• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Transformasi Digital di HAI

Transformasi digital yang diterapkan oleh HAI menjadi tema besar dalam penelitian ini. Rizki Ramadan selaku Managing Editor, menjelaskan awal mula perencanaan HAI, sampai akhirnya transformasi digital tersebut benar-benar terjadi.

Wacana transformasi digital dalam tubuh HAI sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2016. Namun, kala itu, HAI lebih memilih untuk mengubah jadwal penerbitan majalahnya terlebih dahulu, ketimbang langsung bertransformasi ke digital.

“Sebenarnya keputusan mau pindah dari cetak ke digital itu wacananya udah muncul di tahun 2016. Tapi waktu itu pengen uji coba dulu kalau kita nggak jadi digital langsung, tapi jadi majalah bulanan. Kan sebelumnya HAI itu mingguan. Yaudah jadi bulanan sejak bulan Oktober 2016, nyoba sampai bulan Mei 2017.”

Sementara itu, menurut Business Manager HAI, Adhi Quardianto, sembari HAI dalam masa uji coba menerbitkan majalah sebulan sekali, tim internal HAI turut melakukan riset tentang peluang di dunia digital. Hasil riset itu menemukan, bahwa generasi Z dan generasi Y yang menjadi target pembaca HAI, telah meninggalkan majalah, dan beralih menggunakan media online di gawainya masing-masing sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Selain itu, hasil riset juga menunjukan adanya penurunan pendapatan yang diperoleh HAI dari penjualan majalah.

“Jadi, pada awalnya itu, impactnya sudah mulai kerasa gitu kan. Yang tadinya terbit mingguan, lalu menjadi terbit bulanan. Tapi long the way, setelah perjalanan yang kita lakukan melalui strategi yang tadi, dari terbit mingguan ke bulanan, kami coba review lagi selama 6 bulan. Nah, yang kami temukan itu tetap menunjukan bahwa pendapatan kami juga tidak meningkat, kedua sirkulasi dan oplah perputarannya juga gak baik, banyak returnya, dan di bulan keenam tersebut kami perkuat dengan data insights yang sesuai sama target audiens HAI gitu. Di kala itu, target audiens itu lekat banget sama generasi y dan generasi z, jadi yang milenial sama generasi z. Kita coba pelajari sebenernya behavior mereka itu dalam konsumsi news content seperti apa. Nah, banyak sih sebenernya banyak banget variabelnya nih yang kita temukan. Cuma, coba kita ringkas aja, pertama itu datanya ternyata anak muda gak baca lagi tuh namanya majalah, ak an ada yang baca, tapi kan presentasenya gak banyak. Sehingga, anak muda ini kalo

baca berita pada ke mana sih? Mereka lewat smartphone, nyari kontennya kebanyakan dari SEO.”

Rizki Ramadan menjelaskan, bahwa keputusan HAI untuk benar-benar menerapkan transformasi digital itu terjadi pada Juni 2017. Kala itu, keputusan HAI bertransformasi ke digital turut diikuti dengan moto We Need More Space. Moto tersebut mengartikan bahwa HAI perlu sebuah medium baru yang lebih besar dalam berkreasi dan menyapa pembacanya.

“Baru benar-benar digitalnya tuh di tahun 2017 kemarin, bulan Juni. Saat itu di edisi terakhir majalah, kita bawa kampanye We Need More Space. Jadi intinya si HAI ini pindah ke HAI online bukan karena meninggalkan media, tapi karena HAI butuh ruang yang lebih besar lagi untuk mengeksplor konten, bikin konten, dan lebih akrab lagi menyapa anak muda. Itu misi yang dibawa sama HAI.”

Menurut penjelasan Rizki Ramadan, langkah transformasi digital yang diambil HAI, ternyata sejalan dengan rencana dari Kompas Gramedia Majalah. HAI sendiri memang salah satu media yang berada di bawah naungan dan koordinasi Kompas Gramedia Majalah.

Sudah sejak awal 2017, Kompas Gramedia Majalah menyiapkan strategi khusus bagi media-media naungannya untuk menghadapi transformasi digital. Kompas Gramedia Majalah membentuk sekaligus mengganti namanya menjadi Grid Id Network. Kemudian, Grid Id Network ini menjadi payung transformasi digital bagi 13 media di bawahnya, termasuk HAI.

“Jadi sejak 2017 kan pengen hijrah ke digital, yaudah sekalian bikin konsep baru, jadi kita bikinlah grid network. Jadi Kompas Gramedia Magazine itu berubah nama jadi Grid Network. Jadi di bawah Grid Network itu ada empat bidang, pertama digital satu, digital satu itu, sebentar ulang. Di bawah grid itu ada empat

bidang, pertama penerbitan cetak, itu yang make percetakan kan Nova, Natgeo, Nakita. Terus ada yang namanya digital. Nah digital itu di bawahnya ada dua, pertama digital satu dan digital dua. Yang di digital satu itu HAI, Cewekbanget, Intisari, Grid. Digital dua itu memayungi Grid Oto, Bolasport. Terus yang di divisi ketiga ini ada yang semacam agensi. Jadi si Kompas Gramedia itu bikin agensi gitu untuk menerima pekerjaan dari klien. Misalkan ada klien Pertamina minta diurusin media sosialnya, terus Grid Factory yang turun tangan. Terus satu lagi, namanya Grid Voice, ini semacam bikin manajemen influencer. Itu kayak manajemen untuk para youtuber gitu. Tapi cakupannya gak Cuma youtuber, lebih luas lagi.”

Gambar 4.2 Tampilan Website HAI

(Sumber: hai.grid.id)

Sejak penerapan transformasi digital tersebut, Rizki Ramadan merasakan banyak perubahan yang terjadi dalam tubuh HAI. Pertama ialah

perubahan dari medium yang dipakai. Bila dahulu HAI hadir dalam versi majalah dan online, kini HAI hanya menyapa para pembacanya lewat format online saja, yakni menggunakan website, dan media sosial.

“Formatnya berubah jadi digital online. Di online itu kita kontennya jadi lebih banyak, multimedia. Pertama kita bikin konten utamanya di Web. Web-nya itu HAIonline.com yang ada di subdomain Grid. Di situ tuh kita ngeshare kayak artikel-artikel harian. Terus, sebagai cabangnya HAI online itu kita punya IG untuk ngepost berita-berita singkat, terus ada Twitter, FB, Line, tiga itu dipakai untuk ngeshare berita-berita dari HAI online. Sama Youtube juga. Youtube tuh untuk video, untuk mengupload konten-konten video.”

Hal kedua yang berubah menurut Rizki Ramadan ialah dari struktur redaksional HAI. Semenjak transformasi digital, struktur organisasi keredaksian HAI mengalami perombakan yang cukup signifikan. Dahulu, saat masih ada majalah, keredaksian HAI diisi oleh 20 orang yang terbagi ke dalam beberapa posisi, seperti, pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, editor, reporter, redaktur foto, redaktur desain, designer, illustrator, serta stylist.

Namun, setelah melakukan transformasi digital, keredaksian HAI hanya menyisakan empat orang saja, dengan posisi inti managing editor, editor, dan dua reporter. Selain itu, redaksional HAI juga dibantu oleh satu orang pemimpin redaksi yang membawahi beberapa media sekaligus. Ada pula beberapa pekerja lepas yang menempati posisi reporter dan pengelola media sosial.

“Struktur organisasi berubah, yaitu mengikuti manajemen di sini secara keseluruhan. Yang tadinya strukturnya agak banyak, sekarang jadi dirampingin. Dulu si HAI itu bisa sampe 20 orang. Ada pemimpin redaksi, ada redaktur pelaksana, ada editor desk,

reporter. Di urusan visual, ada redaktur foto, redaktur desain, desainer, ilustrator dan stylist. Awak HAI pun banyak yg memilih untuk cabut. Hingga sekarang tersisa 4 orang. Di struktur redaksi sekarang, posisi inti yang ada adalah managing editor, editor, dan dua reporter. Hai juga ada pekerja lepas di posisi reporter dan admin media sosial. Pemimpin redaksi HAI juga dilebur. Satu pemred sekarang membawahi beberapa media sekaligus.”

Gambar 4.3 Redaksional HAI

(Sumber: hai.grid.id)

Perubahan pada struktur organisasi tersebut, turut berdampak pada sistem kerja redaksional HAI. Berdasarkan penuturan Rizki Ramadan, dahulu, sebelum bertransformasi, sistem kerja redaksional HAI tidak hanya berfokus ke media online saja. Redaksional HAI masih harus membagi fokus kerjanya untuk pembuatan konten di majalah.

Proses pembuatan konten majalah diawali dengan rapat redaksi setiap tiga minggu sebelum penerbitan. Rapat redaksi berguna untuk

menentukan ide artikel rutin setiap rubrik, ide artikel topik lepas, dan ide artikel liputan khusus. Pengerjaan kontennya sendiri, baik liputan, penulisan, maupun penyuntingan, harus diselesaikan dua minggu sebelum majalah diterbitkan. Baru setelah itu di tahap terakhir, tim designer menyusun desain majalah yang akan diterbitkan.

“Saat masih ada majalah redaksi dibagi dua, yang ngurus cetak sama yang ngurus digital. Sistem kerja rutin anak majalah, yang pertama ada perencanaan, di mana setiap edisi sudah dirapatin tiga minggu sebelumnya. Kami rapat tiap Senin. Ada tiga jenis artikel yang dirapatin. Artikel rutin setiap rubrik, jadi di rapat itu, reporter tiap rubrik ngajuin ide artikelnya. gue megang rubrik sekolah, Jeanett film, Agasi kampus, Rian musik, Meri kesehatan. Artikel topik lepas, ini semacam artikel in-depth tentang suatu isu, bebas topiknya. Artikel lipsus, ini artikel indepth kalau ada edisi khusus. Setelah rapat, kami uda bisa nyicil kerjain. Tapi baru bener-bener diselesaikan di minggu kedua sebelum terbit. Inti alur kerjanya yaitu meeting redaksi, liputan, nulis, edit, desain, dan cetak.” Sementara, setelah kini bertransformasi digital, sistem kerja redaksional HAI hanya berfokus ke media online saja. Redaksi HAI dituntut untuk memproduksi konten secara lebih cepat dan lebih banyak setiap harinya. Selain itu, redaksi HAI juga perlu pintar dalam membuat artikel-artikel yang berasal dari satu tema, namun dibuat ke dalam banyak sudut pandang.

“Sekarang kita harus makin cepat, dalam penentuan tema, lihat apa yang lagi trending, terus kita harus bisa bikin artikel saat itu juga. Gak cukup satu artikel, jadi ya harus banyakin angle beritanya. Pokoknya perbanyak angle hanya dari satu tema. Dan karena semua bisa dihitung banget di dunia digital itu jadi suatu tantangan buat kita. kita ditargetin satu bulan itu HAI harus mencapai let say 4 juta page view. Itu harus dikejar banget, jadi kalau pun kita belum mencapai target itu ya harus cari cara untuk bikin konten yang banyak mendatangkan audiens.”

Pola rapat redaksi tetap diberlakukan pada sistem kerja redaksional HAI pasca bertransformasi digital. Rizki Ramadan menyebut, bahwa rapat redaksi HAI dibagi menjadi dua tipe, yakni rapat redaksi bulanan dan rapat redaksi mingguan. Rapat redaksi bulanan ditujukan untuk proses evaluasi, penentuan ide konten artikel liputan khusus, serta konten video di Youtube. Sedangkan, rapat redaksi mingguan akan membahas perencanaan produksi konten mengenai isu-isu menarik yang terjadi selama seminggu.

“Nah, sistem kerja anak digital sekarang ini, rapat ada dua jenis, yaitu rapat bulanan dan rapat mingguan. Di bulanan ngomongin evaluasi konten, dan ngerencanain artikel lipsus bulanan, ngomongin konten video. Di rapat mingguan, kita ngebahas isu apa yang kira-kira menarik di seminggu itu. Dijabarin juga ide-ide artikel dari isu itu.”

HAI kini juga melakukan pembagian rubrik pada sistem kerja redaksionalnya. HAI sendiri memiliki beberapa rubrik, yakni, trending news, musik, olahraga, sekolah, dan self improvement. Namun, dikarenakan jumlah sumber daya manusia yang ada di redaksional HAI terbilang sedikit, maka tiap orangnya akan merangkap beberapa rubrik sekaligus. Rizki Ramadan selaku managing editor menangani rubrik sekolah dan teknologi. Rahardian Sidik selaku editor menangani rubrik olahraga dan musik. Alvin Bahar selaku editorial staffs menangani rubrik trending news, gaya hidup, dan fashion. Sementara, Fadli Adzani yang juga menjabat Editorial Staffs, ditunjuk untuk menangani rubrik olahraga dan teknologi.

“Kalo dari sistem redaksi tetep ada pembagian-pembagian rubrik, ada penjaga tiap rubrik. Fokusnya tuh ke musik film, trending news olahraga sekolah sama self improvment, tapi karena sekarang

orangnya dikit jadi satu orang merangkap beberapa rubrik sekaligus. Misalnya adi pegang musik sama sport dan teknologi. Terus si ryan pegang sport, karena ryan editor jadi cakupannya kecil, jadi cuma sport dan musik, bantu-bantu si adi. Trus si alvin ini lebih fokus ke trending news, lifestyle dan fashion. Terus gue sendiri pegang sekolah, isu pendidikan, sama teknologi.”

Setelah bertransformasi digital, konten video HAI untuk Youtube masih mengalami masa adaptasi dan pengembangan. Adhi Quardianto menuturkan, HAI kini tak lagi mempunyai sumber daya manusia yang menangani divisi video. Sebagai gantinya, Grid Id Network menyiapkan tim khusus tersendiri untuk mengisi urusan video tersebut.

Namun, tim video ini ternyata harus melayani kesemua media yang berada di bawah naungan Grid Id Network. Grid Id Network sendiri membawahi 13 media, termasuk HAI. Maka dari itu, konten video HAI untuk Youtube sudah tidak bisa seintensif dulu lagi, dan sedang ditinjau kembali sistem pengembangannya.

“Tadinya HAI punya SDM khusus yang bergerak di bidang audio video, tapi itu sekarang udah gak ada. Kenapa? Itu karena sekarang SDM-nya diberdayakan untuk melayani sekian banyak domain di grid id network. Jadi si HAI sendiri dia gak punya lagi tuh tim videografer tim fotografer khusus itu gak ada. Sejak itu konten di Youtube HAI udah gak seintensif dulu. Tapi untuk memperbaikin kita mau coba lagi tuh dari HAI Day yang mau kita jalanin di april mendatang, nah itu salah satunya mau kita coba manfaatin youtube lagi.”

Rizki Ramadan juga menjelaskan, bahwa transformasi digital juga membawa perubahan pada tingkat interaksi antara HAI dan para pembacanya. Bila dalam format majalah, interaksi antara HAI dan para pembacanya sangatlah berjarak. HAI tidak bisa mengetahui secara langsung tanggapan khalayak atas konten yang telah dibuat.

Hal ini sungguh berbeda dengan yang dirasakan HAI saat memanfaatkan teknologi digital. HAI bisa mengetahui secara langsung tanggapan khalayak atas konten yang dibuat. Perubahan tersebut pun membuat interaksi antara HAI dan para pembacanya menjadi lebih dinamis dan berlangsung secara realtime.

“Dulu tuh kalo majalah, majalah udah jadi, disebar ke distributor, kita gatau lakunya berapa, reaksinya, respon orang-orang setelah baca artikel kita gimana. Nah kalau di digital tuh kita mengetahui persis kayak gimana reaksi orang, terus berapa orang yang baca artikel kita, terus ada masukan apa dari si audiens. Jadi sangat dinamis dan realtime. Enaknya interaktif sama pembacanya jadi saat itu juga. Kalau dulu kan majalah, kita sama pembaca tuh sangat berjarak banget kan. Kalau ini lebih deket gitu.”

Mendapati segala perubahan yang ada, Rizki Ramadan menuturkan bahwa HAI perlu mengalami proses adaptasi. Namun, Rizki Ramadan merasa beruntung, sebab, dari seluruh media yang ada di dalam Grid Network, HAI bukan satu-satunya media yang mengalami transformasi digital. HAI pun bisa beradaptasi dengan mempelajari pola-pola yang diterapkan oleh media tetangga.

“Sebenernya bisa-bisanya kita sih, orang-orang redaksi untuk beradaptasi sama dunia digital ini. Kita untungnya lagi, HAI ini dibawah Grid Network. Jadi, HAI bukan satu-satunya media yang pindah dari majalah ke digital. Jadi kita bisa ngeliat dan mempelajari pola-pola sama media tetangga.”

Dokumen terkait