• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Teoritis

Dalam dokumen PENGARUH AUDIT TENURE (Halaman 27-33)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan adalah teori yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham (principal) dengan manajemen (agent). Hubungan keagenan ini merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (principal) memerintah orang lain (agent) untuk melakukan suatu jasa atas nama dari principal dan memberikan wewenang kepada agent untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Kemungkinan bahwa agent akan bertindak sesuai dengan kepentingan principal apabila kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimalkan nilai perusahaan.

Dasar teori keagenan (Agency Theory) dapat menjelaskan pentingnya jasa independen auditor yaitu hubungan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent). Konflik antara principal sering terjadi dengan adanya perkembangan perusahaan atau entitas bisnis yang semakin besar, maka dalam hal ini manajemen (direksi) mewakili para pemegang saham (investor) dan pihak agent. Pendapat bahwa manajemen yang terlibat dalam perusahaan akan selalu memaksimalkan nilai perusahaan ternyata tidak selalu terpenuhi. Masalah agensi (agency problem) akibat adanya asymetric information akan terjadi karena manajemen memiliki kepentingan pribadi yang bertolakbelakang dengan kepentingan pemilik perusahaan. Independen auditor (Auditor’s Independent) diperlukan untuk

13

menjadi pihak penengah dalam menangani konflik tersebut sehingga dapat mengurangi masalah agensi.

Jensen dan Meckling (1976) mengatakan pemilik (owners) dan pengelola (managers/agents) perusahaan terdapat pemisahan. Hal ini menimbulkan profesi auditor dibutuhkan oleh masyarakat. Auditor dianggap sebagai pihak yang independen antara agen sebagai penyedia informasi (laporan keuangan) dan para stakeholders sebagai pengguna informasi, sehingga mengurangi asymetry information.

2.1.2 Kualitas Audit

De Angelo (1981) mendefinisikan kualitas audit sebagai sebuah kemungkinan bahwa auditor akan mendeteksi dan melaporkan salah saji material.

Kemungkinan auditor dalam mendeteksi pelanggaran yang terjadi tergantung pada kemampuan teknologi auditor, prosedur audit yang digunakan pada audit yang diberikan dan tingkat pengambilan sampel. Proses pelaporan yang dilakukan oleh auditor tergantung kepada independensi auditor untuk mengungkapkan pelanggaran tersebut.

Meningkatkan kualitas dari pelaporan keuangan menambah nilai bagi laporan - laporan yang dijadikan alat bagi investor untuk memperkirakan nilai dari perdagangan saham. Peningkatan kualitas adalah sebuah fungsi tidak hanya deteksi auditor atas salah saji material, tetapi juga perilaku auditor terhadap deteksi ini. Maka dari itu, jika auditor memperbaiki salah saji material yang ditemukan, kualitas audit yang lebih tinggi dihasilkan, sementara itu kegagalan

14

untuk memperbaiki salah saji material dan belum mampu mengeluarkan laporan audit yang bersih, menghalangi peningkatan kualitas audit (Al-Thuneibat et al., 2011). Dalam penelitian ini, earnings surprise benchmark digunakan sebagai proksi kualitas audit.

2.1.3 Earnings Surprise Benchmark

Carey dan Simnett (2006) menggunakan Earnings surprise benchmark sebagai ukuran kualitas audit. Ukuran kualitas audit ini didasarkan pada kualitas laba. Laba dikatakan berkualitas jika bersifat konstan dan memiliki variabilitas yang rendah (smooth). Ukuran ini membandingkan informasi laba dengan suatu benchmark tertentu. Benchmark yang digunakan dapat menggunakan nilai dari laba/aset. Wibowo dan Rossieta (2009) menggunakan proksi tersebut sebagai ukuran kualits audit di dalam penelitiannya. Mereka memodifikasi ukuran yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, yakni dengan membandingkan nilai laba terhadap nilai yang ada dalam rentang rata-rata standar deviasinya dalam suatu periode dalam industri yang sama. Earnings surprise benchmark merupakan ukuran kualitas audit dengan menitikberatkan pada ukuran kualitas laba yang dapat mewakili kualitas laba yang dilaporkan oleh perusahaan dan verifikasi laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor.

2.1.4 Audit tenure

Audit tenure adalah lamanya masa perikatan Akuntan Publik dalam memberikan jasa audit terhadap kliennya. Di Indonesia, ketentuan mengenai audit tenure telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2015 tentang

15

praktik akuntan publik. Peraturan tersebut menyatakan bahwa seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasa audit atas informasi keuangan historis dibatasi paling lama untuk 5 tahun buku berturut-turut. Akuntan publik dapat kembali memberikan jasanya pada klien bersangkutan sesudah 2 tahun buku tidak melakukan pengauditan pada perusahaan tersebut. Keputusan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kecurangan karena kedekatan antara auditor dengan klien. Hal ini juga memungkinkan auditor kehilangan independensinya. Ketika tenure semakin panjang, auditor akan semakin memahami perusahaan, kecurangan manajemen semakin berkurang, dan kualitas laporan keuangan semakin baik (Fitriany dkk, 2015).

2.1.5 Auditor Switching

Seperti yang disyaratkan oleh Sarbanas-Oxley Act, aturan independensi SEC mewajibkan pimpinan dan partner audit merotasi penugasan audit sesudah lima tahun. (Partner yang sama tidak akan terlibat dengan kinerja aktual audit tertentu dan kemudian kembali terlibat dengan review pekerjaan sesudah penyelesaian audit tersebut). Meskipun tidak dinyatakan dalam Sarbanas-Oxley Act, SEC mewajibkan “time-out” selama lima tahun bagi pimpinan dan partner audit sesudah rotasi sebelum mereka dapat kembali ke klien audit yang sama.

Partner audit lainnya yang memiliki keterlibatan yang cukup besar pada audit harus dirotasi sesudah tujuh tahun dan terkena periode time-out selama dua tahun.

(Arens et al., 2015).

16

Adanya regulasi yang mengatur mengenai auditor switching menyebabkan terdapat batasan lamanya masa perikatan audit sehingga akan terjadi auditor switching secara mandatory. Pergantian auditor dapat dibagi menjadi 2 yaitu pergantian auditor yang terjadi karena regulasi pemerintah yang mengikat (mandatory) dan pergantian auditor yang terjadi dikarenakan alasan lain diluar regulasi (voluntary). Perusahaan melakukan auditor switching secara mandatory umumnya dikarenakan kewajiban ataupun peraturan yang membatasi masa jabatan auditor. Sedangkan Perusahaan melakukan auditor switching secara voluntary pada saat industri sedang berlomba – lomba dalam mempekerjakan auditor yang mempunyai reputasi tinggi dengan tujuan untuk menaikkan nilai perusahaan di mata pengguna laporan keuangan.

Kebijakan rotasi Kantor Akuntan Publik dan rotasi Akuntan Publik (Partner Auditor) tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2015 tentang praktik akuntan publik. Peraturan tersebut menyatakan bahwa seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasa audit atas informasi keuangan historis dibatasi paling lama untuk 5 tahun buku berturut-turut. Akuntan publik dapat kembali memberikan jasanya pada klien bersangkutan sesudah 2 tahun buku tidak melakukan pengauditan pada perusahaan tersebut. Hal tersebut didukung dengan asumsi bahwa semakin lama hubungan antara auditor (baik Akuntan Publik maupun Kantor Akuntan Publik) dengan kliennya akan mengurangi independensi auditor. Namun demikian, dari segi kompetensi adanya rotasi dapat menyebabkan penurunan kualitas audit. Ketika auditor harus menghadapi perusahaan baru sebagai kliennya maka akan diperlukan lebih banyak waktu baginya untuk

17

mempelajari klien barunya daripada Auditor melanjutkan penugasan dari klien terdahulu (Chen et al,, 2004). Penelitian ini fokus pada kajian tentang pergantian Akuntan Publik (AP).

2.1.6 Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan besarnya ukuran perusahaan yang diukur berdasarkan total asset. Ukuran perusahaan juga menjadi salah satu faktor pengaruh dari kualitas audit. Ukuran perusahaan terus mengalami peningkatan dan kemungkinan jumlah konflik agensi juga meningkat sehingga dapat meningkatkan adanya perbedaan kualitas auditor. Perusahaan kecil cenderung memiliki informasi dan sistem pengawasan yang lemah, sehingga kurang diperhatikan oleh pemegang sahamnya, sehingga perusahaan-perusahaan kecil akan menghasilkan audit yang lebih berkualitas (O‟Brien dan Bhushan, 1990).

Penelitian ini akan menggunakan log natural total aset sebagai proksi ukuran perusahaan. Tujuannya adalah untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebih dan menyamakan ukuran saat regresi. Log natural dapat menyederhanakan jumlah asset dengan nilai ratusan milyar bahkan triliun tanpa mengubah proporsi dari jumlah asset yang sesungguhnya.

2.1.7 Spesialisasi Auditor

Auditor yang memiliki banyak klien dalam industri yang sama akan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai internal kontrol perusahaan, risiko bisnis perusahaan, dan risiko audit pada industri tersebut.

Spesialisasi auditor dalam industri tertentu membuat auditor tersebut memiliki

18

kemampuan dan pegetahuan yang memadai dibanding dengan auditor yang tidak memiliki spesialisasi.

Auditor spesialis artinya auditor tersebut memiliki pengalaman yang banyak dalam mengaudit klien dalam industri yang sama. Pengalaman ini berdampak pada meningkatnya pemahaman auditor tentang risiko audit spesifik pada industri tersebut. Spesialisasi ini dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penentuan kehandalan laporan keuangan klien dan estimasi-estimasinya sehingga auditor akan mempunyai kemampuan mendeteksi kesalahan atau ketidaknormalan pada industri yang diauditnya, sehingga biasanya lebih sedikit melakukan kesalahan dibandingkan dengan auditor yang bukan spesialis (Solomon et al. 1999).

Dalam dokumen PENGARUH AUDIT TENURE (Halaman 27-33)

Dokumen terkait