• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Tinjauan Umum tentang Keadilan

Kepala desa memberi ijin pemutusan perjanjian bagi hasil dengan mempertimbangkan kepentingan masing-masing pihak, bila usahanya untuk mendamaikan mereka memenuhi jalan buntu, terhadap keputusan kepala desa ada kemungkinan banding pada instansi yang lebih tinggi, yaitu camat. Hal ini ditempuh apabila pihak penggarap dan pihak pemilik tanah tidak puas dengan keputusan yang diberikan oleh kepala desa. Dalam memberikan keputusannya Camat akan dibantu oleh suatu badan pertimbangan, yang akan memberikan pertimbanganya kepada Camat, baik atas permintaan camat maupun inisiatif sendiri. Pemberian keputusan oleh dua instansi setempat tersebut kiranya yang sebaik-baiknya bagi kepentingan kedua belah pihak. Karena itu tidak perlu lagi campur tangan badan-badan pengadilan. Keputusan Camat ini wajib disampaikan kepada Bupati agar dapat diselenggarakan pengawasan yang sebaik-baiknya.

Namun seandainya penggarap melaksanakan kewajiban-kewajibannya dengan baik, maka perjanjian bagi hasil itu akan berakhir setelah jangka waktu yang ditetapkan habis. Bisa juga perjanjian bagi hasil hapus karena tanah yang diusahakan itu musnah dimana dengan sendirinya hak usaha bagi hasil juga ikut hapus.

3. Tinjauan Umum tentang Keadilan

a. Pengertian Keadilan.

Semua kaidah hukum yang dilakukan mempunyai tujuan utama untuk mencapai keadilan. Akan tetapi, tidak jaminan sama sekali bahwa dengan penerapan kaidah hukum tersebut keadilan benar-benar akan tercapai. Hal ini disebabkan, pertama, kaidah hukum itu sendiri mempunyai sifat yang terbatas dan tidak luput dari kelemahannya karena kaidah hukum itu sendiri merupakan ciptaan manusia. Kedua, karena di sepanjang proses penegakan dan penerapan hukum banyak kemungkinan terjadinya distrosi.

commit to user

31

Namun, hukum yang bagus adalah hukum yang setidak-tidaknya dapat meminimalisir sekecil mungkin bahaya dari adanya ketidakadilan. Misalnya, ketentuan hukum pembuktian mengenai saksi yang tidak mendengar/melihat sendiri, tidak dapat didengar sebagai saksi. Ketentuan seperti itu tidak menjamin bahwa saksi yang mendengar sendiri akan menjadi bukti yang baik dan benar. Namun, jika tidak dilarang penggunaan saksi yang tidak mendengar sendiri, kemungkinan akan munculnya kesaksian yang salah adalah lebih besar.

Menurut Henry Cambell Black yang dikutip dalam buku Munir Fuady, mengemukakan bahwa :

“Kata “justice” dalam ilmu hukum diartikan sebagai pembagian

yang konstan dan terus menerus untuk memberikan hak setiap orang (the

constant and perpetual disposition to render every man his due) (Munir

Fuady, 2010:90).

Kata “justice” dalam beberapa hal berbeda dengan kata “equity”

tetapi dalam banyak hal di antara ke duanya berarti sama, yaitu keadilan.

Untuk kata “equity” tersebut dalam beberapa bahasa disebut sebagai

berikut.

1) Aequitas, dalam bahasa Latin.

2) Equiter, dalam bahasa Prancis.

3) Equidad, dalam bahasa Spanyol.

4) Bliligkeitsrecht, dalam bahasa Jerman (Munir Fuady, 2010:90-91).

Menurut Noah Webster yang dikutip dalam buku Munir Fuady, mengemukakan bahwa :

Justice tersebut merupakan bagian dari sebuah nilai (value), karena itu bersifat abstrak sehingga memiliki banyak arti konotasi. Dalam hubungannya dengan konsep keadilan, kata justice antara lain diartikan sebagai berikut.

commit to user

32

2) Tidak memihak (impartiality); representasi yang layak (fair) atas

fakta-fakta.

3) Kualitas untuk menjadi benar (correct, right).

4) Retribusi sebagai balas dendam (vindictive); hadiah (reward) atau

hukuman (punishment) sesuai prestasi atau kesalahan.

5) Alasan yang logis (sound reason); kebenaran (rightfulness);

validitas.

6) Penggunaan kekuasaan untuk mempertahankan apa yang benar

(right), adil (just), atau sesuai hukum (lawful).

Sedangkan kata just antara lain diartikan sebagai berikut.

1) Tulus (upright); jujur (honest); memiliki pinsip …. (rectitude); layak

(righteous).

2) Adil (equitable); tidak memihak (impartial); pantas (fair).

3) Benar (correct, true).

4) Patut memperoleh (deserve); sesuai prestasi (merited).

5) Benar secara hukum (legally right); sesuai hukum (lawful);

kebenaran (rightful).

6) Benar (right); patut (proper).

Kemudian kata equity antara lain diartikan sebagai berikut.

1) Keadilan (justice), tidak memihak (impartial), memberikan setiap

orang haknya (his due).

2) Segala sesuatu yang layak (fair) atau adil (equitable).

3) Prinsip umum tentang kelayakan (fairness) dan keadilan (justice)

dalam hal hukum yang berlaku dalam keadaan tidak pantas

(inadequate) (Munir Fuady, 2010:91).

Persoalan keadilan dapat timbul dalam hubungan dan interaksi antara :

commit to user

33

2) Individu dengan masyarakat/kelompok masyarakat;

3) Individu dengan otoritas kekuasaan/Negara; dan

4) Individu dengan alam semesta (Munir Fuady, 2010:91).

Menurut Hans Kelsen dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Siwi Purwandari, mengemukanakan bahwa :

“Hukum sebagai kategori moral serupa dengan keadilan, peryataan yang ditujukan pengelompokan sosial tersebut sepenuhnya benar, yang sepenuhnya mencapai tujuannya yang memuaskan semua. Rindu akan keadilan, yang dianggap secara psikologis, adalah kerinduaan abadi manusia akan kebahagiaan, yang tidak bisa ditemukan sebagai seorang individu dan karenanya mencari dalam masyarakat. Kebahagiaan sosial

dinamakan ‘keadilan’ (Hans Kelsen, 2009 : 48)”.

Ketidakadilan agraria bersifat struktural, yakni didasarkan pada produk hukum yang tidak adil, pelakunya adalah negara dan pelaksanaannya menggunakan mekanisme kekerasan. Hal ini sudah berlangsung lama dan mendatangkan korban di kalangan petani berupa meluasnya kemiskinan, keterbelakangan dan penderitaan fisik (ditangkap dan dipenjara bahkan meninggal) dan psikologis (merasa tidak bebas, tertekan, dan tiadanya harapan). Dengan demikian, perjuangan reforma agrarian harus dilakukan dengan pendekatan struktural, yakni mendelegitimasi kewenangan mutlak negara, mendorong partisipasi petani dan mengajukan alternatif kebijakan agraria yang bersendikan keadilan, partisipatif dan demokratis. Pencapaian tujuan tersebut ditentukan oleh terkonsolidasinya gerakan petani sebagai kekuatan penyeimbang dan pengontrol kekuasaan negara. Penguatan organisasi

petani amat diperlukan dalam mendorong terciptanya land reform by

leverage sebagai suatu terobosan terhadap kebuntuan reforma agraria

yang didasarkan pada inisiatif negara (land reform by grace) (Roman,

commit to user

34

b. Ukuran-ukuran tentang Keadilan.

1) Ukuran Hukum Alam atau Positivisme

Ukuran hukum alam terhadap suatu keadilan akan berlawanan dengan ukuran keadilan dari paham positivisme. Paham keadilan yang berdasarkan kepada hukum alam ini mengajarkan bahwa suatu keadilan harus dilihat dari pandangan yang lebih tinggi

(transcendent) dari pikiran manuasia, tetapi juga dengan masih

memandang keadilan manusiawi berdasarkan atas akal sehat

(reason).

Sedangkan, keadilan menurut paham positivisme adalah menjalankan aturan yang berlaku secara baik dan benar.

Hukum positif tidak berusaha dipisahkan dengan jelas dari keadilan, dan semakin baik usaha pembuat undang-undang agar hukum tersebut dianggap adil bagaimanapun juga, semakin banyak dukungan terhadap bias ideologis yang merupakan karakteristik hukum alam klasik, konservatif (Hans Kelsen, 2009 : 50-51).

2) Ukuran Absolut atau Relatif

Ukuran lain bagi keadilan ialah apakah keadilan harus ditempatkan pada tataran yang absolute, yang berarti keadilan yang sama berlaku di mana saja dan kapan saja, sebagaimana yang diajarkan baik oleh kebanyakan penganut teori hukum alam maupun yang dianut olehh ajaran-ajaran Immanuel Kant, Kohler, atau Stammler. Atau sebaliknya, bahwa keadilan harus ditempatkan atas dasar yang relative yang berarti keadilan akan berbeda-beda sesuai perbedaan tempat atau waktu, sebagaimana yang diianut oleh keum

Relativist, seperti Roscoe Pound, Gustav Radbrugh, Jhering, dan

lain-lain

commit to user

35

3) Ukuran Umum atau Konkret

Selanjutnya, menjadi pertanyaan juga apakah keadilan harus diartikan sebagai hal yang umum (universal) yang berlaku di mana saja dan kapan saja, sebagaimana yang dikemukakan oleh Immanuel Kant atau Stammler atau apakah keadilan adalah tertentu tergantung keunikan setiap kasus, sebagaimana yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, Roscoe Pound, dan lain-laiin.

4) Ukuran Metafisik atau Empiris

Ukuran metafisik (a priori, pure) dari keadilan mengajarkan

bahwa keadilan tertib bukan dari fakta di dalam masyarakat, tetapi terbit manakala dilaksanakan hak dan kewajiban yang berdasarkan

kepada ratio manusia (pure idea) yang dikembangkan secara

deduktif. Sedangkan keadilan yang berlawanan dengan ukuran keadilan yang matafisis ialah keadaan yang empiris, yang hanya berdasarkan pada fakta sosial dalam kenyataannya.

5) Ukuran internal atau Eksternal

Ukuran eksternal adalah keadilan sebagai suatu cita yang

tinggi (highest idea) dan dari mana keadilan berasal atau dibentuk,

apapun keadilan dalam fakta-fakta sosial. Dalam hal ini, suatu

keadilan dipahami dari sudut pandang hukum alam (natural law),

utilitas, kepentingan, kehendak bebas (free will), dan sebagainya.

Sedangkan, pendekatan keadilan secara internal akan menelaah keadilan dalam batas-batas ruang gerak dari keadilan itu sendiri.

6) Ukuran Pengetahuan dan Intuisi

Dapat juga dipakai ukuran pengetahuan dan ukuran intuisi dalam menentukan adanya keadialan. Dengan ukuran pengetahuan, suatu keadilan diukur dari berbagai teori dalam ilmu pengetahuan, termasuk teori keadilan distributive, kumutatif, dan korektif dari Aristoteles.

commit to user

36

Akan tetapi, suatu keadilan dapat juga diukur dengan jalan menggunakan intuisi, berhubungan adanya “perasaan keadilan”

(sense of justice) dan “perasaan keadilan” (sense of injustice) baik pada penerap hukum, pada pihak yang berperkara, atau pada masyarakat secara keseluruhan. Karena itu, ukuran keadilan secara intuitif umumnya bersifat non metodologis. Sedangkan, ukuran keadilan berdasarkan pengetahuan umumnya bersifat non intuitif (Munir Fuady, 2010:102-103).

c. Macam-macam Keadilan.

Salah satu cara pembagian keadilan oleh filsof Aristoteles adalah

seperti yang terdapaat dalam bukunya Etika, dimana Aristoteles membagi

keadilan ke dalam dua golongan sebagai berikut.

1) Keadilan distributif, yakni keadilan dalam hal pendistribusian

kekayaan atau kepemilikan lainnya pada masing-masing anggota masyarakat. Dengan keadilan distributive ini, yang dimaksud oleh

Aristoteles adalah keseimbangan antara apa yang didapati (he gets)

oleh seseorang dengan apa yang patut didapatkan (he deserves).

2) Keadilan korelatif, yakni keadilan yang bertujuan untuk mengoreksi

kejadian yang tidak adil. Dalam hal ini keadilan dalam hubungan antara satu orrang dengan orang lainnya yang merupakan

keseimbangan (equality) antara apa yang diberikan (what is given)

dengan apa yang diterimanya (what is received).

Untuk keadilan korelatif menurut Aristoteles ini, sering juga disebut dengan istilah-istilah :

1) keadilan keseimbangan (equalizing);

2) keadilan pembentulan (rectificatoty);

3) keadilan bertukar prestasi dalam kontrak (synallagmatic); dan

commit to user

37

Sebagaimana diketahui bahwa di sepanjang sejarah pemikiran hukum, keadilan diartikan sebagai :

1) kebijakan natural (individual virtue);

2) sebagai moral, sebagaimana diajarkan oleh teori hukum alam; dan

3) sebagai suatu rezim terhadap kontrol sosial, seperti dalam istilah

admisistrasi keadilan (administrstion of justice).

Di samping itu, suatu keadilan dapat juga dibagi ke dalam :

1) keadilan natural (natural justice); dan

2) keadilan hukum (legal justice).

Kemudian, keadilan juga dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu :

1) keadilan kumutatif;

2) keadilan distributif; dan

3) keadilan hukum (Munir Fuady, 2010:109-111).

d. Teori Keadilan tentang Hukum.

Dalam hal ini, unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk mencapai keadilan formal, berlaku juga bagi suatu keadilan hukum. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1) Harus ada ketentuan yang mengatur bagaimana memberlakukan

manusia dalam kasus-kasus tertentu yang dihadapinya.

2) Ketentuan hukum tersebut harus jelas sasaran pemberlakuannya.

Dalam hal ini, mesti ada ketentuan yang menentukan apakah aturan hukum tersebut berlaku untuk orang dalam semua kategori, atau hanya berlaku untuk kategori orang tertentu saja.

3) Aturan hukum tersebut haruslah diterapkan secara tidak memihak

dan tanpa diskriminasi kepada setiap orang yang memenuhi kualifikasi pengaturannya.

commit to user

38

Di samping itu, perlu dibedakan antara pengertian-pengertian

keadilan hukum (legal justice, justice according to law), rule of law,

legalitas, dan due process. Due process berarti bahwa suatu aturan

hukum secara substantif maupun secara procedural mengandung unsur

fairness. Sementara, dengan rule of law berarti adanya keadilan jika suatu perbuatan dilakukan sesuai hukum positif yang berlaku, tetapi hukum positif itu sendiri secara prosedural maupun substantif juga

mengandung unsur-unsur due process. Selanjutnya, dengan pengertian

legalitas berarti semata-mata mengikuti hukum positif yang berlaku secara sah, terlepas substansi hukum positif tersebut mengandung unsur-unsur keadilan ataupun tidak. Kemudian, seperti telah disebutkan bahwa dengan keadilan hukum berarti keadilan yang telah dirumuskan dalam hukum dalam bentuk hak dan kewajiban, di mana pelanggaran terhadap keadilan ini akan ditegakkan lewat proses hukum, umumnya oleh pengadilan.

Jadi, keadilan menurut hukum adalah keadilan yang dilaksanakan mengikuti aturan hukum yang berlaku dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku pula. Keadilan menurut hukum dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu:

1) Keadilan di pengadilan (judicial justice);

2) Keadilan di parlemen (legislative justice);

3) Keadialn administratif (administrative justice).

Dokumen terkait