• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP

LIBYA

VERONIKA PUTERI KANGAGUNG NIM. 0803005123

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(2)

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

VERONIKA PUTERI KANGAGUNG NIM. 0803005123

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

     

(3)
(4)

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Nomor : 313/UN14.1.11.1/PP.05.02/2015 Tanggal 23 Juli 2015

Ketua : Dr. I Dewa Gede Palguna, SH.,M.Hum ( ) NIP.196112241988031001

Sekretaris : A.A. Sri Utari, SH.,MH ( )

NIP.197702172001122001

Anggota : 1. Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH,.H.Hum ( ) NIP.195803211986021001

: 2. I Gede Pasek Eka Wisanjaya, SH.,MH ( ) NIP.197305281998021001

: 3. I Gede Putra Ariana, SH.,M.Kn ( ) NIP.197807042008011009

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM

SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA”. Skripsi ini diajukan

sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Penyusunan karya tulis ini tentunya tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, yaitu kepada:

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana SH,.MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

(6)

5. Bapak Ida Bagus Erwin Ranawijaya, SH.,MH., Ketua Bagian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

6. Bapak I Gede Putra Ariana, SH.,M.Kn., Sekretaris Bagian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

7. Bapak Dr. I Dewa Gede Palguna, SH.,M.Hum., selaku dosen pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

8. Ibu A.A. Sri Utari, SH.,Mh., selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

9. Bapak I Made Budi Arsika SH.,L.LM., selaku dosen yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

10. Bapak I Ketut Sudjana, S.H.,M.H., Pembimbing Akademik, atas pengarahan pengambilan mata kuliah guna menyelesaikan studi kuliah penulis.

11. Seluruh Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Udayan yang telah banyak memberikan ilmu serta wawasan yang lebih kepada penulis.

12. Orang tua penulis Kartika Winatha (alm.) dan Yulia Susanty, serta adik-adik saya yang selalu mendukung dengan perhatian, semangat, dan doa.

(7)

13. Sahabat penulis Sheryl, Suri, Odilia, Sanie, Haniffa, Nurhayati, terimakasih untuk semua bantuan, semangat dan doa selama penyusunan tugas akhir ini.

14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sehingga akan menjadi lebih baik di masa yang akan datang. Harapan penulis semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada semua pihak yang membutuhkannya.

Denpasar, Juni 2015

(8)

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa, Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu pada naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, Yang menyatakan,

(Veronika Puteri Kangagung) 0803005123

     

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 9 a. Tujuan Umum ... 9 b. Tujuan Khusus ... 9 1.5. Manfaat Penelitian ... 9 a. Manfaat Teoritis ... 9 b. Manfaat Praktis ... 10 1.6. Landasan Teoritis ... 10 1.7. Metode Penelitian ... 18 a. Jenis Penelitian ... 18 b. Jenis Pendekatan ... 18

c. Sumber Bahan Hukum ... 20

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 21

e. Teknik Analisa Bahan Hukum ... 22

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NATO ... 23

2.1. Sejarah Lahirnya NATO ... 23

2.1.1. Pengaruh Perang Dingin ... 23

(10)

2.1.3. Ruang Lingkup dan Asas-Asas NATO ... 29

2.1.4. Perkembangan Terakhir NATO ... 32

2.2. NATO sebagai Organisasi Internasional ... 35

2.2.1. Hubungan antara Kedudukan, Fungsi dan Kewenangan NATO ... 35

2.2.2. Kekhasan NATO sebagai Organisasi Internasional ... 40

2.2.3. Kedudukan, Fungsi dan Kekuasaan NATO ... 43

2.2.4. Misi-Misi Perdamaian NATO ... 47

BAB III PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL SERANGAN NATO TERHDAP LIBYA ... 49

3.1. Tinjauan Umum terhadap Libya di bawah Pemerintahan Moammar Gaddafi ... 49

3.1.1. Sejarah Pemerintahan Moammar Gaddafi di Libya ... 49

3.1.2. Perlawanan Kelompok Oposisis terhadap Pemerintahan Moammar Gaddafi ... 52

3.1.3. Kualifikasi Konflik Bersenjata di Libya Dalam Perspektif Hukum Internasional ... 59

3.2. Keabsahan Serangan NATO terhadap Libya ... 3.2.1. Perspektif Hukum Internasional Umum ... 3.2.2. Perspektif Hukum Humaniter ... BAB IV BATAS ALASAN PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL SEBAGAI PEMBENARAN DALAM SERANGAN NATO TERHADAP LIBYA ... 73

4.1. Perlindungan Penduduk Sipil dalam Hukum Internasional ... 73

4.1.1. Ketertiban Umum dalam Hukum Internasional dalam Kaitannya dengan Perlindungan Penduduk Sipil ... 73

4.1.2. Beberapa Pengaturan Khusus ... 75

a. Hukum Hak Asasi Manusia ... 75

b. Hukum Humaniter ... 76

4.2. Praktik Penegakan Ketentuan tentang Perlindungan Penduduk Sipil ... 80

(11)

4.2.2. Mahkamah Pidana Internasional (ICC) ... 83

4.3. Analisis Penggunaan Alasan Perlindungan Penduduk Sipil dalam Serangan NATO terhadap Libya ... 85

4.3.1. Konsep Perlindungan Penduduk Sipil ... 85

4.3.2. Doktrin Responsibility To Protect ... 90

4.3.3. Tinjauan Komperhensif ... 94 BAB V PENUTUP ... 97 5.1. Kesimpulan ... 97 5.2. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ... 99 LAMPIRAN ... 104 ABSTRAK ... xii

(12)

JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA

ABSTRAK

Seiring perubahan jaman dunia selalu berkembang, demikian pula dengan permasalahan-permasalahan yang terjadi. Salah satu isu internasional yang terjadi adalah ketika pada tahun 2011 terjadi pemberontakan di Libya. Timbulnya pemberontakan ini kemudian menimbulkan banyaknya korban sipil dan membuat prihatin dunia internasional. Organisasi-organisasi internasional kemudian turut berperan dengan konsep melindungi warga sipil Libya dan salah satu diantaranya ialah NATO.

Serangan yang dilakukan oleh NATO terhadap Libya kemudian mengakibatkan jatuhnya korban sipil. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas serangan tersebut beserta batasan pemakaian alasan perlindungan penduduk sipil dapat dibenarkan.Tulisan skripsi ini memakai metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Dasar yang dipakai dalam penulisan skripsi ini ialah Hukum Internasional, Hukum Humaniter Internasional, serta instrumen-instrumen hukum internasional seperti Resolusi Dewan Keamanan PBB 1970 dan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973 serta Kovensi Deen Haag, Kovensi Jenewa, Statuta Roma dan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini, NATO dapat dibenarkan dalam melakukan serangannya terhadap Libya. Dasar pembenaran ini ialah konsep ‘perlindungan penduduk sipil’ yang tertuang dalam Resolusi DK PBB 1970 dan 1973, khususnya dalam paragraf 4 (Res.DK PBB 1973).

Kata Kunci : NATO, Hukum Internasional, Hukum Humaniter, Kovensi Deen Haag, Kovensi Jenewa, Resolusi Dewan Keamanan PBB 1970, Resolusi Dewan Keamanan PBB 1973.

(13)

JUSTIFICATION OF CIVILIANS PROTECTION IN NATO MILITARY ATTACK ON LIBYA

ABSTRACT

As the world changes and evolving, so as the problems that occured. One international issue that happen is when a rebellion in 2011 occurred in Libya. This then led to an uprising by the number of civilian casualties and create international concern. International organizations then contribute to the concept of protecting Libyan civilians and NATO is one of them.

Attacks carried out by NATO against Libya later resulted in civilian casualties. This then raises the question of the legality of such attacks and their usage limit civilian protection reasons can be used. This paper’ll used normative legal research methods to approach legislation and case approach. The basis used in this thesis is International Law, International Humanitarian Law, as well as legal instruments such as the UN Security Council Resolution 1970 and UN Security Council Resolution 1973 as well as Deen Haag Convention, the Geneva Conventions, the Rome Statute and other.

Based on the results of this thesis, NATO can be justified in conducting attacks against Libya. The basic justification is that the concept of 'protection of civilians' as stated in UNSC Resolutions 1970 and 1973, particularly in paragraphs 4 (Res.DK UN 1973).

Keywords: NATO, International Law, Humanitarian Law, Deen Haag Convention, the Geneva Conventions, the UN Security Council Resolution 1970, UN Security Council Resolution 1973.

       

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

Konflik di Libya merupakan akibat dari aksi protes masyarakat Libya yang menuntut pelaksanaan program bantuan pemerintah dan penanganan korupsi politik terhadap pemerintah Gaddafi. Aksi tersebut kemudian mendapat perlawanan dari pemerintahan Gaddafi yang merespon dengan tindakan kekerasan, seperti pemakaian ‘water canon’ dan senjata api kepada para demonstran. Tindakan tersebut ternyata berujung pada tewasnya ratusan orang yang melakukan perlawanan terhadap pemerintah.1

Kejadian tersebut kemudian menjadi sorotan masyarakat internasional khususnya mengenai isu Hak Asasi Manusia (HAM). Sejumlah entitas internasional pun mendesak pemerintah Libya untuk menghentikan tindakan-tindakan yang pelanggaran berat HAM terhadap rakyatnya. Respon pemerintah Libya yang mengabaikan desakan tersebut memicu reaksi serius masyarakat internasional.

Pada tanggal 30 Juli 2011, North Atlantic Treaty Organization (NATO) melakukan serangan udara terhadap kantor media pemerintah Libya yang kemudian menewaskan 3 orang pekerja media dan melukai 21 orang lainnya. Serangan tersebut merupakan salah satu contoh serangan-serangan yang telah

      

1 Disarikan dari Aljazeera.com, URL:

http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2011/02/201122171649677912.html diakses terakhir pada tanggal 6 Mei 2015.

(15)

dilakukan NATO. Hingga tanggal 17 Agustus 2011, serangan militer NATO telah menewaskan 1.108 warga sipil dan melukai 4.537 orang lainnya.2

Menarik untuk dicermati bahwasanya serangan militer NATO ke Libya ternyata didasarkan atas alasan untuk perlindungan penduduk sipil, sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam pernyataan Sekretaris NATO.3 Adapun salah satu justifikasi yang digunakan oleh NATO ialah Resolusi Nomor 1973 yang diadopsi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada tanggal 17 Maret 2011 yang berbunyi sebagai berikut:

“Calls upon all Member States, acting nationally or through regional organizations or arrangements, to provide assistance, including any necessary over flight approvals, for the purposes of implementing paragraphs 4, 6, 7 and 8

above”4

Dapat diartikan, bahwa yang dimaksud dari paragraf 4 dalam resolusi tersebut ialah memberikan otorisasi kepada negara-negara yang telah diberi wewenang untuk bertindak secara unilateral atau melalui organisasi internasional untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil dan penduduk sipil dari suatu ancaman serangan. Sementara paragraf 65 dan 76 merupakan ketentuan yang menjelaskan mengenai pelarangan terbang (konsep ‘No Fly Zone’) di daerah Jamahiriya Arab dengan pengecualian

penerbangan-      

2 CYBERSabili.com, URL:

http://sabili.co.id/internasional/sudah-1-108-warga-libya-tewas-dalam-serangan-nato, diakses terakhir tanggal 6 Mei 2015.

3 Secretary General’s video blog, URL:

http://andersfogh.info/2011/06/22/nato-protecting-civilians-in-libya, diakses tanggal 22 Mei 2015.

4 Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES/1973 (2011), Par 9.

5 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.6

(16)

penerbangan yang dilakukan dengan alasan kemanusiaan. Kemudian, paragraf 87 berisi ketentuan yang menegaskan kepada seluruh anggota yang telah mengkonfirmasikan keanggotaanya kepada Sekretaris Jenderal PBB maupun Sekretaris Jenderal Liga Arab, untuk melakukan segala upaya tindakan yang diperlukan secara unilateral atau melalui organisasi internasional guna mendukung pelaksanaan ketentuan dalam paragraf 6 dan 7 di atas.

Negara Libya pada tahun 1951 merupakan negara berbentuk kerajaan yang dipimpin oleh Raja Idris I. Pasca kudeta yang dipimpin oleh Muammar Gaddafi, Libya menjadi negara demokrasi yang menganut asas desentralisasi serta mempunyai dewan-dewan lokal yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan sesuai dengan filosofi yang tertulis di dalam buku ciptaannya “The Green Book”.8 Namun pada kenyataannya, struktur pemerintahan tersebut hanyalah manipulasi politik yang dibuat oleh Gaddafi, dengan maksud untuk memastikan dominasi seluruh kekuasaan negara Libya tetap berada di tangannya.

Seiring dengan kepemimpinannya, grafik keadaan ekonomi, politik dan bahkan kesehatan masyarakat mulai melemah cukup drastis. Diperkirakan sebanyak 20,74% warga Libya merupakan pengangguran, lebih dari 16% keluarga tidak memiliki penghasilan tetap, sementara 43% di antara mereka hanya memiliki satu anggota keluarga dengan penghasilan tetap. Selain itu, Tidak banyak pula pembangunan yang dilakukan oleh Gaddafi dalam 40 tahun terakhir, malah mengakibatkan banyaknya masalah-masalah sosial yang melanda warga Libya, termasuk di antaranya ialah masalah kesehatan, sehingga banyak dari

      

7 Lihat Resolusi Dewan Keamanan PBB S/RES1973 (2011), Par.8 

8 Archive.org,URL:https://archive.org/details/TheGreenBook_848, diakses terakhir tanggal

(17)

masyarakat Libya terpaksa berobat ke negara-negara tetangga seperti Tunisia dan Mesir.9

Protes yang dilakukan warga Libya telah dimulai pada awal Januari 2011 hingga puncaknya terjadi pada bulan Maret 2011. Bentuk dari protes ini ialah berupa aksi demonstrasi warga yang merupakan oposisi pemerintah di berbagai kota di Libya, yaitu Tripoli, Tajoura, Zintan dan kota-kota lainnya. Mereka menuntut Gaddafi untuk turun dari kursi kekuasaan yang telah didudukinya selama 42 tahun. Demonstrasi tersebut berujung pada konflik bersenjata antara pasukan pemerintah dan pasukan oposisi yang memakan korban jiwa sebanyak 165 orang.10 Insiden tersebut kemudian menuai respon negatif dari masyarakat internasional yang menilai tindakan pemerintah Libya terhadap warganya merupakan tindakan yang menimbulkan ketidakpastian perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) dari pemerintah Libya terhadap warganya.

Konflik bersenjata antara pihak pemerintah dengan pihak oposisi di negara Libya kemudian menarik perhatian masyarakat internasional yang menilai konflik tersebut sebagai ancaman terhadap keselamatan penduduk sipil Libya. Guna merespon situasi tersebut, pada tanggal 26 Februari 2011, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk mengadopsi Resolusi S/RES/1970 (2011)11 yang kemudian disusul dengan Resolusi S/RES/1973(2011) pada tanggal 17 Maret 2011. Salah satu isu penting termuat di dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB

      

9 Bbc.co.uk, URL :

http://www.bbc.co.uk/news/world-africa-12532929, diakses terakhir 6

Mei 2015.

10 ANTARANEWS.com, URL:

http://www.antaranews.com/berita/270884/pejabat-pbb-sesalkan-serangan-nato-terhadap-tv-libya , diakses tanggal 18 Mei 2015.

11 Tentang embargo pasukan, larangan berpergian dan pembekuan asset yang berhubungan

(18)

S/RES/1973(2011)12 yang secara spesifik mencantumkan tentang no-fly zone di daerah sekitar Libya. Langkah ini diambil atas usulan pihak oposisi demi mencegah serangan udara yang dilakukan pasukan Gaddafi terhadap mereka.13

Keterlibatan NATO untuk menjalankan mandat Dewan Keamanan PBB, khususnya dalam konteks operasi militer, bukanlah sesuatu hal yang baru. Sejak terbentuk secara resmi pada tanggal 4 Maret 1949, organisasi ini ditujukan sebagai aliansi militer yang mengembangkan sistem pertahanan kolektif dan mutual terhadap serangan oleh pihak eksternal.14 Organisasi ini mendukung

penyelesaian sengketa secara damai yang apabila tidak berhasil, dapat menggunakan kapasitas militer yang dibutuhkan untuk melaksanakan penyelesaian sengketa.15

Dalam pembukaan North Atlantic Treaty juga telah disebutkan NATO menegaskan kepercayaannya terhadap tujuan dan prinsip-prinsip yang tercantum dalam Piagam PBB.16 Sesuai dengan Pasal 1 North Atlantic Treaty bahwa NATO mempunyai wewenang dalam membantu menyelesaikan konflik internasional, baik dalam cara-cara damai dan juga penggunaan kekuatan sesuai dengan tujuan dari PBB sendiri.17

      

12 Tentang perlindungan warga sipil atas Hak Asasi Manusia.

        13  Kompas.comURL :

http://internasional.kompas.com/read/2011/03/18/11181543/Apa.Arti.Zona.Larangan.Terbang.Lib ya,  diakses tanggal 10 Mei 2015.

       14 Nato.int URL: http://www.nato.int/history/nato-history.html, diakses tanggal 6 mei 2015.       15 www.nato.int, URL :

http://www.nato.int/cps/en/SID F90A25B4F402E863/natolive/what_is_nato.html, diakses tanggal

10 Mei 2015.

16 Opening statement of The North Atlantic Treaty(1949):

… The Parties to this Treaty reaffirm their faith in the purposes and principles of the Charter of

the United Nations and their desire to live in peace with all peoples and all Governments…

17North Atlantic Treaty (1949); Article 1 :

(19)

Apabila kemampuan dan keterlibatan NATO dalam sejumlah operasi militer sebelumnya memang telah direncanakan dan diprediksi, maka dalam serangannya yang dilancarkan ke Libya kali ini tersirat suatu kejanggalan. NATO menjustifikasi bahwa serangan militer ke Libya yang dilakukannya adalah dalam rangka memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil, akan tetapi faktanya justru NATO juga menargetkan serangannya kepada penduduk sipil dan obyek sipil. Sementara dalam kasus ini, NATO jelas-jelas telah melakukan serangan terhadap berbagai gedung ataupun kota yang tidak dipertahankan.18

Maka timbul sebuah pertanyaan, bukankah penyerangan tersebut telah melanggar ketentuan Konvensi IV Den Haag 1907 mengenai Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat, tepatnya seperti yang dinyatakan dalam Artikel 25 yaitu “The subject to attack or bombardment, by any means whatever, of undefended towns, villages, or buildings is forbidden.” Dapat diartikan bahwa penyerangan atau pemboman terhadap kota-kota, desa-desa, kampung-kampung atau gedung-gedung yang tidak dipertahankan adalah dilarang.19

Hal menarik yang muncul dalam kasus ini adalah timbulnya sebuah pertanyaan yaitu, dapatkah perlindungan terhadap penduduk sipil dijadikan justifikasi dari suatu serangan militer? Melihat permasalahan tersebut, penulis beranggapan bahwa perlu dilakukan kajian terhadap penggunaan kekuatan militer oleh NATO khususnya menyangkut legalitas dan justifikasi perlindungan penduduk sipil yang digunakan dalam melakukan serangan tersebut. Selain hal

      

18 PelitaOnline.com, URL :

http://www.pelitaonline.com/read/politik/internasional/16/5536/serangan-nato-bunuh-85-warga-sipil-di-libya/, diakses tanggal 19 Mei 2015.

19 J. Supoyo, 1996, Hukum Perang Udara dalam Humaniter, PT.Toko Gunung Agung,

(20)

tersebut penulis merasa permasalahan tersebut penting untuk ditulis, sebab sejauh ini hal mengenai peperangan belum diatur secara tegas dalam Piagam PBB.20 Perlindungan penduduk sipil sebagai alasan menggunakan kekuatan juga melanggar salah satu asas hukum internasional yaitu prinsip Non-Intervensi. Dapat pula dipertanyakan mengenai wewenang NATO dalam melaksanakan resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Udayana yang menulis ataupun mengangkat permasalahan tersebut sebagai tugas akhirnya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus tersebut dalam bentuk karya tulis dengan judul “JUSTIFIKASI PERLINDUNGAN PENDUDUK SIPIL DALAM

SERANGAN MILITER NATO TERHADAP LIBYA”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat dua masalah yang akan menjadi pokok bahasan dalam karya tulis ini, yaitu :

1. Bagaimanakah legalitas serangan militer NATO terhadap Libya ditinjau dari perspektif penggunaan kekuatan (the use of force) dalam Hukum Internasional?

2. Dalam batas bagaimanakah alasan perlindungan penduduk sipil dapat digunakan sebagai pembenaran bagi NATO untuk melakukan serangan terhadap Libya?

      

      20 Haryomataram, 2005, Pengantar Hukum Humaniter, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 4

(21)

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari dua masalah pokok yang menjadi fokusnya, pembahasan dalam skripsi akan dibatasi ruang lingkupnya sebagai berikut:

1. Secara umum akan diuraikan mengenai sejarah lahirnya NATO secara singkat dan kiprahnya sebagai organisasi internasional.

2. Secara umum membahas tentang pemerintahan Moammar Gaddafi, pihak oposisi dan kualifikasi konflik bersenjata yang terjadi di Libya dalam perspektif hukum internasional serta keabsahan serangan tersebut baik dari sudut pandang hukum internasional maupun hukum humaniter internasional.

3. Akan dibahas pula mengenai ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan perlindungan penduduk sipil seperti dalam hukum hak asasi manusia internasional dan dalam hukum humaniter innternasional, serta penegakan ketentuan tersebut yang menyangkut bagaimana praktik penegakan tersebut dalam Mahkamah Internasional Ad’Hoc dan dalam Mahkamah Pidana Internasional.

4. Akan diuraikan pula mengenai analisis penggunaan alasan perlindungan penduduk sipil dalam serangan NATO terhadap Libya sesuai dengan ketentuan-ketentuan perlindungan penduduk sipil yang terdapat dalam Konvensi Jenewa 1949 ataupun dalam hukum humaniter internasional kebiasaan (Customary International Humanitarian Law), dan doktrin Responsibility to Protect sebagai tinjauan komprehensif.

(22)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini ialah :

a. Tujuan Umum, yaitu :

1. Untuk mengetahui ketentuan hukum internasional mengenai penggunaan kekuatan senjata sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah.

2. Untuk mengetahui penggunaan kekuatan senjata oleh organisasi internasional di luar PBB.

b. Tujuan Khusus, yaitu :

1. Untuk menganalisis legalitas serangan militer NATO terhadap Libya ditinjau dari perspektif penggunaan kekuatan (the use of force) dalam Hukum Internasional.

2. Untuk menganalisis apakah perlindungan penduduk sipil dapat menjadi dasar justifikasi atas serangan militer NATO terhadap Libya.

1.5 Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman serta jawaban mengenai legalitas serta kewenangan serangan militer NATO terhadap Libya, khususnya mengenai pemakaian konsep ‘The Use of Force’ dan konsep ‘Responsibility to Protect’. Selain itu, penelitian ini akan turut memberikan kontribusi teoritik dalam hal hubungan antara

(23)

Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia dalam perkembangan hukum internasional.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi institusi pendidikan militer, termasuk dalam hal ini lembaga pelatihan dan bagi staf dan komandan di lingkungan Tentara Nasional Indonesia, tulisan ini dapat digunakan sebagai rujukan akademis guna memahami urgensi dan batasan dilakukannya suatu intervensi militer (military intervention) dalam kasus kemanusiaan.

2. Bagi Organisasi Internasional, tulisan ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi ilmiah yang menjelaskan mengenai fungsi Organisasi Regional dalam penanganan isu perlindungan bagi penduduk sipil

1.6 Landasan Teoritis

a. Common Consent dan Pacta Sunt Servanda

Hukum Internasional merupakan kumpulan ketentuan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional. 21 Dijelaskan lebih lanjut, hukum internasional telah memenuhi unsur-unsur yang menetapkan pengertian hukum yakni kumpulan ketentuan yang mengatur tingkah laku orang dalam masyarakat yang berlakunya dipertahankan oleh ‘external power’ masyarakat yang bersangkutan.

      

21 Sugeng Istanto, 1998, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta,

(24)

Common Consent merupakan salah satu prinsip-prinsip umum hukum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-negara. Prinsip ini menerangkan bahwa mengikatnya hukum internasional dikarenakan adanya kehendak bersama dari negara-negara. Sementara prinsip Pacta Sunt Servanda (agreement must be kept) mempunyai arti bahwa perjanjian harus ditaati. Prinsip ini kemudian menjadi salah satu asas hukum internasional seperti yang tercantum dalam pasal 26 Konvensi Wina tahun 1969.22

Hal ini kemudian akan berkaitan dengan pelaksanaan daripada perjanjian-perjanjian internasional yang merupakan salah satu sumber hukum dari hukum internasional.

b. Teori Ius Ad Bellum dan Teori Ius In Bello

Ius ad bellum merupakan hukum tentang perang, yang berupa kumpulan ketentuan hukum mengenai hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan bersenjata. Terdapat banyak teori yang berhubungan dengan bagaimana atau kapan Negara dibenarkan untuk berperang, namun umumnya syarat-syarat itu ialah Just Cause, Right

Authority, Righ Intent, Proportionality dan Last Resort.23

Sedangkan Ius in Bello mempunyai pengertian sebagai hukum yang berlaku dalam perang. Mochtar Kusumaatmadja membaginya menjadi dua, yaitu yang mengatur cara dilakukannya perang (Conduct of

      

22 Lihat Pasal 26 konvensi Wina 1969 : “ … every treaty in force is binding upon the parties to

it and must be performed by them in good faith… “        23 Ibid h. 2

(25)

War) dan yang mengatur tentang perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang, yang biasa disebut sebagai Geneva Laws.24

Mochtar Kusumaatmadja dalam suatu ceramahnya pada tanggal 26 Maret 1981 menyebutkan bahwa hukum humaniter merupakan sebagian daripada hukum perang yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan perlindungan korban, dan hal itu berlainan dengan Hukum Perang yang mengatur peperangan itu sendiri dan segala sesuatu yang menyangkut cara melakukan peperangan layaknya pengaturan mengenai senjata-senjata yang dilarang penggunaannya. Selanjutnya dikatakan pula bahwa Konvensi Jenewa identik dengan Hukum Humaniter, sedangkan Konvensi Den Haag lebih menjurus ke arah Hukum Perang.25

Dalam Ius ad bellum terdapat beberapa pengaturan tentang hak negara untuk berperang yang secara formal dapat dilihat pada sejumlah perjanjian internasional, yaitu Kovenan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), Paris (Kellog-Briand) Pact, dan Piagam PBB. Khusus dalam Piagam PBB, pengaturan ini dapat dilihat secara tegas dalam Pasal 2 (4), serta Chapter VII.26

Berkaitan dengan kasus penyerangan NATO ke negara Libya, Kedua teori ini akan digunakan sebagai salah satu acuan dalam analisis mengenai tindakan NATO terhadap Libya, terkait apakah hal tersebut

      

       24 Syahmin A.K, 1985, Hukum Internasional Humaniter 1, Penerbit C.V Armico, Bandung, h. 7

       25 Arlina Web’s Blog, URL:

http://arlina100.wordpress.com/2008/11/11/definisi-hukum-humaniter/, diakses terakhir 18 Mei 2015.

26 Sugeng Istanto, 1998, Hukum Internasional, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta,

(26)

diperbolehkan dan apakah terdapat batasan-batasan mengenai penggunaan perlindungan penduduk sipil sebagai alasan melakukan serangan oleh NATO.

c. Prinsip Non Intervensi

Prinsip non-intervensi ialah prinsip yang muncul dari asas Par Im Partem Non Habet Imperium yang menegaskan bahwa setiap negara memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan atas orang dan benda yang berada dalam wilayahnya sendiri. Oleh karena itu suatu negara tidak boleh melakukan tindakan yang bersifat kedaulatan (act of soverignity) di dalam wilayah negara lain, kecuali dengan persetujuan negara itu sendiri, yang apabila dilakukan akan dipandang sebagai tindakan intervensi atau campur tangan atas masalah-masalah dalam negeri negara lain yang jelas telah dilarang menurut hukum internasional.27

Norma ini diawali dengan prinsip kesetaraan kedaulatan yang dimiliki oleh negara-negara terlepas dari ukuran kekayaan, wilayah dan lainnya. Dalam pandangan tradisional Hukum Internasional, kedaulatan suatu negara mutlak berlaku di dalam batas teritorialnya. Hal tersebut berarti memberikan kewajiban bagi para negara untuk saling menghormati kedaulatan negara lain, sehingga setiap negara tidak boleh mencampuri urusan internal negara-negara lain atau dikenal dengan istilah non-intervensi.

      

27 I Wayan Parthiana, 1990, Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional

(27)

Prinsip non-intervensi tertuang di dalam Pasal 2 (7) Piagam PBB.28 Bahkan Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations yang diadopsi melalui Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/25/2625 menegaskan prinsip non-intervensi sebagai prinsip dasar hukum internasional29 dan merupakan salah satu prinsip yang berkaitan dengan prinsip-prinsip larangan penggunaan kekuatan.

Menurut Mahkamah Internasional, terdapat 2 (dua) jenis intervensi yang dilarang oleh hukum internasional. Pertama, intervensi yang berkaitan dengan pemutusan masalah yang semestinya diputuskan sendiri secara bebas oleh negara yang dicampuri. Kedua, campur tangan yang dilakukan dengan paksaan, terutama kekerasan.30 Hal ini termasuk dalam pemilihan sistem politik, ekonomi, sosial dan budaya serta perumusan kebijakan luar negeri. Di samping itu, tindakan yang merupakan pelanggaran dari prinsip-prinsip umum dalam non-intervensi, baik secara langsung ataupun tidak langsung, akan melibatkan penggunaan kekuatan (The Use of Force) yang merupakan pelanggaran dari prinsip penggunaan kekuatan dalam hukum internasional dan hubungan internasional31

      

28 Pasal 2 ayat (7)Piagam PBB : Nothing contained in the present Charter shall authorize the

United Nations to intervene in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of any state or shall require the Members to submit such matters to settlement under the present Charter; but this principle shall not prejudice the application of enforcement measures under Chapter Vll.

29 Lihat Resolusi Majelis Umum PBB, A/RES/25/2625.Annex.par3.

30

Sugeng Istanto, op.cit. h. 32.

31 Malcolm N. Shaw, 2008, International Law (Sixth Edition), Cambridge University Press,

(28)

Teori ini digunakan sehubungan dengan serangan militer yang dilakukan oleh NATO terhadap Libya yang merupakan suatu campur tangan yang dilakukan dengan paksaan atau kekerasan.

d. Konsep Military Intervention

Military Intervention merupakan pendalaman lebih lanjut dari prinsip Non-Intervention yang melibatkan penggunaan kekuatan (The Use of Force) dalam penyelesaian masalah terutama dalam hubungannya dengan pelanggaran berat HAM. Konsep military intervention kemudian menimbulkan berbagai perdebatan sebab beberapa negara berpendapat bahwa konsep ini merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap kedaulatan Negara lain32 namun demikian tidak sedikit pula yang berpendapat konsep ini diperlukan sebagai upaya terakhir dalam mencegah terjadinya pelanggaran HAM yang lebih berat sebagai akibat dari kedaulatan tersebut.33 Sehingga meskipun dapat digunakan, konsep ini tetap mempunyai batasan-batasan khusus yang telah ditentukan dan harus dipenuhi sebelum dilaksanakannya sebuah intervensi militer.

Batasan-batasan daripada konsep military intervention inilah yang akan digunakan dalam membahas upaya NATO menyelesaikan permasalahan pelanggaran berat HAM di Libya dengan menggunakan kekuatan.

      

32 URL: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan000923.pdf

, diakses tanggal 20 Mei 2015.        33 Ibid.

(29)

e. Konsep Humanitarian Intervention

Konsep humanitarian intervention juga merupakan salah satu prinsip yang berkaitan erat dengan prinsip non-intervensi. Sebab, konsep ini merupakan salah satu cara terakhir yang digunakan dalam penyelesaian suatu masalah, meskipun tujuan dari konsep ini mencegah terjadinya pelanggaran HAM ataupun kekacauan massal, terbalik dengan konsep intervensi militer, akan tetapi konsep ini dapat dilakukan secara sepihak34 sehingga tampak jelas telah melanggar prinsip non-intervensi.

Konsep Humanitarian intervention merupakan konsep yang hingga kini masih menimbulkan berbagai perdebatan, di satu sisi terdapat sekelompok negara yang menyetujui konsep ini demi menghadapi pelanggaran-pelanggaran HAM berat dan kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan apabila suatu negara tidak mampu menangani masalah tersebut dengan kemampuannya sendiri. Namun ada pula kelompok negara yang mempertanyakan perbedaan motif dalam melakukan intervensi humaniter, yaitu apakah intervensi tersebut bersifat imperative atau didorong oleh motivasi politik dan ekonomi, lalu apakah konsep humanitarian intervention tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang lemah ataukah dapat berlaku bagi semua negara tanpa pengecualian. Selain itu, terdapat pula negara-negara yang menganggap bahwa pengertian intervensi humaniter berpotensi merusak Piagam PBB,

      

       34 Boer Mauna, 2010, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam Era

(30)

melemahkan kedaulatan negara, mengancam ke-absahan pemerintahan dan stabilitas sistem internasional.35

Tetapi Bagaimanapun juga, pelaksanaan konsep Humanitarian Intervention telah berhasil dalam mencegah jatuhnya korban akibat pelanggaran HAM ataupun kekacauan massal yang lebih buruk. Seiring dengan perkembangan dunia, telah dilakukan upaya-upaya untuk mempertegas batasan penggunaan konsep tersebut, seperti munculnya konsep Responsibility to Protect sebagai pengganti konsep Humanitarian Intervention dengan harapan akan meminimalkan dugaan-dugaan buruk tentang intervensi yang akan ataupun telah dilakukan. Tidak dapat dipungkiri bahwa konsep baru ini akan lebih menguntungkan citra PBB di mata masyarakat dunia, sebab dalam konsep Responsibility to Protect sangat ditekankan pada kewajiban memberikan perlindungan terhadap kemanusiaan sehingga intervensi-intervensi yang dilakukan merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh PBB36.

Berkaitan dengan kasus penyerangan NATO ke negara Libya, teori ini akan menjelaskan mengenai pembenaran alasan yang digunakan oleh NATO dalam serangannya tersebut, yaitu untuk melindungi penduduk sipil dan meminimalisir pelanggaran berat HAM.

      

       35 Ibid.

(31)

1.7 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dalam penulisan skripsi ini termasuk ke dalam penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berarti penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Soerjono Soekanto mengidentikkan penelitian hukum normatif tersebut sebagai penelitian hukum kepustakaan, yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum, serta sejarah hukum.37

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif karena meneliti asas-asas hukum yakni asas hukum internasional khususnya yang berkaitan dengan prinsip non-intervensi dalam piagam PBB, kewenangan Dewan Keamanan dalam penyelesaian suatu masalah, resolusi-resolusi yang dikeluarkan untuk Libya serta peraturan-peraturan dalam hukum humaniter internasional dalam kaitannya dengan kasus serangan NATO terhadap Libya.

b. Jenis Pendekatan

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan kasus (the case approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), yaitu :

1. Pendekatan Peraturan Perundang-Undangan (The Statute Approach) Pendekatan perundang-undangan adalah metode penelitian dengan memahami dari hierarki dan asas-asas dalam peraturan

perundang-      

       37 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum normatif suatu tinjauan

(32)

undangan. Dikatakan bahwa pendekatan perundang-undangan berupa legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.38 Namun demikian,

dikarenakan dalam sistem hukum internasional tidak dikenal adanya ‘perundang-undangan’ melainkan berbagai bentuk perjanjian internasional ataupun ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis maka dalam penulisan penelitian ini, penulis akan mencoba membandingkan antara instrumen-instrumen hukum internasional dan relevansinya dengan kasus sehingga akan ditemukan substansi dari permasalahan yang akan dibahas.

2. Pendekatan Kasus (The Case Approach)

Penulisan dengan pendekatan kasus artinya dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap.39 Dalam penulisan skripsi ini, penulis memakai pendekatan kasus (case approach) di mana putusan pengadilan akan dijadikan rujukan dalam memperoleh preskripsi untuk menjawab isu hukum yang dihadapi.40 Namun dalam penelitian ini tidak akan menggunakan putusan pengadilan dikarenakan sepanjang penelusuran penulis belum ada putusan pengadilan dalam kasus serangan NATO. Dengan demikian, pendekatan kasus dalam tulisan ini dimaksudkan sebagai analisis terhadap resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang oleh sejumlah pakar dianggap sebagai salah satu

      

       38 Ibid, h. 97. 

39 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

h. 58.

       40  Titon Slamet Kurnia, 2009, Pengantar Sistem Hukum Indonesia, PT Alumni, Bandung, h. 163.   

(33)

sumber penyelesaian sengketa internasional. Dalam kaitannya dengan penyerangan terhadap Libya resolusi-resolusi tersebut akan melingkupi unsur ratio decidendi, yaitu alasan-alasan yang digunakan oleh NATO untuk sampai kepada putusannya dengan memperhatikan fakta materiil. Fakta materiil tersebut yakni berupa orang, tempat, dan waktu sehingga dapat dicari aturan hukum yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut.41

C. Sumber Bahan Hukum

Karena penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka akan memakai sumber data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum, yaitu :

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum, seperti misalnya perjanjian-perjanjian internasional. Menurut Peter Mahmud Marzuki42 bahan hukum primer ini bersifat otoritatif, artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Adapun sejumlah bahan hukum primer, yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain :

- Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa - Konvensi Den Haag 1899 dan 1907

- Konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol-Protokol Tambahannya - Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1970 dan 1973

      

       41 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h.119.         42 Ibid, h. 144-154.

(34)

- Piagam North Atlantic Treaty Organization (NATO)

2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan peraturan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar Koran), pamflet, brosur, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat media massa dan berita di internet.43 Terkait skripsi ini maka digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku- buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, yaitu mengenai justifikasi perlindungan HAM dalam serangan militer NATO terhadap Libya.

3. Bahan Hukum Tersier, yang menurut Peter Mahmud Marzuki44 merupakan bahan non-hukum yang digunakan untuk menjelaskan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.

D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penulis mencari bahan-bahan hukum yang relevan terhadap isu yang dihadapi.45 Dalam hal ini penelitian yang dilakukan adalah dengan mempelajari dokumen-dokumen, jadi yang harus dilakukan adalah mencari instrumen hukum internasional yang berkaitan dengan isu hukum pada kasus serangan NATO terhadap Libya yakni merujuk kepada Piagam PBB, Hague Coventions IV-1907, Geneva Conventions-1949 dan Protokol

      

       43 Ibid, h. 93. 44 Ibid, h.144-154.

(35)

Tambahan 1-1977. Kemudian melalui pendekatan kasus akan mengumpulkan putusan-putusan atau resolusi-resolusi yang berkaitan dengan kasus Libya khususnya resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang berkaitan dengan kasus yang dimaksud maupun instrumen-instrumen hukum internasional lainnya yang relevan untuk keperluan menganalisis kasus tersebut. 46

E. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam skripsi ini adalah teknik deskripsi, evaluasi dan argumentasi. Teknik deskripsi merupakan uraian dari peristiwa yang sesungguhnya terjadi dengan memaparkan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik selanjutnya adalah teknik evaluasi yakni penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, dan lain-lain yang ada dalam bahan primer maupun bahan sekunder. Teknik terakhir adalah teknik argumentasi yang secara tidak langsung tidak dapat dilepaskan dari teknik sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.

      

(36)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NATO 2.1 Sejarah Lahirnya NATO

2.1.1 Pengaruh Perang Dingin

North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan sebuah aliansi negara-negara Eropa Barat yang terbentuk pada tanggal 4 April 1949 di Wahington yang saat ini beranggotakan 28 negara.47 Kelahiran NATO dilatarbelakangi oleh kekhawatiran di pihak Amerika Serikat terhadap semakin meluasnya pengaruh Uni Soviet dengan ideologi Komunisnya. Sehingga ketika Perang Dunia II berakhir, terjadilah ”Perang Dingin“ (the Cold War) yang terjadi antara tahun 1947-1991 yang ditandai dengan adanya persaingan di antara kedua negara tersebut yang mencakup berbagai bidang seperti ideologi, psikologi, militer, industri dan pengembangan teknologi yang membawa pada perkembangan senjata nuklir.48

Istilah “Perang Dingin” pertama kali diperkenalkan oleh Bernand Baruch dan Walter Lippman dari Amerika Serikat untuk menyebut sebuah periode konflik, ketegangan, dan kompetisi antara dua negara adikuasa, yaitu Amerika Serikat (beserta sekutunya yang disebut Blok Barat) dan Uni Soviet (beserta sekutunya yang disebut Blok Timur). 49 Meskipun tidak pernah benar-benar terjadi perang antara dua negara adikuasa tersebut, konflik di antara keduanya

      

47 What is NATO; an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int , URL: http :

// www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm, diakses terakhir

pada tanggal 11 Mei 2015.

48 History.com, URL: http://www.history.com/topics/cold-war/cold-war-history, diakses

terakhir pada tanggal 11 Mei 2015. 49 Ibid

(37)

melahirkan ketegangan luar biasa karena perang seakan-akan bisa pecah kapan saja. Perang Dingin juga telah mengakibatkan terjadinya berbagai perang lokal, seperti perang Korea, perang di Vietnam, invansi yang dilakukan oleh Uni Soviet terhadap Cekoslovakia dan Hungaria dan lainnya.50

Hal ini meresahkan negara-negara Barat, seperti yang dapat dilihat pada telegram yang dikirim oleh Perdana Menteri Inggris Winston Churchil kepada Presiden Amerika Serikat Harry S. Trumman saat itu sebagai bukti keprihatinan dari negara Eropa terhadap langkah-langkah yang diambil oleh Uni Soviet, di mana Amerika Serikat yang menganut ideologi liberal-kapitalis menentang keras ideologi sosialis-komunis yang dianut Uni Soviet. Kemudian pada tanggal 4 April 1949, bertempat di Washington D.C, the North Atlantic Treaty Organization (NATO) resmi didirikan oleh sepuluh negara Eropa, Amerika Serikat dan Kanada. Negara-negara anggota NATO kemudian meningkatkan upaya mereka dalam mengembangkan kekuatan militer dan struktur dalam organisasi NATO untuk menjamin pelaksanaan fungsi NATO. Hal tersebut berhasil membuat Uni Soviet berpikir untuk melakukan agresi militer di daerah Eropa. Seiring berjalannya waktu, NATO berhasil mencapai suatu level yang tak terduga dalam mengembangkan stabilitas kerjasama perekonomian and integritas dari negara-negara Eropa, dalam pengertian bahwa NATO berhasil membawa dampak positif yang juga sedikitnya berpengaruh pada perekonomian dan integritas dunia.51

      

50 Ibid.

51 What is NATO; an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int , URL: http :

// www.nato.int/cps/en/SID-8C5FCDD9-E6E17F41/natolive/what_is_nato.htm, diakses terakhir

(38)

Ketika pemerintahan Uni Soviet runtuh (1991), maka berakhirlah Perang Dingin dengan demikian, sesungguhnya berakhir pula tujuan awal dibentuknya NATO, yaitu sebagai upaya ‘pertahanan’ terhadap komunisme. Sehingga banyak sarjana kemudian berpendapat bahwa tujuan daripada NATO telah terpenuhi dan aliansi mungkin akan dibubarkan.52 Banyak pula negara-negara anggota NATO yang mengurangi dana untuk pengeluaran dan pengembangan angkatan bersenjata, bahkan ada yang sampai mengurangi 25% dari pengeluaran untuk anggaran pertahanan angkatan bersenjata. 53

Pasca Perang Dingin kemudian muncul berbagai masalah yang justru datang dari goyahnya stabilitas pertahanan dan perekonomian di Eropa serta konflik-konflik dalam negeri yang melanda negara-negara bekas Uni Soviet, yang apabila dibiarkan dinilai dapat menyebar melebihi wilayah regional mereka dan mengganggu stabilitas keamanan dunia, khususnya Eropa. Oleh karenanya, NATO kemudian menciptakan mekanisme pertahanan baru, yaitu pengadaan kerjasama dalam pertahanan kolektif dengan negara-negara yang bukan anggota NATO.54

Reformasi kemudian terjadi dalam badan internal NATO sebagai usaha untuk beradaptasi dengan struktur militer dan tanggung jawab baru, yaitu pemenuhan tanggung jawab untuk setiap kerjasama yang dilakukan NATO dengan negara-negara lain dan organisasi internasional lainnya. NATO dengan cepat berhasil menyesuaikan diri dengan situasi pasca berakhirnya Perang Dingin

      

52 Ibid

53 Ibid

54

How Global can NATO Go dalam www.nato.int,

(39)

dan hanya dalam beberapa tahun NATO untuk pertama kalinya melaksanakan fungsinya di luar daerah teritorialnya, yaitu dalam usahanya untuk mendukung upaya-upaya internasional dalam mengakhiri konflik internasional di bagian Barat Balkan, yaitu Bosnia dan Herzegovina pada bulan Desember 1995. Empat tahun kemudian, NATO kembali melaksanakan tugasnya dalam mencegah terjadinya pelanggaran HAM penduduk sipil di daerah Kosovo. Hingga saat ini, NATO masih secara efektif berupaya mewujudkan tujuan utamanya, yaitu untuk melindungi kebebasan dan keamanan berdaulat bagi negara-negara anggotanya dengan upaya politik dan kekuatan militer.55

2.1.2 Tujuan Pendirian NATO

Setiap organisasi internasional pada umumnya pasti mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dalam praktiknya, tujuan organisasi internasional dapat dibagi ke dalam dua bidang, yaitu organisasi yang mempunyai tujuan utama dalam bidang ekonomi (termasuk sosial-budaya) dan dalam bidang pertahanan-keamanan wilayah tertentu.56

Jika praktik penggolongan tujuan organisasi internasional tersebut dihubungkan dengan uraian mengenai latar belakang pendirian NATO di atas maka tampak bahwa NATO merupakan organisasi internasional yang mempunyai

      

55 Nato.inc, URL: http://www.nato.int/nato-welcome/pdf/checklist_en.pdf, diakses terakhir

pada tanggal 11 Mei 2015.

56 Syahmin A.K, Pokok-pokok Hukum Organisasi Internasional, 1985, Palembang, Binacipta,

(40)

tujuan khusus dalam bidang pertahanan-keamanan wilayah.57 Ketika pemerintahan Uni Soviet runtuh (1991), NATO secara aktif membantu menanggulangi masalah Barat-Timur di Eropa dengan mengusulkan diadakannya suatu kerjasama di bidang keamanan sebagai bentuk pendekatan yang sesuai dengan bunyi Pasal 1 North Atlantic Treaty:

“The Parties undertake, as set forth in the Charter of the United Nations, to settle any international dispute in which they may be involved by peaceful means in such a manner that international peace and security and justice are not endangered, and to refrain in their international relations from the threat or use of force in any manner inconsistent with the purposes of the United Nations.” Hal ini juga dapat dilihat dalam Pasal 2, yaitu:

“The Parties will contribute toward the further development of peaceful and friendly international relations by strengthening their free institutions, by bringing about a better understanding of the principles upon which these institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being. They will seek to eliminate conflict in their international economic policies and will encourage economic collaboration between any or all of them”

Pendekatan itu kemudian dituangkan dalam sebuah konsep strategi baru yaitu jangkauan pendekatan keamanan yang lebih luas, yang menyebabkan perubahan yang signifikan dalam dunia internasional terutama bagi NATO sendiri. North Atlantic Treaty sebagai suatu dokumen perjanjian yang

      

57 What Is NATO, an Introduction to The Transatlantic Alliance dalam Nato.int, page 11,

dalam www.nato.int, URL: URL: http : //

(41)

mengekspresikan suatu resolusi dan ideologi dari negara-negara yang menandatanganinya, mempunyai tujuan yang sesuai dengan pembukaan pada Piagam PBB, yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan daripada anggota-anggotanya serta memajukan stabilitas dan kesejahteraan di daerah Amerika Utara dan Eropa melalui cara-cara politik dan militer.58

Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan dari uraian di atas bahwa tujuan pada awal pembentukannya, NATO dianggap sebagai alat untuk menahan komunisme dan serangan militer dari Uni Soviet yang meskipun tidak terdapat ketentuan yang menyinggung hal tersebut dalam North Atlantic Treaty namun tersirat dalam kondisi keamanan Eropa pada masa Perang Dunia II.59 Tujuan utama NATO dapat dilihat dalam pembukaan North Atlantic Treaty, 4 April 1949, Washington D.C.60 Ketentuan di atas juga dapat diartikan lebih jauh lagi sebagai upaya NATO dalam menolong dan melindungi penduduk sipil dari tindakan-tindakan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintahan suatu Negara, menyelesaikan sengketa secara damai, menghapuskan sengketa politik ekonomi

      

58 Lihat NATO Treaty Pasal 2 : “...The Parties will contribute toward the further development

of peaceful and friendly international relations by strengthening their free institutions, by bringing about a better understanding of the principles upon which these institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being. They will seek to eliminate conflict in their international economic policies and will encourage economic collaboration between any or all of them…”

59 Lihat NATO dan sistem keamanan Eropa pada era pasca perang dingin, oleh Anak Agung

Banyu Perwita, 1996, h.502, PDF Document dalam www.isjd.pdii.lipi.go.id , URL:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=12623&idc=37 , terakhir diakses

tanggal 12 Mei 2015.

60 Annex A, halaman 17, The Parties to this Treaty reaffirm their faith in the purposes and

principles of the Charter of the United Nations and their desire to live in peace with all peoples and all governments.

They are determined to safeguard the freedom, common heritage and civilisation of their peoples, founded on the principles of democracy, individual liberty and the rule of law.

They seek to promote stability and well-being in the North Atlantic area.

They are resolved to unite their efforts for collective defence and for the preservation of peace and security.”

(42)

internasional, menghindarkan penggunaan kekerasan dan ancaman militer dalam sengketa internasional.61

2.1.3 Ruang Lingkup Aktivitas dan Asas-asas NATO

NATO memiliki tiga ruang lingkup aktivitas utama. Pertama, pertahanan kolektif. Hal ini diatur dalam Pasal 5 North Atlantic Treaty dan bersifat mengikat bagi para anggota NATO, sehingga mereka akan saling mendukung dalam bidang pertahanan kolektif terhadap ancaman apapun baik ancaman yang ditujukan terhadap salah satu negara anggota maupun sebagai satu kesatuan organisasi.

Ruang lingkup selanjutnya ialah pengendalian krisis dimana NATO sebagai organisasi internasional dengan tujuan pertahanan kolektif (militer) juga mempunyai unsur-unsur politik di dalamnya. Penggabungan pengaruh politik dan militer membantu NATO dalam menangani berbagai masalah ataupun krisis yang dapat mempengaruhi negara anggotanya dan keamanan wilayah Eropa-Atlantik dengan cara-cara yang lebih efektif, yaitu sebisa mungkin tanpa menggunakan kekerasan. Ketentuan tentang penyelesaian sengketa dengan cara damai dapat dilihat dalam Pasal 1 North Atlantic Treaty yang menyebutkan “...to settle any international dispute in which they may be involved by peaceful means in such a manner that international peace and security and justice are not endangered, and to refrain in their international relations from the threat or use of force...”.

      

61 Shvoong.com, URL:

(43)

Ketentuan tersebut juga turut menunjukan dukungan NATO terhadap tujuan PBB dalam pemeliharaan perdamaian dan stabilitas dunia.62

Ruang lingkup terakhir ialah kerjasama dalam usaha mempertahankan keamanan. NATO, sesuai dengan bentuk organisasinya, hanya membuka keanggotaan bagi negara-negara yang berada dalam wilayah Atlantik Utara saja namun demikian terdapat suatu program kerjasama dengan negara di seluruh wilayah dunia yang mencakup kerjasama dalam konsultasi permasalahan keamanan dan kerjasama dalam menentukan dan membuat suatu strategi keamanan yang sesuai. Program kerjasama dalam usaha mempertahankan keamanan ini telah berlangsung hingga saat ini dengan United Nations (PBB),

European Union dan bahkan dengan Rusia.63

Dalam melaksanakan aktivitasnya yang mencakup ketiga ruang lingkup di atas, NATO melandaskan dirinya pada sejumlah asas, yaitu asas demokrasi, asas kebebasan individual (individual liberty) dan aturan-aturan hukum yang berlaku. Adapun maksud dari asas demokrasi merupakan pengakuan hak asasi manusia dalam bidang politk, sosial dan juga ekonomi, seperti hak berpendapat, hak kemerdekaan pers dan lainnya. 64 Asas demokrasi ini dapat dilihat dengan merujuk ketentuan Pasal 12 North Atlantic Treaty pada bagian “… thereafter, the Parties shall, if any of them so requests, consult together for the purpose of       

62Lihat Pasal 1 ayat (1) Piagam PBB: “...To maintain international peace and security, and to

that end..” dan Pasal 2(3): “All Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and justice, are not endangered”

63 Lihat Strategic Concept for the Defence and Security of the Members of the North Atlantic

Treaty Organization, adopted by Head of State and Goverment at the NATO Summit in Lisbon,

2010, h26, PDF Document dalam www.nato.int,

URL:http://www.nato.int/cps/en/natolive/topics_82705.htm? Diakses terakhir tanggal 18 Mei

2015.

(44)

reviewing the Treaty …” Dengan pengertian bahwa setelah perjanjian tersebut berjalan selama kurang lebih 10 tahun, apabila dikehendaki oleh salah satu anggota, perjanjian tersebut dapat dikaji ulang. Asas kebebasan individual dapat diartikan sebagai pengakuan terhadap hak asasi manusia yaitu menikmati atau memperoleh status sosial, ekonomi, dan juga dalam kebebasan dalam berpendapat yang lebih sering diasumsikan dengan bidang politik. Sesuai dalam Pasal 2 menyinggung mengenai modifikasi yang dapat dilakukan dalam ratifikasi North Atlantic Treaty tepatnya dalam kalimat “... by strengthening their free institutions, by bringing about a better understanding of the principles upon which these institutions are founded, and by promoting conditions of stability and well-being. They will seek to eliminate conflict in their international economic policies …” dan dalam Pasal 11 mengenai proses dan cara ratifikasi North Atlantic Treaty sesuai dengan konstitusionalnya masing-masing yaitu “… This Treaty shall be ratified and its provisions carried out by the Parties in accordance with their respective constitutional processes ...” yang berarti Negara anggota NATO diberikan kebebasan (walaupun tidak mutlak) dalam bagaimana mereka akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan konstitusi masing-masing Negara.

Sedangkan yang dimaksud asas aturan hukum yang berlaku (the rule of the law) ialah aturan-aturan hukum yang mengacu pada prinsip-prinsip pemerintahan dimana semua semua orang, lembaga dan entitas, publik dan swasta, termasuk negara itu sendiri bertanggung jawab untuk menghormati dan menegakkan hukum-hukum umum tersebut dan dengan demikian telah turut

(45)

mendukung standarisasi dan penegakkan norma-norma hak asasi manusia.65 Lebih lanjut lagi the rule of the law menurut AV.Dicey melingkupi beberapa karakteristik, yang pertama ialah supremasi hukum, dimana semua individual, entitas dan lembaga termasuk negara merupakan subyek hukum. Kedua ialah konsep keadilan yang menekankan pada hak dan kewajiban individu, hukum yang berdasarkan pada kesalahan atau kelalaian dan pentingnya prosedur. Selanjutnya ialah pembatasan kekuasaan, dalam artian pembagian kekuasaan yang seimbang antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif sehingga dapat menciptakan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan kemudian penggunaan metodologi hukum umum, lembaga pengadilan yang independen serta dasar moral sebagai pembentukan aturan hukum. 66 Asas aturan hukum tersebut dapat dilihat dalam Pasal 12 North Atlantic Treaty dalam kalimat “… Including the development of universal as well as regional arrangements under the Charter of the United Nations for the maintenance of international peace and security …” dan berarti bahwa NATO dalam mengkaji ulang pasal-pasalnya, akan menyesuaikan dengan perkembangan dunia internasional dan regional untuk tujuan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.

2.1.4 Perkembangan Terakhir NATO

Sebagai organisasi yang didirikan pada masa perang dingin dan mempunyai tujuan sebagai alat untuk membendung komunisme, tahun 1991

      

65

http://www.un.org/ dalam United Nation and the Rule of The Law, URL:

http://www.un.org/en/ruleoflaw/index.shtml, diakses terakhir tanggal 14 Mei 2015.

66

http://www.ourcivilisation.com/, The Rule of Law, URL:

(46)

merupakan tahun yang penting bagi NATO. Sebab pada tahun tersebutlah organisasi Pakta Warsawa dibubarkan yang sekaligus menandai runtuhnya pengaruh komunisme. Sebab apabila kita melihat dari tujuan terbentuknya NATO diatas, berkahirnya perang dingin juga berarti berakhirnya eksistensi NATO meskipun tidak terdapat referensi mengenai Uni Soviet dalam rumusan ketentuan

Nort Atlantic Treaty.67

Pasal-pasal dalam North Atlantic Treaty dirancang untuk melindungi Negara-negara Eropa dari berbagai ancaman ataupun ketidakstabilan atau sebagai bantuan konsultasi mengenai pengembangan keamanan yang tidak dibatasi dan hingga kni ke 14 Pasal dalam The North Atlantic Treaty (1949) tersebut tida pernah diubah. Sehingga asas-asas yang melandasi NATO pun tetap berlaku. Sumirnya ketentuan dalam The North Atlantic Treat Tersebutlah yang kemudian memungkinkan NATO dalam mengembangkan perannya dalam isu-isu diseluruh dunia dan memperluas bidang kegiatannya.68

NATO mempublikasikan ‘The Stategic Concept’ atau dokumen pada tahun 1991 yang berisikan tujuan pembentukan NATO yaitu sebagai pakta pertahanan bagi anggotanya dengan penambahan konsentrasi pada usaha untuk terus memperbaharui dan mempertahankan keamanan wilayah Eropa degan cara kerjasama/rekanan bahkan dengan Negara-negara komunis. Dokumen ini terbuka untuk umum. Pada tahun 1999, dokumen ini direvisi yang tidak hanya mencakup

      

67 Nato.inc, URL: http://www.nato.inc/docu/speech/2003/s031106b.htm , diakses terakhir

tanggal 12 Mei 2015.

(47)

pertahanan saja, namun juga menjaga stabilitas perdamaian dengan jangkauan wilayah yang lebih luas lagi.69

Contoh perluasan bidang kegiatan NATO tertuang dalam Pasal 5 dan 6 North Atlantic Treaty mengenai perluasan usaha dalam membela dan mempertahankan keamanan negara-negara anggotanya, dan dalam Pasal 7 North Atlantic Treaty untuk tetap siaga dalam usaha mencegah terjadinya krisis da aktif dalam merespon krisis internasional. Serta bantuan konsultasi mengenai pengembangan bidang keamanan, kerjasama pertahanan dan dialog-dialog yang tercantum dama Pasal 4. Diperluas empat tahun sesudah perang dingin berakhir, tepatnya dalam KTT NATO di Brussel. Program kerjasama dalam usaha mencapai perdamaian dunia diciptakan. Program tersebut bernama European Council dan yang belum mengadakan program Partnership for Peace dan telah dirancang sedemikianrupa sehingga memungkinkan NATO untuk bekerjasama dengan Negara yang bukan anggotanya dan tetap dapat melakukan hal-hal sesuai dengan kehendak politiknya, anggarannya dan sesuai dengan kebutuhan keamanannya.70 Masih dalam konteks Pasal 4, NATO dalam KTT nya juga kemudian memperluas sisi politiknya sehingga pencegahan dan penyelesaian berbagai masalah pun menjadi lebih efektif, seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya mengenai ruang lingkup NATO.

Seiring perkembangannya, terutama setelah peristiwa 11 September 2001 yang tejadi di Amerika Serikat, NATO memfokuskan usaha untuk mencapai tujuannya pada aspek kerjasama antar Negara dan antar organisasi lainnya.

      

69 NATO Handbook,2006, Public Diplomacy Division NATO, Brussel 1110, Belgium.h.19

70 Nato.inc, URL: http://www.nato.inc/docu/speech/2004/s040309a.htm , diakses terakhir

Referensi

Dokumen terkait

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Teknik. Universitas

Kepada UMM yang menjadi Penyelenggara Sertifikasi Guru (PSG), dia yakin bahwa kredibilitas UMM sangat tinggi dan tidak akan mau main-main, termasuk dengan suap untuk meloloskan

Select objects: seleksi obyek yang akan dicopy dengan klik bagian kiri atas dari bawah kemudian klik bagian kanan bawah dari obyek.. Specify opposite corner: 4 found Select objects:

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, hasil pembahasan yang di deskripsikan diatas lewat penelitian kualitatif dengan pendekatan triangulasi maka terkait

Hasil dari penelitian ini merupakan salah satu solusi yang dapat digunakan dalam menangani permasalahan di Kabupaten Kudus dengan membuat aplikasi ALPUKAT, ALPUKAT adalah

Tujuan yang ingin dicapai dalam pengawasan harus jelas karena akan memberikan arah yang pasti terhadap segala tindakan pengawasan yang dilakukan. Sasaran pengawasan merupakan obyek

Pengertian kredit menurut Sastradipoera (2004:151) dikemukakan bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan (yang dipersamakan dengan uang) berdasarkan kesepakatan

Penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka, bukan saja merupakan penegasan kembali pola pikir yang dinamis dari para pendiri negara kita pada tahun 1945, tetapi