 1. Kerangka Pemikiran
+4

Referensi

Dokumen terkait

cepat di banding binary, karena pada saat melakukan interpolasi terhadap penentuan median lebih presisi, walupun langkahnya lebih kompleks. • Mirip dengan hal

Pemodelan komputer dibagi dalam tiga langkah yaitu; (a) Pemodelan logo menggunakan CAD tracing; (b) Pembuatan panel dinamis yang menjadi bidang penerapan

Pemerintah dalam usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang merata maka didirikan lembaga perkreditan, baik lembaga perkreditan perbankan maupun

[r]

Perbaikan kinerja organisasi dapat dilakukan dengan (1) memaksimalkan penyerapan anggaran dengan mendanai kegiatan yang belum berjalan seperti kunjungan tenaga

Nurhasanah, 2001, Identifikasi Senyawa Flavonoid Dari Benalu (Dendropthoe sp) Dengan Variasi Ekstrak Dan Tanaman Inang, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

yang akhirnya menghasilkan makna kepada mereka. Justeru, makalah ini menyimpulkan bahawa kepelbagaian aktiviti dan warisan ketara yang wujud di petempatan tradisional

Stator dinamometer adalah bagian dinamometer yang diam, disini ditempatkannya inti besi silinder solenoid yang di liliti oleh kawat tembaga sebagai penghasil medan magnet