• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan akta pendirian berkenaan isi Akta yang menurut pihak YWARSIS bahwa pihak YARSIS telah merubah isi Akta No. 35 Tahun 1970 dengan Akta No. 02 Tahun 2011 dengan alasan penyesuaian peraturan yang berlaku. Di mana dalam hal ini pihak YWRSIS menginginkan setiap perubahan

akta yang dibuat YARSIS tidak menghilangkan kata/ kalimat yang sudah ada dalam akta n0 35 tahun 1970.

Pihak YWRSIS yang diketuai oleh dr. H. Muhammad Djufrie AS, SKM, Pendiri Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta, Akta No. 35 tanggal 27 Nopember 1970 dibuat oleh Raden Soegondo Notodisoerjo, Notaris di Surakarta, yang diubah dengan Akta No. 32 tanggal 18 April 1983 dibuat oleh R. Hari Poerwanto, S.H., Notaris di Surakarta, diubah dengan Akta No. 10 tanggal 20 September 2006 dibuat oleh Ny. Wirati Kendarto, S.H., Notaris di Sukoharjo berkedudukan di Jalan Jendral Ahmad Yani, Dukuh Mendungan RT 03 RW 03, Desa Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, bertempat tinggal di Perum Griya Kertonatan RT 005 RW 004, Kelurahan Kertonatan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, dalam perkara ini diwakili oleh kuasanya yaitu Arie Kristanto, S.H. CLA, Tori Setyo Rinanto, S.H., dan Kurniawan Adibroto, S.H. CLA, ketiganya Advokat dan Konsultan Hukum pada Law Office “Arie Kristanto & Partners”, yang berkantor di Jalan Arjuna Raya No. 1 Serengan, Surakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 Agustus 2015.

Kemudian selaku pihak Tergugat adalah Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta, Akta No. 002 tanggal 17 September 2011 dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Sakit Islam Surakarta, yang telah memberikan kuasa kepada Indah, S.H., Notaris di Surakarta, diubah dengan Akta No. 01 tanggal 23 Maret 2013 oleh Trilestari Mulinawati, S.H., Notaris di Sukoharjo, berkedudukan di Jalan Jendral Ahmad Yani, Kelurahan Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten

Sukoharjo, diwakili oleh H. Zaenal Mustaqim, S.E. selaku Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta dan Ir. Hj. Khusus tertanggal 15 September 2015 selanjutnya disebut Indriyati Nofiandari Selaku Sekretaris Yayasan Rumah Dr. Agus Nurudin, S.H., CN., M.H., Hendri Wijanarko, S.H., Ali Zamroni, S.H., Azi Widianingrum, S.H., dan Sri Mulyani, S.H., semuanya Advokat, yang berkantor di Jln. Pleburan Raya No. 20 Semarang. Dan pihak Turut Tergugat/Turut Terlapor adalah Roro Indradi Sarwo Indah, S.H., Notaris di Surakarta, yang beralamat di Jalan Gremet 25 B, Manahan, Kota Surakarta (Berkas Putusan Nomor 95/Pdt.G/2015/ PN.Skh halaman 2).

Sebelum membahas mengenai akta terlebih daluhu penulis paparkan menngenai yayasan. Terkait hakikat yayasan di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Yayasan

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.

Dari penjelasan pasal diatas terdapat karakteristik suatu yayasan, antara lain sebagai berikut:

1. Bentuknya badan hukum. Tepatnya badan hukum bersifat tertutup karena diatur dengan Undang-Undang atau berdasarkan Undang-Undang;

2. Modal awalnya berupa kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaan pribadinya orang lain;

3. Memiliki tujuan tertentu yang merupakan konkretisasi

Berdasarkan penjelasan di atas jika dikaitkan dengan kasus sengketa Wakaf di RSIS ini para pihak mempermasalahkan mengenai Akta baik dari pihak YWARSIS dengan dasar Akta No. 35 Tahun 1970 dan pihak YARSIS dengan

dasar Akta No. 35 Tahun 1970; Akta No. 32 Tahun 1983; Akta No. 10 Tahun 2006; Akta No. 002 Tahun 2011; Akta No. 01 Tahun 2013; Akta No. 9 Tahun 2014.. Dan diantara yang dipermasalahkan dari pihak YWARSIS adalah Akta No. 002 Tahun 2011 yang dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Indah, SH., Notaris di Surakarta yang tidak sesuai dengan akta No. 35 Tahun 1970.

Berdasarkan penjelasan Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 HIR sebagai berikut:

Pasal 1866 KUHPerdata:

Alat pembuktian meliputi: bukti tertulis; bukti saksi; persangkaan; pengakuan; sumpah. Semuanya tunduk pada aturan-aturan yang tercantum dalam bab-bab berikut(Tim Mahardika, 2010:417).

Pasal 164 HIR

Maka yang disebut alat-alat bukti, yaitu: bukti dengan surat; bukti dengan saksi; persangkaan-persangkaan; pengakuan dan sumpah di dalam segala hal dengan memperhatikan aturan-aturan yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang berikut (Sasangka,2005: 99).

Para pihak yang datang menghadap pejabat pada dasarnya dengan maksud ingin membuat akta sesuai dengan keterangan yang mereka kehendaki, maka dengan sendirinya melekat kesengajaan bahwa akta tersebut akan dipergunakan sebagai alat bukti mengenai perbuatan atau tindakan hukum yang mereka terangkan atau sepakati. Kesengajaan itu sebagai langkah preventif terhadap kemungkinan terjadinya persengketaan dikemudian harinya (Subekti, 1975 :20).

Akta otentik yang sengaja dijadikan alat bukti ini sesuai dengan fungsi alat, yaitu fungsi probationis causa, yang berarti bahwa akta mempunyai fungsi sebagai alat bukti karena sejak awal akta tersebut dibuat dengan sengaja untuk pembuktian di kemudian hari (Harahap, 2005: 580). Selain itu, juga dijelaskan dalam Pasal 1867 KUHPerdata (Tim Mahardika, 2010:417):

Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.

Jadi Undang-Undang sendiri telah menentukan fungsinya sebagai alat bukti tulisan, oleh karena itu pembuatannya pun dimaksudkan sebagai alat bukti.

Perlu diketahui menurut Pasal 1866 KUHPerdata dan Pasal 164 HIR diatas alat bukti surat dan tulisan ditempatkan dalam urutan pertama. Hal ini sesuai dengan kenyataan jenis surat atau akta dalam perkara perdata, memegang peran yang penting. Apabila suatu ketika timbul sengketa atas peristiwa itu, dapat dibuktikan permasalahan dan kebenarannya oleh akta yang bersangkutan. Atas kenyataan itu, dalam perkara perdata alat bukti yang paling dominan dan determinan adalah alat bukti surat. Jadi akta otentik yang termasuk ke dalam alat bukti surat hanya dianggap yang paling dominan, namun bukan berarti itu merupakan suatu keharusan, karena tidak ada Undang-Undang yang mengatakan demikian.

Alat bukti yang sempurna adalah akta otentik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUHPerdata (Tim Mahardika, 2010:418):

Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya.

Akta otentik memberikan diantara para pihak termasuk ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat atau dinyatakan didalam akta ini. Dengan demikian barang siapa yang menyatakan bahwa suatu akta otentik itu palsu, maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu.

Menurut Pasal 165 HIR dan Pasal 1868 KUHPerdata. Pasal 165 HIR:

Surat (Akte) yang syah, ialah suatu surat yang diperbuat demikian oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk membuatnya menjadi bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya tentang segala hal yang disebut di dalam surat itu dan juga tentang yang ada dalam surat itu sebagai pemberitahuan sahaya, dalam hal terakhir ini hanya jika yang diberitahukan itu berhubungan langsung dengan perihal pada surat (akte) itu (Sasangka,2005: 99-100).

Pasal 1868 KUHPerdata:

Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat(Tim Mahardika, 2010:417).

Berdasarkan Pasal 1870 KUHPerdata,

Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya (Tim Mahardika, 2010:418).

Nilai kekuatan pembuktian suatu akta otentik adalah sempurna, akan tetapi hal itu sepanjang tidak diajukan bukti lawan. Kekuatan suatu akta otentik dapat dilumpuhkan karena kesempurnaannya tidak bersifat menentukan atau memaksa, sehingga kesempurnaannya dapat dilumpuhkan oleh bukti lawan.

Harahap (2005) menjelaskan bahwa kekuatan pembuktian akta otentik dapat dilumpuhkan dengan segala jenis alat bukti. Alat bukti apa saja dapat diajukan guna melumpuhkan kekuatan pembuktian dari akta otentik. Bisa dengan menggunakan alat bukti saksi, persangkaan, maupun segala macam akta, baik akta dibawah tangan maupun dengan surat lain. Oleh karena itu, bukti lawan yang boleh diajukan tidak diharuskan dengan akta otentik pula.

Terkait perubahan isi dalam Anggaran Dasar Akta No. 35 Tahun 1970 yang dilakukan oleh pihak YARSIS sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Pasal 17 menyatakan bahwa:

Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan (Rita,2009: 161).

Anggaran dasar sebuah yayasan dapat diubah, kecuali menyangkut maksud dan tujuan yayasan. Perubahan anggaran dasar yayasan dapat dilakukan melalui keputusan rapat Pembina yang dihadiri 2/3 anggota Pembina. Perubahan itu dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Rapat Pembina untuk memutusakan perubahan anggaran dasar ini dilakukan musyawarah untuk mufakat. Pada saat musyawarah dilakukan, ada tahapan-tahapan dalam mengambil keputusan. Jika rapat pertama tidak menghasilkan keputusan juga, maka diadakan rapat kedua. Rapat kedua ini dilakukan paling cepat 3 hari sejak rapat pertama. Rapat kedua sah apabila dihadiri oleh lebih dari 50% jumlah anggota Pembina. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dari jumlah anggota yang hadir (Rita,2009: 17).

Perubahan Anggaran Dasar dalam Akta Pendirian Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta (YARSIS) No. 35 tanggal 27 Nopember 1970 dibuat oleh R. Soegondo Notodisurjo, Notaris di Surakarta telah mengalami beberapa kali perubahan antara lain sebagai berikut:

1. Akta No. 02 tanggal 18 April 1983 dibuat oleh R. Hari Poerwanto, SH., Notaris di Surakarta;

2. Akta No. 10 tanggal 20 September 2006 dibuat oleh Ny. Wirati Kendarto, SH., Notaris di Sukoharjo;

3. Akta No. 002 tanggal 17 September 2011 dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Indah, SH., Notaris di Surakarta;

4. Akta No. 01 tanggal 23 Maret 2013 dibuat oleh Trilestari Mulinawati, SH., MKn., Notaris di Sukoharjo; dan

5. Akta No. 9 tanggal 12 Juni 2014 dibuat oleh Niken Puspitarini, SH., MKn., Notaris di Semarang tentang Perrnyataan Keputusan Rapat Pembina Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta dan telah dicatatkan dalam daftar Yayasan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dibawah No.: AHU.-AHA. 01. 06 – 315 tanggal 24 Maret 2015.

Selanjutnya perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Akta No 002 tanggal 17 september 2011 dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Indah, SH., Notaris di Surakarta berikut akta perubahannya disebut Objek Sengketa.

Perubahan akta pendirian yayasan setelah keluarnya undang-undang nomor 16 tahun 2001 junto undang-undang nomor 28 tahun 2004 tentang yayasan(undang-undang yayasan) dimaksudkan agar yayasan yang sudah ada sebelum lahirnya undang-undang supaya memiliki status sebagai badan hukum yang sama dengan yayasan yang didirikan setelah keluarnya undang-undang tersebut.

Dan mengenai perbedaan isi dengan menghilangkan kata-kata yang terdapat di Akta No. 35 Tahun 1970 dengan Akta No. 002 tahun 2011 bahwa pihak Notaris sudah mengakui terdapat kesalahan dalam penulisan dan pihak Majelis Hakim pun telah menyatakan sah Akta No. 002 Tahun 2011 tersebut.

Dalam penjelasan Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit bahwa Kegiatan usaha hanya bergerak di bidang

perumahsakitan dimaksudkan untuk melindungi usaha rumah sakit agar terhindar dari risiko akibat kegiatan usaha lain yang dimiliki oleh badan hukum pemilik rumah sakit. Dengan kata lain perubahan anggaran dasar yang dilakukan oleh YARSIS tersebut sah apabila memiliki serta menjalankan bidang kegiatan usaha selain perumahsakitan.

Dari penejelasan diatas dapat penulis disimpulkan bahwa objek sengketa di Rumah Sakit Islam (RSIS) Surakarta antara Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSIS) Surakarta dan Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam (YWRSIS) Surakarta adalah mengenai perubahan isi anggaran dasar dalam Akta No. 35 tahun 1970 dengan akta No. 002 tahun 2011 yang mana ada pengurangan dalam Akta notaris Akta No. 35 tahun 1970 dalam angka No. 002 tahun 2011 yang dilakukan oleh Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta.

Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti mengenai perubahan isi anggaran dasar dalam sebuah akta diperbolehkan berdasarkan pasal 17 Undang-undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan yang menyatakan bahwa anggaran dasar dapat dirubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan yayasan. Berkenaan perbedaan isi dalam Akta No. 002 tahun 2011 dari pihak notaris yang membuat Akta No. 002 tahun 2011 mengakui telah terjadi kesalahan penulisan dan akta tersebut dinyatakan sah dalam putusan hakim No. 95/Pdt.G/2015 PN.Skh.

BAB V P E N U T U P

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS) antara Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta (YARSIS) dan Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta (YWRSIS) adalah mengenai perubahan isi anggaran dasar dalam Akta No. 35 tahun 1970 dengan akta No. 002 tahun 2011 yang mana ada pengurangan dalam Akta notaris Akta No. 35 tahun 1970 dalam angka No. 002 tahun 2011 yang dilakukan oleh YARSIS.

Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti mengenai perubahan isi anggaran dasar dalam sebuah akta diperbolehkan berdasarkan pasal 17 Undang-undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan yang menyatakan bahwa anggaran dasar dapat dirubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan yayasan. Berkenaan perbedaan isi dalam Akta No. 002 tahun 2011 dari pihak notaris

yang membuat Akta No. 002 tahun 2011 mengakui telah terjadi kesalahan penulisan dan akta tersebut dinyatakan sah dalam putusan hakim No. 95/Pdt.G/2015 PN.Skh.

B. Saran

1. Dalam pembuatan akta, agar semua pihak memperhatikan isi dari akta tersebut sehingga tidak akan terjadi permasalahan di waktu mendatang.

2. Melakukan penyesuaian terhadap Undang-undang baru sehingga tidak ada kesalah fahaman dalam bidang hukum apabila terjadi perkara.

3. Tidak melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai dengan AD ART dan keputusan bersama .

Dokumen terkait