• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI SYARI’AH, AGEN DALAM PENGEMBANGAN

Asuransi Syariah

Pengertian Asuransi

Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang bergerak dalam bidang pertanggungan merupakan sebuah institusi modern hasil temuan dari dunia barat yang lahir bersamaan dengan adanya semangat pencerahan (renaissance). Institusi ini bersama dengan lembaga keuangan bank menjadi motor penggerak ekonomi pada era modern dan berlanjut pada masa sekarang. Dasar yang menjadi semangat operasional asuransi modern adalah berorientasikan pada sistem kapitalis yang intinya hanya bermain dalam penanaman modal untuk keperluan pribadi atau golongan tertentu.

Dewasa ini asuransi telah berkembang menjadi suatu bidang usaha/bisnis yang menarik dan mempunyai peranan yang tidak kecil dalam kehidupan ekonomi maupun dalam pembangunan ekonomi, terutama di bidang pendanaan.

Dalam Undang-undang Hukum Dagang pasal 246 disebutkan: “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, di mana seorang penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan

yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.

Menurut UU No. 2 tahun 1992 tentang perasurasian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan yang diharapkan, atau tanggung jawab kepada pihak ketiga yang mungkin ada di derita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang di dasarkan atas meninggal seseorang yang dipertanggungkan.12

Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia memaknai asuransi sebagai: “suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.13

Sedangkan Ahmad Azhar Basyir yang dimaksud dengan asuransi adalah: “Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian

12

Muhammad Firdaus NH et. Al, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Sistem Operasional Asuransi Syariah, (Jakarta: Renaissan, 2005), cet.ke-1.h.17

13

kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.14

Dalam pandangan ekonomi, asuransi adalah metode untuk mengurangi risiko dengan jalan memindahkan dan mengombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian-kerugian financial. Dengan demikian asuransi merupakan suatu alat sosial yang mengalihkan risiko-risiko pribadi kepada semua anggota kelompoknya dengan memanfaatkan dana yang dikumpulkan bersama dari kelompok itu untuk membayar kerugian yang dialami dalam hal-hal yang sudah disepakati.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa dalam asuransi itu paling tidak ada tiga unsur yang terlibat. Pertama, pihak tertanggung yang berjanji akan membayar uang premi kepada pihak penanggung sekaligus atau dengan angsuran. Kedua, pihak penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung sekaligus atau berangsur-angsur apabila terjadi musibah. Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas terjadi.

2. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam Ensiklopedia Hukum Islam disebutkan bahwa asuransi adalah “ transaksi perjanjian antara kedua belah pihak, dimana pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.

14

Ahmad Azhar Basyir, Takaful Sebagai Alternatif Asuransi Islam, Ulumul Qur’an. 2/ VII/ 96, h.15

Asuransi dalam Islam dikenal dengan istilah Takaful yang berarti saling memikul resiko di antara sesama orang, sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling memikul resiko ini dilakukan atas dasar tolong menolong dalam kebaikan, dimana masing-masing mengeluarkan dana/derma (tabarru) yang ditunjuk untuk menanggung resiko tersebut. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah[5] :2.

. ... ˆ ‹ " Œ Î ` ˆ ‹ 5 Í ‰ É  " „ t Þ ¯ p O ´ ˆ ‹ * ’ Þ ‰ ‹ u ˆ ‹ Š y " Œ Î ` ˆ ‹ 5 Í ‰ É  " „ t S 0 2 Þ 2 ¯ ˆ ‹ Þ Î É k Ú ˆ ‹   I ® ...

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”

Dari ayat diatas kita dapat mengambil hikmah, bahwa dalam kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian, manusia wajib untuk saling tolong menolong dan membantu sesama dalam kebaikan.

Asuransi syari’ah adalah asuransi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Menurut Fatwa DSN No. 21 / DSN-MUI/III/2002 tentang asuransi syariah, yaitu usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.15

15

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa dalam asuransi terdapat empat unsur yang mesti ada. 16Pertama, akad tabarru yang mendasari terbentuknya perikatan antara dua belah pihak yang sekaligus terjadinya hubungan keperdataan (mu’amalah). Kedua, berupa sejumlah uang yang sanggup dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung. Ketiga, adanya penggantian dari penanggung kepada tertanggung jika terjadi klaim atau masa perjanjian selesai. Keempat, adanya suatu peristiwa yang tidak tertentu yang adanya suatu risiko yang memungkinkan datang atau tidak ada risiko.

Jadi asuransi syariah adalah penghayatan terhadap semangat saling bertanggung jawab, kerjasama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, demi kesejahteraan umat dan masyarakat umumnya. Sebagai seorang Muslim, kita wajib percaya bahwa segala hal yang terjadi diatas tidak terlepas dari

Qadha dan Qadar Allah SWT terhadap hamba-hambanya.

Kemalangan atau kerugian yang mungkin terjadi itu ada kalanya berasal dan disebabkan dari diri manusia itu sendiri dan ada kalanya berasal dari luar diri manusia. Akan tetapi, kita tidak boleh pasrah dengan keadaan tersebut, kita harus berikhtiar dan berjaga-jaga untuk menjaga kemungkinan terjadinya bahaya dan malapetaka. Asuransi dalam hal ini bertujuan memperkecil adanya resiko yang ditimbulkan oleh bencana dan malapetaka tersebut.

3. Landasan Hukum Asuransi

16

H. A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Sebuah Pengenalan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), cet.ke-1.h. 119

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa dihadapkan pada kemungkinan terjadinya musibah dan bencana yang dapat menyebabkan kerugian baik materi maupun maupun immateri. 17Setiap musibah dan bencana yang menimpa manusia tersebut adalah merupakan Qadha dan Qadar yang telah ditetapkan oleh Allah swt atas setiap makhluknya, namun setiap manusia khusus kaum muslim wajib berikhtiar dan berusaha untuk melakukan tindakan berjaga-jaga serta memperkecil kemungkinan terjadinya resiko yang akan dihadapi dari terjadinya musibah dan bencana tersebut.

Dalam pelaksanaannya, Landasan hukum yang digunakan oleh perusahaan asuransi syariah di Indonesia mengacu kepada UU No. 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, serta SK. Menteri Keuangan RI No. 247/KMK.017/1995. Lebih khusus lagi, perusahaan asuransi syariah juga harus tunduk pada Fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN. Diantara Fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN adalah sebagai berikut18:

1. Ketentuan Umum

a. Asuransi syariah (ta’min, takaful atau thadamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai syariah.19

17

Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba Empat, 1999), h.71

18

Muhammad Firdaus NH et. Al, Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah: Fatwa-Fatwa Ekonomi Syariah Kontemporer, (Jakarta: Renaissan, 2005), cet.ke-1.h.64

19

Fatwa Dewan Syariah Nasional N0.21/DSN-MUI/X?2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

b. Akad yang sesuai dengan syariah adalah tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulum (penganiayaan), risywah (suap), dan barang haram dan maksiat.

c. Akad Tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial.

d. Akad Tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong.

e. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

f. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

2. Akad dalam asuransi

a. Akad yang dilakukan peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah yaitu

mudharabah, dan akad tabarru yaitu hibah.

b. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan: 1) Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan 2) Cara dan waktu pembayaran premi

3) Syarat-syarat yang telah disepakati

3. Kedudukan para pihak dana akad tijarah dan tabarru

a. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibu al maal (pemegang polis).

b. Dalam akad tabarru (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.20

4. Ketentuan dalam akad tijarah dan tabarru

a. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.

b. Jenis akad tabarru tidak dapat diubah menjadi tijarah. 5. Premi

a. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru. b. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat

menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel

morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.

c. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-bagikan kepada peserta.

d. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru dapat diinvestasikan. 6. Klaim

a. Klaim dibayarkan berdasakan akad yang disepakati pada awal perjanjian. b. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan. c. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan

kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.

20

d. Klaim atas akad tabarru merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.

7. Investasi

a. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.

b. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan akad syariah. 8. Reasuransi

Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

9. Pengelolaan

a. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.

b. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad ijarah (mudharabah).

c. Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru (hibah).21

10.Ketentuan Tambahan

a. Implementasi dari fatwa ini masih selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.

b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

21

c. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

4. Perbedaan Asuransi syariah dengan Asuransi Konvensional

Secara umum terdapat tiga hal yang menjadikan perbedaan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional, yaitu :

1) Maisir (judi / untung-untungan)

Dalam mekanisme asuransi konvensional, maisir terjadi sebagai akibat dari adanya ketidakjelasan. Maisir dalam asuransi konvensional terjadi dalam tiga hal, yaitu:

a) Ketika seorang pedagang polis tiba-tiba mengalami musibah sehingga memperoleh klaim, padahal baru sesaat menjadi klien asuransi dan baru sedikit membayar premi. Hal ini maka nasabah yang diuntungkan.

b) Jika hingga akhir masa perjanjian tidak terjadi sesuatu, sementara peserta sudah membayar premi secara penuh, maka perusahaanlah yang diuntungkan.

c) Dan apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu

membatalkan kontraknya sebelum masa receiving period, maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan (cash value), kecuali sebagian kecil saja, bahkan uangnya dianggap hangus.

2) Gharar (ketidakpastian)

Terdapat dua bentuk yang menjadikan asuransi konvensional bernilai gharar, yaitu :

a) Bentuk akad yang melandasi penutupan polis.

b) Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerimaan klaim itu sendiri.

3) Riba (bunga)

Seperti yang dikemukakan oleh pakar ekonomi islam, bahwa riba diantaranya :22

a) Riba Qardh, yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyariatkan terhadap yang berhutang (muqtaridh)

b) Riba Jahiliah, yaitu utang yang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

c) Riba Fadhl, yaitu pertukaran antar barang yang dipertukarkan dalam jual beli ribawi yang sejenis, bukan karena faktor penundaan pembayaran.

d) Riba Nasi’ah, yaitu penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau

22

H.M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: TAZKIA, 1999), h.59

tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Adapun pada prinsip dasar kegiatan operasionalnya, terdapat beberapa perbedaan yang ditemui antara asuransi syariah dan asuransi konvensional,

23

yaitu:

1) Asuransi Syariah

a) Adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas melakukan

pengawasan terhadap seluruh produk yang dipasarkan dan investasi dana

b) Akad yang diterapkannya adalah (takafulli) tolong menolong

c) Investasi dananya berdasarkan syariah menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah).

d) Dana yang terkumpul dari nasabah (premi) merupakan milik peserta, sedangkan perusahaan sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya.

e) Pembayaran klaim berasal dari rekening dana kebajikan (tabarru) seluruh peserta sejak awal sudah diikhlaskan oleh peserta untuk keperluan tolong menolong bila terjadi musibah.

f) Keuntungan (profit) dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil.

2) Asuransi Konvensional

23

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, , (Yogyakarta: Ekonosia FE UII, 2003), Ed.2, cet. Ke-1 h.120

a) Tidak ada Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi produk serta investasi dana

b) Akad yang ditetapkan adalah jual beli (tabaduli)

c) Investasi dana berdasarkan bunga, yang seluruhnya milik perusahaan. d) Dana yang terkumpul dari nasabah menjadi milik perusahaan

e) Pembayaran klaim diambil dari rekening dana perusahaan f) Keuntungan seluruhnya menjadi milik perusahaan