• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Perumaha

Bagi masyarakat Indonesia kebutuhan akan rumah sangat penting

karena rumah merupakan kebutuhan pokok selain sebagai tempat tinggal

juga sebagai tempat berteduh yang nyaman dan rumah juga merupakan

tempat yang layak bagi makhluk hidup.

Menurut Undang-undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman yang dimaksud dengan perumahan adalah kumpulan

rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik perkotaan maupun pedesaan

yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil

upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Sedangkan Permukiman menurut

Undang-Undang ini juga adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri

atas satu satuan perumahan yang menpunyai prasarana, sarana, dan utulitas

umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan

perdesaan atau kawasan perkotaan.

Sedangkan kata rumah itu sendiri menurut Undang-undang No 1

Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah bangunan

gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana

pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset

bagi pemiliknya. Sedangkan pengertian rumah yang lain adalah bangunan

yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian yang digunakan untuk

berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya, rumah juga

merupakan tempat tempat awal pengembangan kehidupan (Siswono

Yudohusodo, Searti Salim, 1991:432).

Dari pengertian perumahan diatas disebutkan perumahan dilengkapi

dengan prasarana, sarana, dan utulitas umum. Yang dimaksud dengan

prasarana menurut Pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 2011 adalah

kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu

untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak sehat, aman, dan nyaman.

Sedangkan sarana adalah fasilitas dalam lingkungan hunian yang berfungsi

untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial,

budaya, dan ekonomi. Menurut Undang-Undang ini juga utilitas umum

adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan lingkungan hunian.

b. Asas-asas Perumahan dan kawasan permukiman

Perumahan dan kawasan permukiman diselenggarakan dengan

berasaskan Pasal 2 Undang-Undang No 1 tahun 2011 antara lain :

1. Kesejahteraan;

2. Keadilan dan pemerataan ;

3. Kenasionalan;

4. Keefisienan dan kemanfaatan;

5. Keterjangkauan dan kemudahan;

6. Kemandirian dan kebersamaan;

7. Kemitraan;

8. Keserasian dan keseimbangan;

9. Keterpaduan;

10. Kesehatan;

11. Kelestarian dan keberlanjutan; dan

c. Kualitas Bangunan Perumahan

Kualitas bangunan perumahan merupakan suatu strategi untuk

meningkatkan kepuasan konsumen dalam menikmati atau memakai suatu

produk atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha khususnya pada

pengembang yang menghasilkan bangunan yang sesuai dengan harapan

konsumen perumahan. Pembangunan perumahan ditentukan pada spesifikasi

teknis bangunan, dasarnya spesifikasi teknis bangunan dibuat oleh

masing-masing pengembang perumahan antara perumahan yang satu dengan yang

lainnya berbeda-beda, namun disesuaikan dengan standar pembangunan

perumahan.

Pembangunan yang dhasilkan oleh pengembang merupakan kegiatan

mendirikan bangunan rumah yang diselenggarakan melalui tahap persiapan,

perencanaan teknis, dan pengawasan kontruksi baik merupakan penbangunan

baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya, maupun perluasan bangunan yang

sudah ada atau yang belum selesai dan atau perawatan. Dalam membangun

perumahan dan permukiman diperlukan kualitas bangunan yang baik agar

dapat dikatakan rumah yang kayak huni sehingga Pembangunan perumahan

harus memenuhi persyaratan bangunan rumah dan itu sesuai dengan Pasal 7

Undang-undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang

meliputi:

1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

2) Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status

kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.

3) Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan

bangunan gedung.

4) Penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk

bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang

berlaku.

5) Persyaratan administratif dan teknis untuk bangunan gedung adat,

bangunan gedung semi permanen, bangunan gedung darurat, dan

bangunan gedung yang dibangun pada daerah lokasi bencana ditetapkan

oleh Pemerintah Daerah sesuai kondisi sosial dan budaya setempat

.

Dalam menilai suatu bangunan perumahan yang layak huni

pengembang memerlukan hal-hal yang mempengaruhi kekuatan konstruksi

bangunan (Achmad Basuki,Menilik Kualitas Bangunan Dan Tips

Penanggulangan Kerusakan Yang Mungkin Terjadi <

http://achmadbasuki.wordpress.com/feed/> diakses Selasa 31 Mei 2011 pukul

20.00) yaitu :

1) Desain mekanika struktur yang berkaitan dengan kestabilan struktur

(termasuk desain pondasinya).

2) Mutu bahan atau material.

3) Cara pelaksanaan konstruksi.

4) Operasional dan pemeliharaan

.

Adapun standar-standar yang dapat diterapkan dalam menilai kualitas

kontruksi suatu bangunan menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan

Gedung antara lain :

1)

Standar desain, dimana Lembaga berwenang telah mengeluarkan

beberapa standar desain seperti peraturan kayu, SNI T15-1991-03

tentang standar tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan

gedung adalah beton dengan campuran 1 semen : 2 pasir : 3 split (koral)

lebar 15 sentimeter, tinggi 20 sentimeter, besi beton tulangan utama

menggunakan 4 buah diameter 10 milimeter (4 d 10 ) sedangkan untuk

begel menggunakan diameter 8 milimeter berjarak 15 sentimeter ( d 8 –

15), SNI 03-1729-2002 tentang standar tata cara perencanaan struktur

baja untuk bangunan gedung, dsb. Bahkan untuk pengurusan IMB pun

juga perlu dilampirkan perhitungan strukturnya, yang diharapkan dapat

terpantau apakah desain sudah mengacu pada standar-standar atau

peraturan-peraturan.

2)

Standar test bahan atau material, kayu, beton dan penyusun beton, baja

dan struktur lainnya. Seperti Balok ring merupakan penutup pada

pasangan batu bata. Menurut SNI T15-1991-03, jarak antara ring sekitar

0,5 meter dan menggunakan tulang dengan diameter 8 milimeter. Standar

nasional untuk kolom bahan yang dipergunakan adalah beton dengan

campuran 1 semen : 2 pasir : 3 split (koral). Dimensi kolom yang sering

digunakan pada bangunan rumah tinggal lantai satu , lebar 15 sentimeter,

tinggi 20 sentimeter, besi beton tulangan utama menggunakan 4 buah

diameter 10 milimeter (4 d 10 ) sedangkan untuk begel menggunakan

diameter 8 milimeter berjarak 15 sentimeter ( d 8 – 15).

3)

Dinding merupakan suatu elemen penting sebuah rumah yang berfungsi

untuk memisahkan atau membentuk ruang. Ukuran standar bata merah

adalah 25 x 12 x 5 sentimeter atau kurang dengan campuran bahan untuk

plester 1 semen : 3 kawur : 10 pasir

.

Sesuai Kepmen Kimpraswil No.403/KPTS/M/2002 tentang Pedoman

Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat pada dasarnya bagian-bagian

struktur pokok untuk bangunan rumah tinggal sederhana adalah :

1) Pondasi

Secara umum sistem pondasi yang memikul beban kurang dari

dua ton (beban kecil), yang biasa digunakan untuk rumah sederhana

dapat dikelompokan kedalam tiga sistem pondasi, yaitu: pondasi

langsung; pondasi setempat; dan pondasi tidak langsung. Sistem pondasi

yang digunakan pada Rumah Inti Tumbuh (RIT) dan pengembangannya

dalam hal ini Rumah Sederhana Sehat (Rs Sehat) ini adalah sistem

pondasi setempat dari bahan pasangan batu kali atau pasangan beton

tanpa tulangan dan sistem pondasi tidak langsung dari bahan kayu ulin

atau galam.

2) Dinding

Bahan dinding yang digunakan untuk RIT dan pertumbuhannya

adalah conblock, papan, setengah conblock dan setengah papan atau

bahan lain seperti bambu tergantung pada potensi bahan yang dominan

pada daerah dimana rumah ini akan dibangun. Ukuran conblock yang

digunakan harus memenuhi SNI PKKI NI-05. Untuk dinding papan

harus dipasang pada kerangka yang kokoh, untuk kerangka dinding

digunakan kayu berukuran 5/7 dengan jarak maksimum 100 cm. Kayu

yang digunakan baik untuk papan dan balok adalah kayu kelas kuat dan

awet II. Apabila untuk kerangka digunakan kayu balok berukuran 5/10

atau yang banyak beredar dipasaran dengan ukuran sepadan. Jarak tiang

rangka kurang lebih 150 cm. Papan yang digunakan dengan ketebalan

minimal 2 cm setelah diserut dan sambungan dibuat alur lidah atau

sambungan lainnya yang menjamin kerapatan.

3) Kerangka Bangunan

Rangka dinding untuk rumah tembok dibuat dari struktur beton

bertulang. Untuk rumah setengah tembok menggunakan setengah rangka

dari beton bertulang dan setengah dari rangka kayu. Untuk rumah kayu

tidak panggung rangka dinding menggunakan kayu. Untuk sloof

disarankan menggunakan beton bertulang. Sedangkan rumah kayu

panggung seluruhnya menggunakan kayu, baik untuk rangka bangunan

maupun untuk dinding dan pondasinya.

4) Kuda-kuda

Rumah sederhana sehat ini menggunakan atap pelana dengan

kudakuda kerangka kayu dengan kelas kuat dan awet II berukuran 5/10

atau yang banyak beredar dipasaran dengan ukuran sepadan. Disamping

sistem sambungan kuda-kuda tradisional yang selama ini sudah

digunakan dan dikemb angkan oleh masyarakat setempat.

Dalam rangka mempercepat pelaksanaan pemasangan kerangka

kuda-kuda disarankan menggunakan sistem kuda-kuda papan paku, yaitu

pada setiap titik simpul menggunakan klam dari papan 2/10 dari kayu

dengan kelas yang sama dengan rangka kuda-kudanya. Khusus untuk

rumah tembok dengan konstruksi pasangan, dapat menggunakan

kuda-kuda dengan memanfaatkan ampig tembok yang disekelilingnya

dilengkapi dengan ring-balok konstruksi beton bertulang.

Kemiringan sudut atap harus mengikuti ketentuan sudut

berdasarkan jenis penutup atap yang digunakan, sesuai dengan

spesifikasi yang dikeluarkan oleh pabrik atau minimal 200 untuk

pertimbangan kenyamanan ruang didalamnya.

Membangun suatu perumahan tidak terlepas dari kerusakan bangunan

dalam pelaksanaan kontruksinya walaupun sudah memenuhi standar-standar

kualitas bangunan, untuk itu diperlukan peningkatan kualitas perumahan.

Peningkatan kualitas perumahan dan permukiman dilakukan untuk

meningkatan mutu kehidupan dan penghidupan, harkat, derajat, dan martabat

yang layak dalam lingkungan yang sehat dan teratur terutama bagi

masyarakat, untuk itu diperlukan penanganan (Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No 14/PRT/M Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Definisi

Operasional Standar Pelayanan Minimal Bidang Cipta Karya Penanganan

Permukiman Perkotaan) yang meliputi :

1) Perbaikan, yaitu dengan melaksanakan kegiatan tanpa perombakan yang

mendasar, bersifat parsial, dan dilakukan secara bertahap.

2) Pemugaran, yaitu dengan melakukan perbaikan dan atau pembangunan

kembali rumah dan lingkungan menjadi keadaan asli sebelumnya.

3) Peremajaan, yaitu dengan melakukan perombakan yang mendasar dan

bersifat menyeluruh dalam rangka mewujudkan kondisi rumah dan

lingkungan sekitar menjadi lebih baik.

4) Pemukiman kembali, dengan memindahkan masyarakat yang tinggal di

perumahan yang tidak layak huni, dan

5) Pengelolaan dan pemeliharaan, yaitu dengan mempertahankan dan

menjaga kualitas perumahan dan permukiman agar berfungsi

sebagaimana mestinya, yang dilakukan secara berkelanjutan.

Dokumen terkait