TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TAHUN
PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANGKATAN 2013
DISUSUN OLEH :
KEVIN DILIAN SUGANDA (100100075)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TAHUN
PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANGKATAN 2013
KARYA TULIS ILMIAH
“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”
DISUSUN OLEH :
KEVIN DILIAN SUGANDA (100100075)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Latar Belakang : Transisi dari seorang siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi (PT) merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang. Norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas-tugas perkuliahan yang banyak, serta perubahan pada gaya hidup yang ternyata menuntut waktu dan self-control yang lebih besar dibandingkan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat menjadi penyebab stres pada mahasiswa tahun pertama. Mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres yang berbeda dalam menghadapi perubahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Metode : Dengan menggunakan metode deskriptif cross sectional, data diperoleh dengan membagikan kuesioner Perceived Stress Scale (PSS-10) kepada 422 mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan dari 422 mahasiswa tahun pertama, 15 orang (3,6%) mengalami stres ringan, 365 orang (86,5%) mengalami stres sedang, 42 orang (10%) mengalami stres berat. Berdasarkan jenis kelamin, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada perempuan yaitu 11,2%, sedangkan pada laki-laki 7,6%. Berdasarkan suku, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang berasal dari suku Jawa yaitu 12,8%. Berdasarkan alasan masuk FK, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang masuk FK karena coba-coba yaitu 100%. Faktor-faktor lain yang paling sering mempengaruhi tingkat stres pada mahasiswa berasal dari stresor psikososial yaitu tingginya harapan dari orang tua (31,3%) dan yang paling sedikit tidak menyebabkan stres adalah penyalahgunaan narkoba/alkohol oleh mahasiswa (0,7%).
Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan mahasiswa tahun pertama FK USU memiliki tingkat stres yang tinggi. Oleh karena itu, disarankan agar pihak fakultas melaksanakan manajemen stres secara efektif pada mahasiswa melalui motivasi dan konseling demi kepentingan pencegahan stres dan penyakit psikiatri seperti depresi. Program kesehatan mental seperti konseling sangat diperlukan agar mahasiswa dapat beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungannya untuk menghindari stres.
ABSTRACT
Introduction: Transition from a student in senior high school to a college student in college represents a big changes for someones life. New environments and cultures, new friends,a lot of college tasks, and life style change, which turned out to be demanded more time and more self control than when they were in senior high school can be stressors for the first year college student. They have different stress levels in facing the changes. The objective of this study is to describe the level of stress in first year students in medical faculty of USU.
Methods : A descriptive cross sectional study using self administered questionnaire Perceived Stress Scale (PSS-10) was given to 422 first year students in medical faculty of USU.
Results : Result of this research show from 422 first year students filled in questionnaire, 3,6% students have mild stress, 86,5% have moderate stress, and 10% have severe stress. Based on gender,females have much more stress (11,2%) than males (7.6%). According to ethnics, Java students have much more stress (12,8%). Based on their reason to study in Medical faculty, students who study in medical faculty by just trying it out have much more stress (100%). The most frequently occurring sources of stress reported by college students as always was high parental expectations (31,3%) as psychosocial stressor and drugs/alcohol abuse as health related stressors was reported to be the lowest factor for sources of stress (0,7%).
Conclusion : This research shows that the level of perceived stress seems to be high among first year medical students in USU. In this case, it is important for medical educators to perform stress management effectively by motivation and counseling for prevention of stress and psychiactric disease as depression. Mental health program like counseling is really needed so the college students can adapt well to a new environment to prevent stress.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
:
Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013Nama
:
Kevin Dilian SugandaNIM
: 100100075
Pembimbing Penguji I
(dr. Ilham, Sp.PD) ( Prof. Dr. Haris Hasan, Sp.JP, Sp.PD)
NIP. 196604231996031001 NIP. 195604051983031004
Penguji II
(dr. Isti Ilmiati Fujiati, Msc.Fc, Mkes )
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ... i
Daftar isi... ii
1.4.2 Bagi Fakultas Kedokteran... . 5
1.4.3 Bagi Peneliti... ... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...6
2.1Stres ... 6
2.1.1 Definisi Stres... ... 6
2.1.2 Unsur-Unsur Stres... 7
2.1.3 Etiologi Stres... 8
2.1.4 Klasifikasi Stres...10
2.1.5 Tingkat Stres dan Alat Ukur Tingkat Stres... ...11
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres...14
2.1.7 Fisiologi Stres...15
2.1.8 Manifestasi Klinis Stres...18
2.2Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran... 20
2.2.1 Prevalensi Stres Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran... 20
2.2.2 Etiologi Stres Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran... ....21
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 26
3.1 . Kerangka Konsep Penelitian... 26
3.2 . Definisi Operasional... 26
3.2.1 Stres... 27
3.2.2 Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran USU... 27
3.2.3 Jenis Kelamin... 27
3.2.4 Suku... 27
3.2.5 Alasan Memilih Fakultas Kedokteran... 27
3.2.6 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Tingkat Stres... 27
3.2.7 PSS-10... 27
3.2.8 Skala Pengukuran... .28
BAB 4 METODE PENELITIAN... 29
4.1 . Jenis Penelitian... ... 29
4.2 . Lokasi dan Waktu Penelitian... 29
4.3 . Populasi dan Sampel... 29
4.4 . Metode Pengumpulan Data... .30
4.4.1 Data Primer...30
4.4.2 Data Sekunder...30
4.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas...30
4.5 . Pengolahan dan Analisis Data... 30
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 ... ...
DAFTAR TABEL
Tabel2.1...16
Tabel2.2...18
Tabel2.3...19
Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden………..31
Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Responden……….32
Tabel 5.3 Distribusi Suku Responden ………. 33
Tabel 5.4 Distribusi Alasan Responden Masuk FK……….. 33
Tabel 5.5 Distribusi Etiologi Stres pada Responden………. 34
Tabel 5.6 Distribusi Skor Stres Responden……… 38
Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Stres Responden……… 38
Tabel 5.8 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Jenis Kelamin………39
Tabel 5.9 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Suku……… 39
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Ethical Clearance
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Lembar Pernyataan Persetujuan setelah Penjelasan (Informed
Consent) Kesediaan Mengikuti Penelitian
Lampiran 4 Kuesioner Penelitian
Lampiran 5 Output Hasil Penelitian
ABSTRAK
Latar Belakang : Transisi dari seorang siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi (PT) merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang. Norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas-tugas perkuliahan yang banyak, serta perubahan pada gaya hidup yang ternyata menuntut waktu dan self-control yang lebih besar dibandingkan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat menjadi penyebab stres pada mahasiswa tahun pertama. Mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres yang berbeda dalam menghadapi perubahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Metode : Dengan menggunakan metode deskriptif cross sectional, data diperoleh dengan membagikan kuesioner Perceived Stress Scale (PSS-10) kepada 422 mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan dari 422 mahasiswa tahun pertama, 15 orang (3,6%) mengalami stres ringan, 365 orang (86,5%) mengalami stres sedang, 42 orang (10%) mengalami stres berat. Berdasarkan jenis kelamin, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada perempuan yaitu 11,2%, sedangkan pada laki-laki 7,6%. Berdasarkan suku, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang berasal dari suku Jawa yaitu 12,8%. Berdasarkan alasan masuk FK, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang masuk FK karena coba-coba yaitu 100%. Faktor-faktor lain yang paling sering mempengaruhi tingkat stres pada mahasiswa berasal dari stresor psikososial yaitu tingginya harapan dari orang tua (31,3%) dan yang paling sedikit tidak menyebabkan stres adalah penyalahgunaan narkoba/alkohol oleh mahasiswa (0,7%).
Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan mahasiswa tahun pertama FK USU memiliki tingkat stres yang tinggi. Oleh karena itu, disarankan agar pihak fakultas melaksanakan manajemen stres secara efektif pada mahasiswa melalui motivasi dan konseling demi kepentingan pencegahan stres dan penyakit psikiatri seperti depresi. Program kesehatan mental seperti konseling sangat diperlukan agar mahasiswa dapat beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungannya untuk menghindari stres.
ABSTRACT
Introduction: Transition from a student in senior high school to a college student in college represents a big changes for someones life. New environments and cultures, new friends,a lot of college tasks, and life style change, which turned out to be demanded more time and more self control than when they were in senior high school can be stressors for the first year college student. They have different stress levels in facing the changes. The objective of this study is to describe the level of stress in first year students in medical faculty of USU.
Methods : A descriptive cross sectional study using self administered questionnaire Perceived Stress Scale (PSS-10) was given to 422 first year students in medical faculty of USU.
Results : Result of this research show from 422 first year students filled in questionnaire, 3,6% students have mild stress, 86,5% have moderate stress, and 10% have severe stress. Based on gender,females have much more stress (11,2%) than males (7.6%). According to ethnics, Java students have much more stress (12,8%). Based on their reason to study in Medical faculty, students who study in medical faculty by just trying it out have much more stress (100%). The most frequently occurring sources of stress reported by college students as always was high parental expectations (31,3%) as psychosocial stressor and drugs/alcohol abuse as health related stressors was reported to be the lowest factor for sources of stress (0,7%).
Conclusion : This research shows that the level of perceived stress seems to be high among first year medical students in USU. In this case, it is important for medical educators to perform stress management effectively by motivation and counseling for prevention of stress and psychiactric disease as depression. Mental health program like counseling is really needed so the college students can adapt well to a new environment to prevent stress.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Modernisasi dan perkembangan dunia menjadi masalah yang harus
dihadapi masyarakat saat ini. Masalah hubungan sosial dan tuntutan
lingkungan untuk meningkatkan pencapaian diri serta ketidaksanggupan
pribadi dalam memenuhi tuntutan tersebut dapat menimbulkan stres dalam diri
seseorang (Mastura, 2007).
Stres merupakan suatu ketidakseimbangan yang besar antara permintaan yang
berupa fisik ataupun psikologis dengan kemampuan respon di mana terjadinya
kegagalan untuk memenuhi permintaan yang memberi konsekuensi yang
esensial (Krohne, 2002).
Stres sendiri bisa berasal dari individu, lingkungan keluarga, lingkungan
tempat tinggal dan dapat pula berasal dari tempat-tempat dimana individu
banyak menghabiskan waktunya seperti kantor dan tempat pendidikan.
(Pedak, 2009).
Proses stres sendiri merupakan suatu siklus yang berkelanjutan dan memiliki
suatu mekanisme umpan balik. (Weinberg, 2003).
Mahasiswa, sebagai insan akademik, dalam kegiatannya juga tidak
terlepas dari stres. Penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari
kehidupan akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan
internal. Tuntutan eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban
pelajaran, tuntutan orang tua, kompetensi perkuliahan dan meningkatnya
kompleksitas materi perkuliahan yang semakin lama semakin sulit. Tuntutan
internal bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran.
(Heiman, 2005).
Penyebab stres pada mahasiswa tersebut berbeda antara satu individu
dengan yang lain. Pada mahasiswa tingkat pertama penyebab stres dapat
berupa norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas yang
self-control yang lebih besar dibandingkan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA), transisi dari seorang siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi
mahasiswa baru di Perguruan Tinggi (PT), perubahan gaya belajar dari
sekolah menengah ke pendidikan tinggi, tugas-tugas perkuliahan, target
pencapaian nilai dan problem-problem akademik lainnya. Berbagai
penyesuaian yang harus dihadapi oleh para mahasiswa diperberat dengan
adanya faktor personal seperti jauhnya para mahasiswa baru dari orang tua dan
sanak saudara, pengelolaan keuangan, problem lingkungan baru, serta
problem-problem personal lainnya (Reisberg 2005, Santrock 2003).
Problem akademik penyebab stres pada tingkat pertama adalah berlakunya
Sistem Kredit Semester yang merupakan salah satu perubahan yang dialami.
Sistem Kredit Semester adalah suatu sistem penyelenggaran pendidikan
dengan menggunakan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk menyatakan beban
studi peserta didik, beban kerja dosen, pengalaman belajar, dan beban
penyelenggaraan program. Sistem Kredit Semester menuntut mahasiswa untuk
menentukan mata kuliah yang sesuai dengan kemampuannya dan mahasiswa
harus giat dan serius menyelesaikan program studi yang telah ditentukan
dalam waktu sesingkat mungkin. Sistem ini meminta tanggung jawab yang
besar pada mahasiswa dalam menentukan mata kuliah dan jumlah SKS yang
akan diambil. Lain halnya pada sekolah menengah atas dimana beban studi,
mata pelajaran, dan masa studi siswa sudah ditentukan sehingga mereka
tinggal menjalaninya saja (USU, 2010).
Penyebab lain yaitu pola hubungan pengajar dengan mahasiswa. Pola
hubungan dosen-mahasiswa sangat berbeda dibandingkan dengan hubungan
guru-siswa. Dialog langsung pada tingkat-tingkat awal jarang dilakukan di
ruangan diikuti pula dengan jumlah mahasiswa yang biasanya lebih banyak
sehingga perhatian dosen terhadap mahasiswa menjadi lebih sedikit
dibandingkan dengan perhatian guru ke siswanya (Gunarsa, 2000).
Penelitian mengenai tingkat stres pada mahasiswa sesuai pilihan fakultas
mereka telah dilakukan pada beberapa universitas di dunia. Prevalensi
Koochaki 2009). Sementara itu, di Indonesia sendiri didapatkan sebesar
36,7-71,6% prevalensi mahasiswa yang mengalami stres (Fitasari 2011, Susanto
2008, Kurniawati 2010, Oktovia 2012).
Penelitian mengenai tingkat stres pada mahasiswa fakultas kedokteran
juga telah dilakukan di berbagai universitas di dunia. Di dunia, prevalensi
terjadinya stres pada mahasiswa fakultas kedokteran sebesar 31,2-51%
(Stephani 2006, Firth 2004). Sementara itu, di Asia didapatkan sebesar
47-74,2% prevalensi mahasiswa fakultas kedokteran yang mengalami stres
(Saipanish 2003, Abdulghani 2008, Marjani 2008). Di Indonesia, prevalensi
stres pada mahasiswa kedokteran didapatkan sebesar 45,8-71,6%. Hal ini
menunjukkan bahwa prevalensi stres mahasiswa yang memilih fakultas
kedokteran lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang memilih jurusan lain
(Carolin 2010, Oktovia 2012).
Penelitian yang dilakukan di Arab Saudi ternyata menunjukkan bahwa
stres pada mahasiswa fakultas kedokteran banyak terjadi pada tahun pertama
yaitu 74,2% dan pada tahun berikutnya prevalensinya menurun (Abdulghani,
2008). Di Pakistan, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun
pertama, kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut adalah 73%, 66%, 49%,
47%. Penelitian di Pakistan menunjukkan tingkat stres mahasiswa fakultas
kedokteran tahun pertama dan kedua lebih tinggi dibandingkan dengan
mahasiswa fakultas kedokteran tahun ketiga dan keempat (Inam, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pakistan tentang stres ditingkat
mahasiswa kedokteran, penyebab terbanyak adalah adanya ekspektasi yang
tinggi dari orang tua (63%), frekuensi ujian yang lebih sering terjadi
dibandingkan fakultas lainnya (59%), waktu yang cepat untuk menyelesaikan
kurikulum akademik (50%), waktu tidur yang berkurang (48%), , kecemasan
tentang masa depan (45%), kesepian (41%) dan ketidakpuasan dalam
pengajaran materi perkuliahan (35%) (Shah,2010).
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa stres merupakan kondisi yang
mahasiswa yang memilih jurusan lain, terutama pada mahasiswa tahun
pertamanya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tingkat stres pada
mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimana tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai dengan perbedaan jenis
kelamin.
2. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai dengan perbedaan suku
3. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai dengan alasan memilih
Fakultas Kedokteran
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa tahun pertama dapat mengetahui dan memahami masalah
tentang stres serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres. Bagi
mahasiswa hasil penelitian yang menunjukkan kriteria tingkat stres yang
berat dapat dirujuk ke dokter untuk penanganan selanjutnya.
1.4.2 Bagi Fakultas Kedokteran
Data dan informasi hasil penelitian ini dapat menjadi informasi kebijakan
akademik bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam
usaha pencegahan stres pada mahasiswa tahun pertama.
1.4.3 Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan Sarjana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stres
2.1.1. Definisi stres
Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang. Stres
dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah
ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk
mengatasinya (Looker, 2005).
Menurut Lazarus (1984), stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang
dialami ketika seseorang menganggap bahwa tuntutan-tuntutan melebihi sumber
daya sosial dan personal yang mampu dikerahkan seseorang. Seseorang hanya
merasa sedikit stres jika dia memiliki waktu dan sumber daya yang cukup untuk
menangani sebuah situasi. Namun, jika seseorang menganggap dirinya tidak
mampu menangani tuntutan-tuntutan yang dibebankan kepadanya, stres yang
dirasakannya akan lebih besar (Manktelow, 2009).
Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan
psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan di mana untuk mencapai
kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang (Robbins, 2001).
Sedangkan menurut Hans Selye, stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik
terhadap apapun permintaan untuk perubahan (Greenberg, 2004).
Istilah stres digunakan untuk menunjukkan adanya suatu reaksi tubuh
yang dipaksa, di mana hal tersebut menganggu equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie, 2005). Menurut Greenberg (1984), stres diungkapkan
sebagai reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan
seseorang (Yosep, 2007). Definisi lain menyebutkan bahwa stres merupakan
spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik
manusia tersebut (Hardjana, 1994).
2.1.2 Unsur-Unsur Stres
Sebagai bagian dari pengalaman hidup, stres merupakan hal yang rumit
dan kompleks. Oleh karena itu stres dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
yang berbeda. Dalam peristiwa stres, ada tiga hal yang saling berkaitan yaitu :
1) Hal, peristiwa, orang, keadaan yang menjadi sumber stres (stressor) Hal yang menjadi sumber stres bisa berupa bencana alam, lingkungan
kerja yang berat, tempat tinggal yang tidak sehat ataupun suatu
peristiwa dalam kehidupan yang berhubungan dengan diri sendiri
maupun orang lain.
2) Orang yang mengalami stres (the stressed)
Dari segi orang yang mengalami stres, pemusatan perhatian tergantung
pada tanggapan (response) seseorang terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan itu disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan dan hal tersebut dapat menimbulkan gejala secara
psikologis dan fisiologis.
3) Hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang
menjadi penyebab stres (transactions)
Hubungan antara orang yang mengalami stres dan keadaan yang penuh
stres merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut, hal yang
mendatangkan stres dan pengalaman orang yang terkena stres saling
berkaitan. Stres yang dialami setiap orang berbeda-beda dan cara
menghadapinya juga berbeda-beda sesuai dengan kemampuan orang
tersebut (Hardjana, 1994).
2.1.3 Etiologi Stres
Stres adalah kumpulan hasil, respons, jalan, dan pengalaman yang berkaitan,
yang disebabkan oleh berbagai stresor (Manktelow, 2009). Stres terbentuk dari
terjadi apabila stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan sebagai ancaman
sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan awal dari gangguan
kesehatan fisik dan psikologis yang berupa perubahan fungsi fisiologis, kognitif,
emosi, dan perilaku (Gunawan, 2007).
Stresor adalah segala sesuatu keadaan atau peristiwa di lingkungan yang
dapat diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya respons stres (Looker, 2005).
Menurut Rasmund (2004), beberapa jenis stresor adalah sebagai berikut:
1. Stresor biologik
Stresor biologik dapat berupa bakteri, virus, hewan, binatang,
tumbuhan, dan berbagai macam makhluk hidup yang dapat
mempengaruhi kesehatan. Tumbuhnya jerawat, demam, dan digigit
binatang dipersepsikan dapat menjadi stresor dan mengancam konsep
diri individu.
2. Stresor fisik
Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, suhu, cuaca, geografi, dan
alam. Letak tempat tinggal, demografi, jumlah anggota dalam keluarga,
nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, dan kebisingan.
3. Stresor kimia
Stresor kimia dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Contoh
stresor yang berasal dari dalam tubuh adalah serum darah dan glukosa
sedangkan stresor yang berasal dari luar tubuh misalnya obat, alkohol,
nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran
lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan pengawet, pewarna, dan
lain-lain.
4. Stresor sosial dan psikologik
Stresor sosial dan psikologik misalnya rasa tidak puas terhadap diri
5. Stresor spiritual
Stresor spiritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai
ke-Tuhanan (Carolin, 2010).
Tidak hanya stresor negatif yang dapat menyebabkan stres, tetapi stresor
positif seperti kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, dan
mempunyai anak juga dapat menyebabkan stres (Looker, 2005).
Menurut Selye (1979), berdasarkan persepsi individu terhadap stres yang
dialaminya, stres dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Distress (Stres Negatif)
Distress merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah sehingga
individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan
timbul keinginan untuk menghindarinya.
2. Eustress (Stres Positif)
Eustress merupakan stres yang bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu
(Rice,1999).
2.1.4 Klasifikasi Stres
Menurut Rice (1999), berdasarkan etiologinya stres dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Stres Kepribadian (Personality Stress)
Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri
kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan
memiliki risiko yang kecil terkena stres keperibadian.
2. Stres Psikososial (Psychosocial Stress)
Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang
lain di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika
mengadaptasi lingkungan baru, masalah keluarga, stres macet di jalan
raya dan lain-lain.
3. Stres Bio-ekologi (Bio-Ecological Stress)
Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang pertama
adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta cuaca. Sedangkan hal
yang kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma,
jerawatan, dan lain-lain.
4. Stres Pekerjaan (Job Stress)
Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang.
Persaingan di kantor, tekanan pekerjaan, terlalu banyak kerjaan, target
yang terlalu tinggi, usaha yang diberikan tidak berhasil, persaingan bisnis
adalah beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stres akibat
karir pekerjaan.
5. Stres mahasiswa (CollegeStudent stress).
Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan
terdapat tiga kelompok stresor yaitu stresor dari segi personal dan sosial,
gaya hidup dan budaya, serta stresor yang dicetuskan oleh faktor
akademis kuliah itu sendiri (Pin, 2011).
2.1.5 Tingkat Stres dan Alat Ukur Tingkat Stres
1. Stres ringan
Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari
seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan dan dihadapi oleh setiap
orang secara teratur seperti lupa, kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik.
Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali
jika dihadapi terus menerus.
2. Stres sedang
Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama dari beberapa jam
sampai beberapa hari seperti pada waktu perselisihan, kesepakatan yang
belum selesai, sebab kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan
baru, permasalahan keluarga. Situasi seperti ini dapat berpengaruh pada
kondisi kesehatan seseorang.
3. Stres berat
Stres berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu
sampai beberapa tahun yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti
hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan
penyakit fisik yang lama (Rasmund, 2004).
Alat ukur tingkat stres adalah kuesioner dengan sistem scoring yang akan diisi oleh responden dalam suatu penelitian. Ada beberapa kuesioner yang
sering dipakai untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa antara lain :
1. Kessler Psychological Distress Scale
Kessler Psychological Distress Scale terdiri dari 10 pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan skor 1 untuk jawaban dimana
responden tidak pernah mengalami stres, 2 untuk jawaban dimana
kadang-kadang mengalami stres, 4 untuk jawaban dimana responden
sering mengalami stres, dan 5 untuk jawaban dimana responden selalu
mengalami stres dalam 30 hari terakhir. Skala pengukuran yang digunakan
adalah skala ordinal. Tingkat stres dikategorikan sebagai berikut:
a. Skor di bawah 20 : tidak mengalami stres
b. Skor 20-24 : stres ringan
c. Skor 25-29 : stres sedang
d. Skor 30 dan di atas 30 : stres berat (Carolin, 2010).
2. Perceived Stress Scale (PSS-10) merupakan self report questionnaire
yang terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi tingkat stres
beberapa bulan yang lalu dalam kehidupan subjek penelitian. Skor PSS
diperolehi dengan reversing responses (sebagai contoh, 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0) terhadap empat soal yang bersifat positif (pertanyaan 4, 5, 7 &
8) dan menjumlahkan skor jawaban masing-masing (Olpin & Hesson,
2009). Soal dalam Perceived Stress Scale ini akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran responden dalam satu bulan terakhir ini. Anda akan
diminta untuk mengindikasikan seberapa sering perasaan ataupun pikiran
dengan membulatkan jawaban atas pertanyaan.
1) Tidak pernah diberi skor 0
2) Hampir tidak pernah diberi skor 1
3) Kadang-kadang diberi skor 2
4) Cukup sering skor 3
5) Sangat sering diberi skor 4
Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan
stres sebagai berikut:
• Stres ringan (total skor 1-14)
• Stres sedang (total skor 15-26)
• Stres berat (total skor >26)
Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col) terdiri dari 54 pertanyaan yang merupakan suatu skala yang terdiri dari kejadian umum
yang tidak menyenangkan bagi para mahasiswa. Setiap kejadian tersebut
diukur berdasarkan frekuensi terjadinya dalam satu bulan, dalam bentuk
skala sebagai berikut:
a. Tidak pernah diberi skor 0
b. Sangat jarang diberi skor 1
c. Beberapa kali diberi skor 2
d. Sering diberi skor 3
e. Sangat sering diberi skor 4
f. Hampir setiap saat diberi skor 5
Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan
stres. Skor kurang dari 75 menunjukkan seseorang mengalami stres ringan,
skor 75-135 menunjukkan seseorang mengalami stres sedang, skor lebih
dari 135 menunjukkan seseorang mengalami stres berat (Silalahi, 2009).
2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres
Setiap individu akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini
bergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Kemampuan individu mempersepsikan stresor
Jika stresor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut,
maka tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika
stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu
2. Intensitas terhadap stimulus
Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan
kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu
mengadaptasinya.
3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama
Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus
dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan
reaksi yang berlebihan.
4. Lamanya pemaparan stresor
Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu dalam mengatasi stres.
5. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam
menghadapi stresor yang sama.
6. Tingkat perkembangan
Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor
yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan
akan berbeda (Rasmund, 2004).
2.1.7 Fisiologi Stres
Peristiwa fisiologis yang terjadi pada individu saat terjadi stres pertama kali
dikembangkan oleh Hans Selye. Seyle mengidentifikasikan dua respon fisiologis
terhadap stres, yaitu local adaptation syndrome (LAS) dan general adaptation syndrome (GAS) (Potter & Perry, 2005). LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian tubuh lainnya terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan
fisiologis lainnya. Sedangkan GAS adalah respon pertahanan dari keseluruhan
1. Local adaptation syndrome (LAS)
Local adaptation syndrome (LAS) memiliki karakter yaitu hanya terjadi setempat, adaptif/diperlukan stresor untuk menstimulasi, berjangka
pendek, serta restoratif/membantu memulihkan homeostasis region.
Contoh LAS yang banyak ditemui dalam lingkungan keperawatan yaitu
respon refleks nyeri dan respon inflamasi. Respon refleks nyeri adalah
respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri (Potter & Perry,
2005). Respon ini bersifat adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan
lebih lanjut. Respon ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang
menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis,
saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis, serta otot efektor.
Contoh respon refleks nyeri yaitu refleks tangan dari permukaan panas dan
keram otot. Contoh lain dari LAS yaitu respon inflamasi. Respon inflamasi
distimulasi oleh trauma dan infeksi dimana respon ini menghambat
penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan dengan tanda-tanda
calor, tumor, rubor, dan dolor. Respon inflamasi terjadi dalam tiga fase
yaitu perubahan dalam sel dan sitem sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka,
dan perbaikan jaringan oleh regenerasi dan pembentukan jaringan parut.
2. General adaptation syndrome (GAS)
General adaptation syndrome (GAS) melibatkan sistem tubuh seperti sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS dikenal sebagai respon
neuroendokrin. Gas terdiri dari tiga tahap yaitu:
1. Reaksi alarm/ reaksi peringatan
Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh
dan pikiran untuk menghadapi stresor. Secara fisiologi, respons stres
adalah pola reaksi saraf dan hormon yang bersifat menyeluruh dan tidak
Gambar 2.1 Efek Stresor pada Tubuh (Sherwood, 2001)
Tabel 2.1 Perubahan Hormon Utama selama Respon Stres (Sherwood,
2001)
HORMON PERUBAHAN TUJUAN
Epifirin naik -Memperkuat sistem saraf simpatis
untuk mempersiapakan tubuh “fight
on flight”
-Memoblisasi simpanan karbohidrat
dan lemak; meningkatkan kadar
glukosa dan asam lemak darah
CRH-
ACTH-kortisol
naik Memobilsasi simpanan energi dan
bahan pembangun metabolik untuk
digunakan jika diperluka;
meningkatkan glukosa, asam amino
darah, dan asam lemak darah ACTH
mempermudah proses belajar dan
perilaku
Glukogon naik Bekerja bersama untuk meningkatkan
Repon spesifik yang khas untuk jenis stressor Stressor
Tubuh
Insulin turun glukosa darah dan asam lemak darah.
Renin
angiotensin
aldosteron
naik Menahan Garam dan H2O untuk
meningkatkan volume plasma;
membantu mempertahankan tekanan
darah jika terjadi pengeluaran akut
plasma
Vasopresin naik -Vasopresin dan angiostensin II
menyebabkan vasokontriksi arteriol
untuk meningkatkan tekanan darah
-Vasopresin membantu proses belajar
Terjadi peningkatan hormonal yang luas dalam reaksi ini sehingga
cenderung pada respon melawan dan menghindar, seperti curah jantung,
ambilan oksigen, dan frekuensi pernapasan meningkat; pupil mata
berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar; dan
frekuensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak.
Namun, jika stresor terus menetap setelah reaksi alarm maka individu
tersebut akan masuk pada tahap resisten.
2. Tahap resisten
Dalam tahap ini tubuh kembali stabil, kadar hormon, frekuensi jantung,
tekanan darah, dan curah jantung kembali ke tingkat normal. Individu
terus berupaya untuk menghadapi stresor dan memperbaiki kerusakan.
Akan tetapi jika stresor terus menetap seperti pada kehilangan darah terus
menerus, penyakit melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang,
dan ketidakberhasilan mengadaptasi maka invidu masuk ke tahap
3. Tahap kehabisan tenaga
Tahap kehabisan tenaga terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres
dan ketika energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah
habis (Potter & Perry, 2005). Jika tubuh tidak mampu untuk
mempertahankan dirinya terhadap dampak stresor, regulasi fisiologis
menghilang, dan stres tetap berlanjut, maka akan terjadi kematian
(Sherwood, 2001).
2.1.8 Manifestasi Klinis Stres
Manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan badan, roh dan tubuh,
spiritual dan material. Jika manusia mengalami stres, segala aspek dari dirinya
akan terpengaruh. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila gejala (symptom) stres ditemukan dalam segala aspek dari manusia yang penting seperti fisik,
pikiran, mental, emosional, sikap. Gejala-gejala yang dialami tentu saja berbeda
pada setiap orang karena pengalaman stres bersifat sangat pribadi (Hardjana,
1994). Kelelahan akibat stres sering menyebabkan gejala yang disebut sebagai
“burnout” (kelelahan secara fisik, mental, dan emosional) (Manktelow, 2009).
Respons stres melibatkan semua fungsi tubuh sehingga terlampau
besarnya distres yang menghabiskan sumber-sumber adaptif kita dapat
menyebabkan kelelahan, beragam masalah kesehatan, dan bahkan akibat yang
fatal (Looker, 2005). Tetapi, tidak semua stres menimbulkan efek negatif bagi
tubuh dan kesehatan. Efek yang ditimbulkan stres pada tubuh dapat berupa efek
positif dan efek negatif. Efek positif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.2
sedangkan efek negatif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.2 Efek positif dari Stres (Mayoclinic, 2009)
Mental Emosional Fisik
Kreativitas meningkat Kemampuan
mengontrol diri
Tingkat energi
meningkat
Motivasi meningkat Moral meningkat Terbebas dari penyakit
yang berhubungan
dengan stres
Tabel 2.3 Efek Negatif dari Stres (Mayoclinic, 2009)
Fisik Pikiran Sikap
Sakit kepala Cemas Makan berlebihan
Sakit punggung Iritabilitas meningkat Tidak mau makan
Sakit dada Tidak dapat beristirahat Mudah marah
Palpitasi jantung Depresi Mengkonsumsi alkohol
Tekanan darah meningkat Sedih Frekuensi merokok
meningkat
Imunitas menurun Marah Kurang bersosialisasi
Sakit abdomen Sulit untuk fokus Sulit melafalkan
kata-kata
Gangguan tidur Daya ingat menurun Masalah dengan
2.2 Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
2.2.1 Prevalensi Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Penelitian mengenai tingkat stres pada mahasiswa kedokteran telah
dilakukan di berbagai universitas di dunia. Menurut hasil penelitian Stephani
(2006) didapatkan prevalensi terjadinya stres pada mahasiswa kedokteran
Universitas California di Amerika sebesar 51%. Penelitian sejenis dilakukan oleh
Jenny Firth (2004) pada tiga fakultas kedokteran di Inggris secara bersamaan.
Penelitian yang melibatkan 318 partisipan tersebut menunjukkan prevalensi stres
pada mahasiswa fakuktas kedokteran adalah 31,2%. Sementara itu, tiga penelitian
yang dilakukan di Asia menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) Di Thailand,
dengan 686 partisipan dari Ramathibodi Hospital University, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran adalah 61,4% (Saipanish, 2003). (2) Di Pakistan,
dengan 252 partisipan dari Ziauddin Medical University, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama, kedua, ketiga, dan keempat
berturut-turut adalah 73%, 66%, 49%, dan 47%. (Saqib & Inam, 2003). (3) Di
Arab Saudi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdulghani (2008),
yang dikutip dalam penelitian Lisa (2012) menyatakan bahwa prevalensi stres
tertinggi dialami oleh mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama yaitu 74,2%
dan pada tahun berikutnya prevalensinya menurun.
2.2.2 Etiologi Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Mahasiswa, dalam kegiatannya, juga tidak terlepas dari stres. Stresor atau
penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan akademiknya,
terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari harapannya sendiri. Tuntutan
eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang
tua untuk berhasil di kuliahnya, dan penyesuaian sosial di lingkungan kampusnya.
Tuntutan ini juga termasuk kompetensi perkuliahan dan meningkatnya
harapan mahasiswa dapat bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam
mengikuti pelajaran (Heiman, 2005).
Menurut Payne & Hahn (2002), stress pada mahasiswa dapat disebabkan
oleh berbagai faktor yaitu tuntutan institusi, masalah keuangan, tuntutan sosial,
tuntutan yang berasal dari diri sendiri, tuntutan keluarga, manajemen waktu,
konflik budaya, masalah agama, dan tuntutan fakultas (Carolin, 2010).
Berbagai penyesuaian yang harus dihadapi oleh para mahasiswa dapat
berhubungan juga dengan faktor personal seperti jauhnya para mahasiswa dari
orang tua dan sanak saudara, pengelolaan keuangan,problem interaksi dengan
teman dan lingkungan baru, serta problem-problem personal lainnya. Faktor
akademik di sisi lain juga menyumbangkan potensi stres misalnya tentang
perubahan gaya belajar dari sekolah menengah ke pendidikan tinggi, tugas-tugas
perkuliahan, target pencapaian nilai dan problem-problem akademik lainnya
(Santrock, 2003).
Mahasiswa universitas mengalami banyak stres dan penyebab stres
tersebut berbeda satu dengan lain dari setiap individu. Terutama untuk mahasiswa
tingkat pertama yang menghadapi norma dan budaya yang baru, teman kelompok
baru, tugas yang banyak, dan perubahan pada gaya hidup menuntut waktu dan
self-control yang lebih banyak dibandingkan pada masa sekolah menengah atas (Reisberg, 2005).
Mahasiswa baru merupakan status yang disandang oleh mahasiswa di
tahun pertama kuliahnya. Menurut Gunarsa (2000), memasuki dunia kuliah
merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang karena mahasiswa yang
berada di masa transisi dari remaja ke dewasa menghadapi berbagai kesulitan
penyesuaian dan tidak semua mampu mengatasinya sendiri sehingga cenderung
untuk mengalami stres. Kesulitan penyesuaian tersebut berkisar pada:
1. Perbedaan sifat pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
dengan Perguruan Tinggi (PT)
a. Kurikulum
Isi kurikulum PT biasanya lebih sedikit tetapi lebih mendalam.
kegairahan belajar akan lebih lancar. Sebaliknya jika tidak sesuai,
kegairahan akan menurun, bahkan bisa menimbulkan gangguan
pada kepribadian. Sistem Kredit Semester merupakan salah satu
perubahan yang dialami oleh mahasiswa tahun pertama. Sistem
Kredit Semester adalah suatu sistem penyelenggaran pendidikan
dengan menggunakan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk
menyatakan beban studi peserta didik, beban kerja dosen,
pengalaman belajar, dan beban penyelenggaraan program. Sistem
Kredit Semester ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk menentukan mata kuliah yang sesuai minat,bakat, dan
kemampuannya dan mahasiswa yang giat dapat menyelesaikan
program studi yang telah ditentukan dalam waktu sesingkat
mungkin. Dengan demikian, sistem ini menuntut adanya
tanggung jawab yang besar pada mahasiswa dalam menentukan
mata kuliah dan jumlah SKS yang akan diambil. Lain halnya pada
sekolah menengah atas dimana beban studi, mata pelajaran, dan
masa studi siswa sudah ditentukan sehingga mereka tinggal
menjalaninya saja (USU,2010).
b. Disiplin
Di PT biasanya tidak sedisiplin di SLTA karena dianggap sudah
lebih dewasa dan tanggung jawab diserahkan kepada mahasiswa
yang bersangkutan. Hal ini mengubah cara belajar dan bisa
menyebabkan kesulitan tersendiri.
c. Hubungan dosen mahasiswa
Pola hubungan sangat berbeda dibandingkan ketika di SLTA.
Dialog langsung pada tingkat awal yang jumlah mahasiswanya
besar, cenderung jarang dilakukan di ruangan. Karena itu
mahasiswa harus menyesuaikan cara dosen memberi kuliah yang
masih banyak mempergunakan cara tradisional yakni dosen
menerangkan tanpa memperdulikan apakah mahasiswa mengerti
2. Hubungan sosial
Pada remaja lanjut, pola pergaulan sudah bergeser dari pola
pergaulan yang homoseksual ke arah heteroseksual sehingga
masalah pergaulan bisa menjadi masalah yang penting, baik
mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri, dan keterlibatan
terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif.
3. Masalah ekonomi
Sekalipun mahasiswa sudah bisa melepaskan diri dari
ketergantungan psikis, ketergantungan ekonomi masih ada karena
pada umumnya belum berpenghasilan. Kelonggaran untuk
mempergunakan uang tidak sebebas menentukan tingkah laku dan
sikap.
4. Pemilihan jurusan
Antara bakat dan minat dengan kesempatan sering tidak sejalan
sehingga merasa salah pilih jurusan. Tahap mencoba-coba dan
memilih jurusan sesuai dengan keinginan orang tua sering dialami
mahasiswa tahun pertama.
Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa antara lain :
1. Bersumber pada kepribadian
Aspek motivasi penting agar gairah untuk belajar dan menekuni
ilmu bisa berlangsung lancar. Kegairahan yang ditandai oleh
disiplin diri yang kuat dan ditampilkan dalam ketekunan belajar
dan menyelesaikan tugas-tugas.
2. Prestasi akademik
Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan karena
kemampuan dasarnya tidak menyokong atau bakatnya kurang
kurang bisa mempergunakan cara belajar yang tepat atau
kurangnya fasilitas.
3. Kondisi yang kurang menunjang
Keadaan lingkungan perumahan yang tidak mendukung mahasiswa
belajar dengan baik, misalnya penerangan, ventilasi, meja belajar,
bising. Demikian pula keadaan psikologis di rumah, baik dalam
hubungan dengan orang tua maupun dengan saudara-saudara.
Bahkan juga lingkungan sosial dengan tuntutan yang memaksa
untuk menyesuaikan diri. Universitas dengan ketersediaan fasilitas
yang terbatas bisa menjadi sumber yang menghambat kelancaran
belajar mahasiswa (Gunarsa, 2000).
2.2.3 Hubungan Tingkat Kuliah dengan Tingkat Stres
Berdasarkan penelitian di Pakistan, dengan 252 partisipan dari Ziauddin Medical University, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama, kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut adalah 73%, 66%, 49%, dan
47%. Hal ini menunjukkan tingkat stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun
pertama lebih tinggi jika dibandingkan dengan mahasiswa fakultas kedokteran
tahun kedua, ketiga, dan keempat (Saqib, 2003). Berdasarkan penelitian lainnya di
Iran, jumlah mahasiswa fakultas kedokteran tingkat pertama yang mengalami
stres adalah 33% sedangkan tahun kedua dan ketiga adalah 26% dan 16%
(Marjani, 2008). Di Arab Saudi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Abdulghani (2008), menyatakan bahwa prevalensi stres tertinggi dialami oleh
mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama yaitu 74,2% dan pada tahun
berikutnya prevalensinya menurun menjadi 69,8% dan 48,6% (Lisa, 2012). Hal
ini menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa fakultas kedokteran yang mengalami
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika
ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan
kemampuan untuk mengatasinya (Looker, 2005).
3.2.2 Mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara adalah mahasiswa angkatan 2012.
3.2.4 Suku adalah suku mahasiswa, terdiri dari Jawa, Batak, Melayu, Tionghoa,
dan suku yang tidak disebutkan dimasukkan ke kategori lainnya.
3.2.5 Alasan memilih Fakultas Kedokteran terdiri dari minat, coba-coba, dipaksa
orang tua, dan alasan lain yang tidak disebutkan dimasukkan ke kategori
lainnya.
3.2.6 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat stres terdiri dari stresor
akademik, stresor psikososial, dan stresor yang berkaitan dengan
kesehatan.
3.2.7 Perceived Stress Scale (PSS-10) merupakan self report questionnaire yang terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi tingkat stres beberapa
bulan yang lalu dalam kehidupan subjek penelitian. Skor PSS diperolehi
dengan reversing responses (sebagai contoh, 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0) terhadap empat soal yang bersifat positif (pertanyaan 4, 5, 7 & 8) dan
menjumlahkan skor jawaban masing-masing (Olpin & Hesson, 2009). Soal
dalam Perceived Stress Scale ini akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran responden dalam satu bulan terakhir ini. Anda akan diminta untuk
mengindikasikan seberapa sering perasaan ataupun pikiran dengan
membulatkan jawaban atas pertanyaan.
1) Tidak pernah diberi skor 0
2) Hampir tidak pernah diberi skor 1
3) Kadang-kadang diberi skor 2
4) Cukup sering skor 3
5) Sangat sering diberi skor 4
Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan
stres sebagai berikut:
• Stres ringan (total skor 1-14)
• Stres sedang (total skor 15-26)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
studi potong lintang (cross sectional study) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara selama bulan Oktober 2013.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yaitu 486 orang. Sampel diambil
sesuai dengan jumlah populasi dan pengambilan sampel dilakukan dengan
cara consecutive sampling.
Kriteria inklusi:
• Mahasiswa FK USU angkatan 2013
• Terampil berbahasa Indonesia
Kriteria ekslusi:
• Mahasiswa yang sebelumnya telah pernah mengikuti perkuliahan di fakultas
lain
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.
Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh
responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap
sampel penelitian. Kuesioner telah dijelaskan secara menyeluruh
sampai benar-benar dimengerti dan dapat diisi secara benar oleh
responden.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bagian pendidikan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, berupa jumlah
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan
2013 yang dipakai untuk perkiraan besar sampel.
4.4.3 Uji Validitas dan Reabilitas
Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang
berhubungan dengan tingkat stres berdasarkan penyebabnya. Kuesioner
yang digunakan adalah Perceived Stress Scale (PSS-10) yang diadopsi dari penelitian Pin (2011) yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya
dengan teknik korelasi product moment dan uji Cronbach (Cronbach Alpha).
4.5 Pengolahan dan Analisa Data
Metode pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan alat
ukur statistik yang tersedia. Analisis statistik untuk data deskriptif dilakukan
dengan persentase (data kategorik) untuk mengetahui tingkat stres
berdasarkan jenis kelamin, perbedaan suku, alasan masuk fakultas
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang berlokasi di Jalan Dr.Mansyur No.5, Kelurahan Padang Bulan,
Kecamatan Medan Baru, Medan, Indonesia, dengan batas wilayah :
a. Batas Utara : Jalan Dr. Mansyur, Padang Bulan
b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
c. Batas Timur : Jalan Universitas, Padang Bulan
d. Batas Barat : Fakultas Psikologi USU
Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha dengan zona akademik seluas
sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. FK USU dibuka pertama kali pada
tanggal 20 Agustus 1952 dan hingga saat ini telah melakukan banyak
pembenahan dari seluruh komponen yang ada, baik peningkatan kualitas
sumber daya manusia sebagai pelaksana seluruh kegiatan yang ada di FK
USU, maupun pembangunan sarana dan prasarana dalam upaya mendukung
proses belajar mengajar yang dilakukan secara berkesinambungan.
FK USU menyediakan lokasi free wi-fi dan fasilitas internet bagi pada mahasiswa secara gratis yang juga dilengkapi dengan perpustakaan tempat
para mahasiswa menambah ilmunya. Disamping berbagai fasilitas yang
mendukung kegiatan perkuliahan tersebut, FK USU dilengkapi juga dengan
sarana dan prasarana dalam mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar yang
dilaksanakan seperti ruang seminar, berbagai ruang laboratorium, berbagai
ruang skills lab, dan tentunya kelas-kelas untuk perkuliahan biasa. Sedangkan untuk memenuhi kepentingan mahasiswa dalam mencari buku-buku
penjualan buku yang menyediakan berbagai buku-buku yang berhubungan
dengan dunia kedokteran.
5.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa
tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan
2013. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebesar 422
responden yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi dengan karakteristik
berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, alasan masuk FK, dan faktor-faktor
lain yang mempengaruhi tingkat stres. Berdasarkan perhitungan distribusi
frekuensi diperoleh gambaran karakterisitik individu penelitian sebagai
berikut:
5.2.1 Usia Responden
Berdasarkan usia, peneliti memperoleh sebaran responden sebagai berikut:
Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden
Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
16 15 3,6
17 126 29,9
18 237 56,2
19 35 8,3
20 7 1,7
21 2 0,5
Total 422 100
Sesuai dengan karakterisitik usia pada penelitian ini, maka usia responden
terlihat pada tabel di atas, persentase terbesar dimiliki oleh responden yang
berada pada usia 18 tahun sebesar 56,2%.
5.2.2 Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan jenis kelamin, peneliti memperoleh sebaran responden sebagai
berikut:
Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 145 34,4
Perempuan 277 65,6
Total 422 100
Dari tabel yang disajikan di atas terlihat jumlah jenis kelamin perempuan
lebih banyak daripada jumlah jenis kelamin laki-laki yang berpartisipasi dalam
penelitian ini. Jenis kelamin perempuan mencapai 277 orang (65,6%).
5.2.3 Suku Responden
Gambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan suku dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.3 Distribusi Suku Responden
Suku Frekuensi (n) Persentase (%)
Jawa 47 11,1
Batak 197 46,7
Melayu 33 7,8
Tionghoa 37 8,8
Lain-lain 108 25,6
Tabel di atas menunjukkan persentase suku Batak lebih banyak
berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu sebesar 46,7% (197 Mahasiswa).
5.2.4 Alasan Responden Masuk Fakultas Kedokteran
Gambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan alasan responden
masuk FK dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.4 Distribusi Alasan Responden Masuk FK
Alasan masuk FK Frekuensi (n) Persentase (%)
Minat 387 91,7
Coba-coba 15 3,6
Dipaksa orang tua 12 2,8
Lain-lain 8 1,9
Total 422 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase alasan responden masuk FK
lebih banyak karena minat, yaitu mencapai 91,7%.
5.2.5 Etiologi Stress pada Responden
Tabel 5.5 Distribusi Etiologi Stress pada Responden
Sumber Stress Persentase (%)
Stresor Akademik 45
Stresor Psikososial 41
Stresor Kesehatan 14
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa penyebab stress paling sering pada
mahasiswa tahun pertama FK USU angkatan 2013 adalah tingginya harapan
Orang Tua sebanyak 132 mahasiswa (31,3%) dan yang paling rendah adalah
penyalahgunaan narkoba/alkohol/merokok (0,7 %).
5.3 Distribusi Gambaran Stres
5.3.1 Distribusi Skor Stres
Sebaran skor stres dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.6 Distribusi Skor Stres Responden
Rata-rata
Skor
Minimum
Skor
Maksimum
Skor Stres 21,92 6 32
Pada penyebaran skor stres, didapati rata - rata skor stres yang dimiliki oleh
responden adalah 21,92, skor maksimum 32, dan skor minimum 6. Skor
ideal adalah 40 (maksimum) dan 0 (minimum).
5.3.2 Tingkat Stres
Tingkat stres responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Stres Responden
Tingkat Stres Frekuensi (n) Persentase (%)
Stres ringan 15 3,6
Stres sedang 365 86,5
Stres berat 42 10
Dari tabel di atas terlihat persentase terkecil adalah responden yang
mengalami stres ringan yaitu sebesar 3,6%.
5.3.3 Gambaran Stres Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.8 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Responden
Jenis
kelamin
Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
n % n % n % n %
Laki-laki 5 3,4 129 89 11 7,6 145 100
Perempuan 10 3,6 236 85,2 31 11,2 277 100
Total 15 365 42 422
Dari tabel yang disajikan di atas dapat dilihat 89% responden yang berjenis
kelamin pria mengalami stres sedang dan 85,2% responden berjenis kelamin
wanita mengalami stres sedang.
5.3.4 Gambaran Stres Berdasarkan Suku
Tabel 5.9 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Suku Responden
Suku
Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
n % n % n % n %
Jawa 1 2,1 40 85,1 6 12,8 47 100
Batak 2 1 172 87,3 23 11,7 197 100
Melayu 2 6,1 29 87,9 2 6,1 33 100
Tionghoa 2 5,4 33 89,2 2 5,4 37 100
Lain-lain 8 7,4 91 84,3 9 8,3 108 100
Tabel di atas menunjukkan gambaran stres ringan terbanyak pada suku
selain Jawa, Batak, Melayu, dan Tionghoa yaitu sebanyak 8 responden
(7,4%), stres sedang terbanyak pada suku Tionghoa (89,2%) dan stres berat
terbanyak pada suku Jawa (12,8%).
5.3.6 Gambaran stres Berdasarkan Alasan Masuk FK
Tabel 5.10 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Alasan Responden
Masuk FK
Alasan masuk
FK
Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total
n % n % n % n %
Minat 14 3,6 332 85,8 41 10,6 387 100
Coba-coba 0 0 15 100 0 0 15 100
Dipaksa orang tua 0 0 11 91,7 1 8,3 12 100
Lain-lain 1 12,5 7 87,5 0 0 8 100
Total 15 365 42 422
Dari tabel yang disajikan di atas dapat dilihat 85,8 % responden yang masuk
FK karena minat mengalami stres sedang, 100% responden yang masuk FK
karena coba-coba mengalami stres sedang, dan 91,7% responden yang
masuk FK karena keinginan orang tua mengalami stres sedang.
5.4 Pembahasan
Responden penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran (TA) 2013/2014
Berdasarkan penelitian Abdulghani (2008) di Saudi Arabia, prevalensi stres
mahasiswa fakultas kedokteran adalah 57% dimana 21,5% merupakan stres
ringan, 15,8% stres sedang, dan 19,6% stres berat. Penelitian sejenis oleh
Marjani (2008) di Iran didapatkan prevalensi stres mahasiswa fakultas
kedokteran sebesar 61,41% dimana 26,22% merupakan stres ringan, 20,5%
stres sedang, dan 14,75% stres berat. Sementara pada hasil penelitian ini, dari
seluruh responden diperoleh jumlah responden dengan tingkat stres ringan
sebanyak 15 orang (3,6%), tingkat stres sedang sebanyak 365 orang (86,5%),
dan tingkat stres berat sebanyak 42 orang (10%).
Perbedaan berbagai hasil penelitian tersebut mungkin disebabkan oleh
perbedaan faktor penyebab stres misalnya tuntutan orang tua akan prestasi
akademik, kenyamanan ruang kelas kuliah, kualitas makanan, frekuensi ujian,
dan banyak sedikitnya waktu rekreasi (Sreeramareddy, 2007).
Distribusi gambaran stres berdasarkan jenis kelamin pada tabel 5.8
menunjukkan bahwa dari total responden laki-laki sejumlah 145 orang
diperoleh tingkat stres ringan sebanyak 5 orang (3,4%), tingkat stres sedang
sebanyak 129 orang (89%), dan tingkat stres berat sebanyak 11 orang (7,6%).
Sedangkan dari total responden perempuan sejumlah 277 orang diperoleh
tingkat stres ringan sebanyak 10 orang (3,6%), tingkat stres sedang sebanyak
236 orang (85,2%), dan tingkat stres berat sebanyak 31 orang (11,2%). Dari
data tersebut tingkat stres ringan dan tingkat stres berat lebih banyak terdapat
pada perempuan dibandingkan laki-laki, sedangkan untuk tingkat stres sedang
laki-laki lebih banyak dari perempuan. Hal ini tentunya sejalan dengan
pendapat Davis (1999) bahwa perempuan memiliki lebih banyak stresor
dibanding laki-laki sehingga lebih rentan untuk mengalami stres. Perempuan
juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali membaik setelah
suatu peristiwa berlalu dibandingkan dengan laki-laki sehingga tingkat stres
perempuan menjadi lebih tinggi. Sampai sekarang masih tidak ada penelitian
yang membuktikan faktor jenis kelamin mempengaruhi kejadian stres pada
berbagai faktor. Terutama pada mahasiswa yang berada di dunia perkuliahan
yang kompleks dan ditambah dengan grafik usia para mahasiswa yang pada
umumnya berada dalam tahap remaja hingga dewasa muda menyebabkan
mahasiswa masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam
menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman
yang akhirnya memicu stres (Santrock, 2003).
Distribusi gambaran stres berdasarkan suku pada tabel 5.9 menunjukkan
bahwa responden terbanyak berasal dari suku Batak 197 orang dengan tingkat
stres ringan sebanyak 2 orang (1%), tingkat stres sedang sebanyak 172 orang
(87,3%), dan tingkat stres berat sebanyak 23 orang (11,7%). Sedangkan
responden terkecil berasal dari suku Melayu sebanyak 33 orang dengan
tingkat stres ringan sebanyak 2 orang (6,1%), tingkat stres sedang sebanyak
29 orang (87,9%), dan tingkat stres berat sebanyak 2 orang (6,1%). Dari data
tersebut persentase tingkat stres berat paling banyak dimiliki oleh suku Jawa
yaitu sebanyak 6 orang (12,8%), hal ini sesuai dengan pendapat Sarafino
(2006) yang menyatakan bahwa populasi minoritas memiliki tingkat stres
lebih tinggi daripada populasi mayoritas.
Distribusi gambaran stres berdasarkan alasan masuk FK pada tabel 5.10
menunjukkan bahwa dari total responden masuk FK karena minat sejumlah
387 orang diperoleh tingkat stres ringan sebanyak 14 orang (3,6%), tingkat
stres sedang sebanyak 332 orang (85,8%), dan tingkat stres berat sebanyak 41
orang (10,6%). Dari total responden masuk FK karena coba-coba sejumlah 15
orang diperoleh tingkat stres ringan tidak dijumpai (0%), tingkat stres sedang
sebanyak 15 orang (100%), dan tingkat stres berat tidak dijumpai (0%). Dari
total responden masuk FK karena dipaksa orang tua sejumlah 12 orang
diperoleh tingkat stres ringan tidak dijumpai, tingkat stres sedang sebanyak
11 orang (91,7%), dan tingkat stres berat sebanyak 1 orang (8,3%).
Sedangkan dari total responden masuk FK karena alasan-alasan yang lain
sejumlah 8 orang diperoleh tingkat stres ringan sebanyak 1 orang (12,5%),
dijumpai. Dari data tersebut tingkat stres lebih tinggi terdapat pada responden
yang masuk FK karena coba-coba. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarsa
(2000) bahwa pemilihan jurusan yang tidak berdasarkan minat akan
menyebabkan kesulitan penyesuaian oleh mahasiswa tahun pertama dan
mahasiswa cenderung mengalami stres lebih tinggi.
Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sumber stress yang sangat
sering menyebabkan stress pada mahasiswa tahun pertama FK USU yaitu
Tingginya harapan Orang Tua sebanyak 132 mahasiswa (31,3%), Kehadiran
di kelas sebanyak 78 mahasiswa (18,5%), Menjadi Dokter sebanyak 76
mahasiswa (18%), Ketidakpuasan dengan kelas kuliah sebanyak 61
mahasiswa (14,5%), Frekuensi Ujian sebanyak 55 mahasiswa (13%), Hasil
Ujian sebanyak 47 mahasiswa (11,1%), Kurangnya waktu untuk rekreasi
sebanyak 45 mahasiwa (10,7%), Kurangnya Bimbingan Khusus dari fakultas
sebanyak 45 mahasiswa (10,7%), Tidak adanya bahan belajar yang memadai
sebanyak 42 mahasiswa ( 10%), dan Kompetisi antar mahasiswa sebanyak 40
orang (9,5%). Sedangkan, yang paling tidak menyebabkan stress pada
mahasiswa tahun pertama FK USU yaitu Penyalahgunaan narkoba dan
alkohol sebanyak 399 mahasiswa (94,5%), Cacat Fisik sebanyak 379
Mahasiswa (89,8%), Kurangnya minat (pribadi) dalam kedokteran sebanyak
259 mahasiswa (61,4%), Penyesuaian diri dengan teman sekamar sebanyak
259 mahasiswa (61,4%), Masalah dengan teman sebaya sebanyak 240
mahasiswa (56,9%), Kondisi kehidupan di asrama sebanyak 234 mahasiswa
(55,5%), Makanan di asrama sebanyak 213 mahasiswa (50,5%), Kualitas
makanan sebanyak 211 mahasiswa (50%), Kehadiran dikelas sebanyak 195
mahasiswa (46,2%), dan Masalah Keluarga sebanyak 187 mahasiswa