• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trend dan Siklikal Business Cycle Indonesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Trend dan Siklikal Business Cycle Indonesia

Untuk melihat karakteristik fluktuasi suatu perekonomian, maka penting

untuk mendefinisikan magnitude ekonomi makro. Magnitude ekonomi makro

ditentukan oleh siklus variabel referensi. Penelitian ini juga memilih PDB riil

sebagai variabel referensi, karena PDB riil dianggap sebagai salah satu alat ukur

aktivitas ekonomi yang paling akurat dalam level agregat. Data triwulanan PDB

riil Indonesia dalam bentuk logaritma dari tahun 1990 sampai tahun 2005 dapat

dilihat dalam Gambar 3. Grafik menunjukkan bahwa dari segi magnitude, PDB

Namun, mulai triwulan kedua tahun 1998 sampai triwulan kedua tahun 1999

mengalami penurunan, setelah itu kembali mengalami peningkatan. Grafik juga

menunjukkan adanya fluktuasi musiman (seasonal oscillation).

Gambar 3. Grafik log PDB riil Indonesia Triwulanan

Kehadiran fluktuasi musiman merupakan karakteristik umum yang

dijumpai dalam aktivitas ekonomi yang umumnya cenderung menguat dalam

triwulan keempat dan terkompensasi dengan penurunan selama triwulan pertama

dalam satu tahun kalender. Adanya perilaku musiman ini mempunyai implikasi

penting baik secara empirik maupun teoritik. Seperti telah dijelaskan sebelumnya

dalam metode penelitian, dengan menggunakan teknik HP filter komponen siklikal diekstraksi dari time series yang telah lebih dahulu dikeluarkan dari pengaruh fluktuasi musiman (seasonally adjusted).

Gambar 4. Grafik Trend PDB

Hal ini dilakukan dengan menggunakan metode yang secara eksplisit

dimasukkan sebagai karakteristik spesifik dari proses generasi data. Sebagai

hasilnya, estimasi yang diperoleh telah mengeliminir pengaruh musiman ini.

Metode yang digunakan untuk mengeliminir pengaruh musiman dari variabel

makro ekonomi adalah seasonally adjusted dari X-12 dalam softwareE-Views. Gambar 4 dan 5 masing-masing merupakan plot dari trend PDB dan

siklikal PDB. Trend PDB menunjukkan perekonomian Indonesia melalui tiga

fase, yaitu fase peningkatan sampai periode tahun 1995, kemudian diikuti dengan

fase perlambatan hingga akhir tahun 1999, dan peningkatan kembali pada awal

tahun 2000. Hasil filtering ini dapat menjadi aba-aba bagi Indonesia bahwa jika

dilakukan dekomposisi PDB dari komponen yang bersifat musiman dan irreguler, maka pada tahun 1995 sebenarnya sudah dimulai fase perlambatan. Fase ini

berbeda dari fase sebelumnya. Jika hal ini dicermati, maka seharusnya sejak tahun

1995 telah dapat dilakukan evaluasi terhadap kebijakan yang sudah dilakukan dan

perencanaan dapat dilakukan untuk mengantisipasi perlambatan pertumbuhan

ekonomi ini.

Plot estimasi siklikal PDB selama periode penelitian menunjukkan

terdapat beberapa deviasi. Setelah tahun 1998 menunjukkan bahwa PDB

mengalami penurunan yang tajam sebagai dampak dari krisis ekonomi.

Sementara, pada masa-masa sebelumnya terlihat bahwa fluktuasi makro ekonomi

Indonesia tidak terlalu volatil. Pergerakan PDB tidak berada jauh di sekitar garis

trend. Keadaan perubahan ini selanjutnya akan terlihat pada seluruh variabel

Hal ini menunjukkan bahwa sebelum krisis terjadi, indikator PDB

Indonesia kelihatan cukup baik. Banyak kalangan yang tidak mengira krisis akan

berdampak demikian parah. Pada saat krisis, terjadi kontraksi yang dalam dan

belum pernah terjadi sebelumnya. Pada saat yang sama trend PDB yang selama ini

terus meningkat terlihat berubah menjadi mendatar. Keadaan perubahan ini

selanjutnya akan terlihat terjadi pada seluruh variabel makro ekonomi lainnya.

Seluruh variabel berubah dari pola awalnya akibat terjadinya krisis ekonomi

(Supriana, 2004).

Hasil dari analisis menunjukkan bahwa titik balik (turning point) dari

business cycle Indonesia dilampaui setelah satu tahun. Titik balik bawah (through) tercapai pada triwulan keempat tahun 1998. Memasuki tahun 1999 terlihat telah

terjadi recovery. Setelah pada tahun 1998 mengalami kontraksi terdalam di mana pertumbuhan ekonomi mencapai -13.1%. PDB mulai bergerak naik kembali ke

trendnya semula. Pada awal tahun 1999 pertumbuhan ekonomi sebesar 1.34%.

Pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh naiknya permintaan domestik,

khususnya konsumsi.

4.1.2. Trend dan Siklikal IHK

Trend Indeks Harga Konsumen (IHK) mengalami tiga fase, yang pertama

meningkat perlahan, kedua mulai tahun 1997 meningkat tajam, dan ketiga

menurun dengan tajam pada awal tahun 2002. Trend dan siklikal variabel ini

seperti dijelaskan sebelumnya berubah secara tajam setelah terjadi krisis ekonomi

Sebelum tahun 1995 terlihat siklikal indeks harga berada di sekitar garis

trend dengan deviasi yang kecil sekali lebih kecil dari 5 %, kecuali pada saat

krisis, deviasi mencapai 30 %.

Gambar 6. Grafik Trend Indeks Harga Konsumen

Jika kita kaitkan dengan siklikal PDB pada masa sebelum krisis, terlihat

bahwa siklikal indeks harga lebih kecil deviasinya. Terlihat bahwa ketika PDB

Indonesia sampai pada titik balik bawah (through), indeks harga mencapai titik balik atas (peak) untuk kembali ke trendnya semula. Bagaimana korelasi antara PDB dan indeks harga akan dianalisis pada bagian selanjutnya.

Pada tahun 1995 terlihat siklikal indeks harga mulai terkontraksi dan

berlanjut menjadi kontraksi yang sangat dalam hingga awal tahun 1998. Siklikal

ini akhirnya mengalami ekspansi yang sangat tinggi pada saat krisis pertengahan

tahun 1998. Pada saat yang sama PDB Indonesia terkontraksi sangat dalam.

Ekspansi ini berhenti setelah mencapai titik balik atas (peak) dan bertahan mendatar pada triwulan ketiga tahun 1998. Mulai kontraksi kembali pada akhir

tahun yang sama. Kontraksi yang terjadi terlihat melampaui garis trend ke arah

negatif, yang menjadi tanda telah terjadi deflasi. Hal ini menunjukkan terjadinya

kenaikan harga yang tidak terkendali pada saat krisis. Terjadinya deflasi

menunjukkan trend indeks harga telah kembali ke kondisi normal. Setelah tahun

2001 siklikal indeks harga mencapai titik balik bawah (through) kembali ke garis trendnya.

4.1.3. Trend dan Siklikal Variabel Luar Negeri

Siklikal nilai tukar Indonesia tidak terlalu berfluktuasi sampai tahun 1995.

Trend nilai tukar terlihat melalui beberapa fase. Mendatar mulai tahun 1990-1995.

Peningkatan nilai tukar yang tajam inilah yang memacu terjadinya krisis ekonomi

Indonesia.

Gambar 8. Grafik Trend Nilai Tukar

Siklikal nilai tukar juga menunjukkan beberapa pola. Setiap kali siklus

mulai turun nilai tukar terapresiasi, terdepresiasi kembali melalui intervensi

pemerintah. Intervensi dilakukan dengan kebijakan devaluasi. Devaluasi ini

dimaksudkan untuk mengendalikan interval band (batas bawah maupun batas atas fluktuasi) nilai tukar. Setelah tahun 1997 hingga tahun 2001 terjadi beberapa

fluktuasi kemudian kembali ke tingkat semula sebelum akhirnya terdepresiasi

pada tingkat paling tinggi pada tahun 1997-1998. Nilai tukar ini akhirnya

menurun kembali dimulai tahun 2000 dan terjadi fluktuasi kecil beberapa kali dan

mulai stabil pada akhir tahun 2001. Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai tukar

tetap (fixed exchange rate) secara perlahan didepresiasikan, baru kemudian terlihat bahwa nilai tukar lebih fluktuatif.

4.1.4. Trend dan Siklikal Agregat Moneter

Dibanding dengan variabel makro ekonomi lainnya, ageregat moneter

Indonesia terlihat paling berfluktuasi. Trend dan siklikal agregat moneter

disajikan dalam Gambar 10-17.

Trend variabel ini meningkat terus menerus mendekati trend linier

sempurna. Siklikal penawaran uang mengalami beberapa kali ekspansi dan

kontraksi yang cukup tajam. Kontraksi uang giral yang terlihat dalam dimulai

pada tahun 1991, berkaitan dengan adanya kebijakan mengenai pengetatan

likuiditas. Uang kartal juga mengalami penurunan dan penawaran uang (money supply) mengalami hal yang sama.

Gambar 10. Grafik Trend Uang Kartal

Gambar 12. Grafik Trend Uang Giral

Gambar 14. Grafik Trend M2

Gambar 16. Grafik Trend Suku Bunga Domestik

Trend dan siklikal suku bunga jangka pendek Indonesia digambarkan

dalam Gambar 16 dan 17. Trend suku bunga cenderung mendatar dan mengalami

peningkatan sejak tahun 1995 serta mengalami puncaknya pada tahun 1998 dan

kemudian setelah tahun 1998 menunjukkan trend yang menurun. Siklikalnya

terlihat mengalami ekspansi pada tahun 1990 dan kontraksi tahun 1991. Ekspansi

yang sangat tajam terlihat pada tahun 1997 pada saat krisis, dan kontraksi kembali

pada tahun 1998.

Suku bunga perbankan Indonesia berada dalam posisi tertinggi di kawasan

Asean dimaksudkan untuk mencegah pelarian modal (capital flight). Hal ini dilakukan mengingat pelarian modal merupakan salah satu faktor penting yang

mendorong terjadinya ketidakstabilan ekonomi Indonesia.

Krisis nilai tukar yang terjadi beberapa bulan pada tahun 1994, telah

memaksa pemerintah melakukan kebijakan uang ketat dengan menaikkan suku

bunga hingga tahun 1995. Setelah itu suku bunga domestik menurun kembali.

Peningkatan suku bunga yang sangat tinggi terjadi pada tahun 1997 pada saat

krisis terjadi. Ketika nilai tukar menjadi tidak terkendali, pemerintah berupaya

mengendalikan depresiasi nilai tukar yang sangat dalam melalui peningkatan suku

bunga. Kebijakan ini terpaksa dilakukan apalagi didukung secara penuh oleh IMF

sebagai dokter bagi krisis Indonesia. Walaupun kebijakan ini merupakan

disinsentif bagi investasi dan menggoyahkan sektor riil, tetapi berlanjut hingga

tahun 1998.

Setelah tahun 1998 suku bunga kembali ke tingkat semula, selanjutnya

Kebijakan ini terus berlanjut hingga tahun 2001, di mana fluktuasi agregat

moneter telah mulai menurun.

Pergerakan suku bunga domestik selain dipengaruhi oleh faktor-faktor

internal juga dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, terutama perubahan tingkat

suku bunga Bank Sentral AS (Federal Reserve). Pada periode ini Bank Sentral AS terus menerus menekan tingkat suku bunga ke tingkat yang paling rendah dalam

rangka memberikan stimulus bagi perekonomiannya. Hal ini mempengaruhi

pertumbuhan suku bunga Indonesia yang cenderung menurun setelah tahun 1998.

Dokumen terkait