• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan tentang Pemeriksaan Sengketa Perdata di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Pemeriksaan Sengketa Perdata di

Pemeriksaan sengketa perdata akan terjadi apabila terdapat suatu konflik yang dipersengketakan atau diperselisihkan. Pemeriksaan di Pengadilan Negeri berawal adanya gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak yang bersangkutan. Gugatan merupakan tuntutan hak dari pihak yang mengajukan gugatan. Tuntutan hak akan terkabul apabila terjadi pemeriksaan sengketa perdata melalui suatu persidangan, untuk dapat terjadinya suatu persidangan maka gugatan itu harus berdasar hukum yang kuat.

Proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri tidak lepas dari peran hakim. Dalam HIR dan RBg hakim mempunyai peran aktif memimpin acara dari awal sampai berakhirnya pemeriksaan sengketa perdata. Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa tugas hakim ialah menemukan kebenaran yang sesungguhnya dalam sengketa perdata yang ditanganinya (Abdulkadir Muhammad, 2000: 20 ). Hakim dalam suatu pemeriksaan di persidangan merupakan tokoh sentral yang merupakan penentu hasil gugatan yang telah diajukan yaitu berupa putusan hakim. Dalam proses persidangan para pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk menyajikan alat-alat bukti yang mereka miliki di muka persidangan. Hakim akan menilai alat-alat bukti tersebut kemudian diselaraskan dengan kebenaran atau fakta-fakta yang ada. Hakim harus menilai alat-alat bukti tersebut secara jeli, agar tercipta suatu keadilan yang benar-benar adil.

commit to user

Berikut ini adalah uraian mengenai prosedur pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri :

a. Tindakan-tindakan yang Mendahului Pemeriksaan di Muka Persidangan

Penggugat mendaftarkan surat gugatnya dengan salinannya setelah surat gugatan lengkap, serta diharuskan untuk membayar biaya perkara. Setelah itu, penggugat menunggu pemberitahuan hari sidang yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri (M. Nur Rasaid, 2005: 23).

Pengajuan surat gugatan ke Pengadilan Negeri harus ditujukan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang. Hukum acara perdata mengenal dua kewenangan, yaitu:

1) Wewenang Mutlak (absolute competentie)

Menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kuasa untuk mengadili yang dalam bahasa Belanda disebut attributie van rechtsmacht.

2) Wewenang Relatif (relative competentie)

Menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat yang dalam bahasa Belanda disebut distributie van rechtsmacht (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 11).

Pasal 118 HIR juga mengatur perihal pengajuan gugatan, yaitu : 1) Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan

diajukan ke Pengadilan Negeri tempat kediaman penggugat.

2) Apabila tergugat terdiri dari 2 orang atau lebih, dan mereka tinggal pada tempat yang berlainan, maka gugatan dapat diajukan pada tempat tinggal salah seorang tergugat.

3) Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman atau orang yang digugat tidak diketahui atau tidak dikenal, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat.

commit to user

4) Dalam hal keadaan nomor diatas, apabila gugatannya mengenai barang tetap, maka gugatan diajukan ke Pengadilan tempat di mana barang tetap (tidak bergerak) tersebut berada.

5) Kalau kedua belah pihak memilih tempat tinggal khusus dengan akta yang tertulis, maka penggugat kalau mau dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri di tempat yang telah dipilih dalam akta tersebut.

b. Tindakan yang Dapat Dilaksanakan Selama Proses Sidang

Penggugat dapat mengajukan permohonan sita jaminan selama proses sidang berlangsung. “Sita jaminan mengandung arti untuk menjamin pelaksanaan putusan di kemudian hari, barang-barang baik yang bergerak atau tidak bergerak milik tergugat atau barang-barang milik penggugat yang ada dalam kekuasaan tergugat, selama proses berlangsung” (M. Nur Rasaid, 2005: 24).

Suatu gugatan perlu disertakan sita jaminan untuk menjamin kepentingan Penggugat. Hal ini disebabkan proses pemeriksaan di persidangan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, kemungkinan pihak tergugat untuk menjual atau mengalihkan harta kekayaannya sangat besar. Penggugat tidak hanya ingin menang diatas kertas saja, karena apabila putusan dimenangkan oleh penggugat tetapi harta kekayaan dari tergugat telah dijual atau dipindahtangankan maka putusan itu tidak dapat dilaksanakan.

Hukum acara perdata mengenal berbagai macam sita jaminan yaitu sebagai berikut :

1) Sita Revindicatoir (Revindicatoir Beslag) Pasal 226 HIR 2) Sita Conservatoir (Conversatoir Beslag) Pasal 227 HIR 3) Sita Eksecutorial (Eksecutorial Beslag)

4) Sita Marital (Marital Beslag) Pasal 823 RV 5) Sita Gadai (Pand Beslag) Pasal 751 RV

commit to user c. Pemeriksaan di Muka Sidang

Proses pemeriksaan sengketa dalam persidangan melalui beberapa tahapan. Pihak penggugat dan tergugat harus selalu hadir atau dapat juga dikuasakan kepada kuasa hukum masing-masing maupun orang yang telah diberi kuasa oleh mereka. Tahapan-tahapan pemeriksaan di muka persidangan sebagai berikut :

1) Gugur atau Verstek

Dalam Pasal 148 Rbg/124 HIR diatur bahwa suatu gugatan akan gugur apabila penggugat tidak hadir serta tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, akan tetapi penggugat diijinkan untuk mengajukan gugatan sekali lagi dengan syarat membayar biaya sengketa sebelumnya. Gugatan dinyatakan verstek apabila pada hari sidang yang telah ditentukan pihak tergugat tidak hadir serta tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya, hal ini diatur dalam Pasal 149 RBg/125 HIR.

2) Perdamaian

Salah satu tugas hakim dalam persidangan mengusahakan agar pihak penggugat dan tergugat yang bersengketa berdamai. Kedua belah pihak diharapkan menempuh jalur perdamaian atau mediasi sebelum pokok sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak diperiksa di muka persidangan. Perdamaian atau mediasi bertujuan agar para pihak yang bersengketa berpikir ulang akan akibat-akibat yang terjadi di kemudian hari.

Menurut Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian yang

commit to user

memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif). Definisi mediasi menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Mahkamah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 adalah :

“Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.

Terdapat dua kemungkinan terhadap hasil usaha perdamaian atau mediasi itu, yaitu:

a) Usaha perdamaian berhasil maka dibuat akta perdamaian bagi kedua belah pihak yang bersifat final (Pasal 130 HIR);

b) Usaha perdamaian tidak berhasil maka surat gugatan dibaca dan persidangan dimulai (Pasal 131 HIR).

Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008, pengertian akta perdamaian adalah :

“Akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa”.

3) Jawaban tergugat, gugat balik, dan eksepsi

Jawaban tergugat timbul apabila usaha perdamaian tidak tercapai. Tergugat dapat melakukan jawaban tergugat setelah surat gugatan dibacakan oleh Hakim. Terdapat juga jawaban tergugat

commit to user

berupa rekonvensi (gugat balik), rekonvensi ini diatur dalam Pasal 157-158 RBg, 132 a,b HIR.

Tahap selanjutnya setelah eksepsi oleh Tergugat adalah pembacaan replik. Replik yaitu jawaban Penggugat atas jawaban Tergugat yang dilakukan secara tertulis. Terhadap replik ini, Tergugat dapat memberi tanggapan yaitu berupa duplik. (Badriyah Harun, 2009: 70).

4) Pembuktian

Tahap selanjutnya adalah pembuktian dari kedua belah pihak di muka persidangan dan hakim akan menilai pembuktian tersebut dengan diselaraskan fakta-fakta yang ada agar terwujud suatu kebenaran.

Dokumen terkait