• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MAKNA DENOTATIF DAN KONOTATIF BERDASARKAN

2.4 Adegan 3

2.4.1 Tokoh Jin

Sistem penandaan pada aspek tokoh jin mencakup: (i) usia, (ii) penampilan, dan (iii) kemunculannya.

2.4.1.1 Usia

Sama halnya dengan makna usia pria paruh baya (2.2.1.1), tokoh jin juga berada pada posisi yang sama. Sekilas usia yang ditangkap melalui perawakan jin ialah sepantaran dengan usia pria paruh baya, yaitu 40 tahun. Usia 40, seperti yang dijelaskan di muka merupakan usia yang matang secara fisik, emosional, dan spiritual; sebuah usia saat seseorang akan memperhitungkan secara matang

tentang hal yang akan dilakukannya dan tidak dari segi lahiriah saja. Jadi, selain kematangan dan kedewasaan yang direpresentasikan oleh usia 40, peneliti berpendapat bahwa usia ini menunjukkan betapa sebuah refleksi status, jenis pekerjaan, dan posisi sangat berpengaruh pada sosok yang ditampilkan. Oleh karena itu, jin yang berusia 40 tahun merupakan representasi dari kedewasaan, kematangan, dan kemapanan (yang berbanding terbalik dengan representasi pria paruh baya).

2.4.1.2 Penampilan

Jin yang muncul secara ajaib dari lampu emas dengan mengenakan pakaian adat Jawa Tengah ini secara tidak langsung digunakan untuk menunjukkan kekuatan, kedalaman, dan keyakinan religius dan ketaatan dalam sejumlah cara yang sangat rumit. Pakaian yang dikenakannya pula ingin menunjukkan jenis layanan yang diharapkan padanya. Jenis pelayanan dalam konteks ini berhubungan dengan fungsi penghadiran karakter jin dengan busana yang dikenakannya. Fungsinya sebagai pengabul permohonan melalui apresiasi pengenaan pakaian tradisional. Fungsi yang dihadirkan melalui pakaian yang dikenakan jin akan diuraikan maknanya sebagai berikut:

2.4.1.2.1 Aksesoris Jawi Jangkep

Kelengkapan yang ditunjukkan oleh pengenaan jawi jangkep oleh jin berupa, baju beskap, blankon, alas kaki cemila, dan kain jarik. Selanjutnya, dominasi warna yang melekat pada jawi jangkep tersebut ialah merah marun serta emas. Adapun pemakaian aksesoris di pakaian adat Jawa Tengah yang dikenakan

jin memiliki filosofi tersendiri seperti; blankon, memiliki makna jika seorang pria harus mempunyai pikiran yang teguh; baju beskap, memiliki makna bahwa seorang pria harus memperhitungkan segala perbuatan yang dilakukannya; kain jarik, mengisyaratkan agar seorang pria jangan sampai melakukan sesuatu dengan keliru.

2.4.1.2.2 Warna Busana

Untuk pemilihan warna yang didominasi oleh warna merah marun/merah tua dan emas dipengaruhi oleh mitos, kebijaksanaan, sastra dan seni Jawa dalam kode kebudayaan. Parawira (1989: 54-55) menunjukkan dengan jelas bahwa dalam buku kesustraan lama, keindahan-keindahan sering dinyatakan dengan gambaran warna emas (seperti yang ditulis dalam Kitab Ramayana), warna sering

diandaikan dengan permata indah. “(...) bunga teratai yang keemasan, daun-daun seperti permata safir dan lapis lazuli, pohon-pohon seperti emas menyala (...)”.

Makna warna merah tua merupakan karakteristik warna berat, sedangkan warna kuning keemasan termasuk dalam karakteristik warna hangat. Dalam pertunjukan wayang di Jawa, warna merah tua dihubungkan dengan lambang logam berupa perunggu, arah mata angin berupa selatan, sifat penampilan berupa kasar, bengis, dan pemarah, serta tokoh berupa Rahwana dan Niwatakawaca. Warna kuning keemasan dihubungkan dengan lambang logam mas, arah mata angin berupa barat, sifat penampilan berupa agung serta luhur, dan tokoh berupa Arjuna, Pandu, dan Srikandi (Prawira, 1989: 57).

Perpaduan antara makna warna emas dan warna merah tua di atas kemudian dapat digabungkan menjadi sebuah visualisasi karakter jahat dan licik yang dibalut dalam tampilan yang indah dan hangat. Jadi, makna konotasi yang diperoleh berdasarkan makna jawi jangkep dan warnanya ialah pencerminan karakter antagonis yang dihadirkan dalam bentuk yang agung.

2.4.1.3 Kemunculan

Kemunculan jin secara tiba-tiba saat pria paruh baya menyentuh lampu emas ajaib menimbulkan kesan mistis dan ajaib jika ditilik dari aspek legenda dan pengetahuan pada kode kebudayaan. Pemunculan yang ajaib ini didukung tanda visual asap.

Menurut KBBI asap adalah uap yang dapat terlihat yang dihasikan dari pembakaran. Melalui makna denotasi ini dapat ditelusuri makna-makna lain akan asap. Asap dalam fungsinya dalam masyarakat mampu merepresentasikan banyak hal. Pertama-tama, asap merupakan indeks kebakaran atau menunjukkan sesuatu yang terbakar. Jikalau anda melihat kepulan asap dari kejauhan, hal pertama yang ada dalam benak anda ialah terjadi sebuah kebakaran. Asap menjadi petanda akan kebakaran. Inilah fungsi asap ditinjau dari sudut rasionalnya.

Kedua, asap digunakan sebagai efek mistis dan gaib pada suatu pertunjukkan, drama, teater, dan sebagainya. Asap dalam konteks ini biasanya digunakan oleh para penata panggung untuk menambah efek yang diinginkan. Efek asap yang ditimbulkan jika dalam pertunjukkan drama akan menimbulkan kesan ajaib dan misterius. Misalkan saja kemunculan suatu tokoh yang dibarengi

dengan kepulan asap, hal ini akan menciptakan suasana ketegangan, mistis, dan horor.

Ketiga, asap sebagai alat komunikasi (sinyal). Sinyal asap merupakan salah satu dari bentuk komunikasi tertua yang ada di dalam sejarah. Secara umum sinyal asap digunakan untuk mengirimkan berita, sinyal bahaya, sebagai tanda darurat atau mengumpulkan orang banyak ke suatu area.

Suku Indian dari Amerika Utara melakukan komunikasi dengan menggunakan sinyal asap. Perbedaan penanda asap yang diberikan oleh pengirim memberikan petanda yang berbeda pula kepada penerimanya. Di Roma, di asrama Kardinal, orang menggunakan sinyal asap untuk mengindikasikan terpilihnya Paus baru. Perbedaan warna asap mengindikasikan terpilihnya Paus yang baru. Pengguaan asap oleh tim Search and Rescue (SAR) juga merupakan sinyal adanya korban. Jika korban dari speedboat terbalik dan dalam kondisi kritis sempat melempar sinyal asap yang tersedia, tim SAR segera bergerak melakukan tindakan penyelamatan.

Dari tiga representasi tersebut, agaknya representasi kedua yang lebih menjawab pemaknaan asap pada Gambar 5 meskipun tak dapat dipungkiri representasi pertama dan ketiga memiliki keterkaitan dengan gambar tersebut.

Berdasarkan pemaparan akan usia, penampilan, dan kemunculan jin yang dijelaskan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa jin merupakan representasi tokoh antagonis yang mapan dan dihadirkan secara mistis dan agung.

Dokumen terkait