• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

3. Tinjauan Umum tentang Kredit Bermasalah

a. Pengertian Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana debitur tidak mau dan tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah dibuatnya sebagaimana tertera dalam perjanjian kredit (Iswi Hariyani, 2010: 28). Adanya kredit bermasalah tersebut, akan menyebabkan menurunnya pendapatan bank, selanjutnya memungkinkan terjadinya penurunan laba. Kredit bermasalah

atau non-performing loans merupakan salah satu indikator kunci untuk

commit to user

Fungsi bank salah satunya adalah sebagai lembaga intermediary

atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Pendapatan terbesar suatu bank berasal dari pendapatan bunga atas kredit yang diberikan kemasyarakat dan sumber dana terbesar suatu bank juga berasal dari masyarakat atau dana pihak ketiga, sehingga aktivitas penghimpunan dana masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan kemudian menyalurkan dana tersebut kembali kemasyarakat dalam bentuk kredit merupakan aktivitas atau fungsi utama suatu bank (http://jh-thamrin.blogspot.com/2009/04/non-performing-loan.html, diakses pada tanggal 27 September 2010 pukul 11.15 WIB).

b. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit

Kriteria penilaian umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan kredit,

dilakukan dengan analisis prinsip 5C, yaitu character, capacity, capital,

condition, dan colleteral (Kasmir, 2002: 104).

c. Penyebab Terjadinya Kredit Bermasalah

Kredit bermasalah atau non-performing loans merupakan risiko

yang terkandung dalam setiap pemberian kredit oleh bank. Risiko tersebut berupa keadaan dimana kredit tidak kembali tepat pada waktunya. Kredit

bermasalah atau non-performing loans itu dalam perbankan dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya ada kesengajaan dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau disebabkan oleh faktor lain seperti faktor makro ekonomi.

Kredit dikategorikan sebagai kredit bermasalah atau

non-performing loans tersebut adalah apabila kualitas kredit tergolong pada tingkat kolektibilitas kurang lancar, diragukan atau macet, untuk

commit to user

diatasi dengan langkah-langkah restrukturisasi, sedangkan untuk kredit-kredit bermasalah yang bersifat struktural pada umumnya tidak dapat diselesaikan dengan cara restrukturisasi sebagaimana kredit bermasalah

yang bersifat non-structural, sebagaimana ditentukan oleh peraturan Bank

Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005, agar usahanya dapat berjalan kembali dan pendapatannya mampu untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.

Gejala kredit macet antara lain disebabkan oleh menurunnya pendapatan bersih, menurunnya penjualan secara tajam, menurunnya perputaran persediaan, meningkatnya penjualan secara tajam, menurunnya perputaran piutang, menurunnya modal lancar, nasabah mulai ingkar janji, nasabah membuat laporan fiktif, nasabah tidak terbuka, dan nasabah menolak wawancara.

Dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet dari nasabah yaitu :

1) Kelemahan nasabah, yaitu diantaranya manajemen kurang (kurang

menguasai manajemen kredit), tidak memiliki perencanaan yang baik, produk ketinggalan jaman, kalah bersaing, lokasi usaha yang tidak tepat, dan adminitrasi yang kacau.

2) Kenakalan nasabah, yaitu diantaranya tidak jujur dan sukar ingkar

janji, melakukan penyimpangan penggunaan, pola hidup yang boros atau mewah, suka berbuat skandal, dan suka berjudi dan berspekulasi.

Menurut Sinungan dalam bukunya Budi Untung yang berjudul Kredit Perbankan di Indonesia, menyatakan bahwa penyebab kredit macet adalah kesulitan keuangan yang dialami oleh debitur. Penyebab kesulitan keuangan dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu :

1) Faktor-faktor intern (managerial factor), diantaranya disebabkan oleh

adanya kelemahan dalam kebijaksanaan pembelian dan penjualan, tidak efektifnya kontrol atas biaya dan pengeluaran, kebijaksanaan

commit to user

tentang kebijaksanaan piutang yang tidak efektif, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup.

2) Faktor-faktor ekstern, diantaranya disebabkan oleh bencana alam,

peperangan, perubahan kondisi perekonomian, dan perubahan teknologi.

d. Upaya Mencegah Terjadinya Kredit Bermasalah

Upaya pencegahan memerlukan adanya berbagai kebijakan yang baik, yaitu :

1) Kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang sehat,

ketentuan-ketentuan yang harus pada bank yaitu stuktur organisasi bidang

perkreditan dan job description-nya, kewenangan dari masing-masing

pejabat, dan batas pemberian kredit kepada debitur (Budi Untung, 2000: 145).

2) Sumber daya manusia yang solid dalam bidang perkreditan

Tugas pokok, wewenang dan tanggung jawab dewan direksi dalam kaitannya dengan perkreditan diantaranya, yaitu menyiapkan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit, melaksanakan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit yang telah mendapat persetujuan dari dewan komisaris, mempertanggung-jawabkan pelaksanaan rencana tahunan dan kebijaksanaan pemberian kredit kepada dewan komisaris bank dan kepada bank sentral, memonitor pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan, melakukan koreksi yang diperlukan terhadap penyimpangan dari rencana kredit tahunan dan kebijaksanaan perkreditan, memonitor perkembangan mutu kredit secara keseluruhan, kredit yang diberikan kepada debitur yang mempunyai hubungan dengan bank, dan kredit yang diberikan kepada debitur tertentu, dan menentukan langkah penangan kredit bermasalah dan memonitor pelaksanaannya.

commit to user

Hal-hal tersebut merupakan faktor upaya mencegah terjadinya kredit bermasalah, maka dalam rangka pengelolaan kredit yang baik bank harus dengan tertib melakukan hal-hal yang diantaranya adalah memonitor dengan baik pemenuhan nasabah atas semua persyaratan pemberian kredit yang disepakati bersama antar debitur dengan bank, memonitor dengan baik pemenuhan nasabah/debitur atas pembayaran bunga dan angsuran dengan tertib dan tepat waktu sesuai dengan yang diperjanjikan, dan memonitor perkembangan usaha dan keuangan nasabah termasuk kemampuan likuiditas dan pemenuhan kewajiban debitur kepada pihak lain. Memonitor atas pemberian kredit tersebut harus dilakuan dengan baik,

karena dapat memberikan peringatan dini (early warning) apabila

nasabah mulai menunjukkan gejala-gejala mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya kepada bank maupun pihak ketiga dan dapat melakukan tindakan untuk mencegah timbulnya kredit bermasalah (problem loans) pada waktu yang cepat dan tepat (Budi Untung, 2000: 146-147).

Kredit bermasalah tersebut dapat diatasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya, maka kehadiran pekerja asing dalam perekonomian nasional suatu negara juga dibutuhkan, secara teoritis dimaksudkan untuk menciptakan kompetisi yang pada gilirannya akan menciptakan efisiensi dan meningkatkan daya saing perekonomian. Hal tersebut untuk merespon sektor perbankan nasional dan memenuhi kekurangan tenaga ahli di sektor perbankan, serta dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan

tenaga kerja Indonesia melalui program alih pengetahuan (transfer of

commit to user

3) Kebijaksanaan Persetujuan Kredit

Persetujuan pemberian kredit dapat dikatakan sehat, bilamana diberikan berdasarkan hasil dari penilaian total atas permintaan kredit dan atas diri debitur. Persetujuan pemberian kredit oleh pejabat bank yang terkait harus dinyatakan secara tertulis. Para pejabat pengambil keputusan untuk menyetujui pemberian kredit harus dapat mempertanggung-jawabkan kepada bank bahwa keputusan pemberian kredit tersebut didasarkan pada hasil analisis kredit yang proporsional, kredit tersebut dapat diharapkan tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah, dan kredit tesebut telah memenuhi ketentuan kebijaksanaan pokok penyaluran kredit yang telah digariskan oleh bank; dan keputusan pemberian kredit tadi bebas dari pengaruh pihak ketiga yang ikut berkepentingan dalam pemberian kredit tersebut (Budi Untung, 2000: 148).

Dokumen terkait