• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PERUSAHAAN GO PUBLIC

B. tugas Dan Fungsi Perusahaan Go Public

Dalam rangka melakukan proses pembangunan yang dapat mengantisipasi adanya dampak negatif selain adanya dampak positif pembangunan, berarti pula adanya kecermatan dan ketepatan perencanaan yang terpadu yang dapat mencakup semua aspek yang terkait, baik dari segi negatifnya maupun dari segi positifnya.

Dari kenyataan yang di lihat dan rasakan bersama menunjukkan bahwa pembangunan itu pada awalnya hanya mengacu pada segi positifnya saja, terutama dalam mengejar ketinggalan perekonomian Indonesia terhadap negara-negara lain dan juga untuk penyerapan tenaga kerja yang sangat merisaukan karena besarnya jumlah pengangguran pada waktu itu. Oleh karena itu, pemerintah pada saat mengumandangkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) belum memikirkan masalah lingkungan seperti sekarang ini. Pemerintah hanya memikirkan pada tujuan pokok untuk mengundang investor agar bersedia menanamkan modalnya di Indonesia sebagai langkah maju dalam mengupayakan perbaikan perekonoian Indonesia.49

Menyadari akan pentingnya pembangunan dibidang penanaman modal yang berwawasan lingkungan tersebut, maka pemerintah dengan gencarnya mulai mengeluarkan berbagai peraturan yang menyangkut pembangunan yang

49

Netty S.R. Naiborhu. Peranan Penanaman Modal dalam Menunjang Pembangunan Industri yang Berwawasan Lingkungan, (Malang: Penerbit Bayu Madia Juli 2004), hal 38.

berwawasan lingkungan. Dalam kurun waktu yang relatif singkat keluarlah berbagai peraturan yang mengatur tentang pencemaran dan lingkungan, mulai dari Undang-Undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Permendagri No. 1 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengendalian Pencemaran Bagi Perusahaan-perusahaan yang mengadakan modal menurut UU No. 1 tahun 1967 dan UU No. 6 Tahun 1968, keputusan Mendagri No. 8 tahun 1988 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Analisis Mengenai Dampak Lingkungan bagi Proyek-proyek PMA dan PMDN dan masih banyak lagi surat keputusan dari instansi yang terkait yang seakan-akan berlomba lari mengejar ketinggalannya. Kondisi seperti ini lahir setelah satu dasawarsa dilakukannya UU No. 1 Tahun 1967 dan UU No. 6 tahun 1968, berarti setelah pembangunan dibidang penanaman modal berjalan dan berhasil berkembang.50

Menurut pendapat K.E.S. Manik unsur utama terjadinya kerusakan lingkungan dibidang kehutanan disebabkan Pengusaha yang mempunyai Hak Penguasan Hutan (HPH), karena pengusaha HPH merupakan penyebab kerusakan hutan terbesar karena mereka hanya mengejar keuntungan materi saja. Persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur pengusahaan hutan tidak mereka laksanakan sehingga kayu hutan dibabat habis. Hal ini dapat terjadi, antara lain disebabkan kurangnya pengawasan, mentalitas dan integritas pengawasan yang

50

“bobrok”, pengusaha kurang tanggung jawb, dan pengusaha tidak peduli lingkungan.51

Dengan terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana merupakan tujuan utamapenegelolaan lingkungan hidup. Untuk mencapai tujuan ini, sejaka awal perencanaan kegiatan sudah diperkirakan perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan yang timbul sebagai akibat diselenggarakanya kegiatan pembangunan. Karen itu, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup ditetapkan bahwa setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan, wajib dilengkapi dengan AMDAL.

52

Sebagaimana diketahui bahwa setiap pembangunan akan membawa dampak terhadap perubahan lingkungan terutama eksploitasi sumber daya hutan dalam rangka pengolahan dan pemanfaatan hasil hutan jelas akan menimbulkan efek dari perubahan kondisi hutan tersebut. Dengan kata lain bahwa eksploitasi sumber daya hutan itu merupakan salah satu bentuk dari perusakan hutan. Akan tetapi perusakan hutan dalam bentuk ini, tidak digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana pendapat diatas. Hal ini karena perusakan hutan tersebut melalui mekanisme yang terstruktur dan tersistem yang melalui proses perencanaan atau manajemen yang matang dengan mempertimbangkan upaya-upaya perlingdungan hutan itu sendiri seperti dengan jalan reboisasi atau

51

Manik, K.E.S. Pengelolaan Lingkungan Hidup.(Jakarta: Djambatan, 2003). hal 79.

52

Alam Setia Zain, Hukum Lingkungan dan Konservasi Hutan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Juni 1997), hal. 14-15.

penebangan yang teratur dengan sistem tebang pilih dan sebagainya. Perusakan hutan yang berdampak negatif salah satunya adalah kejahatan illegal logging. Analisis yuridis tentang illegal logging yang merupakan kegiatan penebangan tanpa izin dan/atau merusak hutan adalah bahwa kegiatan illegal logging ini merupakan kegiatan yang unprediktible terhadap kondisi hutan setelah penebangan, karena diluar dari perencanaan yang telah ada. Perlindungan hutan direfleksikan dalam mekanisme konsesi penebangan hutan sebagai konsekuensi logis dari fungsi perijinan sebagai serana pengendalian dan pengawasan.53

Hutan yang merupakan bagian penting dari lingkungan hidup dalam pengelolaannya juga mempunyai asas yang sudah merupakan asas yangberlaku secara internasional yaitu asas hutan yang berkelanjutan/lestari (sustainable

forest) dan asas ecolabelling. Asas hutan berkelanjutan (sustainable forest) adalah

asas tentang pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan kerja sama internasional dalam pelestarian hutan dan pembangunan berkelanjutan. Asas

Dalam proses pengolahan dalam rangka pemanfaatan hutan diperlukan konsep yang dapat mengintegralisasi upaya pemanfaatan fungsi ekonomis dan upaya perlindungan kemampuan lingkungan agar keadaan lingkungan tetap menjadi serasi dan seimbang atau pengolahan hutan yang berkelanjutan/lestari (sustainable forest management) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable

development).

53

ecolabelling adalah asas tentang semua kayu tropis yang dijual harus berasal dari

hutan lestari melalui mekanisme pelabelan.54

Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa perbuatan illegal logging merupakan suatu kejahatan oleh karena dampak yang ditimbulkan sangat luas mencakup aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Kejahatan ini merupakan ancaman yang potensiil bagi ketertiban sosial dan dapat menimbulkan ketegangan serta konflik-konflik dalam berbagai dimensi, sehingga perbuatan itu secara faktual menyimpang dari norma-norma yang mendasari kehidupan atau keteraturan sosial. Bahkan dampak kerusakan hutan yang diakibatkan oleh kejahatan illegal logging ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang berada di sekitar hutan saja namun sirasakan secara nasional, regional maupun internasional.

Merusak hutan yang berdampak pada kerusakan lingkungan adalah merupakan suatu kejahatan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 48 UU No. 23 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), bahwa tindak pidana perusakan hutan adalah merupakan kejahatan. Salah satu bentuk perusakan hutan itu adalah illegal logging.

55

Sepintas lalu terlihat bahwa antara pembangunan dan lingkungan hidup terdapat pertentangan (konflik). Karena bila dilihat dari segi yang luas setiap pembangunan selalu memiliki dampak terhadap lingkungan hidup. Dimana