• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kredit

a. Pengertian Perjanjian Kredit dari Para Ahli

1) Menurut Subekti

Perjanjian kredit menurut Subekti adalah dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada hakikatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaiamana diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769.

2) Menurut Marhainis Abdul Hay

Perjanjian kredit menurut Marhainis Abdul Hay adalah identik dengan perjanjian pinjam-meminjam dan dikuasai oleh ketentuan Bab XIII dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Menurut Mariam Darus Badrulzaman

Berdasarkan rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian pinjam-meminjam ini juga mengandung makna yang luas yaitu obyeknya

adalah benda yang menghabis jika verbruiklening termasuk di

dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam-meminjam ini, pihak penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamnkannya, karena perjanjian kredit ini merupakan perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah.

commit to user

4) Menurut Sutan Remy Sjahdeini

Perjanjian kredit menurut Sutan Remy Sjahdeini adalah perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai nasabah debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.

5) Menurut Ch. Gatot Wardoyo

Perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya

perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan.

b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai

batasan-batasan hak dan kewajiban diantara kreditur dan debitur.

c) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan

monitoring kredit.

Istilah kredit tidak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang ada hanya perjanjian pinjam-meminjam uang yang ada dalam Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sutarno, 2009: 96). Istilah perjanjian kredit pertama kali dikemukakan dalam Instruksi

Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10/1996 juncto Surat Edaran Bank

Negara Indonesia Unit I Nomor 2/UPK/Pemb/1966 tentang Pedoman Kebijaksanaan di Bidang Perkreditan. Unsur kepercayaan memang harus ada di dalam perjanjian kredit, yaitu keyakinan kreditur bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang atau barang akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu yang sudah disepakati oleh debitur maupun kreditur.

commit to user

Berawal dari bentuk perjanjian, selanjutnya dalam praktek tumbuh sebagai perjanjian baku, yaitu bank telah menyediakan formulir perjanjian kredit yang isinya telah disiapkan lebih dahulu. Berdasarkan sifatnya,

perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan atau voorovereenkomst

dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan sebagai hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antara keduanya.

b. Subyek Hukum Perjanjian Kredit

Subyek hukum dalam perjanjian kredit bank adalah para pihak yang akan mengikatkan diri dalam hubungan hukum di dalam perjanjian kredit. Pihak-pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian kredit adalah pihak yang memberikan kredit dan pihak yang menerima kredit. Perjanjian kredit bank ditegaskan bahwa, pihak yang memberikan kredit adalah bank, sedangkan pihak yang menerima kredit dapat perorangan ataupu badan hukum. Pihak memberikan kredit disebut kreditur, sedangkan pihak yang menerima kredit disebut debitur.

c. Obyek Hukum Perjanjian Kredit

Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Obyek hukum perjanjian kredit selalu dalam bentuk uang atau tagihan.

commit to user

d. Isi Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit pada umumnya berisi klausula-klausula sebagai berikut :

1) Klausula-klausula tentang syarat-syarat penarikan kredit pertama kali

(predisbursement clause). Klausa ini menyangkut :

a) Pembayaran provisi, premi asuransi kredit, asuransi barang

jaminan, dan pengikatan jaminan;

b) Penyerahan barang jaminan, dokumen, dan pelaksanaan pengikatan

barang jaminan; dan

c) Pelaksanaan penutupan asuransi barang jaminan, asuransi kredit,

dengan tujuan untuk meminimalisasi risiko yang terjadi di luar kesalahan debitur ataupun kreditur.

2) Klausula-klausula tentang maksimum kredit (amount clause). Klausula

ini memiliki urgensi, yaitu :

a) Merupakan obyek dari perjanjian kredit, sehingga perubahan

kesepakatan mengenai materi ini memiliki konsekuensi diperlukannya pembuatan perjanjian kredit baru;

b) Merupakan batas kewajiban kreditur berupa penyediaan dana

selama tenggang waktu perjanjian kredit, berarti batas hak debitur untuk melakukan penarikan pinjaman;

c) Merupakan penetapan besarnya nilai agunan yang harus

diserahkan, dasar perhitungan penetapan besarnya provisi atau commitment fee; dan

d) Merupakan batas dikenakannya denda kelebihan tarik (overdraft).

commit to user

Klausula ini penting dalam beberapa hal, yaitu :

a) Memberikan batas waktu bagi bank kapan harus menyediakan dana

sebesar maksimum kredit, kapan tenggang waktu itu terlampaui, sehingga memberikan hak tagih bagi bank untuk pengembalian kredit oleh debitur;

b) Memberikan batas waktu dimana bank dapat melakukan

teguran-teguran bila debitur tidak memenuhi kewajibannya secara tepat waktu; dan

c) Memberi waktu yang tepat bagi bank untuk melakukan analisis

kembali dengan pertimbangan apakah fasilitas kredit tersebut dapat diperpanjang atau segera ditarik kembali.

4) Klausula-klausula tentang tujuan kredit dan bentuk kredit. Klausula ini

penting dalam beberapa hal, yaitu :

a) Klausula tujuan kredit diperlukan agar debitur mempergunakan

kreditnya sesuai dengan yang disepakati dan diperjanjikan sebelumnya; dan

b) Klausula bentuk kredit diperlukan sesuai dengan tujuan kreditnya.

Penentuan bentuk kredit yang tepat akan menciptakan tingkat efisiensi dari pemberian kredit.

5) Klausula-klausula tentang bunga, kesepakatan biaya, dan denda

kelebihan tarik. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit dengan maksud memberikan kepastian mengenai hak bank untuk membebankan bunga, biaya-biaya, dan denda yang disepakati bersama. Bunga merupakan penghasilan bank, baik secara langsung ataupun tidak langsung, yang akan diperhitungkan dengan biaya dana untuk penyediaan fasilitas kredit tersebut.

6) Klausula tentang kuasa bank untuk melakukan pembebanan atas

rekening pinjaman debitur. Klausula ini diatur secara tegas dalam perjanjian kredit, dengan maksud bank dapat setiap saat membebankan

commit to user

bunga, biaya, atau denda pada rekening pinjaman atau rekening lainnya yang ditata usahakan pada bank tersebut.

7) Klausula tentang representations and warranties, yaitu klausula yang

berisi pernyataan-pernyataan debitur atas fakta-fakta yang menyangkut

status hukum, keadaan keuangan, dan asset debitur pada saat kredit

direalisasi.

8) Klausula tentang conditions precedent, yaitu klausula tentang

syarat-syarat tangguh yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh debitur sebelum bank menyediakan kredit untuk digunakannya. Klausula ini bertujuan agar debitur menggunakan kredit sesuai dengan tujuan yang disepakati dan untuk menghindari penyalahgunaan kredit.

9) Klausula tentang agunan kredit (collateral clause), bertujuan agar

pihak debitur tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak bank.

10)Klausula tentang berlakunya syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan

hubungan rekening koran bagi perjanjian kredit yang bersangkutan. Klausula ini khusus bagi debitur yang fasilitas kreditnya ditata usahakan melalui rekening Koran atau giro.

11)Klausula tentang affirmative covenant, yaitu klausula yang berisi

janji-janji debitur untuk melakukan hal-hal tertentu selama perjanji-janjian kredit berlaku. Klausula ini terdiri dari berbagai hal yang harus ditepati oleh debitur selama fasilitas kredit yang diterimanya berjalan.

12)Klausula tentang negative covenant, yaitu klausula yang berisi

janji-janji debitur untuk tidak melakukan hal-hal tertentu selama perjanji-janjian kredit berlaku. Klausula ini terdiri atas berbagai macam hal yang mempunyai akibat yuridis dan ekonomis bagi kepentingan pengamanan bank selaku kreditur.

commit to user

13)Klausula tentang financial covenant, yaitu klausula yang berisi janji

debitur untuk menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan yang diminta oleh bank.

14)Klausula tentang event of default, yaitu klausula yang memberikan hak

sepihak kepada bank untuk mengakhiri kredit atas peristiwa-peristiwa yang ditentukan oleh bank serta sekaligus menagih pagu kredit tersisa.

15)Klausula tentang arbitrase, yaitu klausula yang berisi penyelesaian

perselisihan diantara para pihak.

16)Klausula-klausula bunga rampai atau miscellaneous provisions, yaitu

klausula-klausula yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang belum tertampung secara khusus di dalam klausula-klausula yang ada (Johannes Ibrahim, 2004: 48-52).

Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur sebagai berikut :

1) Perbuatan, dimana penggunaan kata “perbuatan” pada perumusan

tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan.

2) Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih, untuk adanya

suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang sesuai satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum.

3) Mengikatkan dirinya, yaitu di dalam perjanjian terdapat unsur janji

yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain, dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

commit to user

Perjanjian kredit memiliki fungsi penting dalam pemberian, pengelolaan, serta penatalaksanaan kredit itu sendiri, yaitu sebagai perjanjian pokok, maksudnya bahwa suatu perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, contohnya perjanjian pengikatan jaminan, kemudian sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara kreditur dan debitur, dan sebagai alat untuk melakukan pemantauan kredit. Adapun bentuk-bentuk dari perjanjian kredit sebagai berikut :

1) Perjanjian kredit yang dibuat di bawah tangan (akta bawah tangan)

Perjanjian ini diartikan bahwa, pemberian kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya hanya dibuat diantara mereka saja, yakni antara debitur dengan kreditur tanpa seorang notaris. Akta di bawah tangan yang dimaksud sudah dibuat dan disiapkan oleh pihak bank dan hanya tinggal disepakati oleh pihak debitur saja. Akta di bawah tangan ini memiliki kekuatan hukum pembuktian seperti layaknya akta notarill, bilamana tanda tangan yang terdapat dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatangani.

Akta di bawah tangan dalam hal pembuktian dihadapan hakim, jika salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan dan akta tersebut dibantah oleh pihak lawan, maka pihak yang telah mengajukan bukti akta di bawah tangan tersebut harus mencari bukti tambahan, seperti saksi-saksi, dan untuk menghindari penyangkalan tersebut, ada baiknya bilamana akta di bawah tangan tersebut dilakukan legislasi oleh seorang notaris, sehingga dengan adanya legislasi tersebut akta di bawah tangan memiliki kekuatan hukum pembuktian selayaknya akta otentik atau notarill.

commit to user

2) Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan seorang notaris (akta

notarill atau akta otentik)

Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah notaris, akan tetapi dalam prakteknya semua ketentuan dalam perjanjian kredit disiapkan oleh kreditur itu sendiri, yang kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan ke dalam akta notarill. Akta notariil atau akta otentik di dalam hal pembuktian memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.

Akta otentik dianggap benar dan sah, tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan terkait tanda tangan pihak-pihak yang bersangkutan, apabila terdapat bantahan dari pihak lawan dalam hal pembuktian di depan hakim, maka pihak pembantahlah yang harus melakukan pembuktian terhadap kebenaran atas bantahannya tersebut.

Dokumen terkait