• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi

Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh

ASHINTA SEKAR BIDARI NIM. E0006086

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska)

Oleh

Ashinta Sekar Bidari NIM. E0006086

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 28 Juni 2010 Dosen Pembimbing Pembimbing I TH. Kussunaryatun, S.H., M.H. NIP. 1946 1213 198003 2001 Pembimbing II

Diana Tantri .C., S.H., M.Hum. NIP. 1972 1217 200501 2001

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska)

Oleh

Ashinta Sekar Bidari NIM. E0006086

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Selasa Tanggal : 20 Juli 2010 DEWAN PENGUJI 1. Harjono, S.H., M.H : ... Ketua

2. Diana Tantri .C., S.H., M.Hum : ... Sekretaris 3. Th. Kussunaryatun, S.H., M.H : ... Anggota MENGETAHUI Dekan,

Mohammad Jamin, S.H, M.Hum. NIP.196109301986011001

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Ashinta Sekar Bidari NIM : E0006086

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 20 Juli 2010 Yang membuat pernyataan

Ashinta Sekar Bidari

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Ashinta Sekar Bidari. E0006086. 2010. IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA (Studi Perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris, alasan-alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata dan akibat hukum dari pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata.

Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif karena dimaksudkan untuk menggambarkan dan menguraikan syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris, alasan-alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah dan akibat hukum dari adanya pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta. Data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan Notaris di Kantor Notaris Surakarta. Data sekunder bersumber dari berkas perkara Nomor 143/Pdt.G/05/PN.Ska, KUHPerdata, HIR, peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal-jurnal dan bahan kepustakaan lainnya yang sesuai dengan penelitian ini. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka. Model analisa data yang dipergunakan adalah model interaktif, yaitu data dikumpulkan dalam berbagai macam cara (wawancara dan dokumen), kemudian diproses dalam tiga alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan, Kesatu, syarat akta notaris berupa akta hibah tetap mengacu pada syarat otensitas suatu akta pada Pasal 1868 KUHPerdata yaitu suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Kekuatan pembuktiannya adalah kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat bagi para pihak beserta ahli waris atau orang yang mendapatkan hak dari mereka dan bebas bagi pihak ketiga. Kedua, alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah adalah Tergugat (penerima hibah) terbukti menelantarkan Penggugat (pemberi hibah) disaat Penggugat (pemberi hibah) tertimpa musibah, hal ini memenuhi ketentuan Pasal 1688 ayat 3 KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu hibah dapat dilakukan pembatalan apabila penerima hibah menolak memberi tunjangan nafkah kepada pemberi hibah ketika pemberi hibah jatuh miskin. Ketiga, akibat hukum dari pembatalan akta notaris berupa akta hibah adalah Akta Hibah No. 136/Laweyan/1997 sudah tidak berkekuatan hukum lagi sehingga tanah SHM 1421 dan bangunan yang berdiri diatasnya, yang semula telah dihibahkan dan menjadi milik Tergugat (penerima hibah) beralih kembali menjadi milik Penggugat (pemberi hibah).

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Ashinta Sekar Bidari. E0006086. 2010. THE IMPLICATION OF NOTARY ACT CANCELLATION IN FORM OF BEQUEST ACT IN CIVIL LAWSUIT INVESTIGATION PROCESS (A Case Study No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska). Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.

This study is aimed to know how the conditions, the strength and the reason of notary act proofing in form of bequest acts in civil lawsuit investigation process and the legal consequences of notary act cancellation in such form on the parties in civil lawsuit investigation process.

This study is included in empirical law research having descriptive in nature because this study stands for the description and explanation on the conditions and strength of notary act proofing in form of bequest act and the legal consequences of notary acts cancellation in bequest acts form on the parties in civil lawsuit investigationprocess in State Court of Surakarta. Data is obtained from primary and secondary data. The primary data stemmed from the interview results with judges in State Court of Surakarta. The secondary data stemmed from case documents No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska, Civil Code, HIR, regulations, literatures, journals and other literature materials relevant with this study. The primary data collection is conducted with interview while the secondary data collection is from literature study. Data analysis model used in this research is interactive model, in which the data is collected in varied methods (interview and document), then they are being processed in three activity sequences, they are data reduction, data presentation and inference.

Based on the results and discussion of this study, the conclusion can be drawn. Firstly, the conditions of notary act is in form of bequest act which referring to the authenticity requirement of the act in Article 1868 of Civil Code, that is an act formed by the regulation, made by or in front of the public officers in charge in the field in which the act had been made. The proofing strength is the perfect proofing strength which binding on the parties and the legacies or those who righteous by mandate and free from the third parties. Secondly, the reasons underlying the notary act cancellation is the the Defendant (the bequest receiver) had proved in neglecting the Litigant (bequest bestower) in time when the Litigant (the bequest bestower) is in difficulty. It meets with rules outlined in Article 1688 of Civil Code in which stating that a bequest can be cancelled if the bequest receiver rejects to provide material benefits to the bequest bestower when the bequest bestower fall in bankruptcy. Thirdly, the legal consequence incurred by the notary act cancellation is the bequest act No. 136/Laweyan/1997 which has no law authentication, so that the SHM No 1421 land and the building standing on, which formerly had bequested and belong to the Defendant (bequest receiver) property had re-transferred to be the Litigant’s (bequest bestower) property. Keyword : notary act, cancellation, legal consequence

(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan judul “IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA (Studi Perkara No. 143/Pdt.G/05/PN.Ska)”, penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penulisan hukum ini berisi tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris dalam sengketa perdata, alasan pembatalan akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata dan akibat hukum yang timbul dari adanya pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata.

Dalam penulisan hukum ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak terutama bapak dan ibu dosen sangat diharapkan dalam penyempurnaan penulisan hukum ini. Penulis ingin menyampaikan penghargaan yang setulus-tulusnya kepada segenap pihak yang dengan kerelaannya telah memberi bantuan, bimbingan, peran serta/dukungan serta pertolongan baik materiil maupun immateriil sejak awal hingga akhir penyusunan laporan penulisan hukum (skripsi) ini. Tiada penghargaan yang lebih tinggi, kecuali rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

(8)

commit to user

viii

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Acara yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya dalam penunjukkan dosen pembimbing.

3. Ibu Ambar Budi S., S.H. M. Hum selaku Ketua Bagian Perdata yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, khususnya dalam penunjukkan dosen pembimbing.

4. Ibu Th. Kussunaryatun, S.H., M.H. selaku Pembimbing Skripsi I yang telah menyediakan waktu serta pikirannya untuk memberikan bimbingan, nasihat, ilmu dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini dengan penuh kesabaran.

5. Ibu Diana Tantri C., S.H., M.H. selaku Pembimbing Skripsi II sekaligus Pembimbing Akademik yang telah menyediakan waktu serta pikirannya untuk memberi bimbingan, ilmu, nasihat dan dukungan bagi tersusunnya skripsi ini dan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan penuh kesabaran.

6. Bapak Harjono, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji yang telah menguji, memberikan bimbingan, serta perbaikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

7. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat penulis amalkan dalam kehidupan masa depan nantinya.

8. Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah membantu dalam mengurus prosedur-prosedur skripsi mulai dari pengajuan judul skripsi, pelaksanaan seminar proposal sampai dengan pendaftaran ujian skripsi. 9. Ketua Pengadilan Negeri Surakarta yang telah memberi izin kepada

penulis untuk melakukan penelitian dan seluruh staf Pengadilan Negeri Surakarta yang telah membantu dan memberi data guna penulisan hukum ini.

(9)

commit to user

ix

10. Bapak JJH. Simanjuntak, S.H. selaku Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta sebagai narasumber yang telah memberikan waktu, informasi, dukungan dan membagi ilmu serta pengetahuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

11. Bapak Sunarto, S.H. selaku Notaris di Surakarta sebagai narasumber yang telah memberikan waktu, informasi, dukungan dan ilmu kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

12. Ibu Sri Hartini, S.H. selaku Notaris di Surakarta sebagai narasumber yang telah memberikan waktu, informasi, dukungan dan ilmu kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

13. Kedua orang tua, Papa Mama tercinta yang telah memberi doa, kasih sayang dan dukungan yang tak terkira kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini, adikku tersayang Nobel Gajendra Dewata, dan segenap keluarga terima kasih atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

14. Teman-teman Reguler angkatan 2006 untuk persahabatan, dukungan, dan kerjasama selama menimba ilmu di Fakultas Hukum UNS. Khususnya untuk Bagus Wisnu Yulian, Bellina Kusuma A.Y, Andina Dyah P, Fitriyah, Galuh Ratna C.P, Maria Anggita D.P, Nindia Dhika N, Prisillia P dan Citraningtyas W.A. Terima kasih atas saran, kritik dan dukungan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

15. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya.

Surakarta, 20 Juli 2010

Penulis

(10)

commit to user

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metode Penelitian ... 7

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Kerangka Teori ... 16

1. Tinjauan tentang Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri... ... 16

a. Tindakan-tindakan yang Mendahului Pemeriksaan di Muka Persidangan... 17

b. Tindakan yang Dapat Dilaksanakan Selama Proses Sidang ... 18

c. Pemeriksaan di Muka Sidang ... 19

2. Tinjauan tentang Pembuktian ... 21

a. Pengertian Pembuktian... 21

(11)

commit to user

xi

3. Tinjauan tentang Akta Notaris sebagai Alat Bukti dalam

Sengketa Perdata... 29

a. Syarat Akta Notaris sebagai Alat Bukti... 29

b. Alasan Pembatalan Akta Notaris ... 37

B. Kerangka Pemikiran ... 41

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

1. Sengketa Perdata Nomor 143/Pdt.G/05/PN.Ska ... 44

B. Pembahasan ... 52

1. Syarat dan Kekuatan Pembuktian Akta Notaris dalam Sengketa Perdata ... 52

2. Alasan Pembatalan Akta Notaris... 58

3. Akibat Hukum dari Pembatalan Akta Notaris... 65

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Simpulan ... 70

B. Saran ... 72 DAFTAR PUSTAKA

(12)

commit to user

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Ijin Penelitian kepada Pengadilan Negeri Surakarta. Lampiran II : Surat Ijin Penelitian kepada kantor Notaris Sunarto, S.H. Lampiran III : Surat Ijin Penelitian kepada kantor Notaris Sri Hartini, S.H. Lampiran IV : Surat Keterangan Penelitian dari Pengadilan Negeri

Surakarta.

Lampiran V : Surat Keterangan Penelitian dari Notaris Sunarto, S.H. Lampiran VI : Surat Keterangan Penelitian dari Notaris Sri Hartini, S.H.

(13)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk individu senantiasa membutuhkan hubungan dan menjalin kerja sama dengan manusia lain. Dalam hidup bermasyarakat manusia mempunyai kebutuhan hidup yang beraneka ragam, dimana kebutuhan itu dapat terpenuhi dengan mengadakan kerja sama. Manusia selain sebagai makhluk individu juga dikenal sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa mengadakan kerja sama dan hubungan satu sama lain.

Seiring berjalannya waktu, kebutuhan manusia semakin beragam yang menyebabkan hubungan maupun kerja sama yang terjadi juga semakin kompleks, khususnya pada hubungan bisnis. Dalam menjalin suatu hubungan maupun kerja sama, yang terpenting adalah kata sepakat diantara kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut harus saling menguntungkan bagi kedua belah pihak yang bersepakat. Suatu kesepakatan akan mengikat kedua belah pihak dalam suatu perjanjian, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan sebagainya yang melibatkan dua orang atau lebih. Awalnya perjanjian yang terjadi hanya berupa perjanjian lisan yang hanya mengutamakan pada azas kepercayaan satu sama lain. Seiring dengan berjalannya waktu perjanjian lisan tidak dapat memenuhi kebutuhan sebagai alat bukti di kemudian hari. Para pihak yang bersepakat dalam suatu perjanjian menghendaki suatu kepastian hukum. Suatu kepastian hukum itu dapat diperoleh dari perjanjian tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Salah satu pejabat yang berwenang untuk membuat perjanjian tertulis yang dapat digunakan sebagai alat bukti di kemudian hari adalah Notaris.

Lembaga Notaris masuk ke Indonesia didasari oleh kebutuhan akan suatu alat bukti. Pada era reformasi terjadi perubahan lembaga notariat yang signifikan. Perubahan itu ditandai dengan diundangkannya Undang-undang

(14)

commit to user

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang merupakan pengganti Peraturan Jabatan Notariat (Stb. 1860-3) dan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb. 1860: 3) yang dahulu merupakan peraturan Pemerintah Kolonial Belanda. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip dari negara hukum yaitu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menghendaki bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.

Profesi notaris pada saat ini menjadi sangat penting karena notaris oleh Undang-undang diberi wewenang untuk membuat suatu alat pembuktian berupa akta otentik yang pada intinya dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk semua orang yang membutuhkan suatu alat pembuktian untuk keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan usaha. Akta otentik merupakan alat bukti yang terkuat dan penuh yang mempunyai peranan penting dalam hubungan hukum dan masyarakat. Mengingat dalam hubungan bisnis, kegiatan perbankan, pertanahan dan sebagainya, kebutuhan akan alat bukti tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan tuntutan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi maupun sosial. Pembuatan akta otentik bertujuan untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan serta masyarakat secara keseluruhan.

(15)

commit to user

Akta notaris merupakan salah satu jenis dari akta otentik, karena akta notaris dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa dan Undang-undang. Dalam hal menjamin otensitas dari akta otentik itu pejabat terikat pada syarat-syarat dan ketentuan dalam Undang-undang, sehingga hal itu merupakan jaminan dipercayainya pejabat tersebut, maka akta otentik itu cukup dibuktikan oleh akta itu sendiri. Jadi akta otentik dianggap dibuat sesuai dengan kenyataan seperti yang dilihat oleh pejabat itu, sampai dibuktikan sebaliknya (Sudikno Mertokusumo, 2002: 147-148).

Akta notaris yang telah dibuat pada awalnya tidak ada masalah, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali terjadi permasalahan, permasalahan itu timbul ketika salah satu pihak merasa dirinya dirugikan. Permasalahan tersebut pada akhirnya menimbulkan suatu sengketa, dimana salah satu pihak menghendaki pembatalan atas akta notaris yang telah dibuat sebelumnya. Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai sistem pemerintahan negara yang menyatakan: “Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka”, sehingga apabila timbul suatu permasalahan sebaiknya diselesaikan melalui lembaga peradilan yang ada, tidak dengan jalan main hakim sendiri. Pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan suatu gugatan untuk pembatalan akta notaris tersebut ke Pengadilan Negeri yang berkedudukan sebagai lembaga yang berwenang.

Salah satu contoh kasus pembatalan akta notaris adalah kasus pembatalan Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 yang diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta. Kasus ini bermula ketika dilakukan hibah atas tanah dari Penggugat I dan Penggugat II kepada Tergugat yang telah dilakukan didepan notaris dengan pembuatan Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997. Dalam kasus ini Penggugat I dan Penggugat II adalah suami isteri dan Tergugat adalah anak dari para Penggugat. Berdasar Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 tersebut maka kepemilikan tanah beserta bangunan telah beralih dari Penggugat I ke Tergugat. Tergugat selaku penerima hibah mempunyai kewajiban untuk memelihara para Penggugat selaku orang tuanya, akan tetapi pada saat Penggugat I mengalami masalah

(16)

commit to user

yang berkaitan dengan hukum, Tergugat pergi tanpa pamit dan menelantarkan orang tuanya. Tindakan Tergugat dinilai tidak terpuji dan tidak patut bagi seorang anak yang telah menerima hibah. Berdasar alasan tersebut dan untuk masa depan kehidupan, para Penggugat menuntut agar Akta Hibah Nomor 136/Laweyan/1997 dibatalkan dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Surakarta.

Pembatalan suatu akta notaris tersebut dapat dikaitkan dengan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, karena pada dasarnya akta notaris itu merupakan suatu perjanjian bagi kedua belah pihak yang menyangkut hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perjanjian, mengenai suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.

Terdapat akibat hukum tertentu jika syarat subyektif dan syarat obyektif tidak terpenuhi. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. Sedangkan apabila syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig) tanpa perlu ada permintaan dari para pihak (Habib Adjie, 2009: 134).

Pengadilan Negeri sebagai lembaga peradilan yang berwenang diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang timbul terkait dengan pembatalan akta notaris tersebut. “Hakim sebagai tokoh sentral di Pengadilan Negeri secara ex officio tidak dapat membatalkan akta notaris apabila tidak dimintakan pembatalan. Akan tetapi apabila dimintakan pembatalan akta oleh pihak yang bersangkutan, pada dasarnya akta notaris dapat dibatalkan oleh hakim apabila terdapat bukti lawan” (Sudikno Mertokusumo, 2002:149).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul : “IMPLIKASI PEMBATALAN AKTA NOTARIS BERUPA AKTA HIBAH DALAM PROSES PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (STUDI PERKARA NO. 143/PDT.G/05/PN.Ska).

(17)

commit to user B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka untuk memberikan arah bagi penulis dalam melakukan penulisan hukum ini, serta dalam rangka mengumpulkan data-data yang diperlukan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris dalam sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ?

2. Apakah alasan pembatalan suatu akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ? 3. Apa akibat hukum dari pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap

para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Setiap kegiatan yang hendak dilakukan harus memiliki tujuan yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arah bagi pelaksanaan kegiatan agar sesuai dengan maksud dilaksanakannya kegiatan tersebut. Penulisan hukum ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui syarat-syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris dalam sengketa perdata.

b. Untuk mengetahui alasan-alasan suatu akta notaris berupa akta hibah dapat dibatalkan dalam proses pemeriksaan sengketa perdata.

c. Untuk mengetahui lebih lanjut akibat hukum yang timbul dari adanya pembatalan akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata.

(18)

commit to user 2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperdalam dan menambah pemahaman penulis dalam bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Acara Perdata dan Hukum Perdata menyangkut masalah implikasi pembatalan akta Notaris sebagai alat bukti dalam sengketa perdata.

b. Untuk menambah wawasan dan memperluas pengetahuan serta pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah diterima selama menempuh kuliah guna melatih kemampuan penulis dalam menerapkan teori-teori tersebut dalam prakteknya di masyarakat.

c. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh derajat sarjana dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi masyarakat luas. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran di bidang ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Acara Perdata dan Hukum Perdata pada khususnya, mengenai implikasi pembatalan akta notaris dalam sengketa perdata.

b. Sebagai sarana pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Acara Perdata dan Hukum Perdata mengenai implikasi pembatalan akta notaris dalam sengketa perdata.

(19)

commit to user

c. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Meningkatkan, membentuk dan mengembangkan pola pikir serta penalaran yang dinamis, dan kritis dalam menerapkan ilmu yang penulis peroleh dari bangku kuliah.

b. Dapat memberikan data dan informasi mengenai implikasi pembatalan akta Notaris sebagai alat bukti dalam sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta yang nantinya dapat berguna bagi penulis dan masyarakat.

c. Memberikan masukan bagi Notaris dalam melaksanakan tugasnya serta bagi hakim terutama jika menghadapi kasus-kasus serupa, agar keadilan senantiasa ditegakkan.

E. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian, dibutuhkan metode dalam rangka mencari dan mengumpulkan data, hal ini dilakukan dapat memperoleh data yang tepat dan akurat, sehingga dapat menciptakan suatu karya ilmiah yang tidak diragukan kebenarannya.

Istilah metodologi berasal dari kata metode yang berarti jalan ke, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut:

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,

(20)

commit to user

Penelitian itu sendiri didefinisikan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2007: 42). Berdasar pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa metode penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berusaha untuk memecahkan masalah secara sistematis dan konsisten dengan cara-cara dan metode-metode yang ilmiah.

Peranan metodologi dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan yaitu :

1. Menambah kemampuan para ilmu ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lebih lengkap,

2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar, untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui,

3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner,

4. Memberikan pedoman untuk mengorganisasikan serta mengintegrasikan pengetahuan mengenai masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007: 7).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Berdasar dengan judul dan permasalahan dalam penulisan hukum ini, maka penelitian ini merupakan penelitian empiris atau socio-legal research. Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahwa “Penelitian yang bersifat socio-legal research ini menempatkan hukum sebagai gejala sosial, dalam hal ini hukum dipandang dari segi luarnya saja, sehingga penelitian hukum socio-legal research selalu terkait dengan masalah sosial” (Peter Mahmud, 2007: 87). Dalam penelitian ini penulis menggunakan data primer yang berupa hasil wawancara dengan salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yaitu JJH. Simanjuntak, S.H. mengenai kenyataan yang terjadi di masyarakat, yaitu dari sengketa perdata berupa pembatalan akta Notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata yang pernah diputus Pengadilan Negeri Surakarta dan hasil wawancara dengan Notaris sebagai pejabat yang

(21)

commit to user

berwenang membuat akta otentik, yaitu Notaris PPAT Sunarto, S.H dan Notaris Sri Hartini, S.H. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya tentang masalah yang diteliti.

2. Sifat Penelitian

Sesuai dengan judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. (Soerjono Soekanto, 2007: 10).

Berdasarkan pengertian tersebut maka penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mendiskripsikan tentang pembatalan akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata dengan cara mempelajari berkas sengketa perdata yang ada di Pengadilan Negeri Surakarta.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang diambil oleh penulis bertujuan untuk memperjelas ruang lingkup, sehingga penelitiannya menjadi terarah dan dapat dibatasi. Penulis mengambil lokasi penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta dan Kantor Notaris. Hal ini karena setelah dilakukan pra-penelitian diperoleh kasus pembatalan akta notaris yang diperlukan penulis.

4. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach). Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan

(22)

commit to user

dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi yaitu pertimbangan pengadilan sampai pada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2007: 94).

5. Jenis Data

Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder, yaitu sebagai berikut:

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lokasi penelitian, yaitu wawancara dengan salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yang bernama JJH. Simanjuntak, S.H. dan Notaris PPAT yaitu Notaris PPAT Sri Hartini, S.H. di Kantor Notaris PPAT Sri Hartini yang beralamat di Jl. MT. Haryono No. 28 Surakarta serta Notaris PPAT Sunarto, S.H. di Kantor Notaris PPAT Sunarto S.H. yang beralamat di Jl. Prof.Dr.Supomo 20A Surakarta.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu berkas perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska, data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran, majalah, jurnal hukum, peraturan perundang-undangan, media massa, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang berkesesuaian dengan penelitian yang dilakukan.

6. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah: a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang diteliti, yaitu salah satu Hakim di Pengadilan

(23)

commit to user

Negeri Surakarta yang bernama JJH. Simanjuntak, S.H. dan Notaris PPAT Sri Hartini, S.H. serta Notaris PPAT Sunarto, S.H. sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder ini diperoleh dari berkas perkara No.143/PDT.G/05/PN.Ska, buku-buku, majalah, artikel, jurnal hukum, arsip, hasil penelitian ilmiah, dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan, media massa, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti yang dapat melengkapi kekurangan sumber data primer.

7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara untuk memperoleh data dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang diambil oleh Penulis dalam penulisan hukum ini adalah:

a. Wawancara (interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J. Moleong, 2000: 135).

Wawancara yang dimaksud di atas dilakukan penulis dengan pihak yang berkompeten untuk memberikan keterangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan. Pihak yang dimaksud adalah salah satu Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta yang bernama JJH. Simanjuntak, S.H. dan Notaris PPAT Sri Hartini, S.H. serta Notaris PPAT Sunarto, S.H. selaku pejabat yang berwenang membuat akta otentik.

(24)

commit to user b. Studi dokumen

Studi dokumen merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan data tertulis, yakni dengan cara membaca dan mempelajari berkas-berkas perkara No. 143/PDT.G/05/PN.Ska, peraturan perundang-undangan, dan literatur-literatur yang sesuai dengan dasar penyusunan penulisan hukum ini. 8. Teknis Analisis Data

Teknis analisis data dalam penelitian merupakan hal yang penting karena menentukan kualitas dari penelitian tersebut. Data yang telah terkumpul dapat diolah dan dianalisa sedemikian rupa sampai pada tahap penarikan kesimpulan yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang dikemukakan dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini menggunakan teknis analisa kualitatif dengan model analisis interaktif (interactive model). “Menurut Miles dan Huberman sebagaimana dikutip H.B. Sutopo dalam proses analisis terdiri dari komponen utama yaitu reduksi data (data reduction), sajian data (data display) dan penarikan kesimpulan (conclusion drawing )” (H.B. Sutopo, 1988: 34). Ketiga komponen tersebut dilakukan bersama dengan pengumpulan data, selanjutnya setelah data terkumpul maka dibuat suatu penarikan kesimpulan (conclusion drawing) dan verifikasi. Ketiga komponen tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Reduksi data

Merupakan proses seleksi, pemfokuskan, penyederhanaan, dan abstraksi data yang ada dalam fieldnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang pelaksanaan riset, yang dimulai dari bahkan sebelum pengumpulan data dilakukan.

(25)

commit to user b. Sajian data

Merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskriptif dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data juga dapat berupa matriks, gambar atau skema, jaringan kerja berkaitan kegiatan dan tabel. Seluruhnya dirancang guna merakit informasi secara teratur supaya mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang kompak.

c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan dilakukan oleh penulis sendiri, agar menghasilkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dapat diadakan verifikasi terhadap kesimpulan tersebut. Untuk lebih jelasnya peneliti menggambarkan model analisis interaktif (interactive model) sebagai berikut:

Gambar: Analisis Data Kualitatif Interaksi Model (H.B. Sutopo, 1988:37).

SAJIAN DATA PENGUMPULAN DATA PENARIKAN KESIMPULAN VERIFIKASI REDUKSI DATA

(26)

commit to user

Ketiga komponen ini berinteraksi dengan komponen pengumpulan data sebagai proses siklus. Penulis dapat membuat reduksi data dan sajian data sebelum proses pengumpulan data. Pada proses pengumpulan data berakhir, penulis melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasinya berdasar pada reduksi dan sajian data yang ada.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberi gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru penulisan hukum maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari empat bab yang tiap-tiap bab terbagi ke dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Memuat tentang pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri, pembuktian yang meliputi pengertian pembuktian dan macam-macam alat bukti, serta akta notaris sebagai alat bukti dalam sengketa perdata yang meliputi syarat akta notaris sebagai alat bukti dan alasan pembatalan akta notaris.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis memaparkan hasil penelitian, selanjutnya menjawab permasalahan mengenai syarat dan kekuatan pembuktian akta notaris dalam sengketa perdata, alasan pembatalan dari akta notaris berupa akta hibah dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta, dan

(27)

commit to user

akibat hukum yang timbul dari pembatalan akta notaris berupa akta hibah terhadap para pihak dalam proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri Surakarta.

BAB IV PENUTUP A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(28)

commit to user

16 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri

Pemeriksaan sengketa perdata akan terjadi apabila terdapat suatu konflik yang dipersengketakan atau diperselisihkan. Pemeriksaan di Pengadilan Negeri berawal adanya gugatan yang diajukan oleh salah satu pihak yang bersangkutan. Gugatan merupakan tuntutan hak dari pihak yang mengajukan gugatan. Tuntutan hak akan terkabul apabila terjadi pemeriksaan sengketa perdata melalui suatu persidangan, untuk dapat terjadinya suatu persidangan maka gugatan itu harus berdasar hukum yang kuat.

Proses pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri tidak lepas dari peran hakim. Dalam HIR dan RBg hakim mempunyai peran aktif memimpin acara dari awal sampai berakhirnya pemeriksaan sengketa perdata. Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa tugas hakim ialah menemukan kebenaran yang sesungguhnya dalam sengketa perdata yang ditanganinya (Abdulkadir Muhammad, 2000: 20 ). Hakim dalam suatu pemeriksaan di persidangan merupakan tokoh sentral yang merupakan penentu hasil gugatan yang telah diajukan yaitu berupa putusan hakim. Dalam proses persidangan para pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk menyajikan alat-alat bukti yang mereka miliki di muka persidangan. Hakim akan menilai alat-alat bukti tersebut kemudian diselaraskan dengan kebenaran atau fakta-fakta yang ada. Hakim harus menilai alat-alat bukti tersebut secara jeli, agar tercipta suatu keadilan yang benar-benar adil.

(29)

commit to user

Berikut ini adalah uraian mengenai prosedur pemeriksaan sengketa perdata di Pengadilan Negeri :

a. Tindakan-tindakan yang Mendahului Pemeriksaan di Muka Persidangan

Penggugat mendaftarkan surat gugatnya dengan salinannya setelah surat gugatan lengkap, serta diharuskan untuk membayar biaya perkara. Setelah itu, penggugat menunggu pemberitahuan hari sidang yang akan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri (M. Nur Rasaid, 2005: 23).

Pengajuan surat gugatan ke Pengadilan Negeri harus ditujukan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang. Hukum acara perdata mengenal dua kewenangan, yaitu:

1) Wewenang Mutlak (absolute competentie)

Menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kuasa untuk mengadili yang dalam bahasa Belanda disebut attributie van rechtsmacht.

2) Wewenang Relatif (relative competentie)

Menyangkut pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat yang dalam bahasa Belanda disebut distributie van rechtsmacht (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 11).

Pasal 118 HIR juga mengatur perihal pengajuan gugatan, yaitu : 1) Apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui, maka gugatan

diajukan ke Pengadilan Negeri tempat kediaman penggugat.

2) Apabila tergugat terdiri dari 2 orang atau lebih, dan mereka tinggal pada tempat yang berlainan, maka gugatan dapat diajukan pada tempat tinggal salah seorang tergugat.

3) Apabila tempat tinggal dan tempat kediaman atau orang yang digugat tidak diketahui atau tidak dikenal, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal Penggugat.

(30)

commit to user

4) Dalam hal keadaan nomor diatas, apabila gugatannya mengenai barang tetap, maka gugatan diajukan ke Pengadilan tempat di mana barang tetap (tidak bergerak) tersebut berada.

5) Kalau kedua belah pihak memilih tempat tinggal khusus dengan akta yang tertulis, maka penggugat kalau mau dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri di tempat yang telah dipilih dalam akta tersebut.

b. Tindakan yang Dapat Dilaksanakan Selama Proses Sidang

Penggugat dapat mengajukan permohonan sita jaminan selama proses sidang berlangsung. “Sita jaminan mengandung arti untuk menjamin pelaksanaan putusan di kemudian hari, barang-barang baik yang bergerak atau tidak bergerak milik tergugat atau barang-barang milik penggugat yang ada dalam kekuasaan tergugat, selama proses berlangsung” (M. Nur Rasaid, 2005: 24).

Suatu gugatan perlu disertakan sita jaminan untuk menjamin kepentingan Penggugat. Hal ini disebabkan proses pemeriksaan di persidangan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, kemungkinan pihak tergugat untuk menjual atau mengalihkan harta kekayaannya sangat besar. Penggugat tidak hanya ingin menang diatas kertas saja, karena apabila putusan dimenangkan oleh penggugat tetapi harta kekayaan dari tergugat telah dijual atau dipindahtangankan maka putusan itu tidak dapat dilaksanakan.

Hukum acara perdata mengenal berbagai macam sita jaminan yaitu sebagai berikut :

1) Sita Revindicatoir (Revindicatoir Beslag) Pasal 226 HIR 2) Sita Conservatoir (Conversatoir Beslag) Pasal 227 HIR 3) Sita Eksecutorial (Eksecutorial Beslag)

4) Sita Marital (Marital Beslag) Pasal 823 RV 5) Sita Gadai (Pand Beslag) Pasal 751 RV

(31)

commit to user c. Pemeriksaan di Muka Sidang

Proses pemeriksaan sengketa dalam persidangan melalui beberapa tahapan. Pihak penggugat dan tergugat harus selalu hadir atau dapat juga dikuasakan kepada kuasa hukum masing-masing maupun orang yang telah diberi kuasa oleh mereka. Tahapan-tahapan pemeriksaan di muka persidangan sebagai berikut :

1) Gugur atau Verstek

Dalam Pasal 148 Rbg/124 HIR diatur bahwa suatu gugatan akan gugur apabila penggugat tidak hadir serta tidak menyuruh orang lain untuk hadir sebagai wakilnya, akan tetapi penggugat diijinkan untuk mengajukan gugatan sekali lagi dengan syarat membayar biaya sengketa sebelumnya. Gugatan dinyatakan verstek apabila pada hari sidang yang telah ditentukan pihak tergugat tidak hadir serta tidak menyuruh orang lain sebagai wakilnya, hal ini diatur dalam Pasal 149 RBg/125 HIR.

2) Perdamaian

Salah satu tugas hakim dalam persidangan mengusahakan agar pihak penggugat dan tergugat yang bersengketa berdamai. Kedua belah pihak diharapkan menempuh jalur perdamaian atau mediasi sebelum pokok sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak diperiksa di muka persidangan. Perdamaian atau mediasi bertujuan agar para pihak yang bersengketa berpikir ulang akan akibat-akibat yang terjadi di kemudian hari.

Menurut Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian yang

(32)

commit to user

memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif). Definisi mediasi menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Mahkamah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 adalah :

“Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”.

Terdapat dua kemungkinan terhadap hasil usaha perdamaian atau mediasi itu, yaitu:

a) Usaha perdamaian berhasil maka dibuat akta perdamaian bagi kedua belah pihak yang bersifat final (Pasal 130 HIR);

b) Usaha perdamaian tidak berhasil maka surat gugatan dibaca dan persidangan dimulai (Pasal 131 HIR).

Menurut Pasal 1 angka 2 Peraturan Mahkamah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008, pengertian akta perdamaian adalah :

“Akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa”.

3) Jawaban tergugat, gugat balik, dan eksepsi

Jawaban tergugat timbul apabila usaha perdamaian tidak tercapai. Tergugat dapat melakukan jawaban tergugat setelah surat gugatan dibacakan oleh Hakim. Terdapat juga jawaban tergugat

(33)

commit to user

berupa rekonvensi (gugat balik), rekonvensi ini diatur dalam Pasal 157-158 RBg, 132 a,b HIR.

Tahap selanjutnya setelah eksepsi oleh Tergugat adalah pembacaan replik. Replik yaitu jawaban Penggugat atas jawaban Tergugat yang dilakukan secara tertulis. Terhadap replik ini, Tergugat dapat memberi tanggapan yaitu berupa duplik. (Badriyah Harun, 2009: 70).

4) Pembuktian

Tahap selanjutnya adalah pembuktian dari kedua belah pihak di muka persidangan dan hakim akan menilai pembuktian tersebut dengan diselaraskan fakta-fakta yang ada agar terwujud suatu kebenaran.

2. Tinjauan tentang Pembuktian

Masalah pembuktian merupakan hal yang penting dalam hukum acara perdata maupun acara pidana, karena putusan hakim itu dibuat berdasarkan penilaian alat-alat bukti yang diajukan di muka persidangan. Pembuktian dalam persidangan akan membawa kebenaran yang sesungguhnya yaitu memberi petunjuk mengenai siapa sebenarnya yang salah dan siapa sebenarnya yang benar, sehingga hak-hak asasi dari pihak yang bersengketa terjamin dengan seimbang.

a. Pengertian Pembuktian

Pengertian pembuktian menurut beberapa sarjana hukum yaitu: 1) Teguh Samudera

Pembuktian di dalam ilmu hukum itu hanya ada apabila terjadi bentrokan kepentingan yang diselesaikan melalui pengadilan yang lazimnya masalah bentrokan tersebut akhirnya disebut dengan perkara. Bentrokan kepentingan itu dapat diakibatkan karena salah satu pihak ada yang menyangkal tentang sesuatu hak. Membuktikan berarti menjelaskan kedudukan hukum sebenarnya

(34)

commit to user

berdasarkan keyakinan hakim kepada dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa. Dalil-dalil yang dikemukakan para pihak yang bersengketa itu menjadi pula dasar pertimbangan bagi hakim agar dapat dicapai suatu keputusan yang objektif (Teguh Samudera, 2004: 11-12).

2) R. Soepomo

Membuktikan dalam arti luas adalah membenarkan hubungan hukum, yaitu misalnya hakim mengabulkan tuntutan penggugat, pengabulan ini mengandung arti bahwa hakim menarik kesimpulan, bahwa apa yang dikemukakan oleh penggugat sebagai hubungan hukum antara penggugat dan tergugat adalah benar. Berhubung dengan itu, membuktikan dalam arti yang luas adalah memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Dalam arti yang terbatas, pembuktian hanya diperlukan apabila apa yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apa yang tidak dibantah, tidak perlu dibuktikan. Kebenarannya yang tidak dibantah itu tidak perlu diselidiki. Yang harus memberi bukti ialah pihak yang wajib membenarkan apa yang dikemukakan, jikalau ia berkehendak, bahwa ia tidak akan kalah perkaranya (R. Soepomo, 2005: 63).

Berdasarkan pengertian diatas, maka pembuktian adalah proses membuktikan yang dilakukan oleh pihak yang bersengketa dengan meyakinkan hakim atas kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak yang bersengketa dengan syarat-syarat bukti yang diatur dalam Undang-undang. Dalil-dalil tersebut akan digunakan hakim sebagai pertimbangan dalam membuat putusan hakim yang bersifat objektif. Putusan hakim yang bersifat objektif merupakan putusan yang mengutamakan keadilan, yaitu menghukum orang yang benar-benar salah.

Pasal 1865 KUHPerdata menyatakan : “Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”

(35)

commit to user

Pasal 163 HIR juga menyatakan bahwa : “Barang siapa mengatakan mempunyai barang sesuatu hak, atau menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.”

Masalah pembuktian menyangkut masalah apa saja yang harus dibuktikan dan apa saja yang tidak perlu dibuktikan. Dalam Pasal 1865 KUHPerdata pada bunyi kalimat terakhir yaitu bahwa “diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”, dan dalam Pasal 163 HIR juga disebutkan bahwa “harus membuktikan adanya hak atau kejadian itu”. Kesimpulannya, bahwa yang harus dibuktikan adalah kebenaran dari hak atau peristiwa tersebut yang dimana hak atau peristiwa itu disangkal oleh pihak lain. Mengenai hak atau peristiwa yang tidak disangkal oleh pihak lain maka tidak perlu dibuktikan.

Peristiwa yang tidak perlu dibuktikan atau diketahui oleh hakim, hal ini disebabkan karena :

a) Peristiwa itu dianggap tidak perlu diketahui atau dianggap tidak mungkin diketahui hakim, peristiwa itu antara lain :

(1) Dalam hal dijatuhkan putusan verstek.

(2) Dalam hal tergugat mengakui gugatan penggugat. (3) Telah dilakukan sumpah decisior.

(4) Telah menjadi pendapat umum.

b) Hakim secara ex officio dianggap mengenal peristiwanya, peristiwa-peristiwa itu ialah :

(1) Peristiwa notoir.

(2) Peristiwa yang terjadi di persidangan.

(3) Pengetahuan tentang pengalaman (Sudikno Mertokusumo, 2002: 125-126).

(36)

commit to user b. Macam-macam Alat Bukti

Hukum acara mengenal beberapa macam alat bukti, dalam Pasal 1866 KUHPerdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg) disebutkan lima jenis macam alat bukti yang terdiri atas bukti surat (tulisan), bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan serta sumpah. 1) Alat Bukti Surat (Tulisan)

Alat bukti surat ini diatur dalam Pasal 138, 165, 167 HIR, 164, 285-305 Rbg.S 1867 no.29 dan Pasal 1867-1894 BW. Alat bukti surat disebut juga alat bukti tertulis, dimana alat bukti surat mempunyai kedudukan yang utama dibandingkan dengan alat bukti yang lain. Hal ini disebabkan di dalam hubungan orang dengan orang lain seringkali membuat alat bukti berupa surat yang bertujuan surat itu dapat digunakan sebagai alat bukti apabila terjadi sengketa di kemudian hari.

Alat bukti surat/tertulis menurut M.Nur Rasaid adalah:

Segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian (M. Nur Rasaid, 2005: 38).

Hukum acara perdata mengenal tiga macam alat bukti surat/tertulis yaitu:

a) surat biasa b) akta otentik

c) akta dibawah tangan (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2002: 64).

(37)

commit to user

“Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian” (Sudikno Mertokusumo, 2002: 142).

Berdasarkan pengertian diatas, maka suatu surat dapat diklasifikasikan sebagai akta, apabila surat itu memenuhi beberapa unsur yaitu terdapat tanda tangan, dibuat dengan sengaja serta pembuatan surat itu untuk siapa dan keperluan apa surat itu dibuat. Keharusan pencantuman tanda tangan tersebut dapat digunakan sebagai pembeda antara akta yang satu dengan yang lainnya, selain itu juga dijadikan untuk menjamin kebenaran dari isi akta itu.

Akta mempunyai dua fungsi yaitu fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi alat bukti (probationis causa). Formalitas causa artinya akta berfungsi untuk lengkapnya atau sempurnanya suatu perbuatan hukum. Probationis causa berarti akta mempunyai fungi

sebagai alat bukti

(http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2009/01/10/akta-notaris- sebagai-alat-bukti-tertulis-yang-mempunyai-kekuatan-pembuktian-yang-sempurna/ diakses pada tanggal 1 Januari 2010).

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk itu, sebagai bukti yang lengkap bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta orang yang mendapat hak darinya tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu dan bahkan tentang apa yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan saja sepanjang langsung mengenai pokok dalam akta tersebut, hal ini diatur dalam Pasal 165 HIR, 285 RBg.

Akta otentik diklasifikasikan lagi menjadi akta ambtelijk dan akta partai. Akta ambtelijk yaitu pejabat menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya sedang akta partai yaitu pejabat

(38)

commit to user

menerangkan apa yang dilihat dan dilakukannya dan pihak-pihak yang berkepentingan mengakui keterangan dalam akta tersebut dengan membubuhkan tanda tangan mereka (Abdulkadir Muhammad, 2000: 120).

Akta dibawah tangan diatur dalam Pasal 289 RBg, yang menyatakan bahwa akta dibawah tangan adalah surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan surat yang ditandatangani dan dibuat dengan tidak memakai bantuan seorang pejabat umum.

Alasan dari lahir dan terciptanya akta otentik yaitu:

a) Atas dasar permintaan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan, agar perbuatan hukum mereka itu dinyatakan atau dituangkan dalam bentuk akta otentik dan atau,

b) Selain karena permintaan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan, juga karena Undang-undang menentukan agar untuk perbuatan hukum tertentu, mutlak harus (dengan diancam kebatalan jika tidak) dibuat dalam bentuk akta otentik, misalnya Akta pendirian sebuah Perseroan Terbatas (Pasal 7 UU No. 40 Tahun 2007), Akta kuasa untuk memasang hipotik (Pasal 1171 KUHPerdata), Akta kuasa untuk mengangkat sumpah bagi salah satu pihak yang bersengketa di pengadilan, karena alasan penting hakim mengijinkan untuk itu (Pasal 1945 KUHPerdata) (Wawan Setiawan, 1995 : 56).

Berdasarkan uraian diatas, dilihat dari azas manfaatnya bahwa perlunya dan terciptanya akta otentik disebabkan oleh kebutuhan akan pentingnya alat bukti tertulis yang mempunyai kedudukan istimewa, khususnya dalam Hukum Perdata. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kewajiban atau beban pembuktian (khusus dalam sengketa dan perkara menurut hukum acara perdata).

2) Alat Bukti Saksi

Alat bukti kesaksian diatur dalam Pasal 139-152, 168-172 HIR (Pasal 165-179 Rbg), 1895 dan 1902-1912 BW. Pembuktian saksi ini sebaiknya digunakan lebih dari satu saksi, hal ini diatur

(39)

commit to user

dalam Pasal 169 HIR, 309 Rbg yang menyatakan bahwa keterangan saksi saja tanpa alat bukti lain tidak dapat dipercaya, atau lebih dikenal dengan sebutan “unus testis nullus testis” yang artinya satu saksi dianggap bukan saksi.

Alat bukti dengan saksi biasanya baru digunakan apabila alat bukti surat (tertulis) tidak ada atau alat bukti surat (tertulis) itu tidak cukup. Menurut Sudikno Mertokusumo kesaksian adalah :

Kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan (Sudikno Mertokusumo, 2002: 159).

3) Alat Bukti Persangkaan

Alat bukti persangkaan-persangkaan digunakan apabila terdapat kesulitan dalam mendapatkan saksi yang melihat, mendengar atau merasakan sendiri peristiwa yang bersangkutan. Dalam Pasal 1915 ayat 1 KUHPerdata menyatakan persangkaan-persangkaan adalah :

“Kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditariknya suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal.”

Menurut Subekti persangkaan adalah:

“Suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang harus dibuktikan juga telah terjadi” (Subekti, 2003: 181).

(40)

commit to user

Dalam Pasal 1915 ayat 2 KUHPerdata diatur bahwa ada dua macam persangkaan, yaitu persangkaan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasar Undang-undang.

4) Alat Bukti Pengakuan

Pengakuan oleh HIR diatur dalam Pasal-Pasal 174,175, dan 176 sedangkan dalam KUHPerdata diatur pada Pasal 1923-1928.

Pengakuan menurut Mr. A. Pitlo yaitu:

“Keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, di mana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan” (Teguh Samudera, 2004: 83).

Pengakuan yang dikemukakan terhadap suatu pihak, ada yang dilakukan di muka hakim, ada yang dilakukan di luar sidang (Pasal 1923 KUHPerdata). Pengakuan yang dilakukan di muka hakim tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila dibuktikan bahwa pengakuan itu merupakan suatu kekhilafan mengenai hal-hal yang terjadi, hal ini diatur dalam Pasal 1926 KUHPerdata.

5) Alat Bukti Sumpah

Alat bukti sumpah diatur dalam HIR (Pasal155-158,177), Rbg (Pasal 182-185,314), BW (Pasal 1929-1945).

Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat MahaKuasa daripada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya” (Sudikno Mertokusumo, 2002: 179).

(41)

commit to user

Mengenai pengklasifikasiannya sumpah dibagi menjadi dua, hal ini diatur dalam Pasal 1929 KUHPerdata, yaitu :

a) Sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya (sumpah ini disebut sumpah pemutus).

b) Sumpah yang oleh hakim, karena jabatannya diperintahkan kepada salah satu pihak.

Dalam HIR masih diatur mengenai alat bukti lain yaitu pemeriksaan setempat dan hasil penyelidikan ahli, yaitu diatur dalam Pasal 153 (1) HIR dan Pasal 154 HIR. Pasal 153 (1) HIR menyebutkan:

“Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka ketua boleh mengangkat satu atau dua orang komisaris daripada dewan itu, yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan hakim.”

Pasal 154 HIR:

“Jika pengadilan negeri menimbang, bahwa perkara itu dapat lebih terang, jika diperiksa atau dilihat oleh orang ahli, maka dapatlah ia mengangkat ahli itu, baik atas permintaan kedua pihak, maupun karena jabatannya.”

3. Tinjauan tentang Akta Notaris sebagai Alat Bukti dalam Sengketa Perdata

a. Syarat Akta Notaris sebagai alat bukti

Kewenangan-kewenangan yang dimiliki Notaris sebagai salah satu pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik perlu diketahui sebelum membahas mengenai akta notaris dapat digunakan

(42)

commit to user

sebagai alat bukti. Dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa:

“Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.” Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta otentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Pejabat umum yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk membuat akta otentik selain notaris yaitu pegawai catatan sipil, panitera pengadilan dan jurusita (Abdulkadir Muhammad, 2000: 120). Pejabat umum yang diberi wewenang itu dapat membuat akta yang keabsahannya dapat dijamin oleh Undang-undang, misalnya akta pernikahan, akta kelahiran yang dikeluarkan oleh pegawai catatan sipil, surat putusan hakim yang dibuat oleh panitera pengadilan serta surat panggilan jurusita yang dibuat oleh jurusita.

Fungsi dari profesi notaris menurut FBI by the National Notary Association, yaitu:

The Notary performs four important functions:

1) Verify that the party to a written agreement is who she claims to be;

2) Obtain the acknowledgment of the party to an agreement that she has signed the agreement willingly and that she is aware of its contents; 3) Apply and affix a distinguishing mark or seal to ensure that the

original document cannot or has not been altered;

4) Ensure that the document being notarized is complete and authentic (FBI, 2004: 1).

Terdapat kewenangan lainnya yang dimiliki oleh notaris selain membuat akta otentik yang diatur dalam Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yaitu diatur dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2. Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang

(43)

commit to user

dimiliki oleh suatu jabatan yang diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Pasal 15 ayat 1 menyebutkan :

“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang harus dilakukan oleh peraturan perundang-undangan dan/ atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang.”

Pasal 15 ayat 2 menyebutkan bahwa Notaris berwenang pula: 1) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

4) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan

akta;

6) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7) Membuat akta risalah lelang.

Kewenangan Notaris menurut The Model Notary Act yaitu A notary is empowered to perform the following notarial acts :

1) acknowledgments; 2) oaths and affirmation; 3) jurats;

(44)

commit to user 4) signature witnessings;

5) copy certifications; 6) verifications of fact; and

7) any other acts so authorized by the law of this (The Model Notary Act, 2010 : 28).

Kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh notaris menyebabkan profesi notaris mempunyai kedudukan yang penting, salah satunya membuat akta otentik yang merupakan alat pembuktian yang mutlak, karena apa yang disebut dalam akta otentik itu dianggap benar. Berdasar hal tersebut maka perlu diketahui bagaimana syarat akta notaris dapat digolongkan sebagai alat bukti.

Akta Notaris merupakan suatu dokumen atau surat yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat atau pegawai umum yang berhak untuk itu, yang dapat menerbitkan suatu hak, perjanjian, pembebasan hutang dan sebagainya, yang baru dapat diancam dengan pidana bila pemalsuannya dan penggunaannya disengaja serta dapat merugikan orang lain (Banurusman, 1995 : 44-45).

Penjelasan umum Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga menyebutkan bahwa akta notaris merupakan akta otentik memiliki kekuatan sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh.

Akta Notaris diklasifikasikan menjadi: 1) Akta Relaas

Akta Relaas merupakan akta yang dibuat oleh Notaris atas permintaan para pihak, agar Notaris mencatat segala sesuatu hal yang dibicarakan oleh pihak berkaitan dengan tindakan hukum atau tindakan lainnya yang dilakukan para pihak.

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat pengguna beraktifitas atau mengunggah foto di Instagram, yang pasti akan dilakukan adalah menampilkan sosok atau sesuatu yang dianggap baik agar pandangan

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai pemberdayaan isteri nelayan dan dampak dari pemberdayaan tersebut karena

Uji variabilitas merupakan alat analistik deskriptif yang berfungsi mendiskripsikan hasil pengukuran terhadap suatu sample, variabilitas merupakan karakteristik yang

Faktor-faktor yang mempengaruhi pola restrukturisasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah guna mewujudkan Good Governance Dalam penelitian ini, Pemerintah Daerah Di

Kesimpulan Penghayatan kaul kemiskinan tidak hanya terletak pada sikap suka rela dan hidup sederhana dengan menggunakan sarana yang tersedia sesuai dengan kebutuhan tetapi

Namun dari beberapa pemilihan kata dan penyusunan kalimat ini, peneliti melihat bahwa perempuan masih menjadi sosok yang sering diposisikan sekaligus sebagai objek,

Pemberian bubur formulasi II (PI) dengan penambahan daging ayam rebus dan ulat jerman dua kali dalam seminggu pada oposum layang telah meningkatkan kemampuan cerna