• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : STATUS HUKUM HAK ATAS TANAH ADAT DALAM

C. Hak Atas Tanah Adat di Kabupaten Simalungun

5. Transaksi yang dikenal dalam Hukum Adat

a) Transaksi atas Tanah Adat

Dari hak atas tanah adat dapat timbul transaksi hak atas tanah adat. Transaksi dapat langsung yaitu transaksi atas tanah adat secara sempit: tanah dan transaksi yang tidak langsung namun bersangkutan dengan tanah. Terdapat bermacam transaksi tanah, umumnya jual. Sedang Transaksi yang bersangkutan dengan tanah: bagi hasil, sewa, kombinasi dan tanggungan atas tanah. Dari transaksi ini timbul pula hak turunannya. Dalam hukum adat pengertian tanah termasuk juga segala sesuatu yang berada di atas dan di dalamnya.

Jual. Transaksi ini sejenis perjanjian timbal balik yang bersifat riil di lapangan hukum harta kekayaan dan merupakan perbuatan tunai dan berobjek tanah. Intinya adalah penyerahan benda (sebagai prestasi) bersamaan dengan penerimaan pembayaran tunai (seluruhnya atau sebagian sebagai kontra prestasi). Banyak istilah untuk perbuatan tersebut (Jual: Indonesia, sade: Jawa)

Menurut hukum tanah transaksi ini dapat mengandung tiga maksud298

297 I b i d

. Pertama, menjual gadai : menggadai (Minang), adol sende (Jawa), ngajual akad/gade (Sunda). Perbuatan ini berupa penyerahan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang tunai dengan ketentuan bahwa si penjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan penebusan kembali. Timbul hak

298

gadai; Kedua, menjual lepas: adol plas, run tumurun, pati bogor (Jawa), menjual jaja (Kalimantan). Penyerahan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang tunai tanpa hak menebus kembali. Penyerahan ini berlaku untuk seterusnya/selamanya; Timbul hak milik atas pemilik baru untuk selamanya; dan Ketiga, menjual tahunan: adol oyodan (Jawa). Penyerahan tanah untuk menerima pembayaran sejumlah uang tunai dengan janji: tanpa perbuatan hukum lagi tanah akan kembali dengan sendirinya kepada pemiliknya sesudah berlalu beberapa tahun/beberapa kali panen (menurut perjanjian). Timbul hak milik untuk sementara. Dalam pengertian tanah termasuk pula perairan misalnya empang/tebat/tambak ikan. Transaksi itu harus dilakukan secara terang agar terjamin/terlindung dalam lalu-lintas hukum bebas khususnya terhadap kemungkinan gugatan/tangkisan pihak ketiga yaitu dilakukan dengan bantuan/kesaksian Kepala Persekutuan Hukum.

Jual Gadai. Hak pembeli gadai untuk menikmati manfaat yang melekat pada hak milik benda gadai dengan pembatasan: tidak boleh menjual lepas tanah gadai kepada pihak lain; tidak boleh menyewakan tanah gadai untuk lebih dari satu musim (jual tahunan). Pembeli boleh mengoper gadai (doorverpanden) atau menggadaikan kembali/dibawah harga (onderverpanden) tanah kepada orang lain jika sangat memerlukan uang karena dia tidak dapat memaksa penjual gadai untuk menebus tanahnya; Membagi hasilkan (belah pinang, paruh hasil tanam, maro dan Penebusan gadai) tergantung dari kehendak penjual gadai. Hak menebus bahkan dapat beralih kepada ahli warisnya. Uang gadai hanya dapat ditagih oleh pembeli gadai. Dalam hal transaksi gadai disusuli dengan penyewaan tanah oleh penjual gadai sendiri dengan janji: jika si penjual (merangkap penyewa) tidak membayar uang sewa maka uang gadai dapat ditagih kembali oleh pembeli (merangkap penguasa) atas tanah yang kini berfungsi rangkap: objek gadai sekaligus objek sewa.299

Setahu dan seijin penjual gadai sang pembeli gadai dapat mengoperkan gadai kepada pihak ketiga yaitu menyerahkan tanah tersebut kepadanya dengan menerima sejumlah uang tunai. Dengan demikian terjadilah pergantian subjek di dalam perutangan yang sama: hubungan hukum antara penjual gadai dengan pembeli gadai semula berubah menjadi hubungan hukum antara penjual gadai dengan pembeli gadai yang baru. Tanpa setahu dan seijin penjual gadai sang pembeli gadai dapat

menggadaikan kembali tanah itu kepada pihak ketiga dengan janji: sewaktu- waktu dia dapat menebus tanah itu dari pihak ketiga tersebut.

Dengan demikian terdapat dua perutangan: antara penjual gadai semula dengan pembeli gadai semula (terang-terangan); serta antara pembeli semula yang menjadi penjual baru dengan pihak ketiga yang menjadi pembeli gadai baru (sembunyi-sembunyi). Bila suatu waktu penjual gadai semula menebus tanahnya sang pembeli gadai yang semula harus cepat-cepat menebusnya dari pembeli gadai yang baru. Tanah yang menjadi objek transaksi rangkap kembali dengan aman kepada pemiliknya.300

Dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria gadai ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 (Undang_undang Nomor 56 Prp. Tahun 1960) tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Peraturan ini berisi pembatasan terhadap lama waktu menggadaikan tanah dan bermaksud memberantas unsur-unsur pemerasan yang terdapat dalam transaksi gadai tanah tersebut. Praktik menunjukkan bahwa hasil yang dinikmati pembeli gadai setiap tahunnya ternyata jauh lebih besar dari bunga yang pantas dari uang pembeli gadai dahulu Pasal 7 nya menentukan bahwa tanah yang sudah digadaikan selama 7 tahun atau lebih harus dikembalikan kepada pemilik tanah/penjual gadai tanpa ada kewajiban baginya untuk membayar uang tebusan. Pengembalian tanah itu dilakukan dalam waktu sebulan setelah tanaman yang terdapat di atasnya selesai dipetik hasilnya.

Untuk gadai yang berlangsung kurang dari 7 tahun sang pemilik dapat memintanya kembali setiap waktu setelah selesai pemetikan tanaman yang ada dengan membayar uang tebusan berdasarkan rumus: (7+1/2) x waktu gadai : 7:2 x uang gadai. Dengan perubahan nilai mata uang. Mahkamah Agung telah menetapkan bahwa resiko dari perubahan nilai uang rupiah ditanggung rata oleh baik penjual gadai maupun pembeli gadai. Penilaian dilakukan menurut harga emas.

Jual Lepas. Perjanjian jual lepas tanah selesai dengan tercapainya persetujuan/persesuaian kehendak (konsensus) diikuti dengan ikrar/pembuatan kontrak jual beli di hadapan Kepala Persekutuan Hukum yang berwenang dibuktikan dengan pembayaran harga tanah oleh pembeli dan disambut dengan kesediaan penjual untuk memindahkan hak miliknya kepada pembeli. Perjanjian ini bersifat riil, hak milik atas tanah berpindah 299

I b i d 300

meskipun formalitas balik nama belum dilakukan (dipandang sebagai bagian dari rangkaian pemindahan hak milik).

Van Vollenhoven301

berpendapat bahwa jual lepas sebidang tanah atau perairan adalah penyerahan benda itu di hadapan orang-orang yang ditunjuk oleh Hukum Adat dengan pembayaran uang pada saat itu atau kemudian (Adatrecht hal 241). Oleh Enthoven dikemukakan bahwa penjualan barang tidak bergerak adalah penyerahan dengan harga tertentu dan bukan merupakan suatu perjanjian yang membentuk kewajiban untuk menyerahkan. Menurut Hukum Indonesia penjualan dan penyerahan adalah satu

302

. Sedangkan Ter Haar303 menjelaskan bahwa pada waktu di hadapan Kepala Persekutuan Hukum dinyatakan bahwa saya mengaku telah menyerahkan tanahnya dan telah menerima harganya maka saat itulah hak pembeli tercipta baik hak gadai atau hak milik maupun hak sewa.

Mahkamah Agung dalam keputusan tertanggal 25-9-1957 berpendapat bahwa keterangan jual beli saja belum mengakibatkan pemindahan atau penyerahan hak milik. Keterangan ini harus diikuti pula dengan semacam levering. Sebelumnya hak milik belum berpindah. Menurut pertimbangannya Mahkamah Agung menyatakan bahwa walaupun dengan surat Notaris dan surat di bawah tangan serta yang disimpan pada Notaris yang dimaksudkan dalam putusan judex facti di dalamnya disebutkan bahwa para pihak bersangkutan menerangkan menjualbelikan tanahnya belum dapat diterima bahwa sebenarnya telah terjadi pemindahan atau penyerahan hak milik oleh yang dinamakan penjual kepada yang dinamakan pembeli304

Pembicaraan yang mengandung janji (afspraak) saja tidak mengakibatkan kewajiban. Namun janji lisan yang diikuti dengan pembayaran sesuatu (uang atau benda lain) dapat menimbulkan kewajiban hanya untuk berbuat sesuatu missal untuk menjual atau membeli. Pembayaran ini disebut panjar. Tanpa panjar orang tidak merasa terikat. Dengan panjar orang merasa wajib melaksanakan hal yang ditentukan dalam janji. Perjanjian pokok (misal jual beli) belum terlaksana hanya dengan pemberian panjar saja. Sesudah diadakan permufakatan serius tentang jual beli tersebut barulah terlaksana

.

301

J.C. van Vollenhoven, Het Adatrecht van Nederlands-Indie, op cit, hal. 241. Juga dalam Iman Sudiyat, op cit, hal. 33.

302

Enthoven, Het Adatrecht der Inlanders in de Jurisprudentie dikutip oleh E.A. Boerenbaker, (Bandung: [s . n], 1935), , dalam Sudiyat, Ibid, hal. 33

303

perjanjian tersebut305

Holleman

. Bila perjanjian pokok tidak terjadi maka terdapat 2 kemungkinan: Apabila dibatalkan oleh pemberi panjar uang/benda sesuatu tersebut tetap pada penerima panjar; Apabila dibatalkan oleh penerima panjar maka sesuatu itu harus dikembalikan, dapat 2 kali nilainya.

306

Jual Tahunan. Dengan transaksi ini pembeli tahunan memperoleh hak untuk: mengolah tanah, menanami dan memetik hasil, dan berbuat dengan tanah seakan-akan miliknya sendiri. Sang pembeli dilarang untuk menjual/menyewakan tanah tanpa seijin pemiliknya. Jual lepas atau jual lagi yang mungkin dilakukan pemilik tidak mengurangi hak pembeli tahunan (koop brekt geen huur: jual tidak menghapus sewa).

menyatakan bahwa janji (afspraak) tidak mengikat hanya menimbulkan kewajiban moral untuk melaksanakannya. Sebelum perjanjian jual beli terjadi calon penjual dapat menjual barang kepada pihak lain dengan harga lebih tinggi. Tampak bahwa perjanjian jual menurut hukum adat adalah konkrit/riil tidak abstrak/konsensual seperti dalam Burgerlijk Wetboek. Dikatakan pula bahwa perjanjian jual beli di dalam Hukum Adat merupakan perbuatan kontan (contante handeling)

Baik jual gadai maupun jual tahunan mungkin juga dilakukan sebagai perjanjian pelunasan hutang (delgingsovereenkomst), hutang dibayar dengan penyerahan tanah untuk sementara. Dengan penyerahan tanah debitur merintis jalan untuk melunasi hutangnya dengan memperhitungkan hasil tanah itu dengan jumlah hutang tersebut.

b) Transaksi yang menyangkut atas Tanah Adat

Hukum Adat mengenal transaksi yang walaupun tidak langsung atas tanah namun bersangkutan dengan tanah. Akan dibahas beberapa di antaranya.

Transaksi bagi hasil, belah pinang, paruh hasil tanam: memperduai (Minang), toyo (Minahasa), tesang (Sulawesi Selatan), maro, mertelu (1:1, 1:2, Jawa Tengah), nengah, jejuron (1:1, 1:2; Priangan).307

304

Ibid, hal 143

Seseorang mempunyai tanah namun tidak ada kesempatan/semangat untuk mengusahakannya sendiri dan ingin memungut hasilnya. Karena itu dibuat transaksi dengan orang lain untuk mengerjakan, menanami dan memberikan sebagian hasil panennya.

305

Bedakan dengan uang muka (voorschot) menurut hukum barat. Ini adalah pembayaran di muka yang sebenarnya dan diperhitungkan dalam transaksi. Tidak memberikan kewajiban moral atau akibat hukum apapun. Apabila tak terjadi transaksi uang muka dikembalikan. Apabila terjadi Transaki uang ini diperhitungkan dalam harga.

306

Fungsi transaksi adalah untuk memproduktifkan tanah milik, tanpa pengusahaan sendiri dan memproduktifkan tenaga kerja tanpa tanah milik sendiri. Objeknya adalah tenaga kerja dan tanaman (bukan tanah). Untuk formalnya bantuan Kepala Persekutuan Hukum tidak merupakan syarat sah perjanjian, tidak harus terang cukup dengan kedua pihak saja. Jarang dibuat akad untuk perbuatan hukum tersebut, dan dapat dibuat oleh pemilik tanah, pembeli gadai, pembeli tahunan, pemakai tanah kerabat, pemegang tanah jabatan. Hak pertuanan tidak berlaku terhadap perbuatan hukum tanpa pembatasan terhadap yang membagi hasilkan.

Transaksi ini biasanya disambung dengan lembaga tambahan yang melekat; srama, mesi (Jawa Tengah) berupa pembayaran sekedar uang pada permulaan transaksi. Pembayaran ini mengandung arti persembahan yang disertai dengan permohonan (srama) mengandung pengakuan bahwa seseorang berada di tanah orang lain (mesi), plais (Bali), balango (Sulawesi Selatan) merupakan hubungan di antara pinjaman uang dan bagi hasil. Pemegang/penguasa tanah meminjam uang tanpa bunga dari pembagi hasil dan pembagi hasil tetap boleh memegang hak mengerjakan tanah selama uang pinjaman belum dilunasi. Uang pembagi hasil tidak boleh dituntut kembali tetapi apabila ia dilarang terus mengerjakan tanah peminjam uang seketika dapat dituntut kembali. Terkadang diadakan perhitungan dari hutang dan hasil yang sudah dinikmati sehingga sesudah pemungutan hasil pertahun uang pinjaman dikurangi dengan jumlah tertentu, adakalanya uang pinjaman itu tetap besarnya hingga hutang lunas sekaligus. Mungkin juga pembagi hasil tidak dibolehkan mengerjakan tanah bersangkutan maka ia berhak menuntut ganti rugi dari pemegang tanah bukan tanahnya seperti hak dari transaksi jual.308

Sewa. Dapat diartikan sebagai ijin kepada orang lain untuk mengerjakan atau mendiami tanah di bawah kekuasaannya dengan keharusan membayar sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa sesudah tiap bulan, tiap panen atau tiap tahun dengan konsekuensi bahwa sesudah pembayaran itu transaksi dapat diakhiri. Mengasi di Tapanuli Selatan berarti hak sewa tanah maupun hak menikmati. Sewa bumi (Sumatera Selatan) berarti pajak yang harus dibayar oleh orang luar untuk pemungutan hasil dari wilayah lingkungan hak pertuanan. Cukai (Kalimantan) bermaksud pembayaran orang luar untuk pemungutan hasil dari wilayah lingkungan hak pertuanan. Cukai (Kalimantan) bermaksud pembayaran orang luar untuk pemungutan hasil dari wilayah 307

Happy Warsito, Op Cit, hal.136.

308

lingkungan hak pertuanan dan pembayaran dari penyewa tanah. Sewa ewang (Ambon) dimaksudkan sebagai pemberian orang luar untuk memperoleh hak mengumpulkan hasil hutan di lingkungan hak pertuanan Negeri. Ngupetenin (Bali) adalah penyewaan tanah pertanian. Upeti adalah pajak yang harus dibayar oleh orang luar (sewa bumi) berdasarkan hak pertuanan.

Kombinasi bagi hasil, sewa dengan gadai tanah dan sewa tanah dengan pembayaran uang di muka. Transaksi bagi hasil dan sewa sering dikaitkan dengan gadai tanah. Sesudah hak pembeli gadai diletakkan di atas tanah bersangkutan dia memperbolehkan si penjual gadai mengerjakan tanah tersebut selaku pembagi hasil atau penyewanya. Pembeli gadai tidak boleh membuat transaksi jual lepas atas tanah yang dibeli gadai.309

Transaksi pinjam uang dengan tanggungan tanah: tahan (Batak), babaring (Dayak Ngaju), makantah (Bali), tanggungan, jonggolan (Jawa), borroh, borg, borot (tersebar luas). Titik inti perjanjian adalah perjanjian adalah perjanjian selama utang belum lunas tidak akan membuat transaksi tanah atas tanahnya kecuali untuk kepentingan kreditur. Tanah sebagai tanggungan adalah transaksi asesoir pada transaksi pinjam uang selaku transaksi pokok. Tindakan itu merupakan persiapan sewaktu debitur menerima uang pinjaman seketika ditetapkan sebidang tanah pertanian yang bila perlu/dikehendaki akan dipakai sebagai benda pelunas transaksi

Tanah juga tidak boleh dijual tahunan karena itu untuk sementara akan melanggar hak penjual gadai untuk menebusnya. Dia hanya dibenarkan untuk mengoperkan/mengalihkan gadai (doorverpanden) tanah itu kepada orang lain. Dia juga boleh mengijinkan orang lain masuk di tanah tersebut untuk mengerjakan atau mendiami berdasar kontrak yang dapat diputuskan setiap saat. Transaksi tersebut dapat diakhiri dalam waktu pendek. Terdapat kelalaian pada pihak-pihak: pembagi hasil, pemberi bagi hasil, penyewa atau pemberi sewa akan timbul hak menuntut ganti rugi bukan atas tanahnya. Gadai dapat diakhiri berdasarkan aturan gadainya sendiri. Transaksi gabungan ini mirip dengan transaksi pinjam uang dengan tanah sebagai jaminan/tanggungan. Pihak yang satu memberi uang kepada pihak lainnya dan selama uang belum dikembalikan pihak pertama menerima sebagian dari hasil panen tanah pertanian atau pembayaran berasal dari pihak kedua. Transaksi semacam ini dapat pula dilakukan sebagai transaksi uang yang disangkutkan dengan tanah sebagai tanggungan tetapi menurut Hukum Adat transaksi ini merupakan lembaga hukum yang lain. Persewaan tanah dengan pembayaran uang di muka digabungkan dengan memperbolehkan si pemberi sewa menjadi penyewa di tanahnya sendiri mirip dengan persekot atas tanaman atau pinjam uang dengan mengangsur padi (bagi hasil) atau uang (sewa) setiap tahun.

309 I b i d

(delgingsovereenkomst) dengan demikian transaksi pinjam uang diganti dengan transaksi tanah.

Di Bali dan Batak tanah yang ditunjuk sebagai tanggungan digadaikan kepada yang meminjami uang bila bunganya sudah meningkat sampai taraf tertentu, utang sudah bertambah. Sedang di Jawa gadai sebagai perbuatan hukum sering disusul dengan tanggungan/jaminan (zekerheidstelling). Dan disini sering dilakukan tanpa sepengetahuan Kepala Persekutuan Hukum (tanggungan di bawah tangan, onderhanse zekerheidstelling) dan tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Akibatnya adalah: transaksi jual yang diadakan berakibat beban atas tanah tanggungan selama hutang belum lunas sah menurut hukum dan tanah tanggungan dapat dijual atas dasar vonnis hakim untuk melunasi pinjaman uang lainnya, sedang pemberi hutang dengan tanggungan di bawahtangan tidak mempunyai hak mendahului (voorrecht) terhadap kreditur lainnya.310

Transaksi dengan sepengetahuan Kepala Persekutuan Hukum (Bali dan Batak) berakibat bahwa pemilik tanah tidak dapat dan tidak boleh memindahkan tanah/menggadaikan dengan tiada memanfaatkan hasil tanah untuk mengangsur hutang. Transaksi yang akan diadakan oleh peminjam uang harus diberitahukan kepada pemberi hutang bila debitur lalai. Tanpa pemberitahuan terjadi kecurangan dan penerima tanggungan berhak atas perlindugan hukum. Transaksi tahan (Batak) dan makantah (Bali) memberikan hak mendahului kepada pemberi hutang dengan tanggungan jika tanah dilelang berdasar vonnis hakim. Jurisprudensi dan doktrin di Jawa tidak seragam. Pendaftaran pada kepala dusun tidak/belum merupakan aturan yang menentukan berlakunya transaksi dalam lalu-lintas hukum namun ada yang mengakui hak ini karena pemberitahuan dan pendaftaran oleh Kepala Dusun berakibat hak mendahului yang dapat dilakukan menurut hukum positif bila dengan sukarela para pihak.

Hal ini tidak berarti bahwa tanggungan di bawah tangan tidak berguna hanya tidak dapat dirumuskan suatu norma untuk melindungi penerima ‘tanggungan di bawah tangan’ terhadap pihak ketiga.

Simulatio. Untuk menghindari larangan pengasingan tanah pada zaman Hindia Belanda sering dilakukan simulatio yang merupakan objek tersendiri dalam ajaran umum persetujuan, hukum perjanjian. Sebagai perbuatan/kompleks perbuatan dimana 2 orang/lebih sepakat menimbulkan kesan/semu dunia luar seakan-akan terjadi perjanjian (perbuatan hukum) tertentu sedangkan sesungguhnya sepakat bahwa perjanjian tidak akan berlaku dengan akan mempertahankan berlakunya hubungan hukum yang sudah ada atau akan melaksanakan perjanjian lain. Kadang hal ini untuk merugikan pihak ketiga kadang-kadang tidak. Walaupun sering dilakukan untuk menyembunyikan perjanjian terlarang namun simulatio sendiri tidak dilarang.

310

Biasanya simulatio meliputi seluruh perjanjian tetapi kadang-kdang hanya mengenai salah satu unsur dari perjanjian yang diadakan.

Terdapat dua macam simulatio. Mutlak para pihak menimbulkan kesan seakan-akan mengadakan perjanjian tertentu dan diam-diam bersepakat bahwa dalam hubungan hukum yang telah berlaku tidak akan diadakan perubahan. Misalnya seorang pengusaha terancam pailit. Supaya hartanya tidak disita ia pura-pura menjual hartanya kepada orang lain. Para pihak sepakat bahwa sebenarnya tidak ada jual beli dan peralihan hak sedang si penjual pura- pura tetap memiliki harta tersebut. Pada simulatio Nisbi di belakang perjanjian yang disimulasikan, terdapat perjanjian yang didissimulasikan. Para pihak mengadakan perjanjian jual beli yang sebenarnya adalah hibah.

Simulatio dapat meliputi seluruh perjanjian namun dapat juga hanya tentang salah satu unsur perjanjian misalnya di dalam perjanjian dicantumkan harga yang lebih rendah daripada yang sebenarnya disepakati. Dapat juga bahwa hal ini tak berhubungan dengan esensi kontrak namun dengan pihaknya: kontrak dilakukan antara A dan B, namun sebenarnya antara A dan C. Antara para pihak terdapat asas umum yang berlaku adalah kontrak yang didissimulasikan bukan yang disimulasikan kecuali terdapat hal yang berakibat batalnya kontrak yang tersembunyi. Para pihak tidak terkait kontrak yang disimulasikan karena tidak dikehendaki.

Pada simulatio mutlak tidak terjadi perubahan hubungan hukum para pihak karena hal ini memang tidak dikehendaki. Pada simulatio relatif terdapat azas umum bahwa terdapat kekuatan hukum pada kontrak yang didissimulasikan karena itulah yang dikehendaki. Jadi terdapat persamaan penuh antara kehendak dan pernyataannya. Namun karena hal sebenarnya disembunyikan biasanya terdapat kekurangan yang biasanya adalah tujuan yang tidak dapat dibenarkan dan berakibat batal berdasarkan Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat formal juga dapat menghilangkan kekuatan hukum perjanjian misalnya hibah yang dilakukan dengan kontrak jual beli tanpa akta notaris.

Pihak ketiga dapat menanggapi atas : kontrak yang disimulasikan, kontrak yang didissimulasikan, dan tidak terjadinya perubahan dalam hubungan hukum para pihak. Pada simulatio mutlak pihak ketiga dapat menanggapi kontrak yang disimulasikan dengan menanggapi kesan yang ditimbulkan oleh pernyataan para pihak. Biasanya mereka berkepentingan dengan pendirian bahwa kontrak yang dinyatakan adalah perbuatan semu dan karena itu tidak sah karena tidak berakibat perubahan dalam keadaan hukum para pihak.311

Pada simulatio relatif terbuka tiga kemungkinan : Menanggapi perjanjian yang disimulasikan karena dapat dinyatakan reaksi atas semu yang dapat dipertanggungjawabkan. Bagi mereka yang tampak hanyalah perjanjian 311

yang disimulasikan sehingga terlindung dari janji tersembunyi sesuai dengan Pasal 1873 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa perjanjian yang menyusul yang diadakan dengan akta/ perbuatan tersendiri yang bertentangan dengan perjanjian semula hanya berkekuatan bukti bagi pihak yang menjadi peserta dalam akta tersebut beserta ahli waris atau mereka yang memperoleh hak, tapi tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap pihak ketiga. Menanggapi perjanjian yang didissimulasikan jika diketahuinya sejak semula atau kemudian. Kebanyakan hal ini dipandang sebagai akibat langsung dari ketentuan Pasal 1873 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa alat bukti yang bertentangan tidak dapat merugikan pihak ketiga sehingga alat bukti tersebut harus menguntungkan bagi pihak ketiga. Menanggapi manipulasi/ tipu daya para pihak dengan menyatakan bahwa perjanjian semu, perjanjian yang tidak dikehendaki para pihak, tidak mempunyai kekuatan hukum. Atau bahwa perjanjian yang didissimulasikan memang dikehendaki terbukti dari pernyataan timbal balik para pihak. Pada perjanjian yang didissimulasikan biasanya terdapat sesuatu yang tidak beres karena justru hal itu diselubungi dengan perbuatan semu karena dengan itu para pihak ingin mencapai tujuan yang tidak dibenarkan hukum. Pihak ketiga dapat berpendirian bahwa hubungan hukum masih seperti semula sebelum adanya perbuatan semu. Perjanjian yang disimulasikan tidak ada karena tidak dikehendaki para pihak. Perjanjian yang