• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Konstruksi Protein Fusi anti-EGFRvIII scFv ::GFP dengan

4.2.3 Transformasi, seleksi dan analisis P pastoris

Plasmid rekombinan pPICZα-scFv-GFP-HPR dengan sekuen yang telah

dikonfirmasi dilinierisasi dengan enzim SacI kemudian ditransformasi ke dalam P. pastoris untuk produksi protein imunotoksin rekombinan. Protein rekombinan

yang diekspresikan difusi dengan sinyal sekresi faktor-α pada ujung-N danc-myc

dan His-tag pada ujung-C. Dari transformasi plasmid rekombinan tersebut didapatkan 51 koloni independen transforman P. pastoris dengan efisiensi

transformasi sebesar 1,02 × 102 cfu/µg DNA. Efisiensi transformasi ini relatif rendah dibanding nilai efisiensi transformasi yang disebutkan dalam beberapa laporan dan protokol yang dapat mencapai 103 sampai 104 transforman/

g

plasmid DNA dengan teknik elektroporasi (Invitrogen, 2010). Beberapa hal dapat menjadi penyebab rendahnya efisiensi transformasi yang diperoleh, seperti kondisi pertumbuhan sel, densitas sel, waktu inkubasi setelah penambahan larutan pada saat transformasi, media yang digunakan untuk seleksi, jumlah DNA yang digunakan, dan sel ragi yang digunakan untuk transformasi. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa efisiensi transformasi sel yeast menggunakan elektroporasi dengan suspensi sel dalam 1M sorbitol bisa mencapai 3×105 transforman/g DNA, sedangkan transformasi dalam bufer HEPES menghasilkan

2 sampai 8×103transforman/g plasmid DNA (Gietz dan Woods, 2001). Plasmid

yang digunakan biasanya tidak mengandung replikon ragi sehingga integrasi plasmid rekombinan ke dalam genom diperlukan agar P. pastoristransforman

stabil (Gietz & Woods, 2001).

Gambar 15 Uji kestabilan genetik dan seleksi insersi gen ganda pada koloni yeast transforman pada media YPD-agar zeocin, dengan konsentrasi zeocin bertingkat: 0 µg/ml (A), 100 µg/ml (B), 200 µg/ml (C), 500 µg/ml (D), dan 1000 µg/ ml (E).

Beberapa vektor ekspresi untuk P. pastoris dapat meningkatkan jumlah

28

terintegrasi dalam genom berkorelasi dengan jumlah protein yang diekspresikan. Semakin banyak salinan gen, semakin tinggi ekspresi protein rekombinan. Vektor

pPICZα membawagen resistensi zeocin yang dapat digunakan dalam menyeleksi

transforman yang mengandung multikopi gen. Adanya insersi multikopi gen dapat diidentifikasi melalui peningkatan resistensi terhadap zeocin.

Analisis multikopi gen dilakukan dengan menumbuhkan koloni transforman tunggal pada media YPDA yang mengandung zeocin dengan konsentrasi meningkat 100, 200, 500, dan 1000 µg/ml (Gambar 15). Sebagai kontrol digunakan media YPDA tanpa zeocin. Uji multikopi gen dilakukan dengan menumbuhkan koloni transforman tersebut pada medium dengan konsentrasi zeocin meningkat. Sebagain besar koloni transforman tumbuh stabil pada media kontrol dan media dengan zeocin sampai dengan konsentrasi 500 µg/ml. Sedangkan pada media dengan konsentrasi zeocin 1000 µg/ml, beberapa koloni tampak terhambat pertumbuhannya. Diperoleh sekitar 53% koloni yang stabil pertumbuhannya. Sama halnya dengan fusi gen scFv::HPR, penentuan jumlah salinan gen diprediksi berdasarkan Nordén et al.(2011). Diperlukan minimal satu

salinan gen Sh bleyang menyandi resistensi terhadap zeocin untuk dapat tumbuh

pada medium dengan 100 µg/ml zeocin, 4 salinan gen pada 500 µg/ml dan 9 salinan gen pada 1000 µg/ml. Klon mengandung 17 salinan gen dapat dijumpai pada transforman yang tumbuh baik pada medium dengan zeocin 2000 µg/ml.

Gambar 16 Elektroforegram hasil PCR koloni dari beberapa klon yeast transforman untuk konfirmasi integrasi fusi gen scFv::GFP::HPR

dalam genom P. pastoris. Ukuran panjang dari fusi gen scFv::GFP::HPR adalah sekitar 1900 pb. Tanda panah

menunjukkan pita DNA dari fusi gen yang dimaksud. M= penanda DNA; 1-2 =kontrol negatif; 3-12 = klonP. pastoristransforman.

PlasmidpPICZαyang mengandung fusi genscFv::GFP::HPRtelah berhasil

diintegrasikan ke dalam genomP. pastoris. Seleksi genom transforman dilakukan

dengan metode PCR koloni terhadap 10 koloni transforman. Pasangan primer VH101-F dan HPRmut-R digunakan untuk mendeteksi fusi gen tersebut dalam genom yeast. Dari 10 koloni yang diseleksi, semua koloni menunjukkan produk PCR berupa pita DNA berukuran sekitar 1900 pb (Gambar 16). Ukuran dari fusi gen scFv:GFP::HPR adalah 1900 pb. Dari hasil analisis ini diduga semua

29

Galur P. pastoris transforman yang digunakan dalam uji ekspresi protein

rekombinan menunjukan fenotipe berupa pendaran fluoresen hijau. Gambar 17 menunjukkan hasil pengamatan terhadap sel P. pastoris transforman yang

berpendar di bawah mikroskop flouresen. Pendaran fluoresen hijau tersebut berasal dari protein GFP yang merupakan bagian dari protein fusi rekombinan tersebut. Huang dan Shusta (2006) menyatakan bahwa GFP banyak digunakan sebagai penanda dinamika intraseluler dan lokalisasi protein. Efisiensi sekresi protein scFv dan protein fusi scFv bervariasi, dan GFP dapat berperan sebagai penanda untuk mengetahui jalur sekresi protein heterolog. Protein fusi yang disekresikan ini diharapkan membentuk fusi protein yang fungsional, karena gugus GFP yang aktif hanya akan berpendar bila protein tersebut mengalami maturasi dan terfolding dengan tepat. Perbedaan posisi relatif protein fusi (GFP dan scFv, baik diujung-Natau -C) tidak berpengaruh terhadap jumlah protein yang dihasilkan namun lokalisasi intraselulernya memiliki pola yang berbeda.

Gambar 17 Pengamatan P. pastoris transforman dan non-transforman dengan

mikroskop flouresen pada fase kontras (lajur kiri) dan fase flouresen (lajur kanan). A. Sel non transforman tanpa GFP (kontrol) ; B dan C. Sel transforman yang mengandung GFP dari klon no. 48 dan 50. Hal ini membuktikan bahwa gen penanda GFP yang diintegrasikan pada

vektor pPICZα dapat terekspresi pada sel P. pastoris. Pengamatan dengan

mikroskop fluoresen terhadap sel transforman menunjukkan bahwa pada sebagian sel tampak seperti adanya partikel berfluoresen yang terjebak di dalam sel, ada yang keseluruhan sel berpendar hijau, atau sel berpendar dengan tingkat pendaran bervariasi. Pembentukan partikel flouresen di dalam sel ini dapat terjadi karena pelipatan fusi protein dengan GFP terjebak dalam sitoplasma. Hal tersebut kemungkinan terjadi sebagai konsekuensi dari tingkat kelarutan GFP yang tinggi dalam sitoplasma dan karena ekspresi protein heterolog yang sangat tinggi.

30

Namun demikian ada kemungkinan lain dimana terjadi transfer GFP ke beberapa organel (Zupan et al. 2004). Sementara itu pada sebagian sel yang memiliki

efisiensi sekresi tinggi akan menunjukkan pendaran lebih lemah, disebabkan protein yang diproduksinya segera disekresikan keluar sel secara efektif. Sedangkan bila sel mangalami kendala dalam proses sekresi protein, seperti inefektif dalam memproses atau memotong sinyal peptida, maka kemungkinan protein tersebut akan terakumulasi pada permukaan sel. Proses pemotongan sinyal peptida umumnya berlangsung pada tahap akhir proses protein di retikulum endoplasmik (ER) atau pada permukaan sel dimana banyak dijumpai endoprotease yang memproses protein ekstraselular.

Gambar 18 Ekspresi protein khimera scFv::EGFP::HPR dari beberapa klon P. pastoristransforman (6 klon), dianalisis dengan metode slot-blot (A)

dan elektroforesis gel SDS PAGE (B). (A) Analisis slot-blot protein (sampel duplo); kolom 1: kontrol negatif; kolom 2-7: protein ekstraseluler dari kultur media yeast transforman. (B) Elektroforesis gel protein rekombinan dari sampel media kultur yang dipekatkan dari klon no.48 (lajur-1) dan klon no.50 (lajur-2).

Fusi protein scFv rekombinan yang dikonstruksi mengandung sekuen penanda his-tag (6xHis) pada ujung-C. His-tag ini umumnya digunakan pada

analisis protein untuk memudahkan produksi, purifikasi, dan deteksi protein yang diinginkan. Karena itu analisis imunoblotting dengan metode slot blot dilakukan

menggunakan antibodi antihis-tagsebagai antibodi primer. Dari hasil analisisslot blot terhadap enam sampel terpilih terlihat bahwa protein fusi rekombinan

tersebut terdeteksi dengan baik menggunakan antihis-tag(Gambar 18A). Analisis slot blot merupakan teknik semi-kualitatif yang dapat digunakan untuk deteksi

dan karakterisasi protein rekombinan total yang diekspresikan baik pada E. coli

maupun sistem ekspresi lain seperti yeast. Sedangkan elektroforesis SDS-PAGE danwestern blotdapat mendeteksi protein target lebih spesifik dengan sensitivitas

lebih tinggi dan dapat memperlihatkan bobot molekul yang jelas dari protein yang dianalisis (Zhuet al.2005).

Purifikasi protein menggunakan kromatografi kolom afinitas Ni-NTA agarose (Qiagen) dilakukan untuk isolasi dan purifikasi protein rekombinan yang dihasilkan oleh P. pastoris. Hasil purifikasi dianalis lebih lanjut dengan

elektroforesis SDS-PAGE danwestern blot. Dari hasil SDS-PAGE (Gambar 19A)

31

larutan imidazol (Gambar 19A, lajur-3, 4, 5). Tampak pada gel bahwa protein hasil isolasi memiliki tingkat kemurnian cukup baik, bila dibandingkan dengan sampel awal protein tersebut (Gambar 19A, lajur-2). Protein target secara efisien dipertahankan pada kolom matriks. Setelah proses pencucian kolom untuk menghilangkan protein kontaminan lain, protein target dapat dengan mudah dielusi baik dengan mengatur kondisi pH pada kolom atau dengan menambahkan larutan imidazol ke dalam kolom (Bornhorst & Falke 2000). Analisiswestern blot

(Gambar 19B) juga dilakukan untuk mengetahui bobot molekul protein scFv

rekombinan yang dihasilkan. Dari analisis western blot tampak adanya pita

protein yang terdeteksi pada membran yang menunjukkan ukuran dari pita tersebut berkisar 55 kDa (Gambar 19B). Pita protein tersebut tampak jelas pada membran dan hanya ada satu pita protein yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pita protein tersebut merupakan protein target yang dihasil olehP. pastoris

transforman. Berat molekul protein fusi scFv::GFP::HPR secara teoritik adalah 70 kDa yang dihitung menggunakan program ‘Compute pI/Mw tool’ dari salah situs

pangkalan data protein (http://web.expasy.org/cgi-bin/compute_pi/pi_tool). Perhitungan teoritis didasarkan pada jumlah dan jenis asam amino penyusun dengan algoritma yang relatif kompleks, namun perhitungan tersebut tidak sesuai dengan berat molekul yang diperoleh melalui eksperimental, yaitu 55 kDa (Lampiran 10). Perbedaan ukuran molekul protein antara perhitungan secara teoritis dengan perhitungan secara eksperimental pada gel SDS PAGE dapat terjadi, seperti yang juga dialami oleh Trung et al. (2006) dan dapat disebabkan

oleh beberapa hal. Trung et al. (2006) melakukan fusi protein rekombinan

ButaIT/GNA yang mengandung polipeptidaButaITyang difusi pada ujung-N dari snowdrop lectin. Protein fusi tersebut dimigrasikan pada SDS PAGE dan

menunjukkan perbedaan ukuran (dari ukuran teoritis) yang diduga karena polipeptida toksin tersebut memiliki kandungan sistein yang tinggi. Nicot et al.

(2002) memprediksi protein human/rat M-CPTI danpig L-CPTIbermigrasi lebih

cepat pada gel elektroforesis SDS dibandingkan dengan berat molekul yang diprediksi. Fenomena ini diperkirakan karena protein mempertahankan anomali pola migrasi pada produksi secara in vitro, karena adanya perbedaan intrinsik

pada struktur primer pada kedua protein. Menurut Rath et al. (2009) pergeseran

berat molekul protein pada gel SDS PAGE tampaknya menjadi kejadian yang relatif umum. Penyebab perbedaan migrasi ini antara lain karena perubahan pengikatan SDS dan konformasi jepit rambut (hair pin). Keduanya merupakan

komponen yang saling terkait yang dianalogikan dengan pelipatan protein. Pertama, pelapisan dari daerah transmembran oleh rantai asil detergen dan adopsi konformasi heliks, dan kedua kompetisi diantara protein-protein dan kontak antara protein dengan detergen. Perbedaan ukuran antara perhitungan teoritis dan perhitungan pada gel SDS PAGE ini juga diduga karena adanya proses modifikasi pascatranslasi pada protein yang dihasilkan dari organisme eukariotik seperti yang diproduksi pada P. pastoris.Proses ini termasuk glikosilasi yang berfungsi secara

biologis untuk berbagai hal, seperti pembentukan dinding sel, pembelahan sel, perkembangan siklus sel, dan pelipatan protein (Bobrowiczet al.2004). Powerset al. (2001) mengemukakan bahwa heterogenitas berat molekul yang diamati bisa

disebabkan oleh perbedaan dalam proses glikosilasi atau pengolahan sinyal peptida yang digunakan. Hal tersebut telah dibuktikan dengan sekuensing N- terminal dan analisis deglikosilasi dari hasil purifikasi human IgG1 scFv-Fc

32

protein yang menghasilkan N-glikosilasi ditunjukkan oleh pita yang lebih tingi sedangkan protein yang tidak terglikosilasi ditunjukkan oleh pita yang lebih rendah.

Gambar 19 Isolasi dan purifikasi protein fusi rekombinan scFv::GFP::HPR dari salah satu galur P. pastoris transforman. Analisis protein dilakukan

dengan teknik SDS-PAGE (A) dan western blot (B). 1: penanda protein; 2: crude protein; 3-5: fraksi elusi hasil purifikasi protein

dengan kolom afinitas.

Penentuan konsentrasi protein dilakukan menggunakan Qubit® Fluorometer (invitrogen). Pada sampel protein dari proses purifikasi didapatkan konsentrasi protein rekombinan pada fraksi elusi E1, E2, dan E3 masing-masing 720, 484 dan 376 µg/ml dengan volume dari masing-masing fraksi adalah 250 µl. Dengan demikian estimasi total protein rekombinan hasil purifikasi (dari 3 fraksi elusi saja) mencapai 15,85 mg per L kultur. Tingkat ekspresi protein fusi rekombinan pada penelitian ini setara dengan hasil yang pernah dilaporkan penelitian lainnya untuk jenis protein yang hampir sama. Huang & Shusta (2006) menyebutkan tingkat ekspresi protein dari antibodi untai tungal sekitar 20 mg/L kultur, menggunakan sel inang S. cerevisiae. Hasil yang hampir sama didapatkan dari

purifikasi total protein rekombinan scFv anti-ED-B domain fibronectin pada P. pastorissebesar 5 sampai 20 mg per liter kultur (Martyet al.2001). Sementara

itu Maenget al. (2012) melaporkan produksi protein rekombinan anti-BNP scFv

hasil purifikasi pada P. pastoris mencapai 150 mg per liter kultur. Hal ini

menunjukkan bahwa jenis protein yang berbeda dapat mengalami pengolahan jalur sekresi yang berbeda dan mengalami perbedaan hambatan sekresi yang berbeda pula.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait