BAB III PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL SERANGAN NATO
3.1. Tinjauan Umum terhadap Libya di bawah Pemerintahan Moammar
Secara umum, Libya ialah sebuah negara di wilayah Afrika Utara yang berbatasan dengan Laut tengah di Utara, Mesir di sebelah Timur, Sudan di Tenggara, Chad dan Niger di sebelah Selatan dan Aljazair serta Tunisia di Barat.92
Negara ini pada mulanya merupakan negara dengan bentuk pemerintahan kerajaan dengan Raja Idris I sebagai pemimpin pemerintahannya sebelum akhirnya Moammar Gaddafi berhasil melakukan kudetanya pada tahun 1951, dan kemudian menjadikan dirinya sebagai penguasa De Facto Libya. 93
3.1.1 Sejarah Pemerintahan Moammar Gaddafi di Libya
Pada masa kepemimpinannya, Gadaffi menghapus Dewan Konstitusi Libya 1951 dan membuat suatu peraturan hukum baru yang didasarkan kepada ideologinya, dan hingga sekarang masih dikenal sebagai ‘The Green Book’. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang penulisan karya ilmiah ini, pemerintahan Gadaffi jauh dari pemerintahan yang ideal bagi masyarakatnya. Walaupun dalam doktrin ‘The Green Book’ nya Gadaffi menganut asas demokrasi namun dalam faktanya orang-orang yang menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan merupakan mereka yang loyal kepada Gadaffi, yang berakibat kekuasaan Gadaffi terjamin mutlak telah berada di tangannya. Begitu pula dengan
92 Boardcreations.blogspot.com, URL: http://boardcreations.blogspot.com/2014/12/negara-libya.html, diakses terakhir pada tanggal 15 Mei 2015.
keadaan militer Libya sengaja dibuat lemah sehingga kemungkinan untuk melakukan kudeta sangatlah kecil, mengingat unit-unit terkuat dalam militer di Libya dipegang oleh mereka yang loyal kepada Gadaffi.
Libya merupakan negara penghasil minyak yang menempati urutan ke-17 tertinggi di dunia namun ironisnya rakyat di Libya justru jauh dari kesan makmur. Berdasarkan data, sekitar 20,74 % masyarakat Libya merupakan pengangguran dan sepertiga dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan yang ditentukan Negara.94 Namun demikian, terdapat beberapa hal positif yang berhasil dicapai dalam pemerintahan Gaddafi ini, yaitu karena hampir 58% pemasukan Libya berasal dari sektor industri minyak, maka pemerintah daerah memerlukan lebih sedikit pajak penghasilan dari industri-industri lain sehingga mereka mempunyai lebih sedikit beban untuk mengembangkan potensi dan ekonomi masyarakat kelas menengah, Libya GDP perkapita, Human Development Index serta kemampuan untuk membaca dan menulis jauh lebih baik daripada Negara-negara tetangganya (Mesir dan Tunisia) dan merupakan yang tertinggi di benua Afrika, bahkan mengalahkan Saudi Arabia.95 Negara ini juga mempunyai program sistem dalam pengembangan kesejahteraan masyarakatnya, yaitu akses dalam memperoleh pendidikan tanpa membayar, pelayanan kesehatan gratis, bantuan keuangan dalam pemberdayaan hidup masyarakat dan akses air bersih secara cuma-cuma lewat pembangunan Great Manmade River.96
94 www.viva.co.id , URL:
http://sorot.news.viva.co.id/news/read/207837-harta-di-balik-jubah-sang-kolonel-, diakses tanggal 18 Januari 2015.
95
www. http://stats.oecd.org/, dalam Wikipedia..co.id, URL:
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_PDB_(KKB)_per_kapita
96
www.globalresearch.ca/, URL:
Libya dalam masa pemerintahan Gaddafi merupakan salah satu negara yang bermasalah pada bidang pembangunan, dapat dilihat dari salah satu daerah yang memiliki perekonomian terburuk di bagian Timur, yang justru merupakan tempat dimana Gadaffi memproduksi minyak mentah, dan selain program akses air bersih dan pemberdayaan hidup masyarakat tidak ada infrastruktur / pembangunan lagi di Libya, bahkan program pelayanan kesehatan gratis yang dicetuskan Gaddafi dianggap sangat tidak layak oleh masyarakat Libya, hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat Libya yang mencari penanganan medis di negara-negara tetangga, seperti Tunisia dan Mesir.97
Layaknya negara-negara yang dikuasai oleh pemerintahan absolut, korupsi dengan tingkat parah terjadi, sebagian besar dari perekonomian di Libya dikuasai oleh Gaddafi, keluarganya beserta loyalis Gaddafi yang berhasil menguasai perekonomian melalui cara-cara politiknya98. Pada tahun 2009 sampai 2011, menurut laporan dari lembaga Freedom Press Index99, Libya merupakan Negara yang paling rendah dalam hak kebebasan pers di daerah Timur Tengah dan Afrika Utara, pembatasan hak untuk bersuara juga dilakukan, hal ini terbukti dalam Undang-undang 75 tahun 1973 dan dalam Undang-undang tahun 1974, Gaddafi menyatakan siapapun yang mendirikan partai politik akan dieksekusi, namun pada tahun 1977, ketika Gaddafi memperkenalkan sistem Jamahiriya, ia juga
97 archives.dailynews.lk/, URL: http://archives.dailynews.lk/2011/10/22/fea02.asp , diakses tanggal 18 januari 2015.
98 www.nytimes.com , URL:
http://www.nytimes.com/2011/03/10/world/africa/10qaddafi.html?_r=0, diakses pada tanggal 18 Mei 2015.
99 freedomhouse.org, URL:
https://freedomhouse.org/report-types/freedom-press#.VV63aI6qqko, diakses pada tanggal 18 Mei
membentuk komite revolusioner sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat, dimana sistem komite revolusioner ini merupakan partisipasi langsung dari para perwakilan partai-partai tradisional, seiring waktu, kedudukan serta kekuatan daripada komite revolusioner berkembang, dan sering menjadi sumber ketegangan dalam Jamahiriya, hingga Gaddafi sendiri mengkritisi efektifitas dan kekuasaan Komite Revolusioner akhirnya dibatasi pada akhir tahun 1980. Pada tahun 2009, Gaddafi berpidato tentang periode politik baru dan cukup membuat masyarakat tergerak, yang meliputi pemilihan umum posisi-posisi penting dalam pemerintahan (seperti perdana menteri, menteri-menteri, posisi penasehat keamanan Negara) dan berjanji akan mengikutsertakan pihak-pihak pengawas internasional demi menjamin pemilihan yang adil.
3.1.2 Perlawanan Kelompok Oposisi terhadap Pemerintahan Moammar Gaddafi
Pada awalnya merupakan aksi protes terhadap pemerintahan Gaddafi, masyarakat menuntut pelaksanaan program bantuan pemerintah dan penanganan korupsi politik yang terjadi di Libya. Di daerah Bayda, Derna, Benghazi, Bani Walid dan kota-kota lainnya, aksi anarkis terjadi, para demonstrans menyerang dan berhasil menguasai kantor-kantor pemerintahan serta menyerang pekerja-pekerja pemerintah, dan mulai memuncak pada tanggal 15 Februari 2011, di mana sekitar 500 hingga 600 demonstran berkumpul melakukan aksi protes atas
penahanan Fathi Terbil, pejuang hak asasi manusia100 dan aksi tersebut mendapat perlawanan dari pihak kepolisian setempat, dimana 38 orang terluka, 10 di antaranya ialah anggota kepolisian, di kota Bayda dan Zintan juga berkumpul para demonstran yang melakukan tindakan anarkis sebagai aksi ketidakpuasan terhadap pemerintahan Gaddafi dan kepolisian Libya merespon dengan tindakan kekerasan pula, seperti pemakaian ‘water canon’ dan senjata api kepada para demonstran (yang juga bersenjata) sampai pada tanggal 18 Februari 2011, pihak kepolisian terpaksa mundur akibat kewalahan menghadapi demonstran, dan banyak dari anggota kepolisian di daerah-daerah tersebut berbalik bergabung dengan para demonstran dan pemerintah Gaddafi membalasnya dengan menggunakan senjata kepada para demonstran, pada saat itu korban tewas diperkirakan mencapai 49 orang101, sedangkan penduduk di Benghazi memperkirakan korban telah mencapai 200 orang dan pada tanggal 20 Februari, protes mulai menyebar dan situasi memanas, dan pemerintah berupaya mengatasi keadaan tersebut dengan menyerukan bahwa mereka akan mempertahankan Libya dan mengatasi situasi tersebut dan tidak akan membiarkan Al Jazeera, Al Arabiya dan BBC menipu bangsa Libya (We will fight to the last man and woman and bullet. We will not lose Libya. We will not let Al Jazeera, Al Arabiya and BBC
trick us) 102 dan tampak jelas bahwa pemerintah Libya menyalahkan situasi
100 http://id.muslimvillage.com/ URL:
http://id.muslimvillage.com/2011/02/17/8955/libyans-in-fiery-clash-with-government-officials/ , diakses tanggal 18 januari 2015.
101 http://www.theguardian.com/, URL:
http://www.theguardian.com/world/2011/feb/18/libya-protests-massacres-reported, diakses terakhir pada tanggal 18 Januari 2015
102 http://www.xinhuanet.com/english/, URL:
http://news.xinhuanet.com/english2010/world/2011-02/21/c_13741080.htm, diakses tanggal 18
tersebut kepada pihak luar, khususnya pada Israel yang memang menyuarakan kepada para pemimpin negara Arab untuk tetap bersikap wajar terhadap situasi-situasi tersebut, hari-hari berikutnya Gaddafi menyerukan propaganda kepada masyarakat agar tidak mempercayai berita-berita yang bersumber dari luar (selain berita resmi dari pemerintahan Gaddafi) dan pidato propaganda Gaddafi semakin tidak jelas arah dan tujuannya sebab dalam kurun waktu 24 jam, ia kembali melaksanakan propaganda dengan menyalahkan pihak asing dan menyatakan bahwa para demonstran sudah diperdayai oleh mereka, dan hal-hal tersebut hanyalah halusinasi semata dan Gaddafi menolak mengundurkan diri sebab ia tidak memiliki jabatan resmi di mana ia bisa mundur kemudian menyalahkan situasi pemberontakkan kepada “Islamis” dimana ia berpendapat bahwa keadaan tersebut telah diatur di Bayda dan Derna, ia juga menyerukan kepada para pendukungnya untuk mengambil kembali fasilitas-fasilitas yang telah diduduki oleh para demonstran, ia juga mengutarakan bahwa ia belum memerintahkan penggunaan kekerasan dan memperingatkan bahwa bila ia melakukannya maka mereka akan hancur, namun dalam faktanya, pemerintahan Gaddafi telah melaksanakan suatu penggunaan kekerasan dalam upaya mengatasi pemberontakkan, bahkan dalam laopran dari pengamat HAM, diperkirakan korban tewas hingga 22 Februari telah mencapai 232 orang103. Tanggal 23-24 Februari, terjadi perebutan daerah kekuasaan antara Gaddafi dengan para demonstran, dimana berjatuhan banyak korban, terutama para pelajar, Gaddafi meresponnya dengan ucapan turut berduka dan kembali menyalahkan tindakan
103http://www.aljazeera.com/,URL:
http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/02/201122261251456133.html, diakses tanggal 18
para pelajar kepada halusinasi yang ditanamkan oleh produk-produk asing dan pada tanggal 25 Februari, untuk pertamakalinya kota Tripoli dimasuki oleh para demonstran meskipun pasukan Gaddafi berhasil mempertahankan Tripoli dan pada tanggal 26 Februari, banyak diantara pasukan Gaddafi beralih mengikuti para pemberontak dan telah ada rencana untuk membentuk suatu organisasi, pada hari itu, Presiden Amerika Serikat (AS), Barrack Obama dan Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton mendesak Gaddafi untuk mundur dari kekuasaan demi mencegah tindakan kekerasan lebih lanjut.
‘Dewan Transisi Nasional’ yaitu suatu organisasi yang merupakan bentuk aspirasi para demonstran dalam usahanya untuk mengubah Libya terbentuk pada tanggal 27 Februari 2011, di Benghazi, dengan tujuan utama dari pembentukan ‘Dewan Transisi Nasional’ bukanlah untuk menggantikan pemerintah tandingan dengan pemerintah Moammar Gaddafi melainkan untuk mengatur gerakan-gerakan pemberontakan di daerah-daerah lain dan untuk menunjukan keberadaan pihak oposisi kepada dunia Internasional. Dewan Transisi Nasional kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai satu-satunya wakil dari Negara Libya yang pada tanggal 10 Maret tahun 2011 diakui oleh Perancis dan Portugal dan Dewan Eropa (European Council) mendorong negara-negara di wilayah Eropa untuk mengakui Dewan Transisi Nasional sebagai satu-satunya perwakilan Negara Libya.
Situasi makin memanas dan Perdana Menteri Inggris mengusulkan rencana zona larangan terbang untuk mencegah Gaddafi mengangkut dan menggunakan tentara bayaran serta mencegah penggunaan pesawat militer serta helicopter lapis baja kepada penduduk sipil, kembali Menteri Luar Negeri AS,
Hillary Clinton, mendesak Gaddafi untuk mundur demi mencegah jatuhnya korban lebih lanjut, Menteri Pertahanan Australia, Stephen Smit menegaskan bahwa pemerintah Australia sedang mempertimbangkan penggunaan opsi milter terhadap Gaddafi, sebab kecil kemungkinan niat Gaddafi untuk mundur, pada tanggal 2 Maret 2011, pihak Oposisi secara resmi meminta kepada PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk memberlakukan zona larangan terbang dan melakukan serangan udara terhadap pasukan Gaddafi, gagasan Zona Larangan terbang tersebut didukung pula oleh organisasi internasional Liga Arab juga didukung oleh kerjasama negara-negara Africa (African Union).104 Pihak Oposisi juga menolak dialog damai dengan Gaddafi yang disponsori oleh Presiden Venezuela, Hugo Chávez, dan melanjutkan upaya untuk menduduki daerah-daerah dibawah kekuasaan Gaddafi, seperti kota Sirte, yang merupakan daerah-daerah asal dan benteng Gaddafi sementara Prancis, Inggris, Amerika Serikat dan negara-negara Timur Tengah bekerjasama dalam mewujudkan resolusi larangan Zona terbang (No-Fly Zone) bagi Libya.
Pada tanggal 17 Maret 2011, pasukan Gaddafi berhasil menduduki Gerbang Selatan kota Ajdabiya dan menyegel gerbang Timur serta memasuki kota pelabuhan kecil Zuwetina ke arah Barat Laut kota Ajdabiya, Gaddafi kembali menyatakan bahwa ia bersumpah akan menyerang kota Benghazi di malam yang sama dan menjanjikan amnesti kepada pemberontak yang menyerah secara damai dan pasukannya tidak akan menunjukan belas kasihan kepada mereka yang terus
berjuang.105 Pemimpin pemberontak, Mustafa Abdul Jalil mengatakan bahwa pihak pemberontak tidak akan mundur dan tidak akan terintimidasi. Pada hari itu jugalah, Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES/1973 (2011) mengenai Zona Larangan Terbang diadopsi oleh PBB.106
Pada tanggal 19 Maret 2011, koalisi Intervensi militer pun dimulai. Para anggota NATO mulai melakukan intervensi militer atas dasar penegakan Resolusi 1973 (2011) mengenai Zona Larangan Terbang yang berisi tentang tuntutan gencatan senjata dan pengakhiran tindakan kekerasan terhadap penduduk sipil, pemberlakuan zona larangan terbang di daerah Libya, pengaturan sarana-sarana yang diperlukan untuk menjamin dan melindungi penduduk sipil, menegaskan embargo senjata terutama pada para tentara bayaran dengan inspeksi-inspeksi paksa terhadap kapal dan pesawat, pelarangan terbang untuk penerbangan-penerbangan Libya, pembekuan asset-aset yang dimiliki oleh otoritas Libya serta menegaskan penggunaan asset-aset tersebut harus digunakan untuk kepentingan masyarakat Libya, mempersempit pemberlakuan larangan perjalanan dan pembekuan aset-aset dalam Resolusi 1970 tersebut ke sejumlah individu dan entitas di Libya dan membentuk dewan khusus untuk memantau dan mendorong pemberlakuan sanksi. 107
105 Aljazeera.com, URL:
http://www.aljazeera.com/news/africa/2011/03/2011317645549498.html, diakses tanggal 3
Januari 2015.
106 UN.org/news/, URL: http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=37808, diakses tanggal 3 Januari 2015.
107 http://www.un.org/, URL:
http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=37808&Cr=libya&Cr1=#.VL8URdKUewY,
Hal ini menguntungkan bagi pihak Oposisi, sebab setelah pengadopsian Resolusi 1973, pertempuran Ajdabiya dan pertempuran kedua di Benghazi, para anggota oposisi yang sebagian besar merupakan penduduk sipil yang bersenjata tidak mempunyai kepemimpinan dan komunikasi yang kurang baik sehingga mereka dengan cepat menjadi kacau dan terpaksa mundur. Dengan meningkatnya frekuensi dan kekuatan dalam setiap serangan NATO, dukungan dari Masyarakat Internasional dan pembelotan-pembelotan yang terjadi dalam pasukan-pasukan elit Gaddafi sendiri, pada akhir bulan Mei, pasukan Oposisi mampu memaksa pasukan Gaddafi keluar dari Misratadan memulai upaya untuk penguasaan wilayah. 108
Dari bulan Juni sampai dengan awal Agustus, pihak oposisi mulai maju dan fokus menduduki kota-kota di daerah Barat dan Dewan Transisi Nasional mendapat pengakuan Internasional dari Amerika Serikat dan negara-negara lain, membuka kedutaan dan kantor-kantor diplomatik di ibu kota negara-negara lain dan meskipun pembunuhan terhadap Komandan Militer, Jenderal Abdul Fatah Younis terjadi, pihak Oposisi yang berbasis di penggunungan Nafusa dengan berani bergerak menuju daerah sekitar Laut Mediterania dan bergerak maju dari Misrata menuju bagian Utara dan Timur dimana para loyalis berada. Sekitar pertengahan Agustus hingga tanggal 23 Oktober, perimeter pertahanan Gaddafi di Tripoli mulai hancur yang menyebabkan Gaddafi dan para loyalisnya pelan tapi pasti bergerak meninggalkan Tripoli, banyak dari loyalis Gaddafi ditangkap atau terbunuh dalam peperangan tersebut, termasuk putra bungsu Gaddafi, Khamis dan
108 http://www.theguardian.com/, URL:
http://www.theguardian.com/world/2011/mar/23/libya-no-fly-zone-leadership-squabbles , diakses
pos-pos pertahanan tersebut akhirnya runtuh di bawah serangan efektif yang dilakukan NATO dan Pasukan Oposisi. Pada akhir bulan Desember, Dewan Transisi Nasional telah diakui oleh PBB, Liga Arab dan Uni Afrika sebagai otoritas pemerintahan yang sah dari Negara Libya dan dengan demikian telah memperoleh pengakuan dari sebagian besar negara di dunia. Di saat-saat terakhir, pihak Oposisi dengan gencar menyerang pos-pos pertahanan Gaddafi di Sirthe, dan Gaddafi akhirnya tertangkap di Sirthe109 setelah mengalami luka-luka yang cukup parah, Gaddafi kemudian meninggal dalam penahanan.110
3.1.3 Kualifikasi Konflik Bersenjata di Libya Dalam Persepektif Hukum Internasional
Menurut William S. Lind, pengkategorian tentang perang yang disebutnya sebagai Fourth Generation Warfare terbagi dalam empat generasi, yaitu111 :
a) First generation warfare
Masa ini ialah masa bermunculannya nation-state, yang menggantikan eksistensi klan-klan, aliansi kota dan sebagainya, dimana kepemilikkan senjata dimonopoli oleh negara dan peperangannya mengutamakan tactic of line and column, yaitu pasukan A dan pasukan B berbaris saling berbaris dan saling bertukar tembakan begitu seterusnya sampai salah satu pihak kehabisan pasukan atau mundur.
a) Second Generation Warfare
109 http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-15385955, diakses tanggal 22 Mei 2015. 110
http://www.reuters.com/article/2011/10/20/us-libya-idUSTRE79F1FK20111020, diakses
tanggal 22 Mei 2015. 111
http://pusbangsdmgrupag.blogspot.com, Url : http://pusbangsdmgrupag.blogspot.com
Pada saat ini, militer mulai berkembang dan menitikberatkan serangan pada taktik yang lebih fleksibel dan penerapan prinsip-prinsip manuver, concealment dan artileri (indirect fire), mulai ada penambahan tentang garis pertahanan yang dilengkapi dengan bunker-bunker.
b) Third Generation warfare
Ditandai dengan adanya strategi militer yang bersifat non linear dan melakukan serangan langsung ke markas lawan yang pada intinya menitikberatkan pada serangan langsung tanpa mendekati daerah lawan dengan tujuan untuk menghancurkan pasukan militer lawan dan juga memperhatikan pertahanan militer, salah satu contoh dapat diambil dari serangan Jerman, Blitzkrieg, pada pembukaan Perang Dunia ke-2.
c) Fourth Generation warfare
Merupakan jenis peperangan yang terjadi tidak hanya antar suatu negara dengan negara lain, namun juga terjadi antara negara dengan aktor-aktor bukan negara (gerakan teroris, mafia, gerilyawan, dan lainnya termasuk rakyatnya). Perang ini dapat menjadi perang yang dapat dilakukan tanpa medan tempur yang terdefinisi dengan jelas, garis pemisah antara rakyat sipil dan militer juga menjadi semakin tidak jelas. Perang ini akan terjadi dalam seluruh segi kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, dan militer.
Dalam Hukum Humaniter sendiri, dikenal dua jenis peperangan berdasarkan sifatnya,112 yaitu konflik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non-internasional yang mana perbedaannya terletak pada pihak-pihak yang bersengketa. Konflik bersenjata internasional ialah perang antara dua negara atau lebih dan tercantum dalam Common Article 2 Konvensi Jenewa 1949113 berserta Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 96 ayat (3) Protokol Tambahan I tahun 1977. Berdasarkan Konvensi Jenewa 1949, konflik yang terjadi antara dua negara atau lebih terdiri dari tiga situasi yaitu Perang yang dilakukan dengan cara-cara yang sah ; dalam hal ini perang yang didahului dengan pernyataan perang (declaration of war); maupun peperangan yang tidak melakukan pernyataan perang (declared/undeclared war). Kemudian peperangan yang diikuti dengan adanya invasi atau pendudukan dari pihak musuh (occupation) baik yang di dalamnya menemui perlawanan maupun yang tidak dan dalam situasi yang menegaskan dimana pihak dalam peperangan atau yang bersengketa adalah para pihak atau bukan pihak pada Konvensi Jenewa 1949, yang mana hal tersebut tidak menyebabkan tidak berlakunya Konvensi itu sendiri.
Sementara sengketa bersenjata non-internasional ialah perang yang melibatkan negara dengan pemberontak di dalam negara. Ketentuan mengenai
112
www.adh-geneva.ch/RULAC/,URL:http://www.adh
geneva.ch/RULAC/qualification_of_armed_conflict.php, diakses terakhir pada tanggal 24 Februari
2015.
113 In addition to the provisions which shall be implemented in peace-time, the present
Convention shall apply to all cases of declared war or of any other armed conflict which may arise between two or more of the High Contracting Parties, even if the state of war is not recognized by one of them.
The Convention shall also apply to all cases of partial or total occupation of the territory of a High Contracting Party, even if the said occupation meets with no armed resistance
jenis konflik bersenjata tersebut tercantum dalam common article 3 Konvensi Jenewa 1949114 dan Protokol Tambahan II tahun 1977.
Berdasarkan penjelasan mengenai kategori perang di atas, maka konflik yang terjadi di Libya merupakan jenis perang dalam kategori perang generasi keempat (Fourth Generation warfare) dimana konflik militer tersebut disebabkan ketidakpuasan rakyat Libya terhadap pemerintahan Moammar Gaddafi, yang meliputi segala aspek kehidupan dan dalam perkembangannya, garis pemisah antara rakyat sipil dengan militer menjadi semakin kabur.
Terkait dengan sifat daripada konflik itu sendiri, perlu kiranya diketahui mengenai status kaum pemberontak di Libya itu sendiri dalam dunia internasional. Sebagaimana yang telah diketahui sejak dulu bahwa subyek hukum internasional ialah Negara, karena dalam Hukum Internasional, ketentuan-ketentuan yang diatur umumnya berkenaan dengan hak-hak, kewajiban-kewajiban dan kepentingan-kepentingan negara-negara, namun seiring perkembangan dunia internasional115 dan praktek-praktek internasional yang terjadi telah memperluas jangkauan atas subyek-subyek internasional menjadi Lembaga-lembaga dan Organ-organ Internasional,116 bagian-bagian Negara (negara-negara bagian),117 Kaum
Beligerensi (para pemberontak),118 individu-individu,119 tahta suci Vatikan,120
114 In the case of armed conflict not of an international character occurring in the territory of
one of the High Contracting Parties, each Party to the conflict shall be bound to apply, as a minimum, the following provisions…
115 J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, Jakarta,