• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NATRIUM BENZOAT PADA SAUS CABAI DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TENTANG BAHAYA BAGI KESEHATAN TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS NATRIUM BENZOAT PADA SAUS CABAI DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TENTANG BAHAYA BAGI KESEHATAN TAHUN"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

RONAULI ANGGELINA PASARIBU NIM.141000097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

RONAULI ANGGELINA PASARIBU NIM.141000097

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2018

(3)

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan skripsi yang berjudul “ANALISIS NATRIUM BENZOAT PADA SAUS CABAI DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TENTANG BAHAYA BAGI KESEHATAN TAHUN 2018” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyatan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan dalam karya saya ini atau klain pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Juli 2018 Yang Membuat Pernyataan

Ronauli Anggelina Pasaribu

(4)
(5)

seringkali menggunakan pengawet untuk menurunkan biaya produksi. Natrium benzoat merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang tidak selalu aman jika digunakan dalam jumlah yang berlebihan.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kadar kandungan natrium benzoat pada saus cabai serta perilaku Mahasiswa Fakultas Kesehatan tentang bahaya natrium benzoat tahun 2018, juga untuk mengetahui penggunaan Natrium benzoat pada saus cabai yang memenuhi syarat kesehatan dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No 36 tahun 2013.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif. Sampel diambil dari kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara lalu diperiksa di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Responden sebanyak 99 orang dengan menggunakan kuesioner sebagai alat dalam pengumpulan data.

Hasil penelitian dari 10 sampel saus cabai yang diperiksa memilki kandungan natrium benzat yang tidak melebihi batas maksimum. Kandungan tertinggi pada saus cabai adalah 0,1974 g/kg dan tingkat pengetahuan baik mahasiswa FKM sebanyak 28 orang (70,0%), Mahasiswa FK sebanyak 13 orang (76,5%), Mahasiswa FKG sebanyak 16 orang (72,7%), dan FARMASI sebanyak 16 orang (80,0%). Sikap yang baik Mahasiswa FKM sebanyak 13 orang (92,5%), Mahasiswa FK sebanyak 15 orang (88,2%), Mahasiswa FKG sebanyak 22 orang (100,0%), Mahasiswa FARMASI sebanyak 20 orang (100,0%). Tindakan yang baik Mahasiswa FKM sebanyak 26 orang (65,0%), FK sebanyak 12 orang (70,6%), FKG sebanyak 11 orang (50,0%) dan FARMASI sebanyak 17 orang (85,0%).

Disarankan kepada BPOM agar mengadakan sosialisasi dan pengawasan secara berkala kepada produsen tentang penggunaan bahan tambahan pangan yang aman untuk di konsumsi serta mahasiswa kesehatan agar meningkatkan pengetaahuannya tentang bahan pengawet khususnya natrium benzoat.

Kata kunci : Natrium benzoat, Pengetahuan, Sikap, Pengetahuan, Saus Cabai

(6)

to lower production costs. Sodium benzoate is one of addictives are not always safe if used in excessive amounts.

The purpose of the study is to know the levels of sodium benzoate content on the chili sauce as well as behavior Health students faculty about the dangers of sodium benzoate is the year 2018, as well as to know the use of Sodium benzoate on the chili sauce that meets terms of health regulatory food and drug Supervisory Agency No. 36 year 2013.

The methods used in this research is a survey that is descriptive. Samples taken from the canteen around the environment University of North Sumatra and then checked in the laboratory of organic chemistry faculty of mathematics and Natural Sciences University of North Sumatra. The respondent as much as 99 people by using the questionnaire as a tool in data collection.

The research results of the 10 samples of chili sauce which had checked the sodium content of benzat that do not exceed the maximum limit. The highest content in the chili sauce is 0.1974 g/kg and a good level of knowledge of students as many as 28 people FKM (70.0%), students (13 people as much as FK 76.5%), FKG Students as many as 16 people (72.7%), FARMASI and as many as 16 people (80.0%). Good attitude of college students as many as 13 people FKM (92.5%), student of FK 15 (88.2%), FKG Students as many as 22 people (100.0%), FARMASI students of as many as 20 people (100.0%). Good action Student FKM as much as 26 people (65.0%), FK as many as 12 people (70.6%), FKG is a total of 11 people (50.0%) and FARMASI as many as 17 people (85.0%).

It is advisable to BPOM in order to hold periodic supervision and socialization to manufacturers on the use of food additives are safe for consumption as well as student health in order to improve his knowledge of preservatives in particular the sodium benzoate.

Keyword: Sodium benzoate, Knowledge, Attitude, Action, Chili Sause

(7)

dalam kehidupan penulis. Atas kasih yang selalu melimpah tersebut, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi adalah “ANALISIS NATRIUM BENZOAT PADA SAUS CABAI DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN DI SUMATERA UTARA TENTANG BAHAYA BAGI KESEHATAN TAHUN 2018”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat, universitas Sumatera Utara.

Berkat kasihNya pula, penulis sangat berbahagia memilki orang tua yang sangat luar biasa, Alm. P Pasaribu dan J br Tobing. Terima kasih buat cinta kasih yang selalu melimpah dalam kehidupan penulis. Semoga berkat selalu buat kalian, terlebih buat mama.

Pada kesempatan yang membahagiakan ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak bisa terselesaikan tanpa dorongan semangat dari banyak pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, maka dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Runtung Sitepu SH, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Penguji I Skripsi. Penulis berterima kasih atas bimbingan dan saran menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku Dosen Penguji II Skripsi. Penulis berterima kasih atas bimbingan dan saran untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan Staf pegawai di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Dosen Peminatan Kesehatan Lingkungan.

7. Daniel Boyke Pasaribu dan Petra Aditya Pasaribu yang telah memberikan banyak cinta kasih, semangat dan motivasi kepada penulis.

8. Sahabat (Juliana Sandi, Tri Siska, Sihol Maya, Stevanie, Silvia Lolyta, Herlina) yang selalu menguatkan dalam doa dan memberikan perhatian selama pengerjaan skripsi.

9. KTB Katatirmos (Afriayu, Dewi, Lady Diana), kelompok tumbuh bersama penulis yang selalu setia meberikan doa, dukungan, dan firman.

10. Kelompok PBL Desa Sukajadi Squad Perbaungan (Bella, Naomi, Dina, Maula, Andini, Rustia, Riko) serta teman-teman LKP Dinas Kesehatan Kota Medan (Dewanti, Widya, Ruth, Jessica) atas kebersamaannya dalam

(9)

satu persatu atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis masih menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan menuju yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya serta dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2018

Penulis

(10)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

RIWAYAT HIDUP ...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus... 4

1.3 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.1.2 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan ... 7

2.2 Bahan Pengawet ... 12

2.2.1 Pengertian Bahan Pengawet ... 12

2.2.2 Jenis Bahan Pengawet ... 13

2.2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet ... 14

2.2.4 Prinsip Pemilihan ... 14

2.3 Natrium Benzoat ... 17

2.3.1 Pengertian Natrium Benzoat ... 17

2.3.2 Batas Penggunaan Natrium Benzoat ... 18

2.3.3 Metabolisme Natrium Benzoat Pada Tubuh ... 19

2.3.4 Efek Toksikologi Natrium Benzoat Pada Tubuh ... 20

2.4 Saus ... 21

2.4.1 Pengertian Saus ... 21

2.4.2 Saus Cabai ... 22

2.4.3 Proses Pengolahan Saus Cabai ... 22

2.5 Perilaku ... 24

2.5.1 Pengetahuan ... 24

2.5.2 Sikap ... 27

2.5.3 Tindakan ... 29

2.6 Kerangka Konsep ... 30

(11)

3.3 Objek, Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

3.3.1Objek ... 31

3.3.2 Populasi ... 32

3.3.3 Sampel ... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1 Data Primer ... 35

3.4.2 Data Sekunder ... 36

3.5 Defenisi Operasional ... 36

3.6 Metode Pengukuran ... 37

3.6.1 Cara Pengujian Kadar Pengawet Natrium Benzoat pada Saus . 33 3.6.2 Cara Pengukuran Perilaku ... 39

3.7 Analisis Data ... 42

BAB IV HASIL PENELTIAN ... 43

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 43

4.2.1 Gambaran Umum Universitas Suamtera Utara ... 43

4.2.2 Gambaran Umum Kantin Universitas Sumatera Utara ... 43

4.2 Karakteristik Responden ... 44

4.2.1 Fakultas ... 44

4.2.2 Umur... 45

4.2.3 Angkatan ... 46

4.3 Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2018 ... 47

4.4 Sikap Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2018 ... 50

4.5 Tindakan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2018 ... 52

4.6 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Natrium Benzoat Pada Saus Cabai 55 4.6.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat Pada Saus Cabai ... 55

BAB V PEMBAHASAN ... 57

5.1 Pengetahuan Responden Terhadap Bahaya Natrium Benzoat Bagi Kesehatan ... 57

5.2 Sikap Responden Terhadap Bahaya Natrium Benzoat Bagi Kesehatan ... 58 5.3 Tindakan Responden Terhadap Bahaya Natrium Benzoat Bagi

(12)

6.2 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2013 ... 18 Tabel 3.1 Distribusi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017 ... 32 Tabel 3.2 Distribusi Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara Pogram Reguler Tahun 2014-2017 ... 32 Tabel 3.3 Distribusi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017 ... 33 Tabel 3.4 Distribusi Mahasiswa Fakultas Kedkteran Gigi Universitas

Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017 ... 33 Tabel 3.5 Proporsi Sampel dengan Jumlah Populasi dari Tiap-tiap Fakultas .... 35 Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas Mahasiswa

Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2018 ... 44 Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Mahasiswa

Fakultas Kesehatan Kesehatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2018 ... 45 Tabel 4.3 Dsitribusi Responden Berdasarkan Angkatan Mahasiswa

Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2018 ... 46 Tabel 4.4 Hasil Kuesioner Pengetahuan Mahasiswa Fakultas

Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang Bahaya

Natrium Benzoat Bagi Kesehatan tahun 2018 ... 47 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara

Tahun 2018 ... 49 Tabel 4.6 Hasil Kuesioner Berdasarkan Sikap Mahasiswa Fakultas

Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tentang Bahaya

Natrium Benzoat Bagi Kesehatan Tahun 2018 ... 50 Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Mahasiswa

(14)

Fakultas Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2018 ... 54 Tabel 4.10 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Natrium Benzoat Pada Saus Cabai

yang ada di kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera

Utara Tahun 2018 ... 56

(15)

Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Penelitian... 70 Lampiran 3. Kuesioner Penelitian ... 71

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ronauli Anggelina Pasaribu, lahir pada tanggal 16 Juli 1996 di Duri, Riau. Beragama Kristen Protestan dan bertempat tinggal di Jl.Sona, Sebanga, Duri. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Alharhum Bapak Pander Pasaribu dan Ibu Julise Mariyati Tobing.

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 2001 di TK Santo Yosef Duri, Riau dan selesai pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SD Santo Yosef Duri,Riau yang selesai pada tahun 2008. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Santo Yosef Duri, Riau hingga tahun 2011 dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas di SMAN I Mandau, Riau dan selesai pada tahun 2014.

Penulis kemudian menempuh pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan Masyarakat, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan selesai pada tahun 2018.

(17)

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengelolaan dan pembuatan makanan dan minuman (BPOM, 2013)

Penambahan bahan pangan ke dalam makanan merupakan hal yang perlu untuk meningkatkan mutu suatu produk sehingga mampu bersaing di pasaran.

Bahan Tambahan Pangan itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Dan bukti menunjukkan bahwa pemakaian dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah kesehatan (Yuliarti, 2007).

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Apabila pemakaian bahan pengawet dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung misalnya keracunan ataupun yang bersifat tidak langsung misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2006).

Jenis pengawet yang sering digunakan pada makanan adalah asam benzoat. Benzoat yang umum digunakan adalah benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya. Garam benzoat terurai menjadi

(18)

efektif racun pada pemakaian berlebihan terhadap konsumen, sehingga pemberian bahan pengawet ini tidak boleh melebihi 0,1% dalam bahan makanan (Winarno, 2004).

Pada penderita asma dan orang yang menderita urticarial sangat sensitif terhadap asam banzoat sehingga konsumsi delam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Yuliarti, 2007). Pemberian dosis besar akan menimbukan nyeri lambung, mual dan muntah (Ratnanai, 2009). Efek Natrium Benzoat yang berlebih dalam tubuh juga dapat menyebabkan edema (bengkak) dan mengkonsumsi dalam jangka panjang akan dapat mimicu penyakit ginjal (Hilda, 2015).

Berdasarkan penelitian Badan pangan Dunia (FAO), konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala-gejala hiperaktif, sariawan, kencing terus-menerus, serta penurunan berat badan (Hilda, 2015).

Natrium Benzoat sebagai bahan pengawet organik dapat digunakan pada saus cabai untuk mencegah terjadinya kerusakan oleh aktivitas mikroba. Batas maksimum penggunaan pengawet natrium benzoat di dalam saus berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 36 tahun 2013 tentang Bahan Tambahan Pangan Pengawet adalah 1 g/kg. ADI (Acceptable Daily Intake) untuk natrium benzoat 0-5 mg/kg berat badan.

Berdasarkan Penelitian Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) tahun 2013, terdapat 80% merk saus dan kecap yang dijual di pasaran mengandung bahan pengawet natrium benzoat dan kalium benzoat berlebihan. Uji laboratorium

(19)

menunjukkan kadar natrium benzoat yang digunakan itu mencapai 1.109,4 mg/kg (Nurhasan,2013).

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Fitriany (2013) yang menganalisis pengawet natrium benzoat pada saus cabai bahwa hasil pemeriksaan saus cabai yang bermerek dan tidak bermerek yang beredar di Kota Medan, diperoleh semua sampel mengandung natrium benzoat. Dan dari analisis kadar natrium benzoat pada sampel tersebut sebesar 848,2850 mcg/g – 1223,1078 mcg/g.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Kantin sekitar Lingkungan Universitas Sumatera Utara bahwa beberapa kantin memiliki saus dengan sumber yang berbeda-beda. Frekuensi pemakaian saus cabai di beberapa kantin sebanyak 2 kg/hari. Dan pada Mahasiswa Fakultas Kesehatan yang telah mempelajari tentang bahan pengawet pada makanan tidak mengetahui berapa batas maksimum penggunaan natrium benzoat pada saus cabai serta bahayanya bagi kesehatan.

Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk menganalisa kadar kandungan natrium benzoat yang terdapat dalam saus cabai yang terdapat dibeberapa kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara dan perilaku mahasiswa Fakultas Kesehatan tentang bahaya bagi kesehatan tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi permasalahan adalah apakah kadar kandungan Natrium Benzoat yang terdapat pada saus cabai yang terdapat di beberapa kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara yang

(20)

Makanan RI No. 36 tahun 2013 adalah sebesar 1000 mg/kg atau 1 g/kg serta bagaimana perilaku mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahayanya bagi kesehatan.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui kandungan natrium benzoat pada saus cabai di Kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara serta tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan Mahasiswa Fakultas Kesehatan tentang bahayanya bagi kesehatan tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengetahuan mahasiswa di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya natrium benzoat bagi kesehatan tubuh.

2. Mengetahui sikap mahasiswa di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya natrium benzoat bagi kesehatan tubuh.

3. Mengetahui tindakan mahasiswa di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya natrium benzoat bagi kesehatan tubuh.

4. Mengetahui kadar kandungan natrium benzoat yang terdapat pada produk saus dengan membandingkan dengan Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang mengatur nilai batas kadar kandungan natrium benzoat di dalam saus cabai yaitu sebesar 1 g/kg.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara untuk pengayaan literatur tentang kandungan natrium benzoat pada saus cabai di Kantin

(21)

sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara dan perilaku Mahasiswa Fakultas Kesehatan tentang bahayanya bagi kesehatan tahun 2018.

2. Bagi Masyarakat Kota Medan khususnya mahasiswa lainnya sebagai bahan masukan dan informasi mengenai jumlah kadar natrium benzoat pada produk saus cabai di Kantin sekitar lingkungan Universitas Utara sehingga meningkatkan pengetahuan serta wawasan tentang kandungan natrium benzoat pada saus cabai.

3. Untuk peneliti sendiri agar menambah wawasan tentang kandungan natrium benzoat pada saus di Kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara tentang bahaya bagi kesehatan tahun 2018.

(22)

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan dalam proses produksi pangan perlu diawasi bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Dibidang pangan kita memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa yang akan datang yaitu pangan yang aman dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan lebih mampu bersaing dalam pasar global (Cahyadi, 2009). Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :

1. Bahan Tambahan Pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan, dengan mengettahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahan kesegaran, cita rasa, dan dapat membantu peneglolaan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

2. Bahan Tambahan Pangan yang tidak sengaja ditambahkan yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat tidak secara sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses proses produksi, pengelolaan, dan pengemasan.

Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Menurut ketentuan

(23)

yang ditetapkan, ada beberapa kategori bahan tambahan makanan. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan.

Ketiga, Bahan Tambahan Makanan yang aman dan dalam dosis yang tapat serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).

Ratnani (2009) Fungsi Bahan Tambahan Pangan antara lain :

1. Sebagai pengawet pangan dengan cara mencegah pertumuhan dan aktivitas mikroba perusak pangan (menahan proses biokimia) atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan

2. Untuk membuat makanan itu dapat diproduksi secara massal

3. Menjadikan pangan lebih baik dan menarik sehingga menambah dan merangsang timbulnya selera makan

4. Meningkatkan kualitas pangan 5. Menghemat biaya

Jenis Bahan Tambahan Pangan ada 2 yaitu: GRAS (Generally Recognized as Safe), zat ini aman dan tidak berefek toksik misalnya gula (glukosa).

Sedangkan jenis yang lainnya yaitu ADI ( Acceptable Daily Intake), jenis ini selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (daily intake) demi menjaga atau melindungi kesehatan konsumen (Cahyadi,2009).

2.1.2 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan

(24)

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, terdiri dari golongan yang diizinkan yaitu :

1. Antibuih adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau mengurangu pembentukan buih

2. Antikempal adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah mengempalnya produk pangan

3. Antioksidan adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat kerusakan pangan akibat oksidasi dalam pangan

4. Bahan pengkarbonasi adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk karbonasu di dalam pangan

5. Garam pengemulsi adalah bahan tambahan pangan untuk mendispersikan protein dalam keju sehingga mencegah pemisahan lemak

6. Gas untuk kemasan adalah bahan tambahan pangan berupa gas, yang dimasukkan ke dalam kemasan pangan sebelum, saat maupun setelah kemasan diisi dengan pangan untuk mempertahankan mutu pangan dan melindungi pangan dari kerusakan

7. Humektan adalah bahan tambahan pangan untuk mempertahankan kelembaban pangan

8. Pelapis adalah bahan tambahan pangan untuk melapisi permukaan pangan sehingga memberikan efek perlindungan dan/atau penampakan mengkilap

(25)

9. Pemanis adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan

10. Pembawa adalah bahan tambahan pangan yang digunakan untuk memfasilitasi penanganan, aplikasi atau penggunaan bahan tambahan pangan lain atau zat gizi dalam pangan dengan cara nelarutkan, mengencerkan, mendispersikan atau memodifikasi secara fisik bahan tambahan pangan lain atau zat gizi tanpa mengubah fungsinya dan tidak mempunyai efek teknologi pada pangan

11. Pembentuk gel adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk gel

12. Pembuih adalah bahan tambahan pangan untuk membentuk atau memelihara homogenitas disperse fase gas pangan berbentuk cair atau padat

13. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan pangan untuk mengasamkan, menetralkan dan/atau mempertahankan derajat keasaman pangan

14. Pengawet adalah bahan tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian dan perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme

15. Pengembang adalah bahan tambahan pangan berupa senyawa tunggal atau campuran untuk melepaskan gas sehingga meningkatkan volume adonan 16. Pengemulsi adalah bahan tambahan pangan untuk membantu terbentuknya

campuran homogeny dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air

(26)

17. Pengental adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan viskositas pangan

18. Pengeras adalah bahan tambahan pangan untuk memperkeras atau mempertahankan jaringan buah dan sayuran atau berinteraksi dengan bahan pembentuk gel untuk memperkuat gel

19. Penguat rasa adalah bahan tambahan pangan untuk memperkuat atau memodifikasi rasa dan/atau aroma yang telah ada dalam bahan pangan tanpa memberikan rasa dan/atau aroma baru

20. Peningkat volume adalah bahan tambahan pangan untuk meningkatkan volume pangan

21. Penstabil adalah bahan tambahan pangan untuk menstabilkan system disperse yang homogeny pada pangan

22. Peretensi Warna adalah bahan tambahan pangan yang dapat mempertahankan, menstabilkan atau memperkuat intensitas warna pangan tanpa menimbulkan warna baru

23. Perisa adalah bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct)yang digunakan untuk memberikan flavour dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam

24. Perlakuan Tepung adalah bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada tepung untuk memperbaiki warna, mutu adonan dan atau pemanggangan, termasuk bahan pengembang adonan, pemucat dan pematang tepung

(27)

25. Pewarna adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintesis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna

26. Propelan adalah bahan tambahan pangan berupa gas untuk mendorong pangan keluar dari kemasan

27. Sekuestran adalah bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam polivalen untuk membentuk kompleks sehingga meningkatkan stabilitas dan kualitas pangan

Beberapa Bahan Tambahan Pangan yang dilarang digunakan dalam makanan, sebagai berikut:

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya ( Salicylic Acid and its salt) 3. Minyak nabati yang dibromasi (bromnated vegetable oils) 4. Kloramfeenikol (chlorampenicol)

5. Kalium klorat (pottasium chlorate)

6. Dietilpirokarbonat (diethylpyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofuranzon (nitrofuranzone)

8. Dulsin (Dulcin)

9. Kalium Bromat (Postassium Bromate) 10. Formalin (Formaldehyde)

11. Dulkamara 12. Kokain

(28)

14. Sinamil antranilat 15. Dihidrosafrol 16. Biji tonka 17. Minyak kalamus 18. Minyak tansi 19. Minyak sasafras 2.2 Bahan Pengawet

2.2.1 Pengertian Bahan Pengawet

Di dalam pengawetan bahan pangan perubahan-perubahan yang menguntungkan dengan sengaja diadakan, digiatkan, dibantu, dipercepat atau diatur sedangkan perubahan-perubahan yang merugikan dihambat, dicegah, dihindarkan atau dihentikan (F.G Winarno, 1980).

Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam (Cahyadi, 2009).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degredasi bahan pangan terutama yang disebabkan oleh faktor biologi.

Penggunaan pengawet harus tepat, baik jenis maupun dosisnya (Dahrul dkk, 2005).

(29)

2.2.2 Jenis Bahan Pengawet

Menurut Chayadi (2009), jenis bahan pengawet yaitu:

1. Zat Pengewet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat dan nitrit. Selainn sebagai pengawet, sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi itu akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna cokelat. Sulfur dioksida juga dapat berfungsi sebagai antioksidan dan meningkatkan daya kembang terigu.

Garam nitrat dan nitrit umunya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulium, suatu bakteri yang dapat memproduksi racun yang mematikan. Akhirnya, nitrit dan nitrat banyak digunakan sebagai bahan pengawet tidak saja pada produk daging, tetapi juga pada ikan dan keju.

2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai daripada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet adalah asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.

(30)

2.2.3 Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Menurut Chayadi (2009), Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut:

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun tidak patogen

2. Memperpanjang umur simpan pangan

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, cita rasa dan bau bahan pangan yang diawetkan

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangam yang berkualitas rendah 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah

atau tidak memenuhi persyaratan

6. Tidak digunakan untuk menyembuyikan kerusakan bahan pangan

Persyaratan penggunaan bahan pengawet yaitu dibutuhkan, pengawet bersifat efektif, non toksik, tidak mengubah kualitas dan ciri produk, aman dan tidak karsinogenik, konsumsi tidak melebihi ambang batas yang diizinkan, praktiks dan kompatibel dengan proses pengelolahan dan tersedia dan ekonomis (Estiastih, 2015).

2.2.4 Prinsip Pemilihan Pengawet

Menurut Estiasih (2015), pemilihan pengawet sehingga dapat berekerja efektif dalam produk makanan harus memerhatikan hal-hal berikut yaitu:

1. Kadar air dan Aw produk pangan

Kadar air yang rendah tidak memungkinkan mikroba tumbuh dengan baik sehingga produk dengan air dan Aw rendah seringkali tidak membutuhka

(31)

pengewet dengan syarat kondisi penyimpanan tidak memungkin terjadinya penyerapan iar pada produk yang dapat meningkatkan kadar air.

Contohnya, keripik kentang dan susu bubuk tidak membutuhkan pengawet karena kadar air dan Aw yang sanagt rendah sehingga mikroba tidak tumbuh.

2. Komposisi Natrium Produk Pangan

Produk pangan dengan kadar air tinggi dan bernutrisi lengkap seperti kaldu sesuai untuk pertumbuhan bakteri sehingga pengawet yang sesuai adalah antibakteri. Produk dengan kadar gula tinggi seperti sirup, sesuai diawetkan dengan menggunakan pengawet anti kamir kerena khamir dapat tumbuh pada produk pangan dengan Aw sedang dengan kadar gula tingi.

3. Nilai pH Produk Pagan

Kesesuaian pH produk dengan dengan pK pengawet menjadi penting, karena pengawet asam lemah akan efektif jika pK-nya sesuai dengan produk pangan.

4. Jenis Mikrobia yang tumbuh dominan

Mikroba yang dominan pada produk pangan sanagt ditentukan oleh kadar air, Aw, dan komponen utama nutrisi produk, ada kecendrungan suatu produk pangan didominasi oleh mikroba tertentu. Contohnya, roti merupakan produk ber-Aw rendah dan tinggi karbohidrat sehingga mikroba yang sering kali tumbuh adalah kapang.

5. Suhu penyimpanan

(32)

Suhu penyimpanan merupakan factor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan mikrobia. Contohnya, sari buah yang dipasteurisasi biasa disimpan pada suhu dingin sehingga jenis pengawet yang digunakan harus efektif terhadap bakteri psikrofilik.

6. Proses Pengelolahan

Jika proses pengelolahan telah cukup untuk mematikan mikrobia dan pasca pengelolahan tidak memungkinkan terjadi kontaminasi pada produk, maka produk tersebut tidak memerlukan pengawet.

7. Dosis Efektif

Penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan perubahan karaketristik produk seperti rasa, bau dan after taste yang tidak diinginkan.

8. Toksisitas

Pengawet yang ditambahkan pada produk pangan yang toksisitasnya paling rendah.

9. Perubahan Karakteristik Produk

Pengawet yang ditambahkan seringkali mempunyai bau yang spesifik yang khas dan after taste yang dapat menyebabkan perubahan rasa dan abu produk. Contohnya, penggunaan sulfit pada pengawetan buah-buahan kering menimbulkan bau belerang.

10. Kelarutan

Pengawet akan efektif bila larut dalam air. Dan yang efektif itu adalah bentuk garamnya. Contohnya, natrium benzoat lebih efektif disbanding asam benzoat.

(33)

2.3 Natrium Benzoat

2.3.1 Pengertian Natrium Benzoat

Natrium Benzoat adalah pengawet bakterioristatik dan fungistatik dalam kondisi asam. Natrium benzoat paling banyak digunakan dalam makanan seperti salad dressing (cuka), minuman soda (asam karbonat) dan juga digunakan sebagai pengawet dalam obat-obatan dan kosmetik (Deny, 2015).

Natrium benzoat berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebuh mudah larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25°C sebesar 660 gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,8 (Cahyadi,2009).

Menurut Ayu (2013) yang mengutip pendapat Winarno, pengawet natrium benzoat dengan rumus kimia C7H5O2Na merupakan bahan yang dapat ditambahkan secara langsung ke dalam makanan yang bentuknya kristal putih atau dapat ditambahkan terlebih daulu ke dalam air atau pelarut lainnya. Natrium benzoat lebih efektif digunakan dalam makanan yang asam sehingga banyak digunakan sebagai pengawet dalam sari buah-buahan, jeli, sirup dan makanan lainnya yang mempunyai pH rendah.

Benzoat pada kadar 0,1% dalam bahan pangan dapat diamati dan menghasilkan rasa “seperti merica” atau rasa pedas atau rasa sengak yang tidak dikehendaki pada bahan pangan. Hal ini terutama dirasakan pada sari buah yang diberi benzoate (Desrosier, 2008).

(34)

Menurut Yulinda (2011) yang mengutip pendapat Buckle, karakteristik makanan yang mengandung pengawet natrium benzoat yaitu:

1. Memberikan kesan aroma fenol yaitu aroma obat cair 2. Ada zat pewarna

3. Berasa payau atau asin

4. Pada pemanasan yang tinggi akan meleleh dan mudah terbakar 5. Menghasilkan zat asam

2.3.2 Batas Penggunaan Natrium Benzoat

Dikarenakan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kesehatan masyarakat maka dalam pengelolaan bahan pangan perlu dihindarkan penggunaan bahan tambahan pangan yang dapat merugikan atau membahayakan konsumen. Pemerintah telah memberikan wewenang pengawasan terhadap peredaaran dan jual beli pangan dan minuman khususnya untuk pangan dari pengelolaan kepada Departemen Kesehatan RI. Pelaksanaan tugas pengawasan ditunjuk Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Pangan (Cahyadi,2009).

Tabel 2.1 Daftar Bahan Pengawet Organik yang diizinkan pemakaiannya dan dosis maksimum yang diperkenankan oleh Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2013 (Lampiran Permenkes RI No. 722/Per/IX/88)

Nama BTP Jenis Bahan Pangan Batas Maksimum Penggunan Natrium Benzoat Jam dan Jeli 1 g/kg

Kecap 600 mg/kg

Minuman ringan 600 mg/kg

Saus 1 g/kg

Pangan lain 1 g/kg

(35)

Peraturan perundang-undangan yang disusun untuk pengawasan pelaksanaan penggunaan bahan tambahan pangan sangat bervariasi antara satu dengan negara yang lainnya. Masing-masing negara mempunyai suatu lembaga dan badan khusus yang bertugas menyusun peraturan perundang-undangan dan mengawasi pelaksanaannya. Sebagai contoh, Amerika Serikat mempunyai FDA (Food and Drug Administration), Australia dengan NHMRC (National Health dan Medical Research Council) dan FAAC (Food Additives and Contaminant Commite), dan di Indonesia dengan Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Pangan. Oleh sebab itu, wajar apabila ada perbedaan pemakaian bahan pengawet kimia dan pengawasan penggunaan yang diizinkan (Cahyadi,2009)

Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan batas yang disebut ADI (Accepteble Daily Intake) atau kebutuhan per orang per hari. ADI didefenisikan sebagai jumlah bahan yang dapat masuk tubuh setiap harinya meskipun dicerna setiap hari tetap bersifat aman dan tidak menimbulkan gangguan pada kesehatan atau efek racun dan risiko lainnya. ADI dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. Menurut Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan tahun 2013, Natrium Benzoat yang aman ADI adalah 0-5 mg/kg berat badan dan kadar maksimum natrium benzoat yang diperbolehkan dalam pangan saus adalah 1g/kg.

2.3.3 Metabolisme Natrium Bezoat Pada Tubuh

Natrium benzoat yang masuk ke dalam tubuh akan melewati membran- membran tubuh dan memasuki aliran darah karena tidak ada sistem yang khusus

(36)

benzoat diabsorbsi dari usus halus dan diaktivasi melalui ikatan dengan CoA untuk menghasilkan benzoyl coenzyme A. Selanjutnya benzoyl coenzyme A berkonjugasi dengan glisin dalam hati untuk membentuk asam hipurat yang kemudian dikeuarkan melalui urin. Tahap pertama dikatalisis oleh enzim synthetase; tahap kedua dikatalisis oleh enzim acyltransferase. Mekanisme ini mampu mengeluarkan sekitar 66-95% benzoat. Sisa benzoate yang tidak keluar sebagai asam hipurat dapat dimetabolisme dengan asam glukoronat dan dapat dikeluarkan urin. Jika tidak ada gangguan pada organ hati maka benzoate tidak berakumulasi (WHO dalam Ayu 2013).

2.3.4 Efek Toksikologi Natrium Benzoat Pada Tubuh

1. Apabila pemakaian jenis pengawet dan dosisnya tidak diatur maka menimbulkan kerugian bagi si pemakai, misalnya keracunan atau terakumulasinya pengawet dalam organ tubuh dan bersifat karsinogenik (Cahyadi,2009). Dapat menyebabkan kanker karena natrium benzoate berperan sebagai agen karsinogenik misalnya pada minuman berisotonik dimana vitamin C (ascorbic acid) yang ditambahkan dalam minuman isotonic akan bereaksi dengan natrium benzoat menghasilkan benzen.

Benzen tersebut dikenal sebagai polutan udara dan dapat meyebabkan kanker (Hilda, 2015).

2. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticarial sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Yuliarti, 2007).

(37)

3. Dapat menimbulkan edema (bengkak) akibat dari retensi (tertahannya cairan didalam tubuh) dan bisa juga karena naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma akibat peningkatan air oleh natrium (Hilda, 2015)

4. Sebagai tambahan, dalam riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan, menyatakan bahwa natrium benzoat diperkirakan dapat merusak DNA (Hilda, 2015)

5. Pengawet benzoat serta garam yang tinggi serta dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan memicu penyakit ginjal (Hilda, 2015)

2.4 Saus

2.4.1 Pengertian saus

Kata “saus” berasal dari bahasa Perancis (sauce) yang diambil dari bahasa latin salsus yang berarti “digarami”. Sedangkan saus dalam istilah masak- memasak cairan kental yang digunakan sewaktu memasak atau dihidangkan bersam-sama makanan sebagai cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang dengan atau tanpa rasa pedas. Saus merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat popular. Saus tidak saja hadir dalam sajian seperti mie bakso atau mie ayam, tetapi juga dijadikan bahan pelengkap nasi goring, mie goring dan aneka makanan fast food.

2.4.2 Saus Cabai

(38)

Saus cabai merupakan bahan pelengkap yang digunakan sebagai tambahan untuk menambah kelezatan makanan dapat berupa cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasa nyaa merah), mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam, dan sering kali pengawet (Putra,dkk dalam Sevani, 2016)

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-2976 tahun 2006, saus cabai adalah saus yang diperoleh dari bahan uatama cabai (capsicum sp) yang berkualitas, yang diolah dengan penambahan bumbu-bumbu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Menurut Rencana HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Industri cabai bahwa masa simpan saus cabai selama 1 tahun.

2.4.3 Proses pengolahan Saus Cabai

Proses pengolahan saus terdiri dari dua tahap utama yaitu persiapan dan tahap pengelohan utama. Proses pembuatan saus menurut Erliza, dkk (2010) adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

ƒ Persiapan Bahan

Persiapan bahan terdiri dari pemilihan bahan yang baik dan pencucian.

ƒ Persiapan Alat

Alat yang digunakan dibedakan menajdi dua, yaitu alat ukur yang digunakan dalam proses pembuatan saus. Alat ukur berupa timabngan digital yang digunakan untuk menimbang bahan sesuai formula saus.

(39)

Alat dalam proses pembuatan meliputi: pisau, panic kukus, blender, saringan, wajan, sutil, corong, botol kaca dan kompor.

2. Tahap Pengolahan Utama

Tahap pengolahan utama terdiri dari:

ƒ Pengukusan

ƒ Tujuan dari pengukusan juga membuat tekstur bahan yang dikukus menjadi lebih lunak sehingga memudahkan proses penggilingan. Proses pengukusan dilakukan selama 10 menit pada suhu 100°C.

ƒ Penggilingan

Bahan yang sudah dikukus dan sudah dingin akan digiling atau dihaluskan menggunakan blender. Lamanya proses penggilingan tergantung dari jumlah bahan yang di blender, semkain banyak jumlah bahan semakin lama waktu proses penggilingan. Penggilangan dilakukan sampai diperoleh bubur saus dengan warna dan kehalusan yang merata.

ƒ Penyaringan

Bahan yang telah dibelnder kemudian disaring dengan saringan stainless steel. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan ampas bahan dan cemaran fisik lain.

ƒ Pemasakan

Adonan saus yang sudah disaring dimasak dan dicampur dengan garam dan gula. Pemasakan dilakukan selama 20 menit sampai suhu 100°C

(40)

secara perlahan kemudian ditambahkan tepung maizena yang sudah dicairkan sambil terus diaduk. Setelah diperleh kekentalan yang diinginkan masukkan asam cuka. Pengadukan dan pemanasan diteruskan dengan api yang sanagt kecil hanya sekedar untuk mempertahankan bahan tetap panas.

2.5 Perilaku

Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.

Perilaku manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni perilaku dasar (umum) sebagai mahkluk hidup dan perilaku makhluk sosial. Perilaku dalam arti umum, memiliki arti berbeda dengan perilaku sosial, perilaku sosial adalah perilaku spesifik yang diarahkan pada orang lain. Penerimaan perilaku sangat tergantung pada norma-norma sosial dan diatur oleh berbagai sarana kontrol sosial (Sunaryo dalam Pratiwi, 2017)

2.5.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertetu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera pengihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

(41)

Menurut Salamah (2015) yang mengutip dari Sunaryo, pegetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (over behavior).

Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besarnya pengetahuan dibagi dalam enam tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2012)

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima setelah mengamati sesuatu. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi mengenai objek tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan mengapa harus melalukan tindakan reuse dan reduse dalam penggunaan plastik.

3. Aplikasi (application)

(42)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya (real condition).

Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan segalanya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

5. Sintesis

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesisi adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian- penilaian itu berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pangalaman orang lain. Pengalaman yang diperoleh dapat mempeluas pengetahuan seseorang.

(43)

2. Tingkat pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada orang yang berpendidikan lebih rendah.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan yang positif maupun keyakinan yang negative, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

4. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, telivisi, buku dan lain-lain.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

6. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, presepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu (Notoatmodjo, 2003).

2.5.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

(44)

hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Rukmana (2013) yang mengutip dari Yahya, sikap merupakan ukuran besarnya pengaruh atas pengalaman-pengalaman yang spesifik terjadi harapan-harapan, atau dengan kata lain hal-hal yang pernah dialami akan mempunyai suatu arti dan nilai tertentu.

Notoadmodjo (1996) yang dikutip oleh A.Wawan dan Dewi (2010), menjelaskan bahwa sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni:

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga.

4. Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi.

(45)

2.5.3 Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Setelah seseoarang mengetahui stimulus atau onjek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik) (Notoatmodjo, 2003).

Tindakan mempunyai beberapa tingkatan (Notoadmodjo, 2007) : 1. Prespsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakn praktek tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (Guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuia dengan contoh adalah merupakan indicator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mecanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai peringkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa

(46)

2.6 Kerangka Konsep

Bahan Natrium Benzoat

Tingkat Perilaku

Pemeriksaan Laboratorium

Saus

Uji Kuantitatif sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No 36 tahun 2013

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi

Syarat

(47)

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif yaitu menganalisis kandungan natrium benzoat pada saus cabai serta mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan mahasiswa Fakultas Kesehatan yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara tahun 2018.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan sampel di kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara yaitu kantin yang sering dikunjungi mahasiswa Fakultas Kesehatan. Selanjutnya, sampel dibawa ke Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara (FMIPA USU) untuk diperiksa.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei 2018 – selesai.

3.3 Objek, Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Objek

Objek penelitian ini adalah saus cabai yang berada di Kantin sekitaran lingkungan Universitas Sumatera Utara. Didalam lingkungan Universitas Sumatera Utara terdapat 9 kantin dan diluar lingkungan Universitas Sumatera

(48)

3.3.2 Populasi

Populasi penelitian terdiri dari populasi objek dan populasi subjek.

Populasi objek yaitu saus cabai. Sedangkan populasi subjek yaitu mahasiswa Fakultas Kesehatan yang sedang makan makanan dan pakai saus cabai di kantin sekitaran lingkungan Universitas Sumatera Utara.

Tabel 3.1 Distribusi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017

No. Angkatan Jumlah Mahasiwa

1 2014 670

2 2015 530

3 2016 322

4 2017 300

Total Populasi 1795

Sumber : Direktori Mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2018

Tabel 3.2 Distribusi Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017

No. Angkatan Jumlah Mahasiswa

1. 2014 204

2. 2015 242

3. 2016 200

4 2017 236

Total Populasi 742

.Sumber : Direktori Mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2018

(49)

Tabel 3.3 Distribusi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017

No Angkatan Jumlah Mahasiswa

1. 2014 38

2. 2015 208

3. 2016 237

4 2017 259

Total Populasi 742

Sumber : Direktori Mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2018

Tabel 3.4 Distribusi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017

No. Angkatan Jumlah Mahasiswa

1. 2014 228

2. 2015 251

3. 2016 247

4 2017 244

Total Populasi 970

Sumber : Direktori Mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2018

3.3.3 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Besar sampel mahasiswa ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :

n =

(50)

dimana : n = Besar sampel N = Besar populasi

e = Batas toleransi kesalahan (10%)

Dengan rumus tersebut dapat dihitung jumlah sampel dengan populasi dengan mengambil toleransi kesalahan 10% sebagai berikut:

n =

ଵାேሺ௘;ሻ

n = ସଷ଼ଽ

ଵାସଷ଼ଽሺ଴Ǥଵ;ሻ n = ସଷ଼ଽ

ସସǤ଼ଽ

n = 98

Selanjutnya untuk menentukan sampel yang akan dijadikan unit analisis dilakukan dengan metode proposional yaitu pengambilan sampel berdasarkan proporsi yang sama pada setiap angkatan agar setiap mahasiswa memilki peluang yang sama untuk dijadikan sampel sehingga mewakili setiap angkatan.

Langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menghitung jumlah sampel pada tiap-tiap angkatan sebagai berikut:

x = ௡௫௝௨௠௟௔௛௠௔௛௔௦௜௦௪௔௣௘௥௙௔௞௨௟௧௔௦

ே

Dimana :

x = jumlah sampel per fakultas n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

2. Menjumlahkan proporsi sampel dengan jumlah populasi pada tiap-tiap angakatan sebagai berikut :

(51)

Tabel 3.5 Proporsi Sampel dengan Jumlah Populasi pada tiap-tiap Fakultas No Fakultas Perhitungan Sampel Jumlah Sampel 1. Kesehatan Masyarakat n = ଵ଻ଽହ௫ଽ଼

ସଷ଼ଽ

40 2. Kedokteran n = ଻ସଶ௫ଽ଼

ସଷ଼ଽ

17 3. Kesehatan Gigi n = ଽ଻଴௫ଽ଼

ସଷ଼ଽ 22

4. Farmasi n = ଼଼ଶ௫ଽ଼

ସଷ଼ଽ

20

Jumlah 4389 99

Sumber : Direktori Mahasiswa Universitas Sumatera Utara tahun 2018

Teknik pengambilan sampel sebagai responden dengan metode Accidental Sampling dengan kriteria sebagai berikut:

1. Mahasiswa Fakultas Kesehatan (FKM, FK, FKG, Farmasi) 2. Stambuk 2014, 2015, 2016, 2017

3. Berada di lokasi penelitian yaitu kantin sekitar lingkungan Universitas Sumatera Utara

4. Sedang makan dengan menambahkan saus cabai 5. Sering mengkonsumsi saus

3.4 Metode Pegumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan natrium benzoat pada saus cabai serta berupa hasil jawaban dari pertanyaan atau kuesioner yang diajukan kepada mahasiswa Fakultas Kesehatan

(52)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder berupa data jumlah mahasiswa dari Direktori Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

3.5 Defenisi Operasional

Untuk memberikan arahan dalam penelitian ini, maka diberikan penjelasan atau defenisi operasional, sebagai berikut :

1. Saus cabai adalah bahan tambahan makanan berwarna merah yang berguna untuk menambah cita rasa makanan dengan rasa yang pedas.

2. Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkab ke pangan agar dapat menambah nilai gizi dan aman untuk dikonsumsi.

3. Bahan Pengawet adalah bahan yang digunakan untuk melindungi pangan dari kerusakan dan pembusukan.

4. Natrium Benzoat adalah bahan tambahan pegawet yang diizinkan oleh pemerintah dan mempunyai batas maksimum penggunaanya.

5. Pengetahuan Mahasiswa adalah tingkat pengetahuan yang diukur dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang bahan pengawet pangan natrium benzoat pada saus cabai.

6. Sikap Mahasiswa adalah respon mahasiswa tentang bahan pengawet pangan natrium benzoat pada saus cabai.

7. Tindakan adalah respon dari sikap yang merupakan perbuatan nyata dari mahasiswa mengenai bahan pengawet pangan natrium benzoat pada saus cabai.

(53)

8. Pemeriksaan laboratorium uji kuantitatif adalah pemeriksaan untuk mengukur kadar natrium benzoat pada saus.

9. Badan POM adalah sebuah lembaga yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan di Indonesia

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Cara Pengujian Kadar Pengawet Natrium Benzoat pada Saus 1. Peralatan

a. Buret

b. Beaker Glass c. Batang Pengaduk d. Bola Aspirator

e. Corong Pisah f. Corong Kecil g. Gelas Ukur h. Erlemeyer

i. Pipet Volume j. Pipet Tetes k. Statif

l. Kertas saring Whatman m. Kertas pH indicator n. Pemanas air

2. Bahan

(54)

b. Aquadest c. NaOH 10%

d. NaCl e. HCl f. Dietil eter g. NH4OH h. NH3

i. Larutan FeCl3 5%

3. Cara Kerja Uji Kuantitatif

1) Masukkan 50 gr sampel kedalam Erlenmeyer

2) Tambahkan 50 ml air suling lalu kocok hingga homogen

3) Tambahkan H2SO4 4N hingga suasana asam, cek dengan indikator universal

4) Tambahkan 20 ml eter lalu disari selama 30 menit, pisahkan lapisan eter (bagian atas) dan dikumpulkan.

5) Diulangi penyaringan 2 kali selama 15 menit, masing-masing menggunakan 15 ml eter

6) Dikumpulkan sari eter kedalam Erlenmeyer dan cuci dengan aquadest selama 10 menit, sari eter dikumpulkan dalam labu erlemeyer

7) Sari eter diuapkan di water bath pada suhu 60° C

8) Kedalam sisa sari eter tambahkan 15 ml etanol dan 20 ml aquadest, kocok hingga larut sempurna

(55)

9) Tambahkan 2-3 tetes indicator fenoptalin

10) Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari tidak berwarna menjadi warna merah jambu muda

11) Catat volum pentiter 12) Lakukan titrasi blanko

Kadar Natrium Benzoat = ሺ௏ଵି௏ଶሻ௫ே௫஻ெ

ௐሺ௠௚ሻ ݔͳͲͲΨ Keterangan :

V1 = Volume titrasi untuk sampel V2 = Volume titrasi untuk blanko N = Normalitas NaOH yang dipakai

BM = Berat molekul asam benzoat (144,11) W = Berat sampel yang ditimbang

Pembuatan Blanko :

1. Ambil 20 ml aquadest tambahkan 15 ml etanol masukkan ke dalam erlenmeyer

2. Tambahkan indicator fenoptalin 2-3 tetes

3. Titrasi dengan Natrium hidroksida 0,1 N sampai terbentuk warna merah jambu muda.

3.6.2 Cara Pengukuran Perilaku

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dan kuesioner yang disesuaikan dengan skor. Nilai

(56)

1. Nilai baik, apabila responden mendapat nilai > 75% dari seluruh skor yang ada.

2. Nilai sedang, apabila responden mendapat nilai 45% - 75% dari seluruh skor yang ada.

3. Nilai kurang, apabila responden mendapat nilai <45% dari seluruh skor yang ada.

Dalam hal ini pengukuran pada pengetahuan, sikap dan tindakan dapat dilakukan dengan cara berikut :

1. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan mahasiswa yang mengkonsumsi saus diukur dengan menggunakan jawaban responden dari semua pertanyaan yang diberikan di dalam kuesioner. Aspek pengukuran dengan kategori dari jumlah yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu:

Baik : > 75% dari seluruh skor yang ada Sedang : 40% - 75% dari seluruh skor yang ada Kurang : <40% dari seluruh skor yang ada Untuk pertanyaan memiliki 3 jawaban yaitu :

1. Skor 2 bila menjawab tepat

2. Skor 1 bila menjawab kurang tepat 3. Skor 0 bila menjawab tidak tepat 2. Sikap

Sikap mahasiswa yang mengkonsumsi saus diukur dengan menggunakan jawaban responden dari semua pertanyaan yang diberikan di dalam

(57)

kusioner. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori :

Baik : > 75% dari seluruh skor yang ada Sedang : 40% - 75% dari seluruh skor yang ada Kurang : <40% dari seluruh skor yang ada

Skor untuk tiap pertanyaan sikap terdiri dari 2 pilihan jawaban, dimana x Untuk pertnyaan nomor 1,3,5,7,8,9,10

Setuju : diberi skor 5 Tidak setuju : diberi skor 1 x Untuk pertanyaan nomor 6, 2, 4 Setuju : diberi skor 1 Tidak setuju : diberi skor 5 3. Tindakan

Tindakan mahasiswa yang mengkonsumsi saus diukur dengan menggunakan jawaban responden dari semua pertanyaan yang diberikan di dalam kuesioner.

Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori Baik : > 75% dari seluruh skor yang ada

Sedang : 40% - 75% dari seluruh skor yang ada Kurang : <40% dari seluruh skor yang ada

Setiap pertanyaan terdiri dari 2 jawaban. Kriteria pemebrian skor yaitu : Ya : 2

(58)

3.7 Analisa Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif yaitu menyajikan hasil penelitian dari pemeriksaan laboratorium yang disertai dengan tabel, narasi dan pembahasan dengan mengacu pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pengawet serta gambaran perilaku mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tentang bahayanya bagi kesehatan.

(59)

4.1.1 Gambaran Umum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara adalah universitas negeri yang terlatak di Kota Medan, Indonesia. Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu universitas negeri yang terbaik di pulau Sumatera. Universitas Sumatera Utara didirikan sebagai Yayasan Universitet Sumatera pada tanggal 4 Juni 1952.

Kampus Universitas Sumatera Utara memiliki 15 Fakultas. Kampus Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Padang Bulan memiliki luas sebesar 120 ha. Zona akademik seluas 90 ha menampung hampir seluruh kegiatan perkuliahan dan praktikum mahasiswa. Selain itu, di dalam kampus Universitas Sumatera Utara juga terdapat berbagai sarana seperti asrama, arena olahraga, wisma, kafetaria, bank dan kantor pos.

4.1.2 Gambaran Umum Kantin Universitas Sumatera Utara

Kantin-kantin yang berada di lingkungan Kampus Universitas Sumatera Utara umumnya berada disetiap Fakultas yang ada. Pada umumya kantin di lingkungan fakultas dan sekitar kampus Universitas Sumatera Utara menjual berbagai menu makanan sehari-hari untuk dikonsumsi oleh mahasiswa, dosen dan pegawai-pegawai. Contohnya seperti nasi soto, bakso, mie ayam, nasi goring, mie goring, gorengan, ayam penyet, jus, buah-buahan, kopi dan teh.

Banyaknya para pedangang yang berjualan dilingkungan kantin

(60)

yang sering membeli makanan setiap harinya di kantin-kantin dan juga letaknya yang strategis untuk dijangkau.

4.2 Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi yang berada di kantin sekitar Universitas Sumatera Utara.

Karakteristik responden meliputi umur, angkatan dan fakultas. Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.1.

4.2.1 Fakultas

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Fakultas Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2018

No. Fakultas Jumlah Persentasi (%)

1. FKM 40 40,4

2. FK 17 17,2

3. FKG 22 22,2

4. FARMASI 20 20,2

Total 99 100,0

Dari tabel 4.1 diketahui bahwa responden Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara yaitu FKM sebanyak 40 orang (40,4%), responden dari FK sebanyak 17 orang (17,2%), responden FKG sebanyak 22 orang (22,2%) dan responden FARMASI sebanyak 20 orang (20,2%).

4.2.2 Umur

Distribusi responden berdasarkan umur responden mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.2.

(61)

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universias Sumatera Utara Tahun 2018

No. Fakultas Umur Total

n % 1. Fakultas Kesehatan

Masyarakat

18 1 2,5

19 3 7,5

20 11 27,5

21 18 45,0

22 7 17,5

2. Fakultas Kedokteran 18 2 11,8

19 4 23,5

20 4 23,5

21 5 29,4

23 2 11,8

3. Fakultas Kedokteran Gigi

18 5 22,7

19 4 18,2

20 5 22,7

21 5 22,7

22 3 13,6

4. Fakultas Farmasi 18 2 10,0

19 2 10,0

20 5 25,0

21 6 30,0

22 5 25,0

Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa responden FKM paling banyak diumur 21 tahun sebesar 18 orang (45,0%) dan paling sedikit diumur 18 tahun sebesar 1 orang (2,5%), responden FK paling banyak diumur 21 tahun sebesar 5 orang (29,4%) dan paling sedikit diumur 18 tahun sebesar 2 orang (11,8%), responden FKG paling banyak di umur 18 tahun sebanyak 5 orang (22,7%), 20 tahun sebanyak 5 orang (22,7%), 21 tahun sebanyak 5 orang (22,7%) dan paling sedikit di umur 22 tahun sebesar 3 orang (13,6%), responden FARMASI paling banyak di umur 21 tahun sebesar 6 orang (30,0%) dan paling sedikit diumur 18 tahun sebesar 2 orang (10,0%).

(62)

4.2.3 Angkatan

Distribusi responden berdasarkan angkatan responden mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara tahun 2018 dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Angkatan Mahasiswa Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara Tahun 2018

No. Fakultas Angkatan Total

n % 1. Fakultas Kesehatan

Masyarakat

2014 16 40,0 2015 16 40,0 2016 5 12,5

2017 3 7,5

2. Fakultas Kedokteran 2014 2 11,8

2015 8 47,1

2016 2 11,8

2017 5 29,4

3. Fakultas Kedokteran Gigi 2014 4 18,2

2015 5 22,7

2016 1 4,5 2017 12 54,5

4. Fakultas Farmasi 2014 6 30,0

2015 10 50,0 2016 0 0 2017 4 20,0

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden Fakultas Kesehatan Masyarakat paling banyak di angkatan 2014 sebesar 16 orang (40,0%) dan paling sedikit di angkatan 2017 sebesar 3 orang (7,5%), responden Fakultas Kedokteran paling banyak di angkatan 2015 sebesar 8 orang (47,1%) dan paling sedikit di angkatan 2014 sebesar 2 orang (11,8%), responden Fakultas Kesehatan Gigi paling banyak di angkatan 2017 sebesar 12 orang (54,5%) dan paling sedikit di angkatan 2016 sebesar 1 orang (4,5%), responden Fakultas Farmasi paling banyak di angkatan 2015 sebesar 10 orang (50,0%) dan paling sedikit angkatan 2017 sebesar 4 orang (20,0%).

Gambar

Tabel 2.1  Daftar Bahan Pengawet Organik yang diizinkan pemakaiannya dan  dosis maksimum yang diperkenankan oleh Peraturan Badan  Pengawas Obat dan Makanan tahun 2013 (Lampiran Permenkes RI  No
Tabel 3.1 Distribusi Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas  Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017
Tabel 3.3   Distribusi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas    Sumatera Utara Program Reguler Tahun 2014-2017
Tabel 3.5 Proporsi Sampel dengan Jumlah Populasi pada tiap-tiap Fakultas   No  Fakultas   Perhitungan Sampel  Jumlah Sampel  1
+7

Referensi

Dokumen terkait

penelitian yang berjudul “ Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013 ”. Saya mengerti bahwa saya akan diminta

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir saya yang berjudul “ Penetapan Kadar Natrium Benzoat pada Minuman Ringan yang Beredar di Wilayah Karanganyar secara

Santi Imelda Gea : Hygiene Sanitasi Dan Analisa Cemaran Mikroba Yang Terdapat Pada Saus Tomat Dan Saus Cabai Isi Ulang Yang Digunakan Di Kantin Di Lingkungan Universitas

penyakit gastritis pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas.

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PERILAKU DENGAN GANGGUAN KESEHATAN PADA PETANI PENYEMPROT PESTISIDA TANAMAN JERUK DI DESA SILIMA KUTA

Hasil analisis univariate menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperwatan Universitas Sumatera Utara memiliki tingkat perilaku asertif

kantong plastik dan styrofoam di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas. Sumatera Utara

Kadar pengawet natrium benzoatyang terdapat pada sampel masih dalam batasan normal dan memenuhi persyaratan dalam pemakaian pengawet natrium benzoat pada minuman bersoda