BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Tujuan dan Unsur-Unsur Dakwah
Tujuan dakwah merupakan salah satu unsur yang penting dalam aktivitas dakwah Islam, sebagaimana dalam aktivitas-aktivitas lainnya. Tanpa adanya tujuan yang pasti dan jelas, suatu aktivitas sulit berjalan dengan baik. Tujuan dakwah dapat diibaratkan sebagai sebuah mimpi atau cita-cita yang akan dicapai oleh da’i. Tujuan itu pada akhirnya akan
menentukan strategi dan bahkan menentukan besar dan kecilnya semangat seorang da’i dalam melakukan aktivitas dakwah Islam. Semakin
mantap dan jelas tujuan yang hendak dicapainya, maka strategi yang dirancang untuk mencapai tujuan semakin jelas pula. Dan akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap semangat seorang
da’i dalam menjalankan dakwahnya.13
Tujuan merupakan pernyataan bermakna, keinginan yang dijadikan pedoman manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu. Tujuan (objective) diasumsikan berbeda dengan sasaran (goal). Dalam tujuan memiliki
12
Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Malang; Madani Press, tt), h. 26-27. 13
target-target tertentu untuk dicapai dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan sasaran adalah pernyataan yang telah ditetapkan oleh manajemen puncak untuk menentukan arah organisasi dalam rangka jangka panjang. Sebenarnya tujuan dakwah itu adalah tujuan diturunkan ajaran Islam bagi umat manusia sendiri, yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas akidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.14
Dalam hal ini secara hakikat dakwah mempunyai tujuan menyampaikan kebenaran yang terdapat di dalam al Quran dan hadis dan mengajak manusia untuk mengamalkannya. Tujuan dakwah ini dapat dibagi menjadi tujuan yang berkaitan dengan materi dan objek dakwah. Dilihat dari aspek tujuan objek dakwah ada empat tujuan meliputi: tujuan perorangan, tujuan untuk keluarga, tujuan untuk masyarakat, dan tujuan untuk manusia seluruhnya. Sedangkan tujuan dakwah dilihat dari aspek materi, menurut Masyhur Amin ada tiga tujuan yang meliputi: Pertama, tujuan akidah, yaitu tertanamnya akidah yang mantap bagi tiap-tiap manusia. Kedua, tujuan hukum, aktivitas dakwah bertujuan terbentuknya umat manusia yang mematuhi hukum-hukum yang telah disyariatkan oleh Allah Swt. Ketiga, tujuan akhlak, yaitu terwujudnya pribadi muslim yang berbudi luhur dan berakhlakul karimah.15
Dakwah juga merupakan tujuan diturunkannya ajaran agama Islam bagi umat manusia itu sendiri, yaitu untuk membuat manusia memiliki kualitas aqidah, ibadah, serta akhlak yang tinggi.
14
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwh, h. 60. 15
Bisri Affandi mengatakan bahwa yang diharapkan oleh dakwah adalah terjadinya perubahan dalam diri manusia, baik kelakuan adil maupun aktual, baik pribadi maupun keluarga masyarakat, way of thinking atau cara berpikirnya berubah, way of life atau cara hidupnya berubah menjadi lebih baik ditinjau dari segi kualitas maupun kuantitas. Yang dimaksud adalah nilai-nilai agama sedangkan kualitas adalah bahwa kebaikan yang bernilai agama itu semakin dimiliki banyak orang dalam segala situasi dan kondisi.16
Ketika merumuskan pengertian dakwah, Amrullah Ahmad menyinggung tujuan dakwah yaitu untuk memengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia pada dataran individual dan sosiokultural dalam rangka terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan.17
Kedua pendapat di atas (Bisri Affandi dan Amrullah ahmad) menekankan bahwa dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun.
Salah satu tugas pokok dari Rasulullah Saw. adalah menyempurnakan akhlak manusia. Dan akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al Quran itu sendiri, sebab hanya kepada al Quran setiap
16
Bisri Affandi, Beberapa Percikan Jalan Dakwah, (Surabaya; Fak. Dakwah Surabaya, 1964), h. 3.
17
Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta; Primaduta, 1983), h.2. Lihat juga; Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwh, h. 60.
pribadi manusia akan berpedoman. Atas dasar itu tujuan dakwah secara luas adalah menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik secara individu maupun masyarakat. Tujuan dakwah dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Tujuan jangka panjang atau umum
Tujuan jangka panjang dakwah, sebagaimana yang telah disinggung dalam pengertian dakwah itu senadiri, yaitu:
1. Mengajak manusia untuk beribadah dalam arti menjalankan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya, dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Sebagaimana telah disinggung dalam al Quran surat adz Dzariat (51) ayat 56:
َ نَ د تۡػ لَلَّ إَ سن ن لۡٱ ََ نَ ۡ لٱَ جۡل ي خَا ٌ َۡ
٥٦
َ
Terjemahnya:
“Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi/beribadah (kepada-Ku).”18
2. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, dalam al Quran surat ar Ra’d (13) ayat 36:
َ إَ ۡو كَ ۚۥ ّ ضۡػ بَ ر هِ يََ ٌَ با زۡح ۡلٱَ َ ٌ َََۖ مۡ ل إَ ل زُ أَٓا ٍ ةَ نٔ ح رۡف يَ بَٰ ت هۡىٱَ ً َٰٓ نۡي تا ءَ َي نلَّٱ َ
َٓا ٍنن
َ مَ ّۡ لوَإَِ أ غۡدأَ ّۡ ل إَ ۚٓۦ ّ ةَ ك ۡشۡأَٓلَّ ََ نللَّٱَ د تۡعأَ ۡنأَ تۡر مأ
َ َ
َ با
٣٦
َ
Terjemahnya:“Dan orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka, bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu, dan di antara golongan-golongan (Yahudi dan Nasrani), yang mengingkari
18
sebagiannya. Katakanlah: Seseungguhnya aku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya. Hanya kepada-Nya aku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali.”19
Menjadi orang baik itu berarti menyelamatkan orang dari kesesatan, kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Oleh karena itu, dakwah bukanlah kegiatan mencari dan menambah pengikut, tetapi kegiatan mempertemukan fitrah manusia dengan Islam atau menyadarkan orang yang mendakwahi perlunya bertauhid dan perilaku baik.20Semakin banyak orang yang sadar (berakhlak karimah dan beriman) masyarakat akan semakin baik. Dengan begitu dakwah Islam harus dilandasi dengan cinta kasih. Jadi, tujuan dakwah itu bukannya mencari dan memperbanyak pengikut, tetapi untuk menyelamatkan dan menolong sesama manusia, untuk membebaskan dari berbagai masalah yang membelenggunya, yang menyebabkan penderitaan, merugikan kehidupan, dan menghambat kemajuan.
b. Tujuan Jangka Pendek atau Khusus
1. Membina mental dan keimanan para muallaf yang baru masuk Islam atau yang masih lemah keimanannya, agar tidak keluar dari Islam. Dinamika pemikiran di era global dan berkembangnya teknologi yang demikian pesat dan cenderung dikuasai oleh umat lain saat ini, mau tidak mau, menuntut umat Islam untuk lebih solid,
19
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Terjemah, h. 254.
20
agar umat Islam terus bersatu padu, saling membantu, saling mengisi, antara satu dengan yang lainnya.
2. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan umat Islam yang telah cukup kuat keimanannya. Dakwah tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang masih lemah imannya, tetapi juga bagi mereka yang sudah memeluk Islam. Sebab keimanan mengalami pasang naik dan pasang surut, sehingga jika tidak terjaga akan mengalami penurunan yang lebih besar dan akan memengaruhi upaya pencapaian kebahagiaan sebagaimana yang diimpikan dalam tujuan dakwah jangka panjang.
3. Mendidik dan mengajar anak-anak agar dapat mengembangkan potensinya sebagai khalifah di muka bumi. Dakwah tidak dapat melepaskan masa anak-anak ini kerena baik dan buruknya generasi mendatang tergantung pada generasi muda saat ini. 4. Mengajak kepada umat manusia yang belum meyakini ajaran
Islam, agar meyakini dan menjalankan ajaran Islam. Sebagaimana masyarakat Madinah pada saat dakwah Nabi pada periode pasca hijrah, dimana anggota masyarakatnya tidak semuanya muslim, ada yang Yahudi, Nasrani, dan ada juga yang Majusi.
Dari tujuan jangka panjang dan jangka pendek dapat dikembangkan tujuan lain yang sifatnya mengarah pada terciptanya kedua tujuan tersebut, seperti mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, meningkatkan taraf perekonomian umat, membangun budaya Islam di
tengah masyarakat, menciptakan sistem politik yang demokratis dan berdasar pada prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Islam. Dengan demikian untuk menggapai tujuan dakwah tersebut tidak cukup dilakukan hanya dengan beberapa bidang kajian, bidang kegiatan, atau program kegiatan saja. Tetapi juga memerlukan bebagai pendekatan dan program kerja, di antaranya pendekatan ekonomi dan pendidikan. Pendekatan ekonomi dapat mendorong peningkatan kesejahteraan, sehingga masyarakat tidak didera kemiskinan yang berakibat pada pengingkaran nilai-nilai sosial dan agama. Adapun pedekatan pendidikan dapat mendorong kesadaran masyarakat untuk menyiapkan generasi mendatang dengan bekal keilmuan, norma agama dan sosial, serta keterampilan, agar mereka dapat menjadi penerus bangsa yang lebih baik.21
2. Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah merupakan komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah pelaku dakwah
(da’i), objek dakwah (mad’u), materi dakwah (maddah), metode dakwah (thariqah), dan mediah dakwah (wasilah).
a. Pelaku Dakwah (Da’i)
Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan,
tulisan , maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi/lembaga.
21
Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 40-49. Lihat juga; Asmuni Syukir,
Secara umum kata da’i ini sering disebut dengan sebutan muballigh, namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit
kerena masyarakat cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan, seperti penceramah agama, khatib, dan sebagainya.
Seorang da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah
tentang Allah, alam semesta, kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi manusia, juga mngetahui metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.22Berkaitan dengan hal yang memerlukan ilmu dan keterampilan khusus, memeng kewajiban dakwah terpikat di pundak orang-orang tertentu. Sebagaimana firman Allah dalam al Quran surat an Nahl (16) ayat 43:
َ ۡس فًََۖۡ ٓۡ ل إَٓ حِٔ َُ الَّا ج رَ نلَّ إَ م يۡت قََ ٌَا ِۡي شۡر أَٓا ٌ َ
َ َ
َ نٔ ٍ يۡػ تَلًََّۡ خِ نَن إَ رن لَّٱَ وْۡۡ أَ آٔ ي
٤٣
َ
Terjemahnya:“Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”23
Sehubungan dengan pengertian da’i para pakar dalam bidang
dakwah mendefinisikan sebagai berikut;
22
Mustafa Malaikah, Manhaj Dakwah Yusuf Al- Qardhowi Harmoni antara
kelembutan dan ketegasan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997),h. 18.
23
1. Hasyimi, juru dakwah adalah penasihat, para pemimpin dan pemberi ingat, yang memberikan nasihat yang baik yang mengarah dan berkhutbah, yang memusatkan jiwa dan raganya dalam wa’at dan wa’id (berita gembira dan berita siksa) dan dalam membicarakan tentang kampung akhirat untuk melepaskan orang-orang yang karam dalam gelombang dunia.24
2. M. Natsir, Pembawa dakwah merupakan orang yang memperingatkan atau memanggil supaya memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan.25
Karena pentingnya fungsi seorang da’i, maka ada beberapa ayat
dalam al Quran dan juga buku-buku yang telah ditulis oleh pakar dibidang dakwah yang memberikan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang da’i.
Di antara sifat da’i yang disebutkan dalam al Quran adalah sebagai
berikut;
1. Perintah agar da’i istiqamah, tidak mempertaruhkan hawa nafsu,
menjelaskan tentang ketegarannya dalam iman, berbuat adil, dan berusaha berdakwah sampai pada non-muslim. Sebagaimana firman Allah dalam al Quran surat asy Syura (42) ayat 15;
ََۖ عۡدٱ فَ م لَٰ ذ ي ف
َٖۖ بَٰ ت نََ ٌَ نللَّٱَ ل زُ أَٓا ٍ ةَ جِ ٌا ءَ ۡو ك ًَََۖۡ ْ ءٓا ْٔۡ أَۡع تنت حَ لَّ َََۖ تۡر م أَٓا ٍ نًَۡ ل خۡشٱ َ
َ ِۡي ةَ ثنج حَلًَََّۖۡ ك يَٰ مۡغأَ ًۡ ك ى ََ ا ِ يَٰ مۡغأَٓا لًََۖۡ ك ب ر ََ ا ِ ب رَ نللَّٱََۖ ً ك ِۡي ةَ ل دۡغ لَ تۡر م أ َ
َا ِ
ََۖ ً ك ِۡي ب َ
َ
َ ي ص ٍۡلٱَ ّۡ لوَإََِۖا ِ ِۡي ةَ ع ٍۡ يََ نللَّٱ
١٥
24A. Hasyimi, Dustru Dakwah Menurut Al-Quran, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),, h. 162. Lihat juga; Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 79.
25
M. Natsir, Fiqhud Dakwah, (Jakarta; Dewan Islamiyah Indonesia,tt),h. 125. Lihat juga; Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, h. 79.
Terjemahnya:
“Karena itu serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak (perlu) ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah (kita) kembali"26 2. Bertawakal dalam dakwah dari meyakini kebenaran dakwah yang
disampaikan, dalam al Quran surat an Naml (27) ayat 79-80, Allah berfirman:
َ ين ت ٍۡلٱَ ق لۡٱَۡ عََ منُ إََۖ نللَّٱَ عََ ۡ نكَّ ٔ خ ف
٧٩
َا ذ إَ ءٓ عَ لٱَنً صلٱَ ع ٍۡص تَ لَّ َََٰ تَۡٔ ٍۡلٱَ ع ٍۡص تَ لََّ منُ إ
َ َي ر ةۡد ٌَ اۡٔنى َ
٨٠
Terjemahnya;“Maka bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas kebenaran yang nyata. Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka telah berpaling membelakang.”27
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang da’i yang tertulis
di dalam buku-buku pakar dakwah di antaranya; Abul A’la al-Maududi dalam bukunya Tadzkiratud Du’atil Islam, mengatakan bahwa sifat-sifat
yang harus dimiliki seorang da’i secara perorangan dapat disimpulkan
sebagai berikut;
a. Sanggup memerangi musuh dalam dirinya yaitu nafsu, untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
26
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 484.
27
b. Sanggup berhijrah dari hal-hal yang maksiat yang dapat merendahkan dirinya di hadapan Allah dan di hadapan masyarakat.
c. Mampu menjadi uswatun hasanah bagi mad’unya.
d. Memiliki persiapan mental, seperti; sabar, senang memberi pertolongan kepada orang lain, dan memiliki semangat yang tinggi.
Sementara itu untuk mewujudkan seorang da’i yang professional
yang mampu memecahkan kondisi mad’unya sesuai dengan perkembangan dan dinamika yang dihadapi oleh objek dakwah. Adapun sifat-sifat penting yang harus dimiliki oleh seorang da’i secara umum,
yaitu;
1. Mendalami al Quran, sunnah dan sejarah kehidupan Rasul Saw. serta khulafaurrasyidin.
2. Memahami keadaan masyarakat yang akan dihadapi.
3. Berani dalam mengungkapkan kebenaran kapan pun dan di mana pun.
4. Ikhlas dalam melaksanakan tugas dakwah tanpa tergiur oleh nikmat materi yang hanya sementara.
5. Satu kata dengan perbuatan.
6. Jauh dari hal-hal yang menjatuhkan harga diri.28
28 Abul A’la al-Maududi, Tadzkiratud Du’atil, (Beberapa Petunjuk untuk Juru
Dakwah) Terj, Aswadi Syukur, (Bandung; Al-Ma’rif, 1984), h. 36-54. Lihat juga; Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwh, h. 82.
b. Objek Dakwah atau Penerima Dakwah (Mad’u)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang
menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik secara individu maupun secara kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak; atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti ajaran Islam; sedangkan kepada orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ihsan. Al Quran mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad’u. Secara umum mad’u terbagi tiga, yaitu: mukmin,
kafir, dan munafik. Dan dari tiga klasifikasi besar ini mad’u masih bisa
dibagi dalam beberapa pengolompokan.
Contohnya untuk orang mukmin dapat dibagi menjadi tiga ,yaitu:
dzalim linafsih (yang menganiaya diri mereka sendiri) muqtasid (yang
pertengahan) dan sabiqun bilkhairat (yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah). Adapun orang kafir dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
kafir zimmi dan kafir harbi.
Di dalam al Quran selalu digambarkan bahwa, setiap Rasul itu menyampaikan risalah dari Allah, adapun kaum yang dihadapinya itu terbagi dua, yaitu: ada yang mendukung dakwah dan ada yang menolak. Cuma kita tidak menemukan metode secara detail di dalam al Quran tentang bagaimana cara berinteraksi dengan pendukung dan bagaimana
cara menghadapi penentang. Tetapi isyarat tentang bagaimana gambaran-gambaran mad’u itu sudah cukup signifikan dalam al Quran.
Mad’u (objek dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan
manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u itu sama dengan
menggolongkan manusia itu sendiri, baik menurut usia, profesi, ekonomi dan sebagainya. Penggolongan mad’u tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, dan perkotaan.
2. Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dan golongan orang tua.
3. Dari segi profesi, ada yang profesi sebagi petani, nelayan, pedagang, buruh, dan pegawai.
4. Dari segi tingkatan social ekonomi, ada golongan kaya, menengah, dan miskin.
5. Dari segi jenis kelamin, ada laki-laki dan perempuan.
Mad’u juga bisa dilihat dari segi pemikiran di antaranya:
1. Mad’u yang berpikir kritis, yaitu orang-orang yang berpendidikan,
yang selalu berpikir lebih mendalam sebelum menerima sesuatu yang disampaikan kepadanya.
2. Mad’u yang mudah dipengaruhi, yaitu masyarakat yang mudah
dipengaruhi oleh paham baru tanpa menimbang-nimbang secara mantap apa yang dikemukakan kepadanya.
3. Mad’u bertaklid, yaitu golongan yang panatik, selalu berpegang
pada tradisi dan kebiasaan yang sudah turun-temurun tanpa menyelidiki salah satu kebenarannya.
Disamping golongan mad’u di atas, ada lagi penggolongan yang
berdasarkan responsi mereka terhadap apa yang disampaikan kepadanya. Berdasarkan responsi mad’u terhadap dakwah dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Golongan simpati aktif, yaitu yang menaruh simpati dan aktif memberi dukungan moril dan materil terhadap kesuksesan dakwah. Mereka juga berusaha mengatasi hal-hal yang dianggap merintangi jalan dakwah dan bahkan mereka bersedia berkorban untuk kepentingan Allah.
2. Golongan pasif, yaitu mad’u yang bermasa bodoh terhadap
perkembangan dakwah.
3. Golongan antipati, yaitu mad’u yang tidak rela atau tidak suka
terlaksananya dakwah. Dan mereka berusaha dengan berbagai cara untuk merintangi atau meninggalkan dakwah.
Dari semua penggolongan mad’u di atas, maka seorang da’i
dituntut untuk lebih mencermatinya agar ia tidak salah dalam memilih pendekatan, metode, dan teknik serta media dakwah. da’i yang tidak
mantra dakwahnya (mad’unya) adalah calon-calon da’i yang akan
mengalami kegagalan dalam dakwahnya.29
c. Materi Dakwah (Maddah)
Unsur dakwah yang ketiga adalah materi dakwah (maddah). Materi dakawah adalah pesan-pesan atau segala sesuatu yang harus disampaikan oleh seorang da’i kepada mad’unya. Materi dakwah meliputi
seluruh ajaran agama Islam yang termuat dalam al Quran dan Sunnah Rasul, yang pada pokoknya meliputi empat hal, yaitu:
1. Aqidah
Aqidah merupakan sistem keimanan kepada Allah, yang meliputi iman kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab, kepada rasul, kepada qada dan qadar, dan kepada hari akhir/kiamat. Sistem keimanan ini yang seharusnya menjadi landasan fundamental dalam sikap dan aktifitas serta perilaku sehari-hari seorang muslim.
2. Syari’ah
Syari’ah merupakan serangkaian tuntunan ajaran Islam menyangkut tentang tata cara beribadah, baik langsung ataupun tidak langsung, meliputi pola hidup sehari-hari khususnya menyangkut hal-hal yang boleh dan tidak boleh, dilarang, dianjurkan dan dibolehkan sebagai seorang muslim. Syari’ah Islam merupakan seperangkat sistem ibadah sebagai manifestasi keimanan seseorang.
29
3. Muamalah
Muamalah merupakan seperangkat sistem interaksi dan hubungan antar manusia, baik secara individu maupun kelompok. Banyak ayat yang mengemukakan tentang muamalah sebagai bagian dari keagamaan seseorang. Sehingga umat Islam tidak hanya dituntut untuk beribadah secara langsung, tetapi juga dituntut untuk menjalankan nilai dan prinsip-prinsip yang diajarkan agama dalam hal berinteraksi dengan orang lain. Muamalah juga sebagai bentuk ukuran dalam menilai kualitas keagamaan seseorang.
Dalam al Quran banyak ayat ditemukan tentang pentingnya beramal shalih dan sering kali disebutkan beriringan dengan kata iman. Sebagaimana disebutkan dalam al Quran surat al Baqarah (2) ayat 82:
َ ۡ
لٱَ بَٰ ح ۡصأَ م هَٰٓ ل َ أَ جَٰ ح يَٰ نصىٱَ أ ي ٍ غ ََ أ ِ ٌا ءَ َي نلَّٱ َ
َ نَ دَُٰ َٰا ٓي فًَۡ َْٖۖ ثنِ
٨٢
Terjemahnya:
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”30
Ayat di atas menegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal shalih akan mendapatkan imbalan berupa surga. Penyebutan amal shalih dikaitkan dengan iman. Hal ini menegaskan bahwa amal shalih sebagai bentuk perbuatan yang tidak dapat dipisahkan dengan keimanan.
Karena orang tidak cukup hanya beiman, tetapi keimanan meraka harus diaplikasiakn dalam bentuk amal shalih.
30
4. Akhlak
Akhlak menyangkut tata cara menghias diri dalam melakukan hubungan dengan Allah (ibadah) dan berhubungan dengan sesama manusia dan sesama makhluk. Pembahasan tentang akhlak sangat luas karena menyangkut baik buruk, pantas dan tidak pantas, bahkan menyangkut rasa terhadap sesama.
Berkenaan dengan materi dakwah, selain yang telah dibahas di atas juga diperlukan materi-materi yang bersifat teoritis dan praktis. Apa lagi dalam ere global saat ini, dakwah tidak serta merta dapat dilakukan dengan berbekal penguasaan keempat materi di atas.
Dakwah dalam era global saat ini memerlukan ilmu penunjang yang lain dan bahkan ilmu penunjang tersebut sangat menentukan keberhasilan dakwah. Oleh karena itu seorang da’i harus selalu terbuka dengan
berbagai perkembangan pengetahuan dan selalu belajar mengenai sesuatu yang baru.31
d. Metode Dakwah (Thariqah)
Metode dakwah merupakan tata cara menjalankan dakwah agar mencapai tujuan yang telah direncanakan. Dakwah sebagai suatu upaya untuk menyebarkan ajaran Allah kepada seluruh manusia tentu memerlukan metode. Tanpa menggunakkan metode yang tepat, dakwah Islam tidak dapat dijalankan dengan baik dan tentu tidak mendapatkan
31
Ropingi el Ishaq, Pengantar Ilmu Dakwah, h. 77-80. Lihat juga; Fatullah Gulen,
Thuruq al-Irsyadi fi al-Fikri wa al-Hayati (Dakwah Jalan Terbaik Dalam Berpikir dan Menyikapi Hidup), Terj. Ibnu Abdillah Ba’adillah, (Jakarta: Republika, 2011), h. 215.
hasil sebagaimana yang diharapkan. Adapun metode dakwah telah ditetapkan oleh Allah dalam al Quran surat an Nahl (16) ayat 125-128:
َ تنىٱ ةًَ ٓۡل دَٰ ج ََٖۖ ث ِ ص ۡلۡٱَ ث ظ غۡٔ ٍۡلٱ ََ ث ٍۡه ۡلۡٱ ةَ م ب رَ وي ب شََٰ لَ إَ عۡدٱ
َ ً يۡغأَ ٔ َْ منب رَ نن إَۚ َ صۡحأَ هَ
َ َي د خۡٓ ٍۡلٱ ةَ ً يۡغ أَ ٔ ْ ََۦ ّ يي ب شََ غَ نو ضََ ٍ ة
١٢٥
ََ ه ى ََ َۖۦ ّ ةًَ خۡت كٔ غَا ٌَ وۡث ٍ ةَ أ ت كا ػ فًَۡ خۡت ق عََۡنوَإِ
َ َي بََٰ نصي ىَٞ ۡي خَ ٔ ٓ لًَۡ تۡ بَ ص
١٢٦
َن
لَّ إَ ك ۡبَ صَا ٌ ََۡ بَ ۡصٱ َ
َ
َانٍ مَ قۡي ضَ فَ م حَلَّ ًََۡ ٓۡي ي غَۡن زۡ تََ لَّ ََۚ نللَّٱ ة
َ نَ ر هٍۡ ي
١٢٧
َ نٔ ِ صۡ مًَُّ َْ َي لَّٱنََ أ لنتٱَ َي ن لَّٱَ ع ٌَ نللَّٱَ نن إن
١٢٨
Terjemahnya:“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu