• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengetahuan mahasiswa di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya natrium benzoat bagi kesehatan tubuh.

2. Mengetahui sikap mahasiswa di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya natrium benzoat bagi kesehatan tubuh.

3. Mengetahui tindakan mahasiswa di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya natrium benzoat bagi kesehatan tubuh.

4. Mengetahui kadar kandungan natrium benzoat yang terdapat pada produk saus dengan membandingkan dengan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang mengatur nilai batas kadar kandungan natrium benzoat di dalam saus cabai yaitu sebesar 1 g/kg.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara untuk pengayaan literatur tentang kandungan natrium benzoat pada saus cabai di Kantin

sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara dan perilaku Mahasiswa Fakultas Kesehatan tentang bahayanya bagi kesehatan tahun 2018.

2. Bagi Masyarakat Kota Medan khususnya mahasiswa lainnya sebagai bahan masukan dan informasi mengenai jumlah kadar natrium benzoat pada produk saus cabai di Kantin sekitar lingkungan Universitas Utara sehingga meningkatkan pengetahuan serta wawasan tentang kandungan natrium benzoat pada saus cabai.

3. Untuk peneliti sendiri agar menambah wawasan tentang kandungan natrium benzoat pada saus di Kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya bagi kesehatan tahun 2018.

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam proses produksi pangan perlu diawasi bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Dibidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang yaitu pangan yang aman dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global (Cahyadi, 2009). Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :

1. Bahan Tambahan Pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengettahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahan kesegaran, cita rasa, dan dapat membantu peneglolaan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan Tambahan Pangan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat tidak secara sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses proses produksi, pengelolaan, dan pengemasan.

Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Menurut ketentuan

yang ditetapkan, ada beberapa kategori bahan tambahan makanan. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan.

Ketiga, Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang tapat serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).

Ratnani (2009) Fungsi Bahan Tambahan Pangan antara lain :

1. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumuhan dan aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan

2. Untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara massal

3. Menjadikan pangan lebih baik dan menarik sehingga menambah dan merangsang timbulnya selera makan

4. Meningkatkan kualitas pangan 5. Menghemat biaya

Jenis Bahan Tambahan Pangan ada 2 yaitu: GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).

Sedangkan jenis yang lainnya yaitu ADI ( Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga atau melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi,2009).

2.1.2 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, terdiri dari golongan yang diizinkan yaitu :

1. Antibuih adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau mengurangu pembentukan buih

2. Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya produk pangan

3. Antioksidan adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi dalam pangan

4. Bahan pengkarbonasi adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk karbonasu di dalam pangan

5. Garam pengemulsi adalah bahan tambahan pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak

6. Gas untuk kemasan adalah bahan tambahan pangan berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan

7. Humektan adalah bahan tambahan pangan untuk mempertahankan kelembaban pangan

8. Pelapis adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan/atau penampakan mengkilap

9. Pemanis adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan

10. Pembawa adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan lain atau zat gizi dalam pangan dengan cara nelarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak mempunyai efek teknologi pada pangan

11. Pembentuk gel adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk gel

12. Pembuih adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau memelihara homogenitas disperse fase gas pangan berbentuk cair atau padat

13. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan pangan untuk mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan derajat keasaman pangan

14. Pengawet adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme

15. Pengembang adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume adonan 16. Pengemulsi adalah bahan tambahan pangan untuk membantu terbentuknya

campuran homogeny dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air

17. Pengental adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan viskositas pangan

18. Pengeras adalah bahan tambahan pangan untuk memperkeras atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran atau berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel

19. Penguat rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru

20. Peningkat volume adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan volume pangan

21. Penstabil adalah bahan tambahan pangan untuk menstabilkan system disperse yang homogeny pada pangan

22. Peretensi Warna adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru

23. Perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct)yang digunakan untuk memberikan flavour dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam

24. Perlakuan Tepung adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung

25. Pewarna adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintesis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna

26. Propelan adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk mendorong pangan keluar dari kemasan

27. Sekuestran adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan

Beberapa Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan, sebagai berikut:

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya ( Salicylic Acid and its salt) 3. Minyak nabati yang dibromasi (bromnated vegetable oils) 4. Kloramfeenikol (chlorampenicol)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

8. Dulsin (Dulcin)

9. Kalium Bromat (Postassium Bromate) 10. Formalin (Formaldehyde)

11. Dulkamara 12. Kokain

14. Sinamil antranilat 15. Dihidrosafrol 16. Biji tonka 17. Minyak kalamus 18. Minyak tansi 19. Minyak sasafras 2.2 Bahan Pengawet

2.2.1 Pengertian Bahan Pengawet

Di dalam pengawetan bahan pangan perubahan-perubahan yang menguntungkan dengan sengaja diadakan, digiatkan, dibantu, dipercepat atau diatur sedangkan perubahan-perubahan yang merugikan dihambat, dicegah, dihindarkan atau dihentikan (F.G Winarno, 1980).

Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam (Cahyadi, 2009).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degredasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi.

Penggunaan pengawet harus tepat, baik jenis maupun dosisnya (Dahrul dkk, 2005).

2.2.2 Jenis Bahan Pengawet

Menurut Chayadi (2009), jenis bahan pengawet yaitu:

1. Zat Pengewet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Selainn sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu.

Garam nitrat dan nitrit umunya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulium, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet tidak saja pada produk daging, tetapi juga pada ikan dan keju.

2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.

2.2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Menurut Chayadi (2009), Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen

2. Memperpanjang umur simpan pangan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangam yang berkualitas rendah 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau tidak memenuhi persyaratan

6. Tidak digunakan untuk menyembuyikan kerusakan bahan pangan

Persyaratan penggunaan bahan pengawet yaitu dibutuhkan, pengawet bersifat efektif, non toksik, tidak mengubah kualitas dan ciri produk, aman dan tidak karsinogenik, konsumsi tidak melebihi ambang batas yang diizinkan, praktiks dan kompatibel dengan proses pengelolahan dan tersedia dan ekonomis (Estiastih, 2015).

2.2.4 Prinsip Pemilihan Pengawet

Menurut Estiasih (2015), pemilihan pengawet sehingga dapat berekerja efektif dalam produk makanan harus memerhatikan hal-hal berikut yaitu:

1. Kadar air dan Aw produk pangan

Kadar air yang rendah tidak memungkinkan mikroba tumbuh dengan baik sehingga produk dengan air dan Aw rendah seringkali tidak membutuhka

pengewet dengan syarat kondisi penyimpanan tidak memungkin terjadinya penyerapan iar pada produk yang dapat meningkatkan kadar air.

Contohnya, keripik kentang dan susu bubuk tidak membutuhkan pengawet karena kadar air dan Aw yang sanagt rendah sehingga mikroba tidak tumbuh.

2. Komposisi Natrium Produk Pangan

Produk pangan dengan kadar air tinggi dan bernutrisi lengkap seperti kaldu sesuai untuk pertumbuhan bakteri sehingga pengawet yang sesuai adalah antibakteri. Produk dengan kadar gula tinggi seperti sirup, sesuai diawetkan dengan menggunakan pengawet anti kamir kerena khamir dapat tumbuh pada produk pangan dengan Aw sedang dengan kadar gula tingi.

3. Nilai pH Produk Pagan

Kesesuaian pH produk dengan dengan pK pengawet menjadi penting, karena pengawet asam lemah akan efektif jika pK-nya sesuai dengan produk pangan.

4. Jenis Mikrobia yang tumbuh dominan

Mikroba yang dominan pada produk pangan sanagt ditentukan oleh kadar air, Aw, dan komponen utama nutrisi produk, ada kecendrungan suatu produk pangan didominasi oleh mikroba tertentu. Contohnya, roti merupakan produk ber-Aw rendah dan tinggi karbohidrat sehingga mikroba yang sering kali tumbuh adalah kapang.

5. Suhu penyimpanan

Suhu penyimpanan merupakan factor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia. Contohnya, sari buah yang dipasteurisasi biasa disimpan pada suhu dingin sehingga jenis pengawet yang digunakan harus efektif terhadap bakteri psikrofilik.

6. Proses Pengelolahan

Jika proses pengelolahan telah cukup untuk mematikan mikrobia dan pasca pengelolahan tidak memungkinkan terjadi kontaminasi pada produk, maka produk tersebut tidak memerlukan pengawet.

7. Dosis Efektif

Penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan perubahan karaketristik produk seperti rasa, bau dan after taste yang tidak diinginkan.

8. Toksisitas

Pengawet yang ditambahkan pada produk pangan yang toksisitasnya paling rendah.

9. Perubahan Karakteristik Produk

Pengawet yang ditambahkan seringkali mempunyai bau yang spesifik yang khas dan after taste yang dapat menyebabkan perubahan rasa dan abu produk. Contohnya, penggunaan sulfit pada pengawetan buah-buahan kering menimbulkan bau belerang.

10. Kelarutan

Pengawet akan efektif bila larut dalam air. Dan yang efektif itu adalah bentuk garamnya. Contohnya, natrium benzoat lebih efektif disbanding asam benzoat.

2.3 Natrium Benzoat

2.3.1 Pengertian Natrium Benzoat

Natrium Benzoat adalah pengawet bakterioristatik dan fungistatik dalam kondisi asam. Natrium benzoat paling banyak digunakan dalam makanan seperti salad dressing (cuka), minuman soda (asam karbonat) dan juga digunakan sebagai pengawet dalam obat-obatan dan kosmetik (Deny, 2015).

Natrium benzoat berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebuh mudah larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25°C sebesar 660 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8 (Cahyadi,2009).

Menurut Ayu (2013) yang mengutip pendapat Winarno, pengawet natrium benzoat dengan rumus kimia C7H5O2Na merupakan bahan yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan yang bentuknya kristal putih atau dapat ditambahkan terlebih daulu ke dalam air atau pelarut lainnya. Natrium benzoat lebih efektif digunakan dalam makanan yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah.

Benzoat pada kadar 0,1% dalam bahan pangan dapat diamati dan menghasilkan rasa “seperti merica” atau rasa pedas atau rasa sengak yang tidak dikehendaki pada bahan pangan. Hal ini terutama dirasakan pada sari buah yang diberi benzoate (Desrosier, 2008).

Menurut Yulinda (2011) yang mengutip pendapat Buckle, karakteristik makanan yang mengandung pengawet natrium benzoat yaitu:

1. Memberikan kesan aroma fenol yaitu aroma obat cair 2. Ada zat pewarna

3. Berasa payau atau asin

4. Pada pemanasan yang tinggi akan meleleh dan mudah terbakar 5. Menghasilkan zat asam

2.3.2 Batas Penggunaan Natrium Benzoat

Dikarenakan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat maka dalam pengelolaan bahan pangan perlu dihindarkan penggunaan bahan tambahan pangan yang dapat merugikan atau membahayakan konsumen. Pemerintah telah memberikan wewenang pengawasan terhadap peredaaran dan jual beli pangan dan minuman khususnya untuk pangan dari pengelolaan kepada Departemen Kesehatan RI. Pelaksanaan tugas pengawasan ditunjuk Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Pangan (Cahyadi,2009).

Tabel 2.1 Daftar Bahan Pengawet Organik yang diizinkan pemakaiannya dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2013 (Lampiran Permenkes RI No. 722/Per/IX/88)

Nama BTP Jenis Bahan Pangan Batas Maksimum Penggunan Natrium Benzoat Jam dan Jeli 1 g/kg

Kecap 600 mg/kg

Minuman ringan 600 mg/kg

Saus 1 g/kg

Pangan lain 1 g/kg

Peraturan perundang-undangan yang disusun untuk pengawasan pelaksanaan penggunaan bahan tambahan pangan sangat bervariasi antara satu dengan negara yang lainnya. Masing-masing negara mempunyai suatu lembaga dan badan khusus yang bertugas menyusun peraturan perundang-undangan dan mengawasi pelaksanaannya. Sebagai contoh, Amerika Serikat mempunyai FDA (Food and Drug Administration), Australia dengan NHMRC (National Health dan Medical Research Council) dan FAAC (Food Additives and Contaminant Commite), dan di Indonesia dengan Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Pangan. Oleh sebab itu, wajar apabila ada perbedaan pemakaian bahan pengawet kimia dan pengawasan penggunaan yang diizinkan (Cahyadi,2009)

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan batas yang disebut ADI (Accepteble Daily Intake) atau kebutuhan per orang per hari. ADI didefenisikan sebagai jumlah bahan yang dapat masuk tubuh setiap harinya meskipun dicerna setiap hari tetap bersifat aman dan tidak menimbulkan gangguan pada kesehatan atau efek racun dan risiko lainnya. ADI dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan tahun 2013, Natrium Benzoat yang aman ADI adalah 0-5 mg/kg berat badan dan kadar maksimum natrium benzoat yang diperbolehkan dalam pangan saus adalah 1g/kg.

2.3.3 Metabolisme Natrium Bezoat Pada Tubuh

Natrium benzoat yang masuk ke dalam tubuh akan melewati membran-membran tubuh dan memasuki aliran darah karena tidak ada sistem yang khusus

benzoat diabsorbsi dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian dikeuarkan melalui urin. Tahap pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikatalisis oleh enzim acyltransferase. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95% benzoat. Sisa benzoate yang tidak keluar sebagai asam hipurat dapat dimetabolisme dengan asam glukoronat dan dapat dikeluarkan urin. Jika tidak ada gangguan pada organ hati maka benzoate tidak berakumulasi (WHO dalam Ayu 2013).

2.3.4 Efek Toksikologi Natrium Benzoat Pada Tubuh

1. Apabila pemakaian jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi si pemakai, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik (Cahyadi,2009). Dapat menyebabkan kanker karena natrium benzoate berperan sebagai agen karsinogenik misalnya pada minuman berisotonik dimana vitamin C (ascorbic acid) yang ditambahkan dalam minuman isotonic akan bereaksi dengan natrium benzoat menghasilkan benzen.

Benzen tersebut dikenal sebagai polutan udara dan dapat meyebabkan kanker (Hilda, 2015).

2. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticarial sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Yuliarti, 2007).

3. Dapat menimbulkan edema (bengkak) akibat dari retensi (tertahannya cairan didalam tubuh) dan bisa juga karena naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma akibat peningkatan air oleh natrium (Hilda, 2015)

4. Sebagai tambahan, dalam riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan, menyatakan bahwa natrium benzoat diperkirakan dapat merusak DNA (Hilda, 2015)

5. Pengawet benzoat serta garam yang tinggi serta dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan memicu penyakit ginjal (Hilda, 2015)

2.4 Saus

2.4.1 Pengertian saus

Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Sedangkan saus dalam istilah masak-memasak cairan kental yang digunakan sewaktu masak-memasak atau dihidangkan bersam-sama makanan sebagai cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang dengan atau tanpa rasa pedas. Saus merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat popular. Saus tidak saja hadir dalam sajian seperti mie bakso atau mie ayam, tetapi juga dijadikan bahan pelengkap nasi goring, mie goring dan aneka makanan fast food.

2.4.2 Saus Cabai

Saus cabai merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasa nyaa merah), mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam, dan sering kali pengawet (Putra,dkk dalam Sevani, 2016)

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan uatama cabai (capsicum sp) yang berkualitas, yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Menurut Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Industri cabai bahwa masa simpan saus cabai selama 1 tahun.

2.4.3 Proses pengolahan Saus Cabai

Proses pengolahan saus terdiri dari dua tahap utama yaitu persiapan dan tahap pengelohan utama. Proses pembuatan saus menurut Erliza, dkk (2010) adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

ƒ Persiapan Bahan

Persiapan bahan terdiri dari pemilihan bahan yang baik dan pencucian.

ƒ Persiapan Alat

Alat yang digunakan dibedakan menajdi dua, yaitu alat ukur yang digunakan dalam proses pembuatan saus. Alat ukur berupa timabngan digital yang digunakan untuk menimbang bahan sesuai formula saus.

Alat dalam proses pembuatan meliputi: pisau, panic kukus, blender, saringan, wajan, sutil, corong, botol kaca dan kompor.

2. Tahap Pengolahan Utama

Tahap pengolahan utama terdiri dari:

ƒ Pengukusan

ƒ Tujuan dari pengukusan juga membuat tekstur bahan yang dikukus menjadi lebih lunak sehingga memudahkan proses penggilingan. Proses pengukusan dilakukan selama 10 menit pada suhu 100°C.

ƒ Penggilingan

Bahan yang sudah dikukus dan sudah dingin akan digiling atau dihaluskan menggunakan blender. Lamanya proses penggilingan tergantung dari jumlah bahan yang di blender, semkain banyak jumlah bahan semakin lama waktu proses penggilingan. Penggilangan dilakukan sampai diperoleh bubur saus dengan warna dan kehalusan yang merata.

ƒ Penyaringan

Bahan yang telah dibelnder kemudian disaring dengan saringan stainless steel. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan ampas bahan dan cemaran fisik lain.

ƒ Pemasakan

Adonan saus yang sudah disaring dimasak dan dicampur dengan garam dan gula. Pemasakan dilakukan selama 20 menit sampai suhu 100°C

secara perlahan kemudian ditambahkan tepung maizena yang sudah dicairkan sambil terus diaduk. Setelah diperleh kekentalan yang

secara perlahan kemudian ditambahkan tepung maizena yang sudah dicairkan sambil terus diaduk. Setelah diperleh kekentalan yang

Dokumen terkait