• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: JAHROTUL INAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: JAHROTUL INAYAH"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK PENGELOLAAN HASIL PENJUALAN TANAH WAKAF OLEH NAZHIR (Studi Kasus Pembebasan lahan jalan Tol CIMACI di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri

Kabupaten Bogor)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

JAHROTUL INAYAH 11150490000092

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021 M/1442 H

(2)
(3)

(Studi Kasus Pembebasan lahan jalan Tol CIMACI di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten bogor)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh: JAHROTUL INAYAH 11150490000092 Pembimbing Dr. Abdurrauf, Lc, MA NIP. 197312152005011002

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1442 H/2021 M

(4)

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Jahrotul Inayah

NIM : 11150490000092

Fakultas : Syariah dan Hukum Program Studi : Hukum Ekonomi Syariah

Menyatakan dengan sesungguhnya dan sejujurnya, bahwa skripsi saya yang berjudul: “PRAKTIK PENGELOLAAN HASIL PENJUALAN TANAH WAKAF OLEH NAZHIR (Studi Kasus Pembebasan lahan jalan Tol CIMACI di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor)” adalah asli hasil penelitian saya sendiri dan bukan plagiasi hasil karya orang lain.

Bogor, 04 Rajab 1442 H 16 Pebruari 2021 M Yang Menyatakan Jahrotul Inayah 11150490000092 MATERAI 6.000

(5)

JAHROTUL INAYAH, NIM : 11150490000092, PRAKTIK PENGELOLAAN HASIL PENJUALAN TANAH WAKAF OLEH NAZHIR (Studi Kasus Pembebasan lahan jalan Tol CIMACI di Desa Nagrak). Konsentrasi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universtias Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021 M/1442 H.

Persoalan tanah wakaf sejatinya menjadi perhatian khusus bagi kita umat muslim dimanapun berada. Pentingan menjaga keutuhan harta benda wakaf menjadi persoalan yang tidak mudah. Dalam beberapa kasus terjadinya (Ruilslag) tukar guling tanah wakaf akibat urgensi kebutuhan bersama tak jarang menimbulkan tanda tanya besar terhadap rasa kepercayaan yang diberikan kepada nazhir sebagai pengelola ganti rugi tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah: Memberikan penjelasan kepada pembaca maupun peneliti di masa yang akan datang tentang faktor-faktor yang mendasari terjadinya proses jual beli tanah wakaf dan praktik nazhir dalam mengelola hasil ganti rugi terhadap tanah wakaf yang terkena pembebasan lahan akibat dari pembangunan jalan tol. Selain daripada itu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh atau dampak yang terjadi terhadap proses jual beli tanah wakaf di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri bagi warga sekitar khususnya dan masyarakat pada umumnya. Terkait metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Penelitian Kualitatif, dengan jenis Penelitian Studi Kasus, dan dengan menggunakan pendekatan Analisis Hukum. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Data Primer yang diperoleh melalui wawancara terhadap pihak-pihak terkait yang menjadi narasumber seperti Nazhir, Pemerintahan Desa Nagrak, Kementerian PUPR, BPN Kabupaten Bogor, dan data sekunder yaitu yang berasal dari Alqur’an dan Hadits, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Buku Referensi terkait dan Hasil Penelitian Terdahulu. Kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis perbandingan.

Hasil dari kajian penulis menunjukan bahwa, praktik pengelolaan hasil ganti rugi penjualan tanah wakaf oleh nazhir perannya sangat diawasi oleh semua pihak terutama pihak pemerintah dan juga masyarakat. Hal ini dikarenakan wakaf termasuk dalam kategori objek khusus dalam peraturan tata ruang serta tingginya kepercayaan yang diberikan terhadap nazhir dalam mengelola anggaran tersebut sehingga dapat berupa kembali menjadi wakaf konsumtif maupun wakaf produktif.

Kata Kunci : Praktek Pengelolaan hasil Penjualan Tanah Waka Oleh Nazhir (Studi

Kasus Pembebasan lahan jalan Tol CIMACI di Desa Nagrak). Pembimbing : Dr. Abdurrauf, Lc, MA

(6)

Puji syukur kehadirat Illahi Robbi Allah S.W.T Tuhan semesta alam. Yang mana telah memberikan nikmatnya tidak ada batasan. Tidak ada kuasa dan kehendak melainkan hanya Allah yang mampu menggerakan semua mahluk. Dan tidak ada kata untuk_Nya melainkan hanya puji dan rasa syukur kita kepada Allah sebagai bentuk pengabdian kita sebagai mahluk, oleh karena nya kita tidak pantas untuk tidak mematuhi segala apa yang di perintahkan_Nya, serta sebisa mungkin untuk menjauhi apa yang menjadi larangan_Nya. Kepadanya pula hamba memohon pertolongan dan perlindungan, sehingga dalam penulisan karya tulis ilmiah ini dapat di selesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam tak luput kita panjatkan kepada junjungan alam, Ashabu Syafa’at, yang mana dalam kehidupannya selalu membawa kedamaian bagi umat manusia karena sikap yang baik namun tegas jika ada kemaksiatan. Semoga sholawat serta salamnya dapat mengantarkan hamba menuju gerbang Pengadilan yang sesungguhnya.

Tidak lupa juga, penulis sampaikan rasa terimakasih kepada orang-orang yang turut membantu serta mendoakan penulis dalam penulisan skripsi ini, kepada yang terhormat :

1. Ucapan terimakasih yang mendalam kepada kedua orang tua tercinta, ibunda Hj. Umiasih dan ayahanda H. Mahrod Makbuloh yang selalu memberikan nasihat, motivasi, serta doanya dengan tulus. Semoga apa yang telah beliau berikan di balas oleh Allah S.W.T yang jauh lebih baik dan perlindungan semoga selalu dihaturkan untuk beliau berdua;

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. A.M. Hasan Ali, M.A. Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Bapak Dr. Abdurrauf, Lc, MA Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah sekaligus sebagai dosen pembimbing, semoga apa yang telah bapak berikan bermanfaat bagi penulis dan dibalas dengan kebaikan yang berlipat;

4. Ahmad Chairul Hadi, M.A, Dosen Penasehat Akademik, Yusuf Durachman, M.IT. Dosen

Pembimbing Kuliah Kerja Nyata (KKN);

5. Drs. Ahmad Yani, M.A., Nurul Handayani, S.Pd., M.Pd Selaku Dosen Penguji Skripsi;

6. Staf Perpustakaan Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memfasilitasi guna mencari referensi-referensi dalam penulisan skripsi;

7. Teruntuk keluarga besarku sebagai motivasi tertinggi, kakak-kakakku: Susi Dewiyanti, S.Kep, Yudi Cahyadi, S.T dan Raden Romlah Mulyana, S.E, Nina Melyana, S.Pd dan Bambang Eka Pristianto, S.T, Cindy Pratiwi, S.PdI dan Badru Salam, S.S, Cepi Jaya Permana, S.H. dan Rika Rahmawati, S.M., Keponakan tercinta: Vanya Faby Maharani, Muhammad Reivan Pristianto, Fauziyah Asyadi Muldi, Aufa Azaikra, Samara Asrofa, Firaz Al-zufar, Averros Manggala Alkalifi, Lashira Zhoraya bazlin asalam, Zayn Asyhab Permana, Fazz Dave El Tarmizi

(7)

penulis baik secara moral dan materiil.

Akhirnya, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatunya, semoga do’a dan harapan kita semua dapat dikabulkan oleh Allah SWT, Aamiin Allahuma Amiin..

Ciputat, 16 Februari 2021 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Perumusan Masalah ... 4

D. Pembatasan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

F. Signifikansi Penelitian ... 6

G. Metodelogi Penelitian ... 6

H. Kajian (Review) Studi Terdahulu ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II : HUKUM JUAL BELI DAN WAKAF DALAM KITAB-KITAB FIQIH A. Pengertian Umum Wakaf ... 12

B. Dasar Hukum Wakaf ... 14

C. Tujuan dan Fungsi Wakaf ... 17

D. Rukun dan Syarat Wakaf ... 19

E. Macam-macam Wakaf ... 27

BAB III : GAMBARAN UMUM DESA NAGRAK (PROFIL DESA NAGRAK) A. Letak Geografis ... 28

(9)

BAB IV : ANALISIS PRAKTEK PENGELOLAAN HASIL PENJUALAN TANAH WAKAF OLEH NAZHIR

A. Analisis Hukum terhadap ganti rugi tanah wakaf Masjid Al Ikhlas ... 35 B Analisis Hukum terhadap ganti rugi tanah wakaf Musholla Nurul

Ihsan ... 39

BAB V : PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA ... 56

A. Kesimpulan ... 53 B. Saran ... 54

(10)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut kesepakatan para ulama adalah bahwa aset wakaf tidak boleh dijual atau ditarik kembali oleh pemiliknya, bahkan sebagian kalangan menyatakan bahwa hal ini merupakan kesepakatan ulama. Berkata Imam Qurthubi: “Pendapat yang membolehkan penarikan kembali barang yang sudah diwakafkan adalah pendapat yang menyelesihi kesepakatan ulama, maka tidak boleh diikuti.” Prinsip pemilikan harta khususnya wakaf dalam Islam menyatakan bahwa harta tersebut tidak dibenarkan dikuasai oleh sekolompok orang tertentu sehingga mengakibatkan kesenjangan sosial.1

Wakaf oleh umat Islam pertama kali terjadi saat Umar Bin Khatab Ra bertanya mengenai sebidang tanah miliknya di Khaibar dan Rasulullah SAW menjawabnya seperti yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Umar Ra berkata:

َع ُ َّاللَّ َيِضَر َرَمُع ِنْبا ْنَع ٍعِفاَن ْنَع ٍنْوَع ُنْبا اَنَثَّدَح ٍعْيَرُز ُنْب ُديِزَي اَنَثَّدَح ٌدَّدَسُم اَنَثَّدَح

ََاََ اَمُُْن

َل اًض ْرَأ ُتْبَصَأ ََاَقَف َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص َّيِبَّنلا ىَتَأَف اًضْرَأ َرَبْيَخِب ُرَمُع َباَصَأ

ْم

ًلًاَم ْبِصُأ

َقَّدَصَتَف اَُِب َتََّْدَصَتَو اََُلْصَأ َتْسَّبَح َتْئِش ْنِإ ََاََ ِهِب يِنُرُمْأَت َفْيَكَف ُهْنِم َسَفْنَأ ُّطََ

َلً ُهَّنَأ ُرَمُع

َِّاللَّ ِليِبَس يِفَو ِباََِّرلاَو ىَب ْرُقْلاَو ِءاَرَقُفْلا يِف ُثَروُي َلًَو ُبَهوُي َلًَو اَُُلْصَأ ُعاَبُي

َو

ِنْباَو ِفْيََّّلا

ِف ٍَِّوَمَتُم َرْيَغ اًقيِدَص َمِعْطُي ْوَأ ِفوُرْعَمْلاِب اَُْنِم َلُكْأَي ْنَأ اََُيِلَو ْنَم ىَلَع َحاَنُج َلً ِليِبَّسلا

ِهي

Yang artinya : Telah bercerita kepada kami Musaddad telah bercerita kepada

kami Yazid bin Zurai' telah bercerita kepada kami Ibnu 'Aun dari Nafi] dari Ibnu

'Umar ra berkata; 'Umar mendapatkan harta berupa tanah di Khaibar lalu dia menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Aku mendapatkan harta dan belum pernah aku mendapatkan harta yang lebih berharga darinya. Bagaimana Tuan memerintahkan aku tentangnya?" Beliau bersabda: "Jika kamu mau, kamu pelihara pohon-pohoinnya lalu kamu shadaqahkan (hasil) nya". Maka 'Umar menshadaqahkannya, dimana tidak dijual pepohonannya tidak juga dihibahkannya dan juga tidak diwariskannya, (namun dia menshadaqahkan hartanya itu) untuk para fakir, kerabat,. untuk membebaskan budak, fii sabilillah (di jalan Allah), untuk menjamu tamu dan ibnu sabil. Dan tidak dosa bagi orang yang mengurusnya untuk memakan darinya dengan cara yang ma'ruf (benar) dan

1 Siah Khosyi’ah, Wakaf dan Hibah (Prespektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di

(11)

untuk memberi makan teman-temannya asal bukan untuk maksud menimbunnya.

[HR. Bukhari Nomor 2565]2

Disebutkan dalam tulisan lain bahwa perintah nabi sangat singkat, yaitu :

“...Tahanlah (jangan dihibahkan, dijual belikan maupun dimasukkan kedalam harta warisan) pokoknya (tanah dan tanaman diatasnya) dan sedekahkanlah buahnya (hasilnya)...”. Namun, esensi dari perintah nabi ini sangatlah besar yaitu

pentingnya sebuah eksistensi benda wakaf untuk dikelola secara profesional sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal bagi kesejahteraan umat.3 Hadist ini menjadi dasar hukum khusus lembaga perwakafan.4

Islam memandang bahwa harta bukanlah milik pribadi. Pemilik harta yang hakiki adalah Allah SWT Manusia hanyalah sebagai pemegang amanah atas harta itu. Dalam surat Al-Hadid ayat 7, Allah SWT berfirman:

نَأَو ْمُكنِم ۟اوُنَماَء َنيِذَّلٱَف ۖ ِهيِف َنيِفَلْخَتْسُّم مُكَلَعَج اَّمِم ۟اوُقِفنَأَو ۦِهِلوُسَرَو ِ َّللَّٱِب ۟اوُنِماَء

َف

ٌر ْجَأ ْمَُُل ۟اوُق

ٌريِبَك

Artinya: “Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”. (Q.S. Al-Hadid: 7)

Imam Syafi’iy memberikan pengertian wakaf yaitu menahan harta yang dapat diambil manfaatnya, dengan tetap utuh barangnya, dan barang tersebut lepas dari milik orang yang mewakafkan (wakif) serta dimanfaatkan untuk sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.5 Mazhab Syafi’iy memiliki sikap yang berbeda terhadap harta wakaf yaitu terhadap status kepemilikan harta wakaf. Di mana dengan sahnya wakaf maka kepemilikan harta wakaf telah berpindah kepada

2 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Al Imam Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail Al

Gifari, Toba ‘atun Jadiidatun Madbuuthotun Wamushohahatun Wamufahrosatun, Ibnu Katsir, Damaskus-Beirut Terjemah Nomor 2565 Bab bagaimana menulis akad wakaf

3 Mustafa Edwin Nasution, Peran Badan Wakaf Indonesia (BWI) dalam Perkembangan

Wakaf di Indonesia, dalam Jurnal BWI AL-WAQF, volume 1 No. 1, Desember 2008. h. 1.

4 M. Athoillah, Hukum Wakaf (Wakaf Benda Bergerak dan Tidak Bergerak dalam Fikh

dan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia), (Bandung: Yrama Widya, 2014), h. 23.

5 Asy-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj, Juzu’ II, (Mustafa Al-Baby Al-Halaby, Mesir, 1958),

(12)

Allah, dalam arti milik umat, dan bukan lagi milik orang yang mewakafkan dan juga bukan milik nazhir pekerja pengelola wakaf.6

Pengaturan perwakafan di Indonesia, pada dasarnya sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang terdapat dalam BAB III Tentang Hukum Perwakafan, namun dalam pelaksanaannya ternyata masih banyak kekurangan mengingat kedudukan Kompilasi Hukum Islam hanya dalam bentuk Intruksi Presiden yang tentunya tidak mengikat. Kehadiran Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf selanjutnya disebut Undang-Undang Wakaf merupakan saat yang dinanti-nantikan oleh orang-orang yang selama ini menggeluti masalah perwakafan, baik dilingkungan akademisi maupun praktisi.7 Sebagaimana negara negara Islam lainnya, seperti Mesir, Kuwait, Saudi Arabia, dan lain-lain.

Secara keseluruhan Undang-Undang Wakaf, telah mencakup berbagai aspek permasalahan tentang wakaf yang menjadi persoalan di negara ini. Undang-undang Wakaf ini mengharuskan dalam setiap perwakafan harus dicatatkan, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 17 ayat (2), yaitu: “Ikrar Wakaf dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.” Akta Ikrar Wakaf (AIW) dibuat untuk menciptakan kepastian hukum terhadap tanah wakaf tersebut.

Sebelum adanya ketentuan yang mengatur tentang perwakafan, masyarakat Indonesia terbiasa melaksanakan perwakafan dengan sistem tradisional yang mengutamakan rasa saling percaya, karena pada dasarnya benda wakaf merupakan amanah yang perlu dijaga. Konsep saling percaya tersebut, membuat dalam pelaksanaannya ikrar wakaf hanya dilakukan secara lisan di depan ketua adat atau tokoh ulama tanpa harus dicatatkan. Hal ini, berdampak pada permasalahan status hukum terhadap tanah wakaf tersebut dikemudian hari, bahkan mengakibatkan terjadinya sengketa terhadap tanah tersebut karena kebutuhan terhadap tanah di zaman sekarang yang semakin tinggi.

Namun dalam penelitian ini yang menjadi fokus kajian yaitu mengenai tanah wakaf Masjid dan Musholla yang berlokasi di Desa Nagrak Kecamatan

6 Asy-Syarbini, Mughni Al-Muhtaj, Juzu’ II, h. 389.

7 Uswatun Hasanah, Wakaf dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, dalam

(13)

Gunung Putri Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat yang menjadi objek pembebasan lahan oleh kementrian PUPR guna kepentingan pembangunan jalan Tol dengan rute Cimanggis- Cibitung. Dalam hal ini peneliti mencoba mengurai secara rinci praktik pengelolaan ganti rugi oleh nazhir terhadap tanah wakaf tersebut guna menjawab keabsahan dalam proses transaksi yang serupa di kemudian hari.

B. Identifikasi Masalah

Dari latarbelakang masalah di atas, penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang mendasari pihak Kementerian PUPR melakukan pembebasan lahan tanah wakaf di desa Nagrak?

2. Siapa sajakah pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembebasan lahan tanah wakaf di Desa Nagrak?

3. Bagaimana prosedur pembebasan lahan wakaf yang terjadi demi kepentingan umum oleh Kementerian PUPR?

4. Bagaimana pengaruh atau dampak yang terjadi terhadap proses transaksi jual beli tanah wakaf tersebut?

5. Bagaimana mekanisme praktik Nazhir dalam mengelola hasil ganti rugi dari pembebasan tanah wakaf tersebut?

C. Perumusan Masalah

Dari hasil identifikasi masalah di atas adapun yang dapat dijadikan rumusan masalah dalam kasus jual beli tanah wakaf dalam kajian di atas adalah:

1. Bagaimana proses praktik nazhir dalam mengelola hasil ganti rugi tanah wakaf yang ada di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten bogor? 2. Bagaimana dampak atau pengaruh yang terjadi terhadap proses praktik

pengelolaan ganti rugi oleh nazhir terhadap tanah wakaf yang ada di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor?

(14)

D. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian sehingga tidak keluar dari pembahasan, maka kajian penelitian ini hanya terbatas pada Praktik Pengelolaan ganti rugi tanah wakaf oleh nazhir terhadap tanah wakaf masjid Al-Ikhlas dan musholla Nurul Ihsan yang terkena dampak pembangunan jalan tol rute Cimanggis-Cibitung (CIMACI) di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan penjelasan kepada pembaca maupun peneliti di masa yang akan datang tentang faktor-faktor yang mendasari terjadinya proses jual beli tanah wakaf dan praktik nazhir dalam mengelola hasil ganti rugi terhadap tanah wakaf yang terkena pembebasan lahan akibat dari pembangunan jalan tol. b. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh atau dampak yang terjadi

terhadap proses jual beli tanah wakaf di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri bagi warga sekitar khususnya dan masyarakat pada umumnya.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan kontribusi positif terhadap wawasan keilmuan pembaca pada umumnya dan mahasiswa UIN Jakarta khususnya.

b. Dengan selesainya penelitian ini, diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai bahan penelitian di kemudian hari.

F. Signifikansi Penelitian

Penelitian ini penting dilakukan mengingat masih banyaknya hukum-hukum di dunia Islam yang memiliki dampak kontradiktif terhadap realita sesungguhnya di masyarakat. Khususnya terhadap pembahasan penelitian yaitu hukm menjual tanah wakaf demi kepentingan pembangunan jalan tol rute Cimanggis-Cibitung (CIMACI). Sejatinya kita ketahui bawa tanah wakaf maka harus di jaga segala keutuhan harta benda yang di wakafkan, terlebih daripada itu

(15)

pembangungan jalan tol bukanlah sekedar akses infrastruktur umum biasa, melainkan produk berbayar yang nantinya hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang memang memenuhi syarat untuk menggunakannya termasuk mampu membayar untuk melewati akses jalan tol tersebut, sehingga hal tersebut perlu adanya pengkajian secara mendalam demi memberikan penjelasan dengan di dasari pembuktian yang ilmiah.

G. Metodelogi Penelitian

Agar sistematis dan akurat dalam pencapaian tujuan penelitian ini maka metode yang digunakan penulis adalah:

1. Jenis Penelitian Kualitatif

Dalam metode ini digunakan penelitian lapangan (field research) yang pada hakikatnya merupakan metode untuk menemukan secara khusus dan realitas tentang apa yang terjadi dalam ruang lingkup konsep jual beli tanah wakaf masjid dan musholla demi kepentingan pembangunan jalan tol rute Cimanggis-Cibitung di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.

Selain penelitian lapangan, metode penelitian lain yang digunakan adalah study kepustakaan (Library Research) sebagai metode tambahan dalam penelitian, dan menggunakan berbagai literatur yang ada di perpustakaan yang relevan dengan masalah yang di angkat untuk di teliti.8

2. Pengumpulan Data

Penentuan metode pengumpulan data tergantung pada jenis data yang diperlukan. Pada umumnya pengumpulan data dapat dilakukan dengan beberapa metode, baik yang bersifat alternatif maupun kumulatif yang saling melengkapi.9 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi lapangan dengan dengan metode wawancara terhadap narasumber terkait dan di dukung dengan studi kepustakaan yaitu mencari literatur-literatur melalui sumber bacaan seperti jurnal, dan bahan bacaan ilmiah lainnya seperti dokumen.

8 Arikunto Suharsimi, PROSEDUR PENELITIAN SUATU PENDEKATAN PRAKTIK,

(Jakarta: PT RINEKA CIPTS, 2006), h.13.

9 Cik Hasan Bisri, Penuntun Penyusun Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi Bidang

(16)

Adapun secara rinci, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Observasi

Observasi atau pengamatan secara langsung di lokasi penelitian, teknik ini dimungkinkan melihat dan mengmati sendiri kemudian mencatat sebagaimana yang terjadi sesuai kejadian yang sebenarnya.10

b. Interview

Interview adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada masalah, tujuan, dan hipotesis penelitian. Pada praktiknya peneliti menyiapkan daftar pertanyaan untuk diajukan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait di dalam penelitian ini.

c. Sumber Data

Fokus penelitian ini lebih pada persoalan praktik nazhir dalam mengelola ganti rugi dari jual beli tanah wakaf masjid dan musholla demi kepentingan pembangunan jalan tol rute Cimanggis-Cibitung di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menyusun berdasarkan sumber data yang terbagi ke dalam dua kriteria, yaitu wawancara (primer) yaitu bahan baku sumber kajian primer dalam penelitian ini di peroleh langsung dari sumber penelitian atau responden (objek yang di teliti) melalui metode wawancara. Adapun pihak-pihak terkait yang menjadi narasumber dalam penelitian ini meliputi nazhir dari masjid Al Ikhlas maupun nazhir musholla Nurul Ihsan, pihak pemerintahan Desa Nagrak baik Kepala Desa maupun unsur staf dan lainnya, Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat), BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Bogor, CCTW sebagai pihak ketiga yang berperan menjadi Tim Penilai Publik terhadap objek tanah yang terdampak penggusuran, serta jamaah dan warga desa Nagrak. Dengan kata lain data utama dalam penelitian ini langsung bersumber proses jual beli melalui narasumber terkait dan faktor pendukung lainnya.

10 Lexy J. Moeleong, METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF,(Bandung: PT

(17)

Kedua sumber literatur tambahan (sekunder) antara lain bahan kajian literatur sekunder yang merupakan data tambahan.11 Sumber data sekunder yang peneliti gunakan ialah dengan melalui kajian terhadap studi kepustakaan seperti buku karya ilmiah, jurnal, serta kasus-kasus yang berkaitan yang di dapat melalui sumber yang akurat.

d. Teknik Pengolahan Data

Tahapan dalam penelitian ini di dalam proses teknik mengolah data yaitu digunakan cara sebagai berikut:

1) Editing yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data.

2) Teknik koding yaitu dengan mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para narasumber ke dalam beberapa kategori.12

3) Sistematisasi yaitu penjabaran secara deskriptif tentang hal-hal yang akan ditulis yang secara garis besar terdiri dari bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.

e. Metode Analisis

Pada dasarnya analisis data merupakan penguraian data melalui tahapan: kategorisasi dan klasifikasi, perbandingan dan pencarian hubungan antara data yang spesifik. Dalam penelitian ini, pada tahap pertama yang dilakukan adalah seleksi data yang telah dikumpulkan kemudian diklasifikasikan menurut kategori tertentu. Tahap kedua, kemudian dilakukan perbandingan unsur-unsur persamaan dan perbedaan substansi bahasan yaitu: perbandingan vertikal (fikih dengan Undang-undang).

11 Lexy J. Moeleong, METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF, h. 7.

12 Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metode-metode Penelitian, cet ke-10 (Jakarta : PT

(18)

H. Kajian (Review) Studi Terdahulu

1.1 tabel perbandingan studi terdahulu No Judul Skripsi, Jurnal / (review)

Terdahulu

Persamaan yang di teliti

Perbedaan yang di teliti

1. Sengketa Tanah Wakaf dan Strategi

Penyelesaiannya

Bahasan ini fokus kepada cara penyelesaian sengketa tanah wakaf yang banyak terjadi di Indonesia. Sehingga memiliki kesamaan dalam proses tahapan penyelesaian pengadministrasian terhadap penelitian yang baru ini sehingga tanah wakaf terjaga dari hal yang tidak dinginkan seperti terjadinya sengketa.

Dalam penelitian studi kasus praktek nazhir dalam mengelola hasil ganti rugi tanah wakaf yang terjadi di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor terhadap objek yang diteliti tidak terdapat sengketa. Penyusun: Nur Fadhilah

Jenis: Jurnal Hukum dan Syari’ah Vol 3, No 1

Dikeluarkan Oleh: De Jure, UIN Malang

2. Alih Fungsi Tanah Wakaf ditinjau

dari Hukum Islam dan Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf

Fokus pembahasan dalam jurnal ini adalah terhadap alih fungsi kemanfaatan tanah wakaf kepada fungsi yang lain. Terhadap penelitian tersebut terdapat kesamaan dalam analisis di penelitian yang baru ini

terutama di Bab IV dijelaskan bahwa mengenai keinginan pihak nazhir masjid Al Ikhlas yang

Perbedaan terhadap penelitian ini yaitu tidak sepenuhnya hasil penjualan ganti rugi tanah wakaf dialih fungsikan menjadi wakaf konsumtif maupun maupun wakaf produksi. Hanya sisa atau hasil mensisihkan

(19)

mengajukan

sebagian sisa wakaf masjid dialihfungsikan menjadi kendaraan jamaah untuk mobilisasi. sebagian kecil setelah membangun relokasi masjid yang baru.

Penyusun : Luthfi El Falahy

Jenis : Jurnal Hukum Islam Vol 1, No 2 (2016)

Dikeluarkan oleh: Al Istinbath, Institut Agama Islam Negei (IAIN) Curup, Bengkulu

3. Model-Model Pembiayaan Wakaf

Tanah Produktif

Pengelolaan aset tanah yang ada di Indonesia menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Hal itu serupa atau memiliki kesamaan seperti halnya penelitian yang baru ini yaitu adanya keinginan pihak nazhir yang merubah hak guna wakaf konsumtif menjadi wakaf prioduktif.

Adapun perbedaan yang dimiliki dengan jurnal ini ialah bahwa tanah wakaf yang menjadi penelitian memiliki dasar sebagai tanah wakaf konsumtif dan tidak memiliki niatan penuh dari pihak nazhir untuk dirubah menjadi wakaf produktif. Penyusun : Achmad Furqon

Jenis : Jurnal Ekonomi Islam Vol 5, No 1 (2014)

(20)

I. Sistematika Penulisan

Agar dalam penulisan skripsi ini menjadi terarah dan tidak mengambang, penulis membuat sistematika penulisan yang disusun perbab. Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, dan setiap bab memiliki subbab yang menjadi penjelasan dari masing- masing bab tersebut. Skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan hasil penelitian dan saran bagi pembaca. Adapun sistematika penulisan tersebut ialah sebagai berikut :

Bab pertama, menyajikan tentang pendahuluan yang merupakan suatu pengantar umum pada tulisan berikutnya yang meliputi : latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab kedua, adalah tinjauan umum tentang pengertian umum, syarat-syarat, rukun serta hasil lain dari jual beli dan wakaf. Uraian dalam ketentuan dasar dalam menjual tanah wakaf ini diletakkan dalam bab dua dimaksud untuk dijadikan dasar analisis terhadap dasar hukum menjual tanah wakaf yang disajikan dalam bab empat.

Bab ketiga, merupakan pembahasan mengenai profil pembebasan jalan tol Cimanggis-Cibitung terkait tanah Wakaf Masjid dan Musholla.

Bab keempat, adalah analisa penulis terhadap analisis praktik pengelolan ganti rugi oleh nazhir terhadap tanah wakaf masjid dan musholla untuk pembangunan jalan Tol rute Cimanggis-Cibitung (CIMACI).

(21)

BAB II

KETENTUAN UMUM TENTANG WAKAF

A. Pengertian Umum Wakaf

Kata “Wakaf” atau “Waqf” berasal dari bahasa Arab “Waqafa”. Asal kata “Waqafa” berarti “menahan” atau “berhenti” atau “diam di tempat” atau tetap berdiri”. Kata “Waqafa-Yuqifu-Waqfan” sama artinya dengan

“HabasaYahbisu-Tahbisan”.13 Menurut arti bahasanya, waqafa berarti

menahan atau mencegah, misalnya saya menahan diri dari berjalan”14

Pengertian menghentikan ini. Jika dikaitkan dengan waqaf dalam istilah ilmu Tajwid, ialah tanda berhenti dalam bacaan Al-Qur’an. Begitu pula bila dihubungkan dalam masalah ibadah haji, yaitu wuquf, berarti berdiam diri atau bertahan di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Namun, maksud menghentikan, menahan atau wakaf di sini yang berkenaan dengan harta dalam pandangan hukum Islam, seiring disebut ibadah wakaf atau habs. Khusus istilah habs di sini, atau ahbas biasanya dipergunakan kalangan masyarakat di Afrika Utara yang bermazhab Maliki.15

Menurut istilah syara’, menurut Muhammad Jawad Mughniyah dalam Fiqih Lima Mazhab mengatakan, wakaf adalah sejenis pemberian yang pelaksanaannya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan) asal lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Yang dimaksudkan dengan ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, digunakan dalam bentuk dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan, dipinjamkan, dan sejenisnya. Sedangkan cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakannya sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.16

Pengertian wakaf menurut istilah, para ulama’ berbeda pendapat dalam memberikan batasan mengenai wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Seperti pengertian menurut

13 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr

alMu’ashir, 2008), h. 151.

14 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab, Terj Masykur A.B, Afif

Muhammad & Idrus Al-Kaff, (Jakarta : Penerbit Lentera, 2007), h. 635.

15 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam cet 1, (Jakarta: UI Press, 1988), h. 80. 16 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam cet 1, h. 83.

(22)

Mazhab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah: “Tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.17

Ahmad bin Hambal mengatakan wakaf terjadi karena dua hal. Pertama karena kebiasaan (perbuatan) bahwa dia itu dapat dikatakan mewakafkan hartanya. Seperti seorang mendirikan mesjid, kemudian mengizinkan orang shalat di dalamnya secara spontanitas bahwa ia telah mewakafkan hartanya itu menurut kebiasaan (uruf). Walaupun secara lisan ia tidak menyebutkannya, dapat dikatakan wakaf karena sudah kebiasaan. Kedua, dengan lisan baik dengan jelas (sariih) atau tidak. Atau ia memaknai kata-kata habastu, wakaftu,

sabaltu, tasadaqtu, abdadtu, harramtu. Bila menggunakan kalimat seperti ini

ia harus mengiringinya dengan niat wakaf.

Bila telah jelas seseorang mewakafkan hartanya, maka si wakif tidak mempunyai kekuasaan bertindak atas benda itu dan juga menurut Hambali tidak bisa menariknya kembali. Hambali menyatakan, benda yang diwakafkan itu harus benda yang dapat dijual, walaupun setelah jadi wakaf tidak boleh dijual dan benda yang kekal dzatnya karena wakaf bukan untuk waktu tertentu, tapi buat selama-lamanya.18

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam Syari’at Islam kalau dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu perbuatan hukum dari seseorang yang dengan sengaja memisahkan/ mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan manfaatnya bagi keperluan di jalan Allah SWT/ dalam jalan kebaikan.

Sedangkan pengertian wakaf dalam Undang-Undang sebagai berikut : 1. Kompilasi Hukum Islam Pasal 215 ayat 119

Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

17 Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa ‘Adillatuhu, h. 153.

18 Taqiyuddin Abi Bakr, Kifayah al Akhyar, Juz 1, (Mesir: Dar al-Kitab al-Araby, t.th), h.

319.

19 Kompilasi Hukum Islam, Buku III Hukum Perwakafan BAB I Ketentuan Umum Pasal

(23)

Berdasarkan ketentuan Pasal 215 ayat 4 KHI tentang pengertian benda wakaf adalah :

Segala benda baik bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam

2. Menurut UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa :20

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

3. Menurut PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa :21

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut Syari’ah.22

Dari beberapa pengertian wakaf di atas, kiranya dapat ditarik cakupan bahwa wakaf meliputi:

1. Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.

2. Harta benda tersebut bersifat kekal dzatnya atau tidak habis apabila dipakai.

3. Harta tersebut dilepaskan kepemilikannya oleh pemiliknya, kemudian harta tersebut tidak bisa dihibahkan, diwariskan, ataupun diperjual belikan.

20 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Pasal 1

ayat 1

21 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2004 tentang Wakaf

22

https://media.neliti.com/media/publications/57267-ID-peran-dan-aplikasi-wakaf-dalam-mewujudka.pdf Jurnal digital Bazhlul Hazami, Analisis, Volume XVI, Nomor 1, Juni 2016. Diakses pada tanggal 18 Agustus 2020 Pukul . 08.00 WIB

(24)

4. Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran Islam.23

B. Dasar Hukum Wakaf

Dalil yang menjadi dasar diSyari’atkannya ajaran wakaf bersumber dari pemahaman teks ayat Al-Qur’an dan juga As-Sunnah. Tidak ada dalam ayat Al-Qur’an yang secara tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Yang ada adalah pemahaman konteks terhadap ayat Al-Qur’an yang dikategorikan sebagai amal kebaikan. Demikian ditemukan petunjuk umum tentang wakaf walaupun secara implisit. Misalnya Firman Allah SWT:

1. Surat Ali Imran ayat 92

َّنِإَف ٍءْىَش نِم ۟اوُقِفنُت اَمَو ۚ َنوُّبِحُت اَّمِم ۟اوُقِفنُت ٰىَّتَح َّرِبْلٱ ۟اوُلاَنَت نَل

ٌميِلَع ۦِهِب َ َّللَّٱ

Artinya : “kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka

Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.24

Ayat tersebut menjelaskan bahwa bersedekahlah menggunakan sesuatu yang berharga ketika menginginkan balasan syurga. Walaupun sedikit banyak ataupun besar kecilnya kita bersedekah yaitu salah satunya dengan wakaf, Allah SWT maha mengetahui apa-apa yang kita berikan dan Allah SWT akan memberikan balasan yang setimpal dengan yang kita perbuat.

2. Surat Al-Baqarah ayat 261

َلِباَنَس َعْبَس ْتَتَبْنَأ ٍةَّبَح ِلَثَمَك ِ َّاللَّ ِليِبَس يِف ْمَُُلاَوْمَأ َنوُقِفْنُي َنيِذَّلا ُلَثَم

ُةََاِم ٍةَلُبْنُس ِّلُك يِف

ٌميِلَع ٌعِساَو ُ َّاللََّو ۗ ُءاَشَي ْنَمِل ُفِعاََُّي ُ َّاللََّو ۗ ٍةَّبَح

23 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007, h.

491.

24 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : PT. Sygma Examedia

(25)

Artinya : “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya)

lagi Maha mengetahui”.25

Adapun ayat 261 dalam Q.S. Al-Baqarah menjelaskan bahwa orang yang mengeluarkan hartanya untuk ketaatan dan kebaikan akan memperoleh pahala berlipat ganda dari Allah. Perumpamaan keadaanya seperti orang yang menabur sebutir benih unggul di tanah. Dari benih tersebut tumbuh pohon kecil yang terdiri atas tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Inilah gambaran betapa banyaknya pahala berinfak yang diberikan Allah SWT di dunia. Allah SWT melipatgandakan pemberian-Nya untuk orang yang dikehendaki-Nya.

3. Surat Al-Hajj ayat 77

ِلْفُت ْمُكَّلَعَل َرْيَخْلٱ ۟اوُلَعْفٱَو ْمُكَّبَر ۟اوُدُبْعٱَو ۟اوُدُجْسٱَو ۟اوُعَك ْرٱ ۟اوُنَماَء َنيِذَّلٱ اَُُّيَأََٰٰٓي

َنوُح

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu

mendapat kemenangan.”26

Menanggapi ayat di atas, Imam Ahmad Maragi dalam tafsirnya al-Maragi menyatakan bahwa: wahai orang-orang yang mempercayai Allah dan Rasulnya, tunduklah kepada Allah SWT dengan bersujud, beribadah kepadanya dengan segala apa yang kalian gunakan untuk menghambakan diri kepadanya, dan berbuatlah kebaikan yang diperintahkan kepada kalian melakukannya, seperti mengadakan hubungan silaturahmi dan menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, supaya beruntung memperoleh pahala dan keridhaan yang kalian cita-citakan.27

25 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 32.

26 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 341.

27 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi, juz 17, (Semarang : Karya

(26)

Selain dalam Al-Qur’an di dalam beberapa Hadits juga dijelaskan tentang shadaqah secara umum yang dapat dipahami sebagai wakaf. Diantaranya Sabda Nadi SAW :

Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila manusia mati, putuslah amalnya kecuali tiga (perkara): Shadaqah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak

saleh yang berdoa untuk orang tuanya. (HR. Muslim).28

Dasar Hukum Wakaf Menurut Hukum Indonesia diatur dalam berbagai peraturan dalam perundang-undangan, yaitu :

a. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.

c. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perincian Terhadap PP No. 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.

d. Instruksi Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990, Nomor 24 Tahun 1990 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.

e. Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-2782 Tentang Pelaksanaan Penyertifikatan Tanah Wakaf.

f. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.18

g. Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

h. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

C. Tujuan dan Fungsi Wakaf

28 Imam Muslim, Shahih Muslim, Jilid III, terjamah (Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 1995),

(27)

Wakaf dalam implementasi di lapangan merupakan amal kebajikan, baik yang mengantarkan seorang muslim kepada inti tujuan dan pilihannya, baik tujuan umum maupun khusus.

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum wakaf adalah bahwa wakaf memiliki fungsi sosial. Allah memberikan manusia kemampuan dan karakter yang beraneka ragam. Dari sinilah, kemudian timbul kondisi dan lingkungan yang berbeda di antara masing-masing individu. Ada yang miskin, kaya, cerdas, bodoh, kuat dan lemah. Di balik semua itu, tersimpan hikmah. Di mana, Allah memberikan kesempatan kepada yang kaya menyantuni yang miskin, yang cerdas membimbing yang bodoh dan yang kuat menolong yang lemah, yang demikian merupakan wahana bagi manusia untuk melakukan kebajikan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah, sehingga interaksi antar manusia saling terjalin.29

Dari perbedaan kondisi sosial tersebut, sudah sewajarnya memberi pengaruh terhadap bentuk dan corak pembelajaran harta kekayaan. Ada pembelajaran yang bersifat mengikat (wajib), ada juga yang bersifat sukarela (sunah), ada yang bersifat tetap (paten), dan ada juga yang sekedar memberi manfaat (tidak paten). Namun demikian yang paling utama dari semua cara tersebut, adalah mengeluarkan harta secara tetap dan langgeng, dengan sistem yang teratur serta tujuan yang jelas. Di situlah peran wakaf yang menyimpan fungsi sosial dalam masyarakat dapat diwujudkan.30

2. Tujuan Khusus

Sesungguhnya wakaf mengantarkan kepada tujuan yang sangat penting, yaitu pengkaderkan, regenerasi, dan pengembangan sumber daya manusia. Sebab, manusia menunaikan wakaf untuk tujuan berbuat baik, semuanya tidak keluar dari koridor maksud-maksud Syari’at Islam, di antaranya :

29 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, (Depok: IIMan Press, 2004), h.

83

(28)

a. Semangat keagamaan, yaitu beramal karena untuk keselamatan hamba pada hari akhir kelak. Maka, wakafnya tersebut menjadi sebab keselamatan, penambahan pahala, dan pengampunan dosa. b. Semangat sosial, yaitu kesadaran manusia untuk berpartisipasi

dalam kegiatan bermasyarakat. Sehingga, wakaf yang dikeluarkan merupakan bukti partisipasi dalam pembangunan masyarakat. c. Motivasi keluarga, yaitu menjaga dan memelihara kesejahteraan

orang-orang yang ada dalam nasabnya. Seseorang mewakafkan harta bendanya untuk menjamin kelangsungan hidup anak keturunannya, sebagai cadangan di saat-saat mereka membutuhkannya.

d. Dorongan kondisional, yaitu terjadi jika ada seseorang yang ditinggalkan keluarganya, sehingga tidak ada yang menanggungnya, seperti seorang perantau yang jauh meninggalkan keluarga. Dengan sarana wakaf, si wakif bisa menyalurkan hartanya untuk menyantuni orang-orang tersebut.31

Tujuan wakaf dalam UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Pasal 4 menyatakan bahwa: Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya. Sedangkan fungsi wakaf dalam KHI Pasal 216 adalah: Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuannya.

Menurut Pasal 5 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf bahwa Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Jadi fungsi wakaf menurut KHI Pasal 216 dan Pasal 5 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dimaksudkan dengan adanya wakaf terciptanya sarana dan prasarana bagi kepentingan umum sehingga terwujudnya kesejahteraan bersama baik dalam hal ibadah ataupun dalam hal mu’amalah.

(29)

Dengan demikian orang yang kehidupannya di bawah garis kemiskinan dapat tertolong kesejahteraannya dengan adanya wakaf. Kemudian umat Islam yang lainnya dapat menggunakan benda wakaf sebagai fasilitas umum sekaligus dapat mengambil manfaatnya.

D. Rukun dan Syarat Wakaf

Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf ada empat (4), yaitu :

1. Wakif (orang yang mewakafkan harta);

2. Mauquf bih (barang atau benda yang diwakafkan);

3. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);

4. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan sebagian harta bendanya).32

Para Ulama’ berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf. Perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perbedaan mereka memandang substansi wakaf. Jika pengikut Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah dan Hanabilah memandang bahwa rukun wakaf terdiri dari waqif, mauquf alaih, mauquf bih dan sighat, maka hal ini berbeda dengan pandangan pengikut Hanafi yang mengungkapkan bahwa rukun wakaf hanyalah sebatas sighat (lafal) yang menunjukkan makna/ substansi wakaf.33

Dalam bukunya Junaya S. Praja dan Mukhlisin Muzarie yang berjudul Pranata Ekonomi Islam Wakaf, bahwa rukun wakaf itu adalah pewakaf (waqif), harta yang diwakafkan (mauquf bih), penerima wakaf (mauquf

‘alaih), pernyataan atau ikrar wakaf (shighat), dan pengelola (nazhir, qayim, mutawali) baik berupa lembaga atau perorangan yang bertangguang jawab

untuk mengelola dan mengembangkan serta menyalurkan hasil-hasil wakaf sesuai dengan peruntukannya.34

Sedangkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yaitu Pasal 6 menyatakan bahwa :

32 Nawawi, Ar-Raudhah, (Bairut : Dar al-Kutub al-Ilmiah), IV, dikutip oleh Direktorat

Pemberdayaan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2006), h. 21.

33 Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi, Hukum Wakaf, h. 87

34 Juhaya S. Pradja dan Mukhlisin Muzarie, Pranata Ekonomi Islam Wakaf, (Yogyakarta:

(30)

Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : 1. Wakif;

2. Nazhir;

3. Harta benda wakaf; 4. Ikrar wakaf;

5. Peruntukan harta benda wakaf; 6. Jangka waktu wakaf

Selanjutnya syarat-syarat yang harus dipenuhi dari rukun wakaf yang telah disebutkan adalah :

1. Waqif (orang yang mewakafkan)

Pada hakikatnya amalan wakaf adalah tindakan tabbaru’ (mendermakan harta benda), karena itu syarat seorang wakif cakap melakukan tindakan tabarru’.35 Artinya, sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam keadaan terpaksa/ dipaksa, dan telah mencapai umur baligh.36 Dan wakif adalah benar-benar pemilik harta yang diwakafkan.37 Oleh karena itu wakaf orang yang gila, anak-anak, dan orang yang terpaksa/dipaksa, tidak sah.38

Abdul Halim dalam buku Hukum Perwakafan di Indonesia mengatakan ada beberapa syarat bagi waqif, yaitu :

a. Wakaf harus orang yang merdeka; b. Baligh;

c. Berakal; d. Cerdas.

Wakif bebas berkuasa atas haknya serta dapat menguasai atas benda yang akan diwakafkan, baik itu orang atau badan hukum. Wakif menurut al-Mahally mesti orang yang “shihhatu ibarah dan

ahliyatut-tabarru”, wakif harus cakap hukum dalam bertindak. Jadi tidak bisa wakif

itu orang yang berada dalam pengampuan, anak kecil dan harus memenuhi

35 Muhammad Rawas Qal’ah, Mausuah Fiqh ‘Umar ibn al-Khattab, Beirut : Dar alNafais,

1409H/1989M, dikutip oleh Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 493

36 Abi Yahya Zakariyah al-Ansari, Fath al-Wahhab, juz 1, Beirut : Dar al-Fikr, dikutip

oleh Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, h. 494

37 Mohammad Daud Ali, Ekonomi Islam, h.85

38 Sayyid Bakri al-Dimyati, I’anah al-Talibin, juz 3, Beirut : Dar al-Fikr, dikutip oleh

(31)

syarat umum sebagaimana dalam hal mu’amalah (tabarru’). Wakaf menjadi sah, apabila wakif telah dewasa, sehat pikirannya (akalnya) dan atas kemauannya sendiri, tidak ada unsur keterpaksaan atau unsur lainnya, serta si wakif memiliki benda itu secara utuh.39

Sedangkan dalam KHI Pasal 217 ayat 1 bahwa :

Badan-badan hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Pasal 7 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, bahwa :

Waqif meliputi :

a. Perseorangan; b. Organisasi; c. Badan Hukum.

2. Mauquf bih (harta benda wakaf)

Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni. Benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Benda harus memiliki nilai guna b. Benda tetap atau benda bergerak

c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf.

d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap

(al-milk at-tamm) si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad

wakaf. Dengan demikian jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang masih dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya.40

39 https://www.dutaIslam.com/2020/03/download-shahih-bukhari-muslim-pdf-dan-syarahnya.html diakses pada tanggal 20 November 2020 Pukul. 20.45 WIB

40 Elsa Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Grasindo, 2007), h.

(32)

Dalam PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf Pasal 15 Jenis harta benda wakaf meliputi : a. Benda tidak bergerak;

b. Benda bergerak selain uang; c. Benda bergerak berupa uang. 3. Mauquf ‘alaih ( penerima wakaf)

Yang dimaksud Mauquf ‘alaih adalah tujuan wakaf (peruntukan wakaf). Mauquf ‘alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah. Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, maka nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

Wakaf harus dimanfaatkan dalam batasan-batasan yang sesuai dan diperbolehkan Syari’at Islam. Karena pada dasarnya, wakaf merupakan amalan yang mendekatkan diri manusia kepada Tuhan. Karena itu Mauquf

‘alaih (yang diberi wakaf) haruslah pihak kebajikan. Para Ulama’ fiqih

sepakat berpendapat bahwa infaq kepada pihak kebajikan itulah yang membuat wakaf sebagai ibadah yang mendekatkan diri kepada Tuhan.

Dalam Pasal 22 Undang-undang No 41 Tahun 2004, disebutkan: Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat diperuntukkan bagi:

a. Sarana dan kegiatan ibadah;

b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;

c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa; d. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan

dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. 4. Sighat (lafadz) / ikrar wakaf

Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan

tulisan, lisan atau suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan untuk menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan. Tentu pernyataan

(33)

dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar dimengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di kemudian hari.

Adapun lafadz sighat wakaf ada dua macam, yaitu : a. Lafadz yang jelas (sharih).

Lafal wakaf bisa dikatakan jelas apabila lafal itu populer sering digunakan dalam transaksi wakaf. Ada tiga jenis lafal yang termasuk dalam kelompok ini yaitu: al waqf (wakaf), al-habs (menahan) dan al-tasbil (berderma). Bila lafal ini dipakai dalam ijab wakaf, maka sahlah wakaf itu, sebab lafal tersebut tidak mengandung suatu pengertian lain kecuali kepada wakaf.

Selain ketiga bentuk ini, para fuqoha masih berselisih pendapat. Ibnu Qudamah39 berkata : “Lafal-lafal wakaf yang sharih (jelas) itu ada tiga macam yaitu: waqaftu (saya mewakafkan), habistu (saya menahan harta) dan sabbitu (saya mendermakan).41

Dalam kitab Raudhah Al Thalibin40 Imam Nawawi berkata : “Perkataan waqaftu (saya mewakafkan), habistu (saya menahan), atau didermakan, semua itu merupakan lafal yang jelas, dan yang demikian ini adalah yang paling benar sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas fuqaha”

Dalam kitab Al-Manhaj,41 Imam Nawawi menyepakati kesahihan lafal sarih di atas. Karenanya, jika seseorang menyatakan, “aku menyedekahkan tanahku ini secara permanent” atau “aku menyedekahkan tanahku ini tidak untuk dijual maupun untuk di hibahkan”, maka yang demikian itu, menurut pendapat yang paling benar, dinilai sebagai lafadz yang jelas.

Namun kejelasan yang digambarkan oleh Nawawi pada contoh terakhir bukan merupakan kejelasan secara langsung. Lafal ini menjadi sarih (jelas) karena adanya indikasi yang mengarah pada makna wakaf secara jelas. Jika tidak ada indikasi tersebut, maka ungkapan itu dengan sendirinya menjadi samar tau tidak jelas.

b. Lafadz kiasan (kinayah)

41 Ibnu Qudama, Al Mughni, juz 6, dikutip oleh Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi,

(34)

Kalau lafal ini dipakai, harus dibarengi dengan niat wakaf. Sebab lafadz “tashaddaqtu” bisa berarti shadaqah wajib seperti zakat dan shadaqah sunnah. Lafadz “harramtu” bisa berarti dzihar, tapi bisa juga berarti wakaf. Kemudian lafadz “abbadtu” juga bisa berarti semua pengeluaran harta benda untuk selamanya. Sehingga semua lafadz kiyasan yang dipakai untuk mewakafkan sesuatu harus disertai dengan niat wakaf secara tegas.

Ada perbedaan pendapat antara Ulama’ Madzhab dalam menentukan syarat sighat (lafadz). Syarat akad dan lafal wakaf cukup dengan ijab saja menurut ulama Madzhab Hanafi dan Hanbali. Namun, menurut ulama Madzhab Syafi’i dan Maliki, dalam akad wakaf harus ada ijab dan kabul, jika wakaf ditujukkan kepada pihak/ orang tertentu.

5. Nazhir (pengelola wakaf)

Nazhir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk

memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan maupun organisasi.

Beberapa syarat yang harus dipenuhinya untuk menjadi

Nazhiryaitu terdapat pada pasal 219 KHI:

a. Nazhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1) Warga Negara Indonesia,

2) Beragama Islam, 3) Sudah dewasa,

4) Sehat jasmani dan rohani,

5) Tidak berada di bawah pengampuan,

6) Berempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.

(35)

Pada dasarnya siapa saja dapat menjadi nazhir asal saja ia berhak melakukan tindakan hukum. Adapun mengenai ketentuan nazhir sebagaimana tercantum pada pasal 9 UU No. 41 Tahun 2004 meliputi:

Nazhir meliputi: a) Perorangan; b) Organisasi; atau c) Badan hukum.

Dalam Pasal 10 UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dinyatakan bahwa : b. Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya

dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan: 1) Warga negara Indonesia;

2) Beragama Islam; 3) Dewasa;

4) Amanah;

5) Mampu secara jasmani dan rohani; dan 6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

c. Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :

1) Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perorangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); dan 2) Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,

kemasyarakatan, dan atau keagamaan Islam.

d. Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :

1) Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1); dan 2) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku; dan

3) Badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Apabila seorang waqif menentukan syarat dalam pelaksanaan pengelolaan benda wakaf, yang mana syarat tersebut tidak bertentangan

(36)

dengan tujuan wakaf, maka nazhir perlu memperhatikannya. Tetapi apabila syarat tersebut bertentangan dengan tujuan wakaf semula, seperti masjid yang jama’ahnya terbatas golongan tertentu saja. Nazhir tidak perlu memperhatikan.42

E. Macam-macam Wakaf

Ada beberapa macam wakaf yang dikenal dalam Islam yang dibedakan berdasarkan atas beberapa kriteria :

1. Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya ada tiga :

a. Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk kepentingan umum.

b. Wakaf keluarga (dzurri), yaitu apabila tujuan wakaf untuk memberikan manfaat kepada wakif, keluarganya, keturunannya, dan orang-orang tertentu, tanpa melihat apakah kaya atau miskin, sakit atau sehat, dan tua atau muda.

c. Wakaf gabungan (musytarak), yaitu apabila tujuan wakafnya untuk umum dan keluarga secara bersamaan

2. Sedangkan berdasarkan batasan waktunya, wakaf terbagi menjadi dua macam:

a. Wakaf Abadi

Apabila wakafnya berbentuk barang yang bersifat abadi, seperti tanah dan bangunan dengan tanahnya, atau barang bergerak yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi dan produktif, di mana sebagian hasilnya untuk disalurkan sesuai tujuan wakaf, sedangkan sisanya untuk biaya perawatan wakaf dan menggantikan kerusakannya.

b. Wakaf Sementara

Apabila barang yang diwakafkan berupa barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberikan syarat untuk mengganti bagian yang rusak. Wakaf sementara juga bisa dikarenakan oleh keinginan wakif yang memberikan batasan waktu ketika mewakafkan barangnya. 3. Berdasarkan penggunaannya, wakaf juga dibagi menjadi dua macam :

42 Abdul Ghofur Anshari, Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia cet 2,

(37)

a. Wakaf Langsung

Wakaf yang produk barangnya digunakan untuk mencapai tujuannya, seperti masjid untuk sholat, sekolahan untuk kegiatan mengajar, rumah sakit untuk mengobati orang sakit dan lain sebagainya.

b. Wakaf Produktif

Wakaf yang pokok barangnya digunakan untuk kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai dengan tujuan wakaf.43

Menurut Ahmad Azhar Basyir, wakaf terbagi menjadi wakaf ahli (keluarga atau khusus) dan wakaf umum (khairi).

1. Wakaf Keluarga (Ahli)

Merupakan wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu seseorang atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan. Misalnya, wakaf buku-buku untuk anak-anaknya yang mampu mempergunakan, kemudian diteruskan kepada cucu-cucunya. Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf adalah mereka yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.

2. Wakaf umum (khairi)

Merupakan wakaf yang semula ditujukan untuk kepentingan umum, tidak dikhususkan untuk orang tertentu. Wakaf umum ini sejalan dangan amalan wakaf yang menyatakan bahwa pahalanya akan terus mengalir sampai wakif tersebut telah meninggal. Apabila harta wakaf masih, tetap dapat diambil manfaatnya sehingga wakaf ini dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas dan merupakan sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, kebudayaan, serta keagamaan.

43 Muhyiddin Mas Rida, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: Khalifa, 2005), h.

(38)

BAB III

GAMBARAN UMUM DESA NAGRAK (PROFIL DESA NAGRAK)

A. Letak Geografis

Nagrak merupakan nama sebuah desa yang terletak di kecamatan Gunung Putri kabupaten Bogor dengan luas wilayah sebesar 615,50 Ha, juga merupakan Desa yang pernah didiami oleh Presiden Republik Indonesia ke-6 yaitu Jenderal TNI (Purn) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, M.A., GCB., AC. Atau lebih di kenal dengan sebutan SBY beserta keluarga. Desa Nagrak sendiri memiliki wilayah perkampungan berjumlah enam wilayah yaitu diantaranya:

- Kampung Nagrak Desa Nagrak

- Kampung Cikeas Nagrak I Desa Nagrak - Kampung Cikeas Nagrak II Desa Nagrak - Kampung Nanggewer I Desa Nagrak - Kampung Nanggewer II Desa Nagrak - Kampung Cohak Desa Nagrak

Adapun secara lebih rinci berdasarkan hasil penelitian lapangan di wilayah desa Nagrak dan wawancara dengan perangkat Desa didapati hasil yang disajikan sebagai berikut:

Table 1.1 Profil Desa Nagrak

Bulan/Tahun 2/2020

Kode Desa 3201022009

Desa/Kelurahan Nagrak

Kecamatan Gunung Putri

Kabupaten/Kota Bogor

Provinsi Jawa Barat

Tahun Pembentukan 1965

Luas Desa/Kelurahan (Ha) 615,50 Ha

Penetapan Batas Ada

(39)

Dasar Hukum Pembentukan

Koordinat 106.944714 LS/LU -63.846283

BT/BB

Tipologi Perindustrian/Jasa

K l a s i f i k a s i SWAKARYA

Table. 1.2 Struktur Desa Nagrak

A. PERSONIL 1. Kepala Desa

a. Nama H. Agus Sahrudin, S.Pd I

b. Pendidikan Terakhir S1

c. Pelatihan yang pernah diikuti Kebijakan dalam Pengelolaan Keuangan, Penyusunan RPJMDes

d. Jenis Kelamin Laki-laki

2. Sekretaris Desa

a. Nama Samsudin

b. Pendidikan Terakhir SLTA

c. Pelatihan yang pernah diikuti Dasar-dasar Penyusunan Peraturan Desa

d. Jenis Kelamin Laki-laki

3. Ketua B P D

a. Nama Amat Sugiana

b. Pendidikan Terakhir SLTA

K a t e g o r i LANJUT

Batas Wilayah

a. Desa/Kelurahan Sebelah Utara Desa Ciangsana

b. Desa/Kelurahan Sebelah Selatan Desa Cikeas Udik/Desa Wanaherang

c. Desa/Kelurahan Sebelah Timur Kecamatan Cileungsi d. Desa/Kelurahan Sebelah Barat Kabupaten Bekasi

(40)

c. Pelatihan yang pernah diikuti Dasar-dasar Penyusunan Perdes dan Perkades

d. Jenis Kelamin Laki-laki

Table 1.3 Rencana Strategis Desa C. KEUANGAN

1. Jumlah Anggaran Belanja dan Penerimaan Desa/Kelurahan

= Rp 3.731.604.616,00

a. Sumber Anggaran

- APBD Kabupaten/Kota (Rp) Rp 1.606.644.896,00 - Bantuan Pemerintah Kabupaten/Kota (Rp) Rp 294.840.000,00 - Bantuan Pemerintah Provinsi (Rp) Rp 127.288.000,00 - Bantuan Pemerintah Pusat Rp 895.302.920,00 - Pendapatan Asli Desa (Rp) Rp 135.000.000,00 - Swadaya Masyarakat Desa dan Kelurahan

(Rp) Rp 0,00

- Alokasi Dana Desa (Rp) Rp 672.528.800,00

- Sumber Pendapatan dari Perusahaan yang

ada di desa/kelurahan (Rp) Rp 0,00

- Sumber pendapatan lain yang sah dan tidak

mengikat (Rp) Rp 0,00

b. Belanja

- Jumlah Belanja Publik/belanja

Pembangunan (Rp) Rp 3.226.904.616,00

- Jumlah Belanja Aparatur/Pegawai (Rp) Rp 504.700.000,00

B. Keadaan Demografis

Keadaan demografi penduduk desa Nagrak pada umumnya tidak jauh berbeda dengan desa lainnya yang ada di kabupaten Bogor. Di dominasi oleh suku yang berasal dari tanah pasundan yaitu suku sunda. Namun secara letak geografis, yang menarik dari desa Nagrak ialah merupakan daerah urbanisasi atau irisan langsung dengan beberapa daerah lainnya seperti berbatasan

(41)

langsung dengan Provinsi DKI Jakarta terutama Jakarta bagian timur, berbatasan langsung dengan Bekasi, dan berbatasan langsung dengan Kota Depok. Sehingga pengaruh ragam budaya cukup berkembang pesat di desa Nagrak seperti dalam hal budaya, kuliner, bahkan komunikasi dan lainnya.

Namun berdasarkan data yang diberikan oleh salah satu aparatur desa yaitu Bapak Yudi Cahyadi, S.T. (Kaur Desa Nagrak) menurutnya data tersebut merupakan data updet terbaru yang di ambil pertanggal 26 Juni 2020 melalui

prodeskel.binapemdes.kemendagri.go.id/datapokok_desa/datapokok_desa.ph p?&tahun=2020&kodesa=3201190008 dan hanya bisa di akses oleh operator pemerintah desa Nagrak. Adapun guna kelengkapan penelitian ini lebih jelasnya disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1.4 Data Umum Desa Nagrak A. DATA UMUM

1.. Komoditas Unggulan Berdasarkan Luas Tanam

Ubi Jalar

2. Komoditas Unggulan Berdasarkan Nilai Ekonomi Kelapa Sawit 3. Luas Wilayah 615,50 Ha a. Lahan Sawah 0 Ha b. Lahan Ladang 5 Ha c. Lahan Perkebunan 25 Ha d. Hutan 0 Ha e. Waduk/Danau/Situ 0 Ha f. Lahan Lainnya 586 Ha

4. Luas Tanah Kas Desa 0 Ha

5. Orbitrasi (Jarak dari pusat peemrintahan)

a. Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 7 Km b. Jarak dari pusat pemerintahan kota 23 Km

c. Jarak dari ibu kota provinsi 100 Km

(42)

a. Keluarga Pra Sejahtera 28 KK

b. Keluarga Sejahtera 5.962 KK

c. Keluarga Sejahtera III Plus 320 KK

7. Jumlah Penduduk 21.521 Jiwa

a. Laki-laki 10.563 Jiwa

b. Perempuan 10.958 Jiwa

c. Usia 0-17 6.386 Jiwa

d. Usia 18-55 10.079 Jiwa

e. Usia 55 ke-atas 1.326 Jiwa

8. Pekerjaan/Mata Pencaharian a. Karyawan 612 Orang - PNS 143 Orang - TNI/Polri 469 Orang - Swasta/BUMN 0 Orang b. Wiraswasta/Pedagang 0 Orang c. Petani 0 Orang

d. Buruh Tani 43 Orang

e. Nelayan 0 Orang

f. Peternak 221 Orang

g. J a s a 0 Orang

h. Pengrajin 293 Orang

i. Pekerja Seni 0 Orang

j. Pensiunan 0 Orang

k. Lainnya 4.027 Orang

l. Tidak bekerja/menganggur 0 Orang

9. Rasio Pendidikan dan Kesehatan a. Rasio Murid dan Guru

- Taman Kanak-kanak 180 : 48

- Sekolah Dasar / Sederajat 1980 : 264

- SMP / Sederajat 1890 : 98

Gambar

Table 1.1 Profil Desa Nagrak
Table 1.3 Rencana Strategis Desa  C. KEUANGAN
Tabel 1.4 Data Umum Desa Nagrak  A.  DATA UMUM

Referensi

Dokumen terkait

Dari penjelasan tersebut dapat peneliti pahami bahwa pengelompokan yang dilakukan dengan tidak memperhatikan karakteristik yang terdapat pada individu akan

PRAKTEK PENGELOLAAN WAKAF DI NEGARA MUSLIM (STUDI PADA NEGARA BRUNEI DARUSSALAM) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S E ) Oleh

Objek penelitian ini adalah aplikasi untuk mendiagnosa penyakit sistem saraf pusat pada manusia berbasis android menggunakan metode forward chaining. Sistem ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki sistem full day school tidak akan menimbulkan stres akademik pada siswa jika konsep full day school diterapkan dengan

Kendala yang dihadapi oleh Kompolnas dalam Pelaksanaan Tugas dan Fungsinya bahwa, Kendala-kedala yang dihadapi oleh Kompolnas khususnya yang berada di Padang adalah

Skor 4: siswa yang menanggapi pendapat orang lain dengan disertai alasan yang logis dan disertai bukti pendukung yang tepat. Skor 3: siswa yang menaggapi pendapat

Hasil dari penelitian ini diharapkan sistem dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh para tenaga medis dalam memberikan informasi tentang resiko penyakit ginjal kepada para pasien..

89 Respon terhadap privasi informasi yang berkaitan dengan pada pelanggan?. 90 Respon untuk risiko keamanan