• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA

PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

YUHDI AINUN NAFI

NIM : 21412033

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS S Y A R I A H

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi

KepadaYth.

DekanFakultasSyari’ahIAIN Salatiga Di Salatiga

AssalamualaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Disampaikandenganhormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:

Nama : Yuhdi Ainun Nafi NIM : 21412033

Judul :TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERUBAHAN AKTA PENDIRIAN DI RUMAH SAKIT ISLAM

SURAKARTA

dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.

Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Salatiga, 25 September 2017 Pembimbing

Farkhani, SH.I., SH., M.H.

(4)
(5)

MOTTO

“Janganlah Engkau Tinggalkan

(6)

ABSTRAK

Nafi, YuhdiAinun. 2017. TinjauanYuridisTerhadap Perubahan Akta Pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta. Skripsi. Program studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Farkhani, SH.I., SH., MH.

Kata Kunci : Perubahan, Akta, Pendirian, RSIS

Perubahan akta pendirian bernula ketika salah satu pihak dari pendiri atau yang mengatasnamakan sebagai Yayasan Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta(YWRSIS) mengajukan gugatan berkenaan dengan perubahan isi anggaran dasar dalam Akta No. 35 Tahun 1970 dengan Akta No. 02 tahun 2001 yang menjadi objek sengketa, yang dilakukan oleh pihak pengelola wakaf dalam hal ini pihak Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta(YARSIS). Sebagai penggugat adalah dr. H. Muhamad Djufrie AS. SKM, pendiri YARSIS, Akta No. 35 Nopember 1970 dibuat oleh Raden Soegondo Notodisoerjo, Notaris di Surakarta, yang diubah dengan Akta No. 32 tanggal 18 April tahun 1983 dibuat oleh R. Hari Poe. Wanto, S.H., Notaris di Surakarta, dirubah oleh Akta No. 10 tangal 20 September 2006 dibuat oleh Ny. Wirati Kendarto, S.H., Notaris di Sukoharjo. Kemudian selaku pihak tergugat adalah YARSIS. Akta No. 02 tahun 2011 dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Indah, S.H., notaris di Surakarta, dirubah dengan Akta No. 01 tahun TANGAL 23 Maret 2013 oleh Tri Lestari Mulinawati S.H. Notaris di Sukoharjo, diawali oleh H. Zaenal Mustaqim, S.E. selaku ketua YARSIS dan Ir. Hj. Indriyati Nofiandari selaku sekertaris YARSIS.

Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan peneliian di Rumah Sakit Islam Surakarta, dengan pokok permasalahan bagaimanakah tinjauan yuridis terhadap perubahan di Rumah Sakit Islam Suirakarta(RSIS)?

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalahpenelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan memahami alur peristiwa, meniali sebab akibat dalam lingkup pikiran orang setempat tarkait perubahan akta di Rumah Sakit Islam Surakarta(RSIS).

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta(RSIS) antara YARSIS dan YWRSIS adalah mengenai perubahan isi anggaran dasar dalam Akta No. 35 tahun 1970 dimana terdapat pengurangan terhadap Akta No. 02 tahun 2011 yang dilakukan oleh YARSIS.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan segala nikmat kepada makhluk yang ada di alam semesta ini. Berkat qudrat, iradat serta izin-Nyalah penulis bisa menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Tinjauan Yuridis Terhadap Perubahan Akta di Rumah Sakit Islam Surakarta.

Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang.

Banuak pihak yeng telah memberikan kontribusi dalam memyelesaikan karya ini. Kamihaturkan terimakasih yang tulus kepada mereka semua yang telah berjasa untuk ini semua :

6. Bapak dan Ibu Narasumber dari pihak YWRSIS yang telah memberikan data informasi.

7. Gus Drun. MHD, SH., yang telah membantu dan menyemangati penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta serta keluarga besar saya yang telah mengorbankan segalanya dengan tulus dan ikhlas dan kebesaran jiwa.

9. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2012.

10. Rekan-rekan BC Mart SMK Diponegoro Salatiga yang telah menyemangati penulis.

(8)

Harapan bagi penulis semoga apa yang telah disuguhkan dapatbermanfaat bagi semua orang khususnya kami selaku penulis. Walau jauh dari kesempurnaan tapi semoga mendekati kepada kebenaran. Semoga ALLAH SWT ridha dengan apa yang kita lakukan. Amin.

قيرطلا موقأ ىلِإ قفومـلا او

Salatiga 25 September 2017 Penulis

YUHDI AINUN NAFI NIM. 214-12-033

DAFTAR ISI

(9)
(10)

A. Kesimpulan...75 B. Saran-saran ...75

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

(11)

pendidikan, dan berbagai bidang kegiatan sosial lainnya Dalam Penejelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan bahwa Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas (Rita, 2009:1).

Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya.

(12)

Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan dan direvisinya yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dan disahkan pada era presiden Megawati Soekaroputri (Rita, 2009:9).

Pendirian Yayasan dilakukan dengan syarat adanya para pendiri akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang. Dan adanya modal yang diperoleh dari pemisahan kekayaan berupa uang dan barang; modal yang berasal dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat; wakaf; hibah; hibah wasiat dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan (Rita, 2006: 10-11).

Dalam Pasal 165 HIR dijelaskan bahwa suatu akta otentik, ialah suatu akta yang telah dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang berwewenang untuk itu, memberikan diantara para pihak dan sekalian ahli warisnya serta semua orang yang memperoleh hak dari mereka, suatubukti yang sempurna tentang apa yang diterangkan di dalamnya, bahkan juga tentang apa yang termuat disitu sebagai suatu penuturan belaka; namun mengenai yang terakhir ini hanyalah sekedar yang dituturkan itu ada hubungannya, langsung dengan isi pokok akta (Sasangka, 2005: 99-100).

(13)

Anggaran dasar yayasan adalah nama dan tempat kedudukan; maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut; jangka waktu pendirian; jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda; cara memperoleh dan penggunaan kekayaan; tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota pembina, pengurus, dan pengawas; hak dan kewajiban anggota pembina, pengurus, dan pengawas; tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan; ketentuan mengenai perubahan anggaran dasar; penggabungan dan pembubaran yayasan; dan penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan yayasan setelah pembubaran.

Perubahan Anggaran Dasar yayasan dalam sebuah akta dapat diubah, kecuali menyangkut maksud dan tujuan yayasan. Perubahan anggaran dasar yayasan dapat dilakukan melalui keputusan rapat Pembina yang dihadiri 2/3 anggota Pembina. Perubahan itu dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Rapat Pembina untuk memutusakan perubahan anggaran dasar ini dilakukan musyawarah untuk mufakat. Pada saat musyawarah dilakukan, ada tahapan-tahapan dalam mengambil keputusan. Jika rapat pertama tidak menghasilkan keputusan juga, maka diadakan rapat kedua. Rapat kedua ini dilakukan paling cepat 3 hari sejak rapat pertama. Rapat kedua sah apabila dihadiri oleh lebih dari 50% jumlah anggota Pembina. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak dari jumlah anggota yang hadir (Rita,2009: 17).

(14)

pengadilan Negeri adalah tidak tepat, karena notaries hanya mencatat apa yang dikemukakan oleh penghadap dengan tidak diwajibkan untuk menyelediki keberatan materiil apa yang dikemukakan kepada itu; dalam hal ini yang harus dibatalkan adalah perbuatan hukum yang menggugat akta notaris atau yang mengadakan perubahan pada Anggaran Dasar. Bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta notaries, tetapi hanya dapat menyatakan akta notaries yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum (Sasangka, 2005: 102-103).

Namun dalam Pasal 305 ayat (1) RBg bahwa sebuah akta yang didalamnya dibenarkan atau dikuatkan suatu perjanjian, yang menurut Undang-Undang dapat diminta supaya dibatalkan atau ditiadakan, hanyalah berharga, jika akta itu menyebut isi pokok dari perjanjian itu, demikian pula segala sebab maka hal membatalkannya boleh diminta dan maksud akan memperbaiki kekurangan, yang jadi alasan permintaan itu (Sasangka, 2005: 113).

(15)

Surakarta (RSIS) dalam hal ini pihak Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta (YARSIS).

Dari latar belakang diatas maka penulis ingin mencoba meneliti dari permasalahan diatas yang kami simpulkan dengan judul ”Tinjauan Yuridis Terhadap Perubahan Akta Pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta’’.

B. Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang masalah tersebut di atas, masalah yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini adalah bagaimana tinjauan yuridis terhadap perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian menerapkan ilmu yang diperoleh melalui bangku perkuliahan.

D. Penegasan Istilah

(16)

1. Perubahan adalah hasil interaksi kepentingan yang secara ketat dikontrol, bahkan ditentukan oleh posisi sosialitas kondisi materiil elit yang terlibat. 2. Akta adalah akta yang telah dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat

umum yang berwenang untuk itu, memberikan diantara para pihak dan sekalian ahli warisnya serta semua orang yang memperoleh hak dari mereka, suatu bukti tentang apa yang diterangkan di dalamnya. Bahkan juga tentang apa yang termuat sebagai suatu penuturan belaka; namun mengenai yang terakhir ini hanya sekedar yang dituturkan itu ada hubungannya, langsung dengan isi pokok akta (Sasangka, 2005: 99-100) 3. Pendirian adalah suatu proses atau cara, perbuatan mendirikan akta

pendirian yayasan itu harus dibuat oleh notaris.

E. Kajian Pustaka

(17)

tangan kekuatan pembuktiannya berada di tangan hakim untuk mempertimbangkannya (Pasal 1881 ayat (2) KUHPerdata).

Skripsi yang berjudul “Tinjaun Terhadap Pengelolaan Wakaf Menurut Undang-Undang no 41 tahun 2004 Tentang Wakaf” karya Ratna Dumilah (digilib.uns.ac.id pada tanggal 12 Februari 2017). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan hasil penelitian bahwa Nadzir dilarang melakukan perubahan pembentukan harta wakaf kecuali atas izin BWI. Harta Wakaf berkembang dapat berupa benda bergerak Wakaf tunai termasuk harta wakaf benda bergerak yang diwakafkan melalui lembaga keuangan syariah sebagai pengelola yang ditunjuk Menteri dan diterbitkan dalam bentuk sertifikat Wakaf tunai.

Kemudian skripsi yang berjudul “Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Di Hadapannya (Studi Terhadap Notaris Di Kota Semarang)” karya Ida Nurkasanah (2015), Penelitian ini bersifat yuridis empiris yang menggunakan metode penelitian dengan mengkaji dan meneliti data sekunder terlebih dahulu yang kemudian dilanjutkan dengan data primer yang diperoleh dilapangan yaitu melakukan penelitian menggunakan metode wawancara dengan hasil penelitian bahwa pada Tahun 2014 sampai dengan 2015 Notaris yang dipanggil ke pengadilan melalui Majelis Pengawas Daerah hanya untuk diminta keterangan terkait dengan akta yang diterbitkan atau sebagai saksi dalam persidangan bukan sebagai tersangka atas akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris (lib.unnes. ac.id diakses pada tanggal 19 September 2017).

(18)

Berkekuatan Hukum Tetap (Studi Kasus Perdata No. 305/Pdt.G/2007/Pn.Bekasi)”. Metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif. Dengan hasil penelitian bahwa Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor perkara: 305/ Pdt.G/2007/PN. Bks. Realisasi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dapat dijalankan dengan sukarela dan eksekusi. Para pihak berkehendak untuk upaya damai. Akta perdamaian dibuat karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, (eprints.undip.ac.id diakses pada tanggal 19 September 2017).

Dalam pengamatan penulis dari judul skripsi mengenai sengketa akta wakaf diatas sudah banyak namun sepengetahuan penulis sejauh ini belum ada yang mengkaji terhadap perubahan akta pendirian di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS).

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Pendekatan ini merupakan kepustakaan (library reseach) dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat, serta dapat memperoleh penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk kerangka teoritis baru sesuai norma-norma hukum yang berlaku.

(19)

Sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah data sekunder yaitu data yang berasal dari literatur, perundang-undangan, dokumenter yang berkaitan dengan skripsi berupa buku-buku atau hasil peelitian yang terkait dengan penelitian ini(Hasan, 2002:58)

3. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah dokumentasi. Menurut Arikunto (2010: 21), dokumentasi adalah mencari data atau mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan-catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat dan sebagainya.

Diantara dokumen yang peneliti poroleh adalah perubahan isi Akta anggaran dasar No. 10 tahun 2006 ke Akta No. 02 tahun 2011, peneliti juga mengumpulkan undang-undang, skripsi-skripsi maupun tesis, dan buku-buku yang masih ada relevansinya dengan objek penelitian yang diteliti oleh peneliti. Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang jabatan notaris, skripsi-skripsi maupun tesis tentang perubahan akta dan buku-buku tentang akta.

4. Teknik Analisis Data

(20)

dilapangan. Penyajian data yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan dan verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh dilapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan proposi (Salim.A, 2006 :13).

G. Sistematika Penulisan

Sebagai gambaran-gambaran umum dalam skripsi ini, penulis akan paparkan sekilas tentang sistematika penulisan dalam skripsi ini dengan menggunakan system sebagai berikut :

Bab I pendahuluan, meliputi uraian latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan.

Bab II kajian pustaka, yang menguraikan tentang gambaran umum mengenai yayasan, notaris, dan akta.

Bab III paparan data dan temuan penelitian, yang berisi mengenai Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS) dan deskripsi perubahan akta di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS).

Bab IV pembahasan, memuat mengenai tinjauan yuridis terhadap perubahan akta di Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS).

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Yayasan

1. Pengertian Yayasan

Yayasan pada mulanya digunakan sebagai terjemahan dari istilah Stichting yang berasal dari kata Stichen yang berarti membangun atau

mendirikan dalam Bahasa Belanda dan Foundation dalam Bahasa Inggris (Wajowasito, 1981: 634). Kenyataan di dalam praktek, memperlihatkan bahwa apa yang disebut Yayasan adalah suatu badan yang menjalankan usaha yang bergerak dalam segala macam badan usaha, baik yang bergerak dalam usaha yang nonkomersial maupun yang secara tidak langsung bersifat komersial (Ais, 2002: 81)

(22)

a. Mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan yaitu suatu pemisahan kekayaan yang dapat berupa uang dan barang.

b. Mempunyai tujuan sendiri yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

c. Mempunyai alat perlengkapan yaitu meliputi pengurus, pembina dan pengawas (Rido, 1981: 118).

2. Dasar Hukum Yayasan

Sebelum Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan diundangkan, keberadaan yayasan didasarkan pada hukum kebiasaan yang timbul dan berkembang dalam masyarakat. Dalam Undang-Undang ini dijelaskan tentang :

a. Kebiasaan

Adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang mengenai hal tingkah laku kebiasaan yang diterima oleh suatu terhadap hakim dalam mengambil keputusannya (Soeroso, 2001: 179). d. Undang-Undang Nomor16 Tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

(23)

menjadi dasar hukum yang kuat dalam mengatur yayasan di Indonesia. Namun dalam Undang-Undang tersebut ternyata dalam perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang tersebut. Perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan merupakan penyempurna dari Undang-Undang Nomor16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Undang-Undang ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar pada masyarakat mengenai yayasan, sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.

3. Syarat-syarat Pendirian Yayasan

(24)

memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat untuk melaksanakan wasiat tersebut (Ais, 2002: 22-23)

Dalam prakteknya yayasan-yayasan yang didirikan menurut hukum diakui mempunyai hak dan kewajiban, sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum dengan subyek hukum yang lain (Ali, 1991: 89-90). Untuk mendirikan suatu yayasan diperlukan syarat-syarat sebagai pendukung berdirinya yang terdiri dari 2 yaitu :

a. Syarat Material yang terdiri dari :

1) Harus ada suatu pemisahan kekayaan yaitu adanya kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang dan barang.

2) Suatu tujuan yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

3) Suatu organisasi yaitu suatu organisasi yang terdiri dari pengurus, pembina dan pengawas.

b. Syarat Formal

1) Dengan akta otentik

Yaitu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, di tempat mana pejabat berwenang menjalankan tugasnya (Arto, 1996: 144)

Sebelum diaturnya Undang-Undang tentang yayasan, pendirian yayasan didirikan dengan akte notaris sebagai syarat terbentuknya suatu yayasan. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah untuk mengadakan pembuktian terhadap yayasan tersebut. Dalam akta pendiriannya memuat anggaran dasar yang memuat :

a) Kekayaan yang dipisahkan

(25)

c) Tujuan yayasan yaitu suatu tujuan yang bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan.

d) Bentuk dan susunan pengurus serta penggantian anggota pengurus. e) Cara pembubaran

f) Cara menggunakan sisa kekayaan dari yayasan yang telah dibubarkan (Rido, 1981: 121-122)

Anggaran dasar dalam akta pendiriannya dapat diubah mengenai maksud dan tujuan yayasan. Perubahan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina. Perubahan anggaran dasar yang meliputi nama dan kegiatan yayasan harus mendapat persetujuan Menteri. Anggaran Dasar yayasan dapat dirubah pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan pailit, kecuali atas persetujuan curator (Ais, 2002: 27)

Kedudukan yayasan sebagai badan hukum diperoleh bersamaan pada waktu berdirinya yayasan itu. Adapun cara-cara untuk memperoleh status badan hukum dari suatu yayasan, harus dipenuhi beberapa syarat yaitu :

a) Harus didirikan dengan akta notaries

b) Harus ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan orang yang mendirikan, dan dimaksudkan untuk tujuan tertentu, dan yang mendirikan tidak boleh masih mempunyai kekuasaan atas harta yang telah dipisahkan itu

c) Harus ada pengurus tersendiri

d) Harus ditunjuk atau disebut orang yang mendapat manfaat dari yayasan itu.

(26)

diwariskan kepada ahli waris (baik oleh Badan pendiri maupun oleh pengurus) sebab yayasan (termasuk segala harta yayasan) bukanlah merupakan milik Badan Pendiri maupun pengurus secara pribadi/individu terpisah) dengan sendirinya tidaklah dapat diwariskan kepada para ahli waris Badan Pendiri maupun ahli waris Badan Pengurus.

4. Organ-Organ Yayasan

Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari Pembina, Pengurus dan Pengawas. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan, organ Yayasan terdiri dari Pendiri, Pengurus, dan Pengawas Internal. Maka yayasan yang terdiri dari Pembina, Pengurus dan Pengawas dijelaskan dalam: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan Pasal 2. Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

a. Pembina

(27)

diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh undang-undang ini atau Anggaran Dasar (Ais. 2002)

b. Pengurus

Peranan Pengurus amatlah dominan pada suatu organisasi. Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan, yang diangkat oleh pembina berdasarkan keputusan rapat pembina. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai pembina dan pengawas hal ini dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan, tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan yayasan atau pihak lain. Mengenai pengurus ini Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan mengaturnya dalam pasal 31 sampai pasal 39 (Kansil, 2002: 48-49)

c. Pengawas

Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasehat pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan. Pengawas mengawasi serta memberi nasihat kepada Pengurus. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. Dalam UU Yayasan No.28 Tahun 2004 Organ Pengawas diatur dalam pasal 40 sampai dengan pasal 47 (Kansil, 2002: 53) 5. Kegiatan Usaha Yayasan

(28)

Tahun 2004 Tentang Yayasan, bahwa kegiatan usaha yang dimaksud adalah untuk tujuan-tujuan yayasan dan bukan untuk kepentingan organ yayasan (Ais, 2002)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan memberikan kesempatan bagi yayasan untuk melakukan kegiatan usaha, sebagaimana terlihat dalam pasal 3, pasal 7, dan pasal 8. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan adalah sebagai berikut: a. Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian

maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha.

b. Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, pengurus dan Pengawas.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan 1 Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai

dengan maksud dan tujuan yayasan.

2 Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.

3 Anggota Pembina, pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).

(29)

tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam yayasan terdapat suatu maksud dan tujuan yang tercantum dalam anggaran dasar. Adapun manfaat dari suatu yayasan akan terlihat tergantung kepada bidang kegiatan yang bersangkutan. Ada beberapa kategori bidang kegiatan yayasan yaitu :

1) Yayasan yang bergerak dalam bidang kesehatan, yang bertujuan ikut membantu Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat dalam bidang usaha pelayanan medik (kesehatan). Tujuan-tujuan untuk memajukan kesehatan dapat berupa :

a) Mendirikan rumah sakit, rumah peristirahatan bagi para jompo, rumah perawatan, tanpa tujuan laba.

b) Menyediakan berbagai fasilitas untuk memebantu/ meneyenangkan pasien

c) Pelatihan dokter dan perawat

d) Memajukan penggunaan khusus bagi pengobatan e) Riset Kesehatan

f) Bantuan untuk penderita penyakit tertentu, seperti kebutaan dan kebergantungan obat

g) Menyediakan asrama perawat dsb.

Untuk memperoleh izin operasionalnya karena yayasan ini bergerak dalam bidang kesehatan maka mendapat pengesahan atau izin dari menteri kesehatan.

(30)

perpustakaan Untuk izin operasionalnya mendapat pengesahan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 3) Yayasan yang bergerak dalam bidang kebudayaan, bertujuan ikut

membantu Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama dalam melestarikan Kebudayaan Bangsa. Tujuan untuk memajukan kebudayaan dapat berupa : Pendirian museum dan Pendirian tempat-tempat wisata. Untuk memperoleh izin operasionalnya karena yayasan ini bergerak dalam bidang kebudayaan, maka pengesahannya didapat dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

4) Yayasan yang bergerak dalam bidang keagamaan, bertujuan ikut membantu Pemerintah dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, terutama dalam kehidupan beragama atau peribadatan. Kegiatan dalam memajukan agama antara lain : Sumbangan untuk membangun, memelihara dan merawat bangunanbangunan keagamaan, atau bagiannya, serta pekarangan; Sumbangan atau bantuan untuk pelayanan dan Sumbangan atau bantuan untuk pemuka agama. Untuk memperoleh izin operasionalnya mendapat pengesahan dari Departemen Agama.

(31)

Dari semua kegiatan di atas dapat terlihat bahwa semua tujuan berfungsi sosial, kemanusiaan dan keagamaan, atau semata-mata untuk tujuan sosial yang tujuannya diperuntukkan untuk kepentingan orang lain yang ada di luar yayasan tersebut.

B. Notaris

1. Pengertian Notaris

Berdasarkan sejarah, Notaris adalah seorang pejabat Negara/pejabat umum yang dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan hukum kepada masyarakat demi tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik dalam hal keperdataan. Pengertian Notaris dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, yakni dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Mahja, 2005: 60), yang menyatakan bahwa

Notaris adalah pejabat umum yang bcrwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undangundang ini.

Ketentuan mengenai Notaris di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dimana mengenai pengertian Notaris diatur oleh Pasal 1 angka 1 yang menyatakan bahwa Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini (Mahja, 2005: 60).

2. Dasar Hukum Notaris

(32)

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang diundangkan tanggal 6 Oktober 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117. Dengan berlakunya undang-undang ini, maka Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia/Peraturan Jabatan Notaris Di Indonesia

(Staatsblad 1860 Nomor 3) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Keberadaan notaris, secara etis yuridis, diatur dalam rambu-rambu Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris (Staatsblad 1860-3) berdasarkan Staatsblad 1855-79 tentang Burgerlijk Wetboek (BW/KUHPerdata), terutama Buku Keempat dalam Pasal-Pasal sebelumnya, yang secara sistematis merangkum suatu pola ketentuan alat bukti berupa tulisan sebagai berikut:

a. Bahwa barang siapa mendalilkan peristiwa di mana ia mendasarkan suatu hak, wajib baginya membuktikan peristiwa itu; dan sebaliknya terhadap bantahan atas hak orang lain (1865 KUHPerdata);

b. Bahwa salah satu alat bukti ialah tulisan dalam bentuk autentik dan di bawah tangan. Tulisan autentik ialah suatu akta yang dibuat sebagaimana ditentukan oleh undang-undang; dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang; di tempat mana akta itu dibuat (1866-1868 KUH Perdata);

c. Bahwa notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang membuat akta autentik… (Pasal 1 Staatsblad 1860-3).

(33)

(beschikking), di mana termasuk dalam wilayah hukum publik. Alat bukti tertulis autentik yang dibuat notaris berbeda maksud tujuan dan dasar hukumnya dengan surat keputusan yang dibuat oleh badan atau pejabat tata usaha negara dalam melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah.

Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004, sebagai produk hukum nasional, dan secara substantif UU tentang Jabatan Notaris yang baru tersebut juga berorientasi kepada sebagian besar ketentuan-ketentuan dalam PJN (Staatsbiad 1860:3), dan karena itu kajian dalam penulisan ini tetap mengaju kepada UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan dengan membandingkanan pada Peraturan Jabatan Notaris (Staatblad 1860:3).

3. Kewenangan Notaris

Notaris, adalah profesi yang sangat penting dan dibutuhkan dalam masyarakat, mengingat fungsi dari Notaris adalah sebagai pembuat alat bukti tertulis mengenai akta-akta otentik, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Adapun yang dimaksud dengan akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata adalah:

Suatu akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undangundang dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.

(34)

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

Kewenangan Notaris menurut Undang-undang ini diatur dalam Pasal 15 ayat (1) yang menyatakan bahwa :

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undangundang.

Selain kewenangan yang bersifat luas terbatas tersebut Notaris juga diberi kewenangan lain yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e, yaitu kewenangan untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Berdasarkan ketentuan ini, Notaris dalam menjalankan jabatannya harus berpegang dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib menolak untuk membuat akta atau memberikan jasa hukum lain yang tidak sesuai atau bahkan menyimpang dari peraturan perUndang-undangan yang berlaku.

Selain itu Notaris juga diberikan kewenangan baru. Kewenangan baru ini antara lain kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal l5 ayat (2) huruf f, yakni : “membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan”.

(35)

C. Akta

1. Pengertian Akta

Istilah akta berasal dari bahasa Belanda yaitu Akte. Dalam mengartikan akta ini ada dua pendapat yaitu. Pendapat pertama mengartikan akta sebagai surat dan pendapat kedua mengartikan akta sebagai perbuatan hukum. Beberapa sarjana yang menganut pendapat pertama yang mengartikan akta sebagai surat antara lain:

a. Pitlo mengartikan akta sebagai berikut: “surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipahami sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat (Pitlo, 1986:52).

b. Sudikno Mertokusumo berpendapat, akta adalah surat yang diberi tandatangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perkataan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuatan (Mertokusumo, 1979: 106.)

c. R. Subekti dan Tjitrosudibio, kata “acta” merupakan. Bentuk jamak dari kata “actum” yang merupakan bahasa latin yang mempunyai arti perbuatan-perbuatan (Subekti dan Tirtosudibio, 1980: 9). Selain pengertian akta sebagai surat memang sengaja diperbuat sebagai alat bukti, ada juga yang menyatakan bahwa perkataan akta yang dimaksud tersebut bukanlah “surat”, melainkan suatu perbuatan. Pasal 108 KUHPerdata menyebutkan:

(36)

R. Subekti menyatakan kata “akta” pada Pasal 108 KUHPerdata tersebut bukanlah berarti surat atau tulisan melainkan “perbuatan hukum” yang berasal dari bahasa Prancis yaitu “acte” yang artinya adalah perbuatan (Subekti, 2006: 29). Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian mengenai akta ini, maka yang dimaksud disini sebagai akta adalah surat yang memang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti.

2. Jenis-Jenis Akta

Akta dapat diberikan dalam 2 macam yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta otentik dibagi dalam dua macam yaitu akta pejabat (ambtelijk acte) dan akta para pihak (partij acte).

Menurut Kohar akta otentik adalah akta yang mempunyai kepastian tanggal dan kepastian orangnya, sedangkan Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan bahwa akta otentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuat (Kohar,1984: 86) Sedangkan yang dimaksud Akta di bawah tangan adalah Surat yang sengaja dibuat oleh orang-orang, oleh pihak-pihak sendiri, tidak dibuat dihadapan yang berwenang, untuk dijadikan alat bukti.

Selanjutnya untuk akte otentik berdasarkan pihak yang membuatnya dibagi menjadi 2 yaitu (Dja’is dan Koosmargono, 2008:154-155):

a. Akta para pihak (partij akte)

(37)

bersangkutan. Mislanya pihak-pihak yang bersangkutan mengatakan menjual/membeli selanjutnya pihak notaris merumuskan kehendak para pihak tersebut dalam suatu akta. Partij akte ini mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi pihakpihak yang bersangkutan termasuk para ahli warisnya dan orang-orang yang menerima hak dari mereka itu.

Ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata dianggap berlaku bagi partij akte ini. Mengenai kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga

tidak diatur, jadi partij akte adalah :

1) Inisiatif ada pada pihak-pihak yang bersangkutan; 2) Berisi keterangan pihak pihak.

b. Akta Pejabat (Ambtelijke Akte atau Relaas Akte)

Akta yang memuat keterangan resmi dari pejabat yang berwenang. Jadi akta ini hanya memuat keterangan dari satu pihak saja, yakni pihak pejabat yang membuatnya. Akta ini dianggap mempunyai kekuatan pembuktian terhadap semua orang, misalnya akta kelahiran. Jadi Ambtelijke Akte atau Relaas Akte merupakan : 1) Inisiatif ada pada pejabat;

2) Berisi keterangan tertulis dari pejabat (ambtenaar) pembuat akta. 3. Fungsi Akta

a. Formalitas Causa

(38)

perjanjian utang piutang dengan bunga dan Pasal 1851 KUHPerdata tentang perdamaian. Untuk itu semuanya diisyaratkan adanya akta di bawah tangan. Sedangkan yang diisyaratkan dengan akta otentik antara lain ialah Pasal 1945 KUHPerdata tentang melakukan sumpah oleh orang lain.

Disamping fungsinya yang formil akta mempunyai fungsi sebagai alat bukti karena akta itu dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian dikemudian hari. Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta itu tidak membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat bukti dikemudian hari.

b. Probabilitas Causa

Pada Kekuatan pembuktian lahir dari akta otentik berlaku asas acta publica probant sese ipsa, yang berarti bahwa suatu akta yang

lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tandatangan pejabat dianggap sebagai aslinnya sampai ada pembuktian sebaliknya. Beban pembuktiannya terletak pada siapa yang mempersoalkan tentang otentiknya akta tersebut.

Kekuatan pembuktian lahir ini berlaku bagi kepentingan atau keuntungan dan terhadap setiap orang dan tidak terbatas pada para pihak saja, dan sebagai alat bukti maka akta atentik baik akta pejabat maupun akta para pihak keistimewaannya terletak pada kekuatan pembuktian lahir.

(39)

Mengenai fungsi, menurut Kohar akta otentik berfungsi bagi para pihak akta otentik mempunyai kekuatan bukti yang sempurna namun masih dapat dilumpuhkan oleh bukti lawan. Terhadap pihak ketiga akta otentik mempunyai kekuatan bukti bebas artinya penilaiannya diserahkan kepada hakim.(Muhammad, 1984: 10)

Selanjutnya fungsi akta otentik adalah sebagai alat bukti yang sempurna, hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1870 KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut :

Suatu akta untuk memberikan diantara para pihak beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak ini dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.

Akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna mempunyai tiga macam kekuatan pembuktian yaitu :

1) Kekuatan pembuktian luar atau kekuatan pembuatan lahir (uit wedige bewijs kracht) yaitu syarat-syarat formal yang diperlukan

agar suatu akta Notaris dapat berlaku sebagai akta otentik (Notodisoerdjo, 1993: 55)

2) Kekuatan pembuktian formal (formale bewijskracht) ialah kepastian bahwa sutau kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap.

(40)

Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta otentik harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan secara materil mengikat para pihak yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata) sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sunt servanda).

BAB III

RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA (RSIS)

DAN DISKRIPSI PERUBAHAN AKTA

A. Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS)

1. Sejarah Berdirinya

(41)

islam. Rencana pendirian rumah sakit islam ini diawali oleh pembelian sebidang tanah seluas 11.267 meter persegi yang terletak di kelurahan Pabelan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, atas nama Yayasan pada tanggal 21 Februari 1972 dan mulai mempersiapkan Master Plan rumah sakit yang berhasil disusun pada tahun 1976. Setelah itu pada tanggal 1976 disepakati suatu naskah kerjasama antara YARSIS dengan sejumlah jamaah haji Surakarta yang dipimpin oleh (Almarhum) H. M. Anwari dalam upaya pembangunan rumah sakit Islam.

Kemudian hal itu ditindak lanjuti dengan pembentukan tim dana yang diketuai oleh Ny. Hj. Jatimah Ma ‘ali dan Ny. Hj. Suminah Noto Katono. Berkat kegigihan dan perjuangan keras dan keikhlasan, para pengurus berhasil mengumpulkan dana unutuk membuat jembatan, mengurug tanah dan pembangunan awal gedung RSIS oleh (Almarhum) HM. Natsir (Mantan PM RIS). Pada tanggal 30 Juni 1983, RSIS diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah H.M. Isma’il. Setelah itu untuk pertama kalinya RSIS dibuka untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Atas dasar perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat serta penilaian DEPKES terhadap Kualitas pelayanan rumah sakit swasta, maka pada tahun 1993, RSIS mendapat penghargaan sebagai juara I penampilan kinerja rumah sakit swasta.

(42)

jalan RSIS berlantai dua, yang merupakan bagian pelaksanaan pembangunan gedung utama. Kemudian pada tahun 2000 dimulai pembangunan dua lantai gedung sayap barat dan diresmikan bulan Agustus tahun 2001. RSIS yang berdiri diatas lantai lahan seluas 2,2 Ha ini dilengkapi dengan sebuah bangunan masjid yang megah, yaitu masjid Baiturrahman yang dibangun dengan dana sebesar 1,3 milyar dan diresmikan pada tanggal 25 Maret 2000, yang merupakan masjid termegah sepanjang jalan menuju kota Surakarta dari arah barat serta menjadi ciri tersendiri bagi rumah sakit yang membawa bendera islam ini. Selain perkembangan pembangunan gedung, dibidang medis RSIS telah berhasil beberapa kali melakukan operasi secara berhasil. Salah satunya adalah melakukan operasi transplantasi mata selama dua kali. Operasi cangkok kornea mata ini dilakukan secara gratis bekerja sama dengan Rumah sakit Mata Cabang Sukoharjo.

(43)

tercapainya kepuasan dan kepercayaan masyarakat Surakarta dan sekitarnya terhadap pelayanan yang mereka harapkan dari RSIS.

2. Visi dan Misi

Visi : Terwujudnya masyarakat sehat, sejahtera dan bahagia, jasmani dan rohani

(44)

Struktur organisasi ini dapat digolongkan dalam bentuk struktur organisasi lini dan staff. Adapun keuntungan dari bentuk organisasi lini dan staff adalah :

a. Adanya pembagian kerja yang jelas.

b. Koordinasi dapat mudah dijalankan dalam setiap kelompok kerja atau golongan karyawan.

c. Adanya keuntungan dari karyawan untuk mengembangkan potensi dirinya.

d. Disiplin moral tinggi karena tugas yang dillaksanakan seseorang sesuai dengan bakat pendidikan dan pengalamannya.

Struktur organisasi digambarkan bahwa direkdi RSIS menerima pelimpahan wewenang pengelolaan dari BP. YARSIS. Direksi dipimpin oleh Direktur Utama, membawahi Direktur Medis dan Direktur Uumum. Direktur medis membawahi para Manajer dan Asisten Manajer sesuai dengan bidangnya dan demikian pula Direktur Umum.

4. Tugas Dan Fungsi

YARSIS membentuk Badan Pengurus RSIS yang selanjutnya disebut BP. YARSIS, yang berperan mewakili Pemilik (YARSIS) dalam mengawasi pengelolaan RSIS. Untuk pengelolaan RSIS secara tehnis maupun administratif, Pemilik (YARSIS) mengangkat pejabat sebagai pimpinan. Unsur Pimpinan RSIS yang selanjutnya disebutDireksi RSIS, terdiri atas :

a. Direktur Utama

b. Direktur Bidang Medis, Perawatan dan Penunjang Medis

c. Direktur Bidang Administrasi, Keuangan dan Akuntansi

d. Direktur Bidang Umum, Syiar, Dakwah dan Marketing

Dalam menyelenggarakan kegiatannya, Direksi dibantu oleh para Manajer Bidang dan Asisten Manajer. Adapun tugas-tugas pokok dari masing-masing jabatan itu adalah : ·

(45)

a. Menjabarkan falsafah, visi, misi, motto dan tujuan RSIS dalam bentuk kebijakan – kebijakan maupun ketentuan – ketentuan dasar untuk pengelolaan RSIS, yang harus diselenggarakan oleh Direktur RSIS.

b. Bersama Direksi merumuskan strategi dan rencana induk pengembangan RSIS (Master Plan RSIS) dalam upaya mewujudkan falsafah, visi, misi, motto dan tujuan RSIS yang ditetapkan oleh Pemilik (YARSIS).

c. Memberikan arahan, saran dan bimbingan kepada Direktur RSIS dalam menye-lenggarakan pengelolaan RSIS agar sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang ditetapkan oleh Pemilik (YARSIS)

d. Mengesahkan Program Kerja dan RAPB RSIS yang diajukan Direktur RSIS.

e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Program Kerja dan RAPB RSIS, apabila diperlukan dapat melakukan audit terhadap RSIS dengan mengundang akuntan publik dan mempelajari hasil audit untuk diusulkan tindakan perbaikan.

f. Menyutujui dan mengesahkan kontrak investasi untuk pengembangan RSIS dengan nilai lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

g. Memberikan penilaian dan rekomendasi terhadap hasil kerja Direktur RSIS.

h. Memberikan usulan dan saran kepada Pemilik (YARSIS) untuk pengangkatan dan pemberhentian Direktur RSIS.

Tugas tugas Direktur Utama meliputi :

a. Melakukan fungsi perencanaan, meliputi :

(46)

2) Menjabarkan kebijakan dan ketentuan yang ditetapkan oleh BP. YARSIS kedalam kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan RSIS. c. Menyusun RAPB dan Program Kerja RSIS dan mengajukannya kepada BP. YARSIS untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahan. 78

3) Menyusun jadwal untuk pelaksanaan RAPB dan Program Kerja RSIS.

4) Menyusun jadwal dan materi pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak terkait (BP. YARSIS, Komite Medik RSIS, Direktur Bidang dan pejabat – pejabat dalam struktur organisasi RSIS).

b. Melakukan fungsi penggerakan dan pelaksanaan, meliputi :

1) Melaksanakan kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan BP. YARSIS dalam bentuk kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan RSIS.

2) Melaksanakan RAPB dan Program Kerja RSIS setelah mendapat persetujuan dan pengesahan dari BP. YARSIS, sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

3) Membagi kepada para Direktur Bidang, tugas – tugas sesuai dengan bidangnya, memberi bimbingan dan arahan untuk kelancaran pelaksa-naan tugas, dan mengkoordinasikannya agar terjalin kerjasama yang baik.

4) Melaksanakan pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak terkait (BP. YARSIS, Direktur Bidang dan pejabat – pejabat dalam struktur organi-sasi RSIS), sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

(47)

tindaklanjut) atas pelaksanaan RAPB dan Program Kerja RSIS atau hal – hal lain yang dianggap perlu.

c. Melakukan fungsi pengawasan, penilaian dan pengendalian meliputi : 1) Menyelia pelaksanaan tugas para Direktur Bidang, agar sesuai

dengan kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

2) Mengevaluasi pelaksanaan tugas para Direktur Bidang, untuk menge-tahui permasalahan dan penanggulangannya, serta melakukan tindak lanjut dan umpan balik atas permasalahan dan penanggulangannya

3) Menilai pelaksanaan tugas dan prestasi kerja para Direktur Bidang sebagai bahan pembinaan karir.

d. Melakukan tugas lain, diantaranya mewakili RSIS secara hukum dan kelembagaan. Membina hubungan yang baik dengan lembaga atau perorangan di luar RSIS (pemerintah, organisasi perumahsakitan, organisasi profesi dan masyarakat).

Tugas tugas direktur bidang pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis meliputi :

a. Melakukan fungsi perencanaan, meliputi :

1) Membantu Direktur Utama RSIS dalam merumuskan strategi dan rencana induk pengembangan RSIS (Master Plan RSIS) untuk bidang pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis RSIS. 2) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menjabarkan kebijakan

dan ketentuan yang ditetapkan oleh BP. YARSIS kedalam kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis RSIS. 3) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun RAPB dan

(48)

4) Membantu Direktu Utama RSIS dalam menyusun jadwal untuk pelaksanaan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis RSIS.

5) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun jadwal pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak yang terkait dengan pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis RSIS.

b. Melakukan fungsi penggerakan dan pelaksanaan, meliputi :

1) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis RSIS.

2) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis RSIS, sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

3) Membagi kepada para Manajer Bidang yang dibawahinya, tugas – tugas sesuai dengan bidangnya, memberi bimbingan dan arahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas, dan mengkoordinasikannya agar terjalin kerjasama yang baik.

4) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak, terkait dengan pelayanan medis, 81 perawatan dan penunjang medis RSIS, sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

5) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun laporan rutin berkala per triwulan (meliputi : data, analisa data, kesimpulan, permasalahan dan rencana tindaklanjut) atas pelaksanaan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan medis, perawatan dan penunjang medis RSIS atau hal – hal lain yang dianggap perlu.

(49)

1) Menyelia pelaksanaan tugas para Manajer Bidang yang dibawahinya, agar sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

2) Mengevaluasi pelaksanaan tugas para Manajer Bidang yang dibawahi-nya, untuk mengetahui permasalahan dan penanggulangannya.

3) Melakukan mekanisme umpan balik dan tindak lanjut atas permasalahan dan penangulangannya.

4) Menilai pelaksanaan tugas dan prestasi kerja para Manajer Bidang yang dibawahinya sebagai bahan pembinaan karir.

d. Melakukan tugas lain, diantaranya :

1) Mewakili Direktur Utama RSIS secara hukum dan kelembagaan. 2) Mewakili Direktur Utama RSIS dalam membina hubungan yang

baik dengan lembaga atau perorangan di luar RSIS ( pemerintah, organisasi perumahsakitan, organisasi profesi dan masyarakat ). Tugas tugas direktur bidang pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi meliputi :

a. Melakukan fungsi perencanaan, meliputi :

1) Membantu Direktur Utama RSIS dalam merumuskan strategi dan rencana induk pengembangan RSIS (Master PlanRSIS) untuk bidang pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS. 2) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menjabarkan kebijakan

dan ketentuan yang ditetapkan oleh BP. YARSIS kedalam kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS. 3) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun RAPB dan

(50)

4) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun jadwal untuk pelaksanaan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS.

5) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun jadwal pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak yang terkait dengan pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS.

b. Melakukan fungsi penggerakan dan pelaksanaan, meliputi :

1) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS.

2) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS, sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

3) Membagi kepada para Manajer Bidang yang dibawahinya, tugas – tugas sesuai dengan bidangnya, memberi bimbingan dan arahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas, dan mengkoordinasikannya agar terjalin kerjasama yang baik.

4) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak, terkait dengan pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS, sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

5) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun laporan rutin berkala per triwulan (meliputi : data, analisa data, kesimpulan, permasalahan dan rencana tindaklanjut) atas pelaksanaan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan administrasi, keuangan dan akuntansi RSIS atau hal – hal lain yang dianggap perlu.

(51)

1) Menyelia pelaksanaan tugas para Manajer Bidang yang dibawahinya, agar sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

2) Mengevaluasi pelaksanaan tugas para Manajer Bidang yang dibawa-hinya, untuk mengetahui permasalahan dan penanggulangannya, ter-masuk mekanisme umpan balik dan tindak lanjut atas permasalahan dan penanggulangannya.

3) Menilai pelaksanaan tugas dan prestasi kerja para Manajer Bidang yang dibawahinya sebagai bahan pembinaan karir.

d. Melakukan tugas lain, diantaranya :

1) Mewakili Direktur Utama RSIS secara hukum dan kelembagaan. 2) Mewakili Direktur Utama RSIS dalam membina hubungan yang

baik dengan lembaga atau perorangan di luar RSIS (pemerintah, organisasi perumahsakitan, organisasi profesi dan masyarakat). Tugas tugas Direktur Bidang Umum, Syiar, Dakwah dan Marketing meliputi :

a. Melaksanakan fungsi perencanaan, meliputi :

1) Membantu Direktur Utama RSIS dalam merumuskan strategi dan rencana induk pengembangan RSIS (Master Plan RSIS) untuk bidang pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS. 2) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menjabarkan kebijakan

dan ketentuan yang ditetapkan oleh BP. YARSIS kedalam kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS. 3) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun RAPB dan

(52)

4) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun jadwal untuk pelaksanaan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS.

5) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun jadwal pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak yang terkait dengan pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS.

b. Melaksanakan fungsi penggerakan dan pelaksanaan, meliputi :

1) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan kebijakan, ketentuan maupun sistem yang lebih operasional untuk kegiatan pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS.

2) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS, sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

3) Membagi kepada para Manajer Bidang yang dibawahinya, tugas – tugas sesuai dengan bidangnya, memberi bimbingan dan arahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas, dan mengkoordinasikannya agar terjalin kerjasama yang baik.

4) Membantu Direktur Utama RSIS dalam melaksanakan pertemuan koordinasi dengan pihak – pihak, terkait dengan pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS, sesuai dengan jadwal yang telah disusun.

5) Membantu Direktur Utama RSIS dalam menyusun laporan rutin berkala per triwulan (meliputi : data, analisa data, kesimpulan, permasalahan dan rencana tindaklanjut) atas pelaksanaan RAPB dan Program Kerja bidang pelayanan umum, syiar, dakwah dan marketing RSIS atau hal – hal lain yang dianggap perlu.

(53)

1) Menyelia pelaksanaan tugas para Manajer Bidang yang dibawahinya, agar sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan.

2) Mengevaluasi pelaksanaan tugas para Manajer Bidang yang dibawa-hinya, untuk mengetahui permasalahan dan penanggulangannya, serta menyelenggarakan mekanisme umpan balik dan tindak lanjut atas permasalahan dan penanggulangannya. 3) Menilai pelaksanaan tugas dan prestasi kerja para Manajer Bidang

yang dibawahinya sebagai bahan pembinaan karir.

d. Melakukan tugas lain, diantaranya :

1) Mewakili Direktur Utama RSIS secara hukum dan kelembagaan. 2) Mewakili Direktur Utama RSIS dalam membina hubungan yang

baik dengan lembaga atau perorangan di luar RSIS (pemerintah, organisasi perumahsakitan, organisasi profesi dan masyarakat). (https://digilib.uns.ac.id di akses tanggal 25 April 2017 ).

B. Diskripsi Perkara Objek Sengketa Wakaf Rumah Sakit Islam Surakarta

(RSIS)

1. Pandangan Pihak YWARSIS

(54)

rumah sakit. Pengumpulan dana yang akan digunakan untuk mendirikan untuk mendirikan rumah sakit tersebut pada awal mulanya dilakukan dengan cara menyisihkan sebagian harta pribadi para pendiri hingga terkumpul sebesar Rp. 7.000,- . Bahwa untuk mengukuhkan cita-cita luhur tersebut para pendiri mendirikan sebuah yayasan dengan akta No. 35 tanggal 27 Nopember 1970 tentang JAJASAN RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA (YARSIS) yang dibuat dihadapan R. Soegondo Notodisoerjo, notaris di Surakarta dan selanjutnya mendirikan rumah sakit yang diberi nama Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS).

(55)

yang telah terkumpul saat itu digunakan para pendiri untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang kemudian diberi nama “RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA”.

Sesuai dengan Akta Pendirian Pasal 2 Akta No. 35 tahun 1970 maksud dan tujuan dari Yayasan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Mendirikan/membangun dan menjalankan Rumah Sakit Islam dan usaha-usaha lainya dalam bidang kesehatan (Balai Pengobatan, Balai kesehatan Ibu dan Anak, Apotik, Pabrik Obat dan lain-lain);

b. Untuk pertama kali akan didirikan sebuah rumah sakit dengan taraf perawatan setinggi-tingginya dan sesuai dengan ajaran Islam bagi masyarakat yang sakit pada umumnya dengan tidak memandang golongan, agama dan kedudukan;

c. Mengadakan tempat pendidikan kader-kader dalam bidang kesehatan yang berjiwa Islam yang sebenarnya (Dokter, Juru Rawat, Bidan, dan sebagainya).

Berdasarkan akta pendirian No. 35 tahun 1970, YARSIS diketuai oleh dr. M. Djufrie sekaligus menyerahkan harta wakafnya Rp. 3000,-/15 m2 .jabatan sekretaris diemban dr. M. Amin Ramos harta wakafnya sebesar

Rp. 2000,-/ 10 m2 . dan Ir. Taufiq Rusdi bertugas sebagai bendahara

yayasan sekaligus menyerahkan wakafnya Rp. 2000/m2 dan harta wakaf

(56)

medis maupun non medis sehingga cita-cita luhur para pendiri telah terwujud.

Pada tahun 2006, terhadap YARSIS dilakukan penyesuaian, penyesuaian mana dilakukan karena terbitnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan. Penyesuaian YARSIS dituangkan dalam Akta No. 10 tanggal 20 September 2006 yang dibuat di hadapan Ny. Wirati Kendarto, S.H., Notaris di Sukoharjo dengan kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuannya terdapat pada Pasal 3 Ayat 1 sebagai berikut:

a. Mendirikan/membangun dan menjalankan Rumah Sakit Islam Surakarta dan usaha-usaha lainnya dalam bidang kesehatan (Balai Pengobatan, Balai Kesehatan Ibu dan Anak, Apotik, Pabrik Obat dan lain-lain);

b. Untuk pertama kalinya akan didirikan sebuah rumah sakit dengan taraf perawatan yang setinggi-tingginya dan sesuai dengan ajaran Islam bagi masyarakat yang sakit pada umumnya dengan tidak memandang golongan, agama dan kedudukan;

c. Mendirikan lembaga formal dan non formal guna mengadakan dan menyelenggarakan pendidikan kader-kader dalam bidang kesehatan yang berjiwa Islam yang sebenar-benarnya antara lain: dokter, perawat, bidan, dan tenaga lain yang dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.

(57)

Wirati Kendarto, S.H., Notaris di Surakarta. Perubahan yang pertama tertuang dalam Akta No. 002 tanggal 17 September 2011 tentang Perubahan Anggaran Dasar Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta yang dibuat oleh Roro Indradi Sarwo Indah, S.H., Notaris di Surakarta beserta seluruh turnan akta-akta yang terbit setelah akta No. 002 tanggal 17 September 2011 tersebut.

Kemudian pada tanggal 17 September 2011 pihak Pengelola YARSIS saat ini melakukan perubahan Anggaran Dasar YARSIS, perubahan tersebut tertuang dalam akta no. 002 tanggal 17 September 2011 yang dibuat di hadapan Roro Indradi Sarwo Indah, S.H., Notaris di Surakarta, perubahan secara khusus merubah Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 43 ayat (2) a, b, c. Bahwa pihak pengelola merubah Pasal 3 ayat (1) tentang kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan YARSIS menjadi sebagai berikut:

a. Mendirikan/membangun dan mengelola dan/atau menjalankan Rimah Sakit, Balai Pengobatan Ibu dan Anak, Klinik Bersalin, Laboratorium; b. Mendirikan kegiatan lain yang berhubungan dengan perumahsakitan.

Dalam akta No. 02 tahun 2011 tersebut Pengelola telah menghilangkan nama “Rumah Sakit Islam Surakarta” menjadi “Rumah Sakit” dan menghilangkan “Sesuai dengan ajaran agama Islam”.

(58)

di hadapan Notaris Soegondo Notodisoerdjo sekaligus menciderai hati seluruh umat Islam di Surakarta yang telah mewakafkan sebagian harta miliknya sebagai amal jariyah. Perubahan kegiatan pada Anggaran Dasar (vide Pasal 3 Anggaran Dasar…) yang dilakukan pihak pengelola membuktikan bahwa telah merubah roh/jiwa pendirian YARSIS yang telah dijabarkan dengan jelas dan rinci pada Akta No. 35/1970 dengan perubahan terakhir pada Akta No. 10/2006 Penghapusan kata “Islam” dan dikelola secara Islami. Para wakif yang telah merasa bahwa pihak Obyek Sengketa (Akta) untuk memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Pasal tersebut berbunyi:

Pasal 7

(59)

Bahwa jika mencermati makna yang terkandung dalam Pasal 7 di atas. Pendiri berpendapat pihak pengelola tidak perlu melakukan perubahan Anggaran Dasar khususnya Pasal 3 ayat (1) huruf a,b, dan c sebagaimana tertuang dalam objek sengketa (akta) yang seharusnya dilakukan oleh pihak pengelola cukup dengan melakukan perubahan Pasal 3 ayat (1) huruf c saja karena tanpa perubahan Anggaaran Dasar tersebut bidang kegiatan usaha YARSIS adalah perumahsakitan. Jika pihak pengelola melakukan perubahan Anggaran dasar pada Pasal 3 ayat (1) huruf a, b, dan c sesuai yang tercantum dalam objek sengketa (Akta) maka dapat dimaknai pihak pengelola sudah tidak dapat melaksanakan pengelolaan terhadap Rumah Sakit Islam Surakarta (RSIS) karena pada Pasal 3 ayat (1) huruf a pihak pengelola telah menghilangkan frase “Rumah Sakit Islam Surakarta” dan Pasal 3 ayat (2) pihak pengelola telah menghilangkan frase “sesuai ajaran Islam”.

(60)

usaha dibidang perumahsakitan yaitu RSIS. Bahwa tindakan pihak pengelola dalam melakukan perubahan Anggaran dasar sebagaimana tertuang dalam objek sengketa (akta), perubahan mana telah sengaja merubah frasa “Rumah Sakit Islam Surakarta” menjadi frasa “Rumah Sakit” dan menghilangkan frasa “sesuai dengan ajaran Islam” sangat merugikan pihak pendiri dan sangat melukai batin seluruh umat Isalam di Surakarta khususnya umat Islam yang sejak tahun 1970 berjuang bersama-sama pendiri mendirikan Rumah Sakit yang berjiwa Islami.

Isi akta merupakan kehendak atau keinginan para penghadap sendiri, bukan keinginan atau kehendak Notaris. Tugas dan fungsi serta wewenang Notaris hanya membingkai kehendak para penghadap dalam suatu akta notaries (vide Pasal 38 ayat (3) huruf c Undang-Undang Jabatan Notaris). Dengan demikian isi akta dapat dipermasalahkan oleh

para pihak atau pihak lain yang berkepentingan. Kesalahan-kesalahan penulisan isi Objek Sengketa (Akta) oleh Notaris adalah sebagai berikut: a. Di dalam Objek Sengketa tertulis Yayasan Rumah Sakit Islam

Surakarta berkedudukan di Sukoharjo;

b. Pada bagian akhir penulisan akta terdapat kata “perseroan” yang seharusnya “Yayasan”;

(61)

d. Penulisan kalimat : “….demikian berdasarkan Berita Acara Rapat Pembina Yayasan RSIS yang dibuat dibawah tangan tanggal 16-09-2011 …dst” saling bertentangan dengan kalimat selanjutnya: “…Para Penghadap terlebih dahulu menerangkan ; Bahw pada hari ini sabtu tanggal 17-09-2011 jam 10.30 WIB bertempat di ruang rapat Yayasan RSIS lantai 6, Jalan Ahmad Yani Pabelan Kartasura Sukoharjo, diadakan rapat Pembina Yayasan RSIS … dst”;

Bahwa fakta yang terjadi adalah Rapat Pembina yang dilakukan Pihak Pengelola sebagai langkah dalam melakukan perubahan Anggaran Dasar YARSIS adalah sebagai berikut

a. Rapat Pembina hanya dilakukan satu kali yaitu pada tanggal 17 September 2011;

b. Bahwa ada salah satu penghadap sebenarnya tidak pernah menghadap dihadapan Notaris;

c. Notaries tidak pernah membacakan isi dari Objek Sengketa (Akta) kepada para Penghadap.

(62)

oleh Notaris hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan atau bahkan akta tersebut batal demi hukum.

2. Pandangan Pihak YARSIS

Salah satu pendiri dari yayasan RSIS berdasarkan Akta No. 35 tanggal 27 November 1970 jo Akta Perubahan No. 32 tahun 1983 jo Akta No. 10 tanggal 20 September 2006 dan sesuai Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyebutkan Pasal 34 ayat 3 penjelasan :”yang dimaksud dengan pemilik Rumah Sakit antara lain komisaris, pendiri yayasan atau pemerintah daerah”. Dengan demikian salah satu pendiri ini mempunyai kepentingan hukum.

Badan hukum yayasan RSIS yang sah adalah sebagaimana dimaksud dalam akta No. 35 tanggal 27 November 1970 dibuat oleh R. Soegondo Notodisurjo, Notaris di Surakarta yang kemudian mengalami beberapa perubahan Anggaran Dasar sesuai amanat Undang-Undang dan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Akta No. 9 tanggal 12 Juni 2014 dibuat oleh Niken Puspitarini, SH., MKn, Notaris di Semarang tentang Pernyataan Keputusan Rapat Pembina Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta dan telah dicatatkan dalam Daftar Yayasan Kementeriana Hukum dan HAM dibawah No: AHU.-AHA. 01. 06 – 315 tanggal 24 Maret 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari perlakuan kedua menunjukkan nilai pengujian karakteristik kimia meningkat seiring dengan peningkatan RH, namun tidak memberikan dampak perubahan yang signifikan

Ketika ia sudah mencapai tahapan tersebut dia sendiri juga tidak bisa mengajarkannya kepada orang lain mengingat hal tersebut adalah pengalaman spiritual yang hanya

Di dalam kajian yang dikaji oleh Susila Rahmi19 tentang Wakaf Produktif Perspektif Sejarah Sosial Ekonomi Islam menyimpulkan bahwa mengenai bentuk dan status produktivitas harta

Adapun upaya penanganan yang Bank Wakaf Mikro APIK ambil, diantaranya: melalui tanggung renteng oleh kelompok Halaqah Mingguan, silaturrahim dengan nasabah

Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Kooperatif

Untuk Menganalisa hikmah pemikiran Andrea Hirata tentang konsep dedikasi pendidik dalam tetralogi Laskar Pelangi dalam dunia pendidikan Islam secara umum.. Manfaat

Berakhirnya perjanjian tidak diatur tersendiri dalam undang-undang, tetapi dapat disimpulkan dari beberapa ketentuan dalam undang-undang.. Dengan pihak sendiri dapat

Skripsi Saudara : SUKARDI dengan Nomor Induk Mahasiswa: 11408030 yang berjudul: PENGARUH PERSEPSI GURU TENTANG KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP SIKAP