• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TAHUN

PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2013

DISUSUN OLEH :

KEVIN DILIAN SUGANDA (100100075)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TINGKAT STRES PADA MAHASISWA TAHUN

PERTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ANGKATAN 2013

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

DISUSUN OLEH :

KEVIN DILIAN SUGANDA (100100075)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

ABSTRAK

Latar Belakang : Transisi dari seorang siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi (PT) merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang. Norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas-tugas perkuliahan yang banyak, serta perubahan pada gaya hidup yang ternyata menuntut waktu dan self-control yang lebih besar dibandingkan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat menjadi penyebab stres pada mahasiswa tahun pertama. Mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres yang berbeda dalam menghadapi perubahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Metode : Dengan menggunakan metode deskriptif cross sectional, data diperoleh dengan membagikan kuesioner Perceived Stress Scale (PSS-10) kepada 422 mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan dari 422 mahasiswa tahun pertama, 15 orang (3,6%) mengalami stres ringan, 365 orang (86,5%) mengalami stres sedang, 42 orang (10%) mengalami stres berat. Berdasarkan jenis kelamin, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada perempuan yaitu 11,2%, sedangkan pada laki-laki 7,6%. Berdasarkan suku, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang berasal dari suku Jawa yaitu 12,8%. Berdasarkan alasan masuk FK, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang masuk FK karena coba-coba yaitu 100%. Faktor-faktor lain yang paling sering mempengaruhi tingkat stres pada mahasiswa berasal dari stresor psikososial yaitu tingginya harapan dari orang tua (31,3%) dan yang paling sedikit tidak menyebabkan stres adalah penyalahgunaan narkoba/alkohol oleh mahasiswa (0,7%).

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan mahasiswa tahun pertama FK USU memiliki tingkat stres yang tinggi. Oleh karena itu, disarankan agar pihak fakultas melaksanakan manajemen stres secara efektif pada mahasiswa melalui motivasi dan konseling demi kepentingan pencegahan stres dan penyakit psikiatri seperti depresi. Program kesehatan mental seperti konseling sangat diperlukan agar mahasiswa dapat beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungannya untuk menghindari stres.

(4)

ABSTRACT

Introduction: Transition from a student in senior high school to a college student in college represents a big changes for someones life. New environments and cultures, new friends,a lot of college tasks, and life style change, which turned out to be demanded more time and more self control than when they were in senior high school can be stressors for the first year college student. They have different stress levels in facing the changes. The objective of this study is to describe the level of stress in first year students in medical faculty of USU.

Methods : A descriptive cross sectional study using self administered questionnaire Perceived Stress Scale (PSS-10) was given to 422 first year students in medical faculty of USU.

Results : Result of this research show from 422 first year students filled in questionnaire, 3,6% students have mild stress, 86,5% have moderate stress, and 10% have severe stress. Based on gender,females have much more stress (11,2%) than males (7.6%). According to ethnics, Java students have much more stress (12,8%). Based on their reason to study in Medical faculty, students who study in medical faculty by just trying it out have much more stress (100%). The most frequently occurring sources of stress reported by college students as always was high parental expectations (31,3%) as psychosocial stressor and drugs/alcohol abuse as health related stressors was reported to be the lowest factor for sources of stress (0,7%).

Conclusion : This research shows that the level of perceived stress seems to be high among first year medical students in USU. In this case, it is important for medical educators to perform stress management effectively by motivation and counseling for prevention of stress and psychiactric disease as depression. Mental health program like counseling is really needed so the college students can adapt well to a new environment to prevent stress.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

:

Tingkat Stres pada Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2013

Nama

:

Kevin Dilian Suganda

NIM

: 100100075

Pembimbing Penguji I

(dr. Ilham, Sp.PD) ( Prof. Dr. Haris Hasan, Sp.JP, Sp.PD)

NIP. 196604231996031001 NIP. 195604051983031004

Penguji II

(dr. Isti Ilmiati Fujiati, Msc.Fc, Mkes )

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... i

Daftar isi... ii

1.4.2 Bagi Fakultas Kedokteran... . 5

1.4.3 Bagi Peneliti... ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...6

2.1Stres ... 6

2.1.1 Definisi Stres... ... 6

2.1.2 Unsur-Unsur Stres... 7

2.1.3 Etiologi Stres... 8

2.1.4 Klasifikasi Stres...10

2.1.5 Tingkat Stres dan Alat Ukur Tingkat Stres... ...11

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres...14

2.1.7 Fisiologi Stres...15

2.1.8 Manifestasi Klinis Stres...18

2.2Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran... 20

2.2.1 Prevalensi Stres Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran... 20

2.2.2 Etiologi Stres Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran... ....21

(7)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 26

3.1 . Kerangka Konsep Penelitian... 26

3.2 . Definisi Operasional... 26

3.2.1 Stres... 27

3.2.2 Mahasiswa Tahun Pertama Fakultas Kedokteran USU... 27

3.2.3 Jenis Kelamin... 27

3.2.4 Suku... 27

3.2.5 Alasan Memilih Fakultas Kedokteran... 27

3.2.6 Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Tingkat Stres... 27

3.2.7 PSS-10... 27

3.2.8 Skala Pengukuran... .28

BAB 4 METODE PENELITIAN... 29

4.1 . Jenis Penelitian... ... 29

4.2 . Lokasi dan Waktu Penelitian... 29

4.3 . Populasi dan Sampel... 29

4.4 . Metode Pengumpulan Data... .30

4.4.1 Data Primer...30

4.4.2 Data Sekunder...30

4.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas...30

4.5 . Pengolahan dan Analisis Data... 30

DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ... ...

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel2.1...16

Tabel2.2...18

Tabel2.3...19

Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden………..31

Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Responden……….32

Tabel 5.3 Distribusi Suku Responden ………. 33

Tabel 5.4 Distribusi Alasan Responden Masuk FK……….. 33

Tabel 5.5 Distribusi Etiologi Stres pada Responden………. 34

Tabel 5.6 Distribusi Skor Stres Responden……… 38

Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Stres Responden……… 38

Tabel 5.8 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Jenis Kelamin………39

Tabel 5.9 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Suku……… 39

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical Clearance

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Lembar Pernyataan Persetujuan setelah Penjelasan (Informed

Consent) Kesediaan Mengikuti Penelitian

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Output Hasil Penelitian

(11)

ABSTRAK

Latar Belakang : Transisi dari seorang siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi (PT) merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang. Norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas-tugas perkuliahan yang banyak, serta perubahan pada gaya hidup yang ternyata menuntut waktu dan self-control yang lebih besar dibandingkan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat menjadi penyebab stres pada mahasiswa tahun pertama. Mahasiswa tahun pertama memiliki tingkat stres yang berbeda dalam menghadapi perubahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Metode : Dengan menggunakan metode deskriptif cross sectional, data diperoleh dengan membagikan kuesioner Perceived Stress Scale (PSS-10) kepada 422 mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Hasil : Hasil penelitian ini menunjukkan dari 422 mahasiswa tahun pertama, 15 orang (3,6%) mengalami stres ringan, 365 orang (86,5%) mengalami stres sedang, 42 orang (10%) mengalami stres berat. Berdasarkan jenis kelamin, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada perempuan yaitu 11,2%, sedangkan pada laki-laki 7,6%. Berdasarkan suku, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang berasal dari suku Jawa yaitu 12,8%. Berdasarkan alasan masuk FK, tingkat stres lebih tinggi terdapat pada mahasiswa yang masuk FK karena coba-coba yaitu 100%. Faktor-faktor lain yang paling sering mempengaruhi tingkat stres pada mahasiswa berasal dari stresor psikososial yaitu tingginya harapan dari orang tua (31,3%) dan yang paling sedikit tidak menyebabkan stres adalah penyalahgunaan narkoba/alkohol oleh mahasiswa (0,7%).

Kesimpulan : Dari penelitian ini dapat disimpulkan mahasiswa tahun pertama FK USU memiliki tingkat stres yang tinggi. Oleh karena itu, disarankan agar pihak fakultas melaksanakan manajemen stres secara efektif pada mahasiswa melalui motivasi dan konseling demi kepentingan pencegahan stres dan penyakit psikiatri seperti depresi. Program kesehatan mental seperti konseling sangat diperlukan agar mahasiswa dapat beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungannya untuk menghindari stres.

(12)

ABSTRACT

Introduction: Transition from a student in senior high school to a college student in college represents a big changes for someones life. New environments and cultures, new friends,a lot of college tasks, and life style change, which turned out to be demanded more time and more self control than when they were in senior high school can be stressors for the first year college student. They have different stress levels in facing the changes. The objective of this study is to describe the level of stress in first year students in medical faculty of USU.

Methods : A descriptive cross sectional study using self administered questionnaire Perceived Stress Scale (PSS-10) was given to 422 first year students in medical faculty of USU.

Results : Result of this research show from 422 first year students filled in questionnaire, 3,6% students have mild stress, 86,5% have moderate stress, and 10% have severe stress. Based on gender,females have much more stress (11,2%) than males (7.6%). According to ethnics, Java students have much more stress (12,8%). Based on their reason to study in Medical faculty, students who study in medical faculty by just trying it out have much more stress (100%). The most frequently occurring sources of stress reported by college students as always was high parental expectations (31,3%) as psychosocial stressor and drugs/alcohol abuse as health related stressors was reported to be the lowest factor for sources of stress (0,7%).

Conclusion : This research shows that the level of perceived stress seems to be high among first year medical students in USU. In this case, it is important for medical educators to perform stress management effectively by motivation and counseling for prevention of stress and psychiactric disease as depression. Mental health program like counseling is really needed so the college students can adapt well to a new environment to prevent stress.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Modernisasi dan perkembangan dunia menjadi masalah yang harus

dihadapi masyarakat saat ini. Masalah hubungan sosial dan tuntutan

lingkungan untuk meningkatkan pencapaian diri serta ketidaksanggupan

pribadi dalam memenuhi tuntutan tersebut dapat menimbulkan stres dalam diri

seseorang (Mastura, 2007).

Stres merupakan suatu ketidakseimbangan yang besar antara permintaan yang

berupa fisik ataupun psikologis dengan kemampuan respon di mana terjadinya

kegagalan untuk memenuhi permintaan yang memberi konsekuensi yang

esensial (Krohne, 2002).

Stres sendiri bisa berasal dari individu, lingkungan keluarga, lingkungan

tempat tinggal dan dapat pula berasal dari tempat-tempat dimana individu

banyak menghabiskan waktunya seperti kantor dan tempat pendidikan.

(Pedak, 2009).

Proses stres sendiri merupakan suatu siklus yang berkelanjutan dan memiliki

suatu mekanisme umpan balik. (Weinberg, 2003).

Mahasiswa, sebagai insan akademik, dalam kegiatannya juga tidak

terlepas dari stres. Penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari

kehidupan akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan

internal. Tuntutan eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban

pelajaran, tuntutan orang tua, kompetensi perkuliahan dan meningkatnya

kompleksitas materi perkuliahan yang semakin lama semakin sulit. Tuntutan

internal bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran.

(Heiman, 2005).

Penyebab stres pada mahasiswa tersebut berbeda antara satu individu

dengan yang lain. Pada mahasiswa tingkat pertama penyebab stres dapat

berupa norma dan budaya yang baru, teman kelompok baru, tugas yang

(14)

self-control yang lebih besar dibandingkan pada masa Sekolah Menengah Atas (SMA), transisi dari seorang siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) menjadi

mahasiswa baru di Perguruan Tinggi (PT), perubahan gaya belajar dari

sekolah menengah ke pendidikan tinggi, tugas-tugas perkuliahan, target

pencapaian nilai dan problem-problem akademik lainnya. Berbagai

penyesuaian yang harus dihadapi oleh para mahasiswa diperberat dengan

adanya faktor personal seperti jauhnya para mahasiswa baru dari orang tua dan

sanak saudara, pengelolaan keuangan, problem lingkungan baru, serta

problem-problem personal lainnya (Reisberg 2005, Santrock 2003).

Problem akademik penyebab stres pada tingkat pertama adalah berlakunya

Sistem Kredit Semester yang merupakan salah satu perubahan yang dialami.

Sistem Kredit Semester adalah suatu sistem penyelenggaran pendidikan

dengan menggunakan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk menyatakan beban

studi peserta didik, beban kerja dosen, pengalaman belajar, dan beban

penyelenggaraan program. Sistem Kredit Semester menuntut mahasiswa untuk

menentukan mata kuliah yang sesuai dengan kemampuannya dan mahasiswa

harus giat dan serius menyelesaikan program studi yang telah ditentukan

dalam waktu sesingkat mungkin. Sistem ini meminta tanggung jawab yang

besar pada mahasiswa dalam menentukan mata kuliah dan jumlah SKS yang

akan diambil. Lain halnya pada sekolah menengah atas dimana beban studi,

mata pelajaran, dan masa studi siswa sudah ditentukan sehingga mereka

tinggal menjalaninya saja (USU, 2010).

Penyebab lain yaitu pola hubungan pengajar dengan mahasiswa. Pola

hubungan dosen-mahasiswa sangat berbeda dibandingkan dengan hubungan

guru-siswa. Dialog langsung pada tingkat-tingkat awal jarang dilakukan di

ruangan diikuti pula dengan jumlah mahasiswa yang biasanya lebih banyak

sehingga perhatian dosen terhadap mahasiswa menjadi lebih sedikit

dibandingkan dengan perhatian guru ke siswanya (Gunarsa, 2000).

Penelitian mengenai tingkat stres pada mahasiswa sesuai pilihan fakultas

mereka telah dilakukan pada beberapa universitas di dunia. Prevalensi

(15)

Koochaki 2009). Sementara itu, di Indonesia sendiri didapatkan sebesar

36,7-71,6% prevalensi mahasiswa yang mengalami stres (Fitasari 2011, Susanto

2008, Kurniawati 2010, Oktovia 2012).

Penelitian mengenai tingkat stres pada mahasiswa fakultas kedokteran

juga telah dilakukan di berbagai universitas di dunia. Di dunia, prevalensi

terjadinya stres pada mahasiswa fakultas kedokteran sebesar 31,2-51%

(Stephani 2006, Firth 2004). Sementara itu, di Asia didapatkan sebesar

47-74,2% prevalensi mahasiswa fakultas kedokteran yang mengalami stres

(Saipanish 2003, Abdulghani 2008, Marjani 2008). Di Indonesia, prevalensi

stres pada mahasiswa kedokteran didapatkan sebesar 45,8-71,6%. Hal ini

menunjukkan bahwa prevalensi stres mahasiswa yang memilih fakultas

kedokteran lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang memilih jurusan lain

(Carolin 2010, Oktovia 2012).

Penelitian yang dilakukan di Arab Saudi ternyata menunjukkan bahwa

stres pada mahasiswa fakultas kedokteran banyak terjadi pada tahun pertama

yaitu 74,2% dan pada tahun berikutnya prevalensinya menurun (Abdulghani,

2008). Di Pakistan, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun

pertama, kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut adalah 73%, 66%, 49%,

47%. Penelitian di Pakistan menunjukkan tingkat stres mahasiswa fakultas

kedokteran tahun pertama dan kedua lebih tinggi dibandingkan dengan

mahasiswa fakultas kedokteran tahun ketiga dan keempat (Inam, 2003).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Pakistan tentang stres ditingkat

mahasiswa kedokteran, penyebab terbanyak adalah adanya ekspektasi yang

tinggi dari orang tua (63%), frekuensi ujian yang lebih sering terjadi

dibandingkan fakultas lainnya (59%), waktu yang cepat untuk menyelesaikan

kurikulum akademik (50%), waktu tidur yang berkurang (48%), , kecemasan

tentang masa depan (45%), kesepian (41%) dan ketidakpuasan dalam

pengajaran materi perkuliahan (35%) (Shah,2010).

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa stres merupakan kondisi yang

(16)

mahasiswa yang memilih jurusan lain, terutama pada mahasiswa tahun

pertamanya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti tingkat stres pada

mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai dengan perbedaan jenis

kelamin.

2. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai dengan perbedaan suku

3. Mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara sesuai dengan alasan memilih

Fakultas Kedokteran

(17)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa tahun pertama dapat mengetahui dan memahami masalah

tentang stres serta faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stres. Bagi

mahasiswa hasil penelitian yang menunjukkan kriteria tingkat stres yang

berat dapat dirujuk ke dokter untuk penanganan selanjutnya.

1.4.2 Bagi Fakultas Kedokteran

Data dan informasi hasil penelitian ini dapat menjadi informasi kebijakan

akademik bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam

usaha pencegahan stres pada mahasiswa tahun pertama.

1.4.3 Bagi Peneliti

Sebagai salah satu syarat menyelesaikan program pendidikan Sarjana

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stres

2.1.1. Definisi stres

Stres merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan

sehari-hari dan tidak dapat dihindari serta akan dialami oleh setiap orang. Stres

dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika ada sebuah

ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk

mengatasinya (Looker, 2005).

Menurut Lazarus (1984), stres adalah suatu kondisi atau perasaan yang

dialami ketika seseorang menganggap bahwa tuntutan-tuntutan melebihi sumber

daya sosial dan personal yang mampu dikerahkan seseorang. Seseorang hanya

merasa sedikit stres jika dia memiliki waktu dan sumber daya yang cukup untuk

menangani sebuah situasi. Namun, jika seseorang menganggap dirinya tidak

mampu menangani tuntutan-tuntutan yang dibebankan kepadanya, stres yang

dirasakannya akan lebih besar (Manktelow, 2009).

Stres juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan

psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan di mana untuk mencapai

kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang (Robbins, 2001).

Sedangkan menurut Hans Selye, stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik

terhadap apapun permintaan untuk perubahan (Greenberg, 2004).

Istilah stres digunakan untuk menunjukkan adanya suatu reaksi tubuh

yang dipaksa, di mana hal tersebut menganggu equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie, 2005). Menurut Greenberg (1984), stres diungkapkan

sebagai reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang

menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan

seseorang (Yosep, 2007). Definisi lain menyebutkan bahwa stres merupakan

(19)

spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik

manusia tersebut (Hardjana, 1994).

2.1.2 Unsur-Unsur Stres

Sebagai bagian dari pengalaman hidup, stres merupakan hal yang rumit

dan kompleks. Oleh karena itu stres dapat dilihat dari berbagai sudut pandang

yang berbeda. Dalam peristiwa stres, ada tiga hal yang saling berkaitan yaitu :

1) Hal, peristiwa, orang, keadaan yang menjadi sumber stres (stressor) Hal yang menjadi sumber stres bisa berupa bencana alam, lingkungan

kerja yang berat, tempat tinggal yang tidak sehat ataupun suatu

peristiwa dalam kehidupan yang berhubungan dengan diri sendiri

maupun orang lain.

2) Orang yang mengalami stres (the stressed)

Dari segi orang yang mengalami stres, pemusatan perhatian tergantung

pada tanggapan (response) seseorang terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan itu disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan dan hal tersebut dapat menimbulkan gejala secara

psikologis dan fisiologis.

3) Hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang

menjadi penyebab stres (transactions)

Hubungan antara orang yang mengalami stres dan keadaan yang penuh

stres merupakan suatu proses. Dalam proses tersebut, hal yang

mendatangkan stres dan pengalaman orang yang terkena stres saling

berkaitan. Stres yang dialami setiap orang berbeda-beda dan cara

menghadapinya juga berbeda-beda sesuai dengan kemampuan orang

tersebut (Hardjana, 1994).

2.1.3 Etiologi Stres

Stres adalah kumpulan hasil, respons, jalan, dan pengalaman yang berkaitan,

yang disebabkan oleh berbagai stresor (Manktelow, 2009). Stres terbentuk dari

(20)

terjadi apabila stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan sebagai ancaman

sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan awal dari gangguan

kesehatan fisik dan psikologis yang berupa perubahan fungsi fisiologis, kognitif,

emosi, dan perilaku (Gunawan, 2007).

Stresor adalah segala sesuatu keadaan atau peristiwa di lingkungan yang

dapat diidentifikasi sebagai penyebab timbulnya respons stres (Looker, 2005).

Menurut Rasmund (2004), beberapa jenis stresor adalah sebagai berikut:

1. Stresor biologik

Stresor biologik dapat berupa bakteri, virus, hewan, binatang,

tumbuhan, dan berbagai macam makhluk hidup yang dapat

mempengaruhi kesehatan. Tumbuhnya jerawat, demam, dan digigit

binatang dipersepsikan dapat menjadi stresor dan mengancam konsep

diri individu.

2. Stresor fisik

Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, suhu, cuaca, geografi, dan

alam. Letak tempat tinggal, demografi, jumlah anggota dalam keluarga,

nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, dan kebisingan.

3. Stresor kimia

Stresor kimia dapat berasal dari dalam tubuh dan luar tubuh. Contoh

stresor yang berasal dari dalam tubuh adalah serum darah dan glukosa

sedangkan stresor yang berasal dari luar tubuh misalnya obat, alkohol,

nikotin, kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran

lingkungan, bahan-bahan kosmetika, bahan pengawet, pewarna, dan

lain-lain.

4. Stresor sosial dan psikologik

Stresor sosial dan psikologik misalnya rasa tidak puas terhadap diri

(21)

5. Stresor spiritual

Stresor spiritual yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai

ke-Tuhanan (Carolin, 2010).

Tidak hanya stresor negatif yang dapat menyebabkan stres, tetapi stresor

positif seperti kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, dan

mempunyai anak juga dapat menyebabkan stres (Looker, 2005).

Menurut Selye (1979), berdasarkan persepsi individu terhadap stres yang

dialaminya, stres dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Distress (Stres Negatif)

Distress merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu

mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah sehingga

individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan

timbul keinginan untuk menghindarinya.

2. Eustress (Stres Positif)

Eustress merupakan stres yang bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu

(Rice,1999).

2.1.4 Klasifikasi Stres

Menurut Rice (1999), berdasarkan etiologinya stres dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. Stres Kepribadian (Personality Stress)

Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri

(22)

kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan

memiliki risiko yang kecil terkena stres keperibadian.

2. Stres Psikososial (Psychosocial Stress)

Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang

lain di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika

mengadaptasi lingkungan baru, masalah keluarga, stres macet di jalan

raya dan lain-lain.

3. Stres Bio-ekologi (Bio-Ecological Stress)

Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang pertama

adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta cuaca. Sedangkan hal

yang kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma,

jerawatan, dan lain-lain.

4. Stres Pekerjaan (Job Stress)

Stres pekerjaan adalah stres yang dipicu oleh pekerjaan seseorang.

Persaingan di kantor, tekanan pekerjaan, terlalu banyak kerjaan, target

yang terlalu tinggi, usaha yang diberikan tidak berhasil, persaingan bisnis

adalah beberapa hal umum yang dapat memicu munculnya stres akibat

karir pekerjaan.

5. Stres mahasiswa (CollegeStudent stress).

Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan

terdapat tiga kelompok stresor yaitu stresor dari segi personal dan sosial,

gaya hidup dan budaya, serta stresor yang dicetuskan oleh faktor

akademis kuliah itu sendiri (Pin, 2011).

2.1.5 Tingkat Stres dan Alat Ukur Tingkat Stres

(23)

1. Stres ringan

Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari

seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan dan dihadapi oleh setiap

orang secara teratur seperti lupa, kebanyakan tidur, kemacetan, dikritik.

Situasi seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau

beberapa jam dan biasanya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali

jika dihadapi terus menerus.

2. Stres sedang

Stres sedang adalah stres yang terjadi lebih lama dari beberapa jam

sampai beberapa hari seperti pada waktu perselisihan, kesepakatan yang

belum selesai, sebab kerja yang berlebih, mengharapkan pekerjaan

baru, permasalahan keluarga. Situasi seperti ini dapat berpengaruh pada

kondisi kesehatan seseorang.

3. Stres berat

Stres berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu

sampai beberapa tahun yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti

hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan

penyakit fisik yang lama (Rasmund, 2004).

Alat ukur tingkat stres adalah kuesioner dengan sistem scoring yang akan diisi oleh responden dalam suatu penelitian. Ada beberapa kuesioner yang

sering dipakai untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa antara lain :

1. Kessler Psychological Distress Scale

Kessler Psychological Distress Scale terdiri dari 10 pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan skor 1 untuk jawaban dimana

responden tidak pernah mengalami stres, 2 untuk jawaban dimana

(24)

kadang-kadang mengalami stres, 4 untuk jawaban dimana responden

sering mengalami stres, dan 5 untuk jawaban dimana responden selalu

mengalami stres dalam 30 hari terakhir. Skala pengukuran yang digunakan

adalah skala ordinal. Tingkat stres dikategorikan sebagai berikut:

a. Skor di bawah 20 : tidak mengalami stres

b. Skor 20-24 : stres ringan

c. Skor 25-29 : stres sedang

d. Skor 30 dan di atas 30 : stres berat (Carolin, 2010).

2. Perceived Stress Scale (PSS-10) merupakan self report questionnaire

yang terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi tingkat stres

beberapa bulan yang lalu dalam kehidupan subjek penelitian. Skor PSS

diperolehi dengan reversing responses (sebagai contoh, 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0) terhadap empat soal yang bersifat positif (pertanyaan 4, 5, 7 &

8) dan menjumlahkan skor jawaban masing-masing (Olpin & Hesson,

2009). Soal dalam Perceived Stress Scale ini akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran responden dalam satu bulan terakhir ini. Anda akan

diminta untuk mengindikasikan seberapa sering perasaan ataupun pikiran

dengan membulatkan jawaban atas pertanyaan.

1) Tidak pernah diberi skor 0

2) Hampir tidak pernah diberi skor 1

3) Kadang-kadang diberi skor 2

4) Cukup sering skor 3

5) Sangat sering diberi skor 4

Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan

stres sebagai berikut:

• Stres ringan (total skor 1-14)

• Stres sedang (total skor 15-26)

• Stres berat (total skor >26)

(25)

Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col) terdiri dari 54 pertanyaan yang merupakan suatu skala yang terdiri dari kejadian umum

yang tidak menyenangkan bagi para mahasiswa. Setiap kejadian tersebut

diukur berdasarkan frekuensi terjadinya dalam satu bulan, dalam bentuk

skala sebagai berikut:

a. Tidak pernah diberi skor 0

b. Sangat jarang diberi skor 1

c. Beberapa kali diberi skor 2

d. Sering diberi skor 3

e. Sangat sering diberi skor 4

f. Hampir setiap saat diberi skor 5

Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan

stres. Skor kurang dari 75 menunjukkan seseorang mengalami stres ringan,

skor 75-135 menunjukkan seseorang mengalami stres sedang, skor lebih

dari 135 menunjukkan seseorang mengalami stres berat (Silalahi, 2009).

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Stres

Setiap individu akan mendapat efek stres yang berbeda-beda. Hal ini

bergantung pada beberapa faktor, yaitu:

1. Kemampuan individu mempersepsikan stresor

Jika stresor dipersepsikan akan berakibat buruk bagi individu tersebut,

maka tingkat stres yang dirasakan akan semakin berat. Sebaliknya, jika

stresor dipersepsikan tidak mengancam dan individu tersebut mampu

(26)

2. Intensitas terhadap stimulus

Jika intensitas serangan stres terhadap individu tinggi, maka kemungkinan

kekuatan fisik dan mental individu tersebut mungkin tidak akan mampu

mengadaptasinya.

3. Jumlah stresor yang harus dihadapi dalam waktu yang sama

Jika pada waktu yang bersamaan bertumpuk sejumlah stresor yang harus

dihadapi, stresor yang kecil dapat menjadi pemicu yang mengakibatkan

reaksi yang berlebihan.

4. Lamanya pemaparan stresor

Memanjangnya lama pemaparan stresor dapat menyebabkan menurunnya

kemampuan individu dalam mengatasi stres.

5. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam

menghadapi stresor yang sama.

6. Tingkat perkembangan

Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stresor

yang berbeda sehingga risiko terjadinya stres pada tingkat perkembangan

akan berbeda (Rasmund, 2004).

2.1.7 Fisiologi Stres

Peristiwa fisiologis yang terjadi pada individu saat terjadi stres pertama kali

dikembangkan oleh Hans Selye. Seyle mengidentifikasikan dua respon fisiologis

terhadap stres, yaitu local adaptation syndrome (LAS) dan general adaptation syndrome (GAS) (Potter & Perry, 2005). LAS adalah respon dari jaringan, organ, atau bagian tubuh lainnya terhadap stres karena trauma, penyakit, atau perubahan

fisiologis lainnya. Sedangkan GAS adalah respon pertahanan dari keseluruhan

(27)

1. Local adaptation syndrome (LAS)

Local adaptation syndrome (LAS) memiliki karakter yaitu hanya terjadi setempat, adaptif/diperlukan stresor untuk menstimulasi, berjangka

pendek, serta restoratif/membantu memulihkan homeostasis region.

Contoh LAS yang banyak ditemui dalam lingkungan keperawatan yaitu

respon refleks nyeri dan respon inflamasi. Respon refleks nyeri adalah

respon setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri (Potter & Perry,

2005). Respon ini bersifat adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan

lebih lanjut. Respon ini melibatkan reseptor sensoris, saraf sensoris yang

menjalar ke medulla spinalis, neuron penghubung dalam medulla spinalis,

saraf motorik yang menjalar dari medulla spinalis, serta otot efektor.

Contoh respon refleks nyeri yaitu refleks tangan dari permukaan panas dan

keram otot. Contoh lain dari LAS yaitu respon inflamasi. Respon inflamasi

distimulasi oleh trauma dan infeksi dimana respon ini menghambat

penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan dengan tanda-tanda

calor, tumor, rubor, dan dolor. Respon inflamasi terjadi dalam tiga fase

yaitu perubahan dalam sel dan sitem sirkulasi, pelepasan eksudat dari luka,

dan perbaikan jaringan oleh regenerasi dan pembentukan jaringan parut.

2. General adaptation syndrome (GAS)

General adaptation syndrome (GAS) melibatkan sistem tubuh seperti sistem saraf otonom dan sistem endokrin. GAS dikenal sebagai respon

neuroendokrin. Gas terdiri dari tiga tahap yaitu:

1. Reaksi alarm/ reaksi peringatan

Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh

dan pikiran untuk menghadapi stresor. Secara fisiologi, respons stres

adalah pola reaksi saraf dan hormon yang bersifat menyeluruh dan tidak

(28)

Gambar 2.1 Efek Stresor pada Tubuh (Sherwood, 2001)

Tabel 2.1 Perubahan Hormon Utama selama Respon Stres (Sherwood,

2001)

HORMON PERUBAHAN TUJUAN

Epifirin naik -Memperkuat sistem saraf simpatis

untuk mempersiapakan tubuh “fight

on flight”

-Memoblisasi simpanan karbohidrat

dan lemak; meningkatkan kadar

glukosa dan asam lemak darah

CRH-

ACTH-kortisol

naik Memobilsasi simpanan energi dan

bahan pembangun metabolik untuk

digunakan jika diperluka;

meningkatkan glukosa, asam amino

darah, dan asam lemak darah ACTH

mempermudah proses belajar dan

perilaku

Glukogon naik Bekerja bersama untuk meningkatkan

Repon spesifik yang khas untuk jenis stressor Stressor

Tubuh

(29)

Insulin turun glukosa darah dan asam lemak darah.

Renin

angiotensin

aldosteron

naik Menahan Garam dan H2O untuk

meningkatkan volume plasma;

membantu mempertahankan tekanan

darah jika terjadi pengeluaran akut

plasma

Vasopresin naik -Vasopresin dan angiostensin II

menyebabkan vasokontriksi arteriol

untuk meningkatkan tekanan darah

-Vasopresin membantu proses belajar

Terjadi peningkatan hormonal yang luas dalam reaksi ini sehingga

cenderung pada respon melawan dan menghindar, seperti curah jantung,

ambilan oksigen, dan frekuensi pernapasan meningkat; pupil mata

berdilatasi untuk menghasilkan bidang visual yang lebih besar; dan

frekuensi jantung meningkat untuk menghasilkan energi lebih banyak.

Namun, jika stresor terus menetap setelah reaksi alarm maka individu

tersebut akan masuk pada tahap resisten.

2. Tahap resisten

Dalam tahap ini tubuh kembali stabil, kadar hormon, frekuensi jantung,

tekanan darah, dan curah jantung kembali ke tingkat normal. Individu

terus berupaya untuk menghadapi stresor dan memperbaiki kerusakan.

Akan tetapi jika stresor terus menetap seperti pada kehilangan darah terus

menerus, penyakit melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang,

dan ketidakberhasilan mengadaptasi maka invidu masuk ke tahap

(30)

3. Tahap kehabisan tenaga

Tahap kehabisan tenaga terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres

dan ketika energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi sudah

habis (Potter & Perry, 2005). Jika tubuh tidak mampu untuk

mempertahankan dirinya terhadap dampak stresor, regulasi fisiologis

menghilang, dan stres tetap berlanjut, maka akan terjadi kematian

(Sherwood, 2001).

2.1.8 Manifestasi Klinis Stres

Manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan badan, roh dan tubuh,

spiritual dan material. Jika manusia mengalami stres, segala aspek dari dirinya

akan terpengaruh. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila gejala (symptom) stres ditemukan dalam segala aspek dari manusia yang penting seperti fisik,

pikiran, mental, emosional, sikap. Gejala-gejala yang dialami tentu saja berbeda

pada setiap orang karena pengalaman stres bersifat sangat pribadi (Hardjana,

1994). Kelelahan akibat stres sering menyebabkan gejala yang disebut sebagai

“burnout” (kelelahan secara fisik, mental, dan emosional) (Manktelow, 2009).

Respons stres melibatkan semua fungsi tubuh sehingga terlampau

besarnya distres yang menghabiskan sumber-sumber adaptif kita dapat

menyebabkan kelelahan, beragam masalah kesehatan, dan bahkan akibat yang

fatal (Looker, 2005). Tetapi, tidak semua stres menimbulkan efek negatif bagi

tubuh dan kesehatan. Efek yang ditimbulkan stres pada tubuh dapat berupa efek

positif dan efek negatif. Efek positif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.2

sedangkan efek negatif dari stres dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.2 Efek positif dari Stres (Mayoclinic, 2009)

Mental Emosional Fisik

Kreativitas meningkat Kemampuan

mengontrol diri

Tingkat energi

(31)

meningkat

Motivasi meningkat Moral meningkat Terbebas dari penyakit

yang berhubungan

dengan stres

Tabel 2.3 Efek Negatif dari Stres (Mayoclinic, 2009)

Fisik Pikiran Sikap

Sakit kepala Cemas Makan berlebihan

Sakit punggung Iritabilitas meningkat Tidak mau makan

Sakit dada Tidak dapat beristirahat Mudah marah

Palpitasi jantung Depresi Mengkonsumsi alkohol

Tekanan darah meningkat Sedih Frekuensi merokok

meningkat

Imunitas menurun Marah Kurang bersosialisasi

Sakit abdomen Sulit untuk fokus Sulit melafalkan

kata-kata

Gangguan tidur Daya ingat menurun Masalah dengan

(32)

2.2 Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

2.2.1 Prevalensi Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Penelitian mengenai tingkat stres pada mahasiswa kedokteran telah

dilakukan di berbagai universitas di dunia. Menurut hasil penelitian Stephani

(2006) didapatkan prevalensi terjadinya stres pada mahasiswa kedokteran

Universitas California di Amerika sebesar 51%. Penelitian sejenis dilakukan oleh

Jenny Firth (2004) pada tiga fakultas kedokteran di Inggris secara bersamaan.

Penelitian yang melibatkan 318 partisipan tersebut menunjukkan prevalensi stres

pada mahasiswa fakuktas kedokteran adalah 31,2%. Sementara itu, tiga penelitian

yang dilakukan di Asia menunjukkan hasil sebagai berikut: (1) Di Thailand,

dengan 686 partisipan dari Ramathibodi Hospital University, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran adalah 61,4% (Saipanish, 2003). (2) Di Pakistan,

dengan 252 partisipan dari Ziauddin Medical University, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama, kedua, ketiga, dan keempat

berturut-turut adalah 73%, 66%, 49%, dan 47%. (Saqib & Inam, 2003). (3) Di

Arab Saudi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdulghani (2008),

yang dikutip dalam penelitian Lisa (2012) menyatakan bahwa prevalensi stres

tertinggi dialami oleh mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama yaitu 74,2%

dan pada tahun berikutnya prevalensinya menurun.

2.2.2 Etiologi Stres pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Mahasiswa, dalam kegiatannya, juga tidak terlepas dari stres. Stresor atau

penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan akademiknya,

terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari harapannya sendiri. Tuntutan

eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang

tua untuk berhasil di kuliahnya, dan penyesuaian sosial di lingkungan kampusnya.

Tuntutan ini juga termasuk kompetensi perkuliahan dan meningkatnya

(33)

harapan mahasiswa dapat bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam

mengikuti pelajaran (Heiman, 2005).

Menurut Payne & Hahn (2002), stress pada mahasiswa dapat disebabkan

oleh berbagai faktor yaitu tuntutan institusi, masalah keuangan, tuntutan sosial,

tuntutan yang berasal dari diri sendiri, tuntutan keluarga, manajemen waktu,

konflik budaya, masalah agama, dan tuntutan fakultas (Carolin, 2010).

Berbagai penyesuaian yang harus dihadapi oleh para mahasiswa dapat

berhubungan juga dengan faktor personal seperti jauhnya para mahasiswa dari

orang tua dan sanak saudara, pengelolaan keuangan,problem interaksi dengan

teman dan lingkungan baru, serta problem-problem personal lainnya. Faktor

akademik di sisi lain juga menyumbangkan potensi stres misalnya tentang

perubahan gaya belajar dari sekolah menengah ke pendidikan tinggi, tugas-tugas

perkuliahan, target pencapaian nilai dan problem-problem akademik lainnya

(Santrock, 2003).

Mahasiswa universitas mengalami banyak stres dan penyebab stres

tersebut berbeda satu dengan lain dari setiap individu. Terutama untuk mahasiswa

tingkat pertama yang menghadapi norma dan budaya yang baru, teman kelompok

baru, tugas yang banyak, dan perubahan pada gaya hidup menuntut waktu dan

self-control yang lebih banyak dibandingkan pada masa sekolah menengah atas (Reisberg, 2005).

Mahasiswa baru merupakan status yang disandang oleh mahasiswa di

tahun pertama kuliahnya. Menurut Gunarsa (2000), memasuki dunia kuliah

merupakan suatu perubahan besar pada hidup seseorang karena mahasiswa yang

berada di masa transisi dari remaja ke dewasa menghadapi berbagai kesulitan

penyesuaian dan tidak semua mampu mengatasinya sendiri sehingga cenderung

untuk mengalami stres. Kesulitan penyesuaian tersebut berkisar pada:

1. Perbedaan sifat pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

dengan Perguruan Tinggi (PT)

a. Kurikulum

Isi kurikulum PT biasanya lebih sedikit tetapi lebih mendalam.

(34)

kegairahan belajar akan lebih lancar. Sebaliknya jika tidak sesuai,

kegairahan akan menurun, bahkan bisa menimbulkan gangguan

pada kepribadian. Sistem Kredit Semester merupakan salah satu

perubahan yang dialami oleh mahasiswa tahun pertama. Sistem

Kredit Semester adalah suatu sistem penyelenggaran pendidikan

dengan menggunakan Satuan Kredit Semester (SKS) untuk

menyatakan beban studi peserta didik, beban kerja dosen,

pengalaman belajar, dan beban penyelenggaraan program. Sistem

Kredit Semester ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa

untuk menentukan mata kuliah yang sesuai minat,bakat, dan

kemampuannya dan mahasiswa yang giat dapat menyelesaikan

program studi yang telah ditentukan dalam waktu sesingkat

mungkin. Dengan demikian, sistem ini menuntut adanya

tanggung jawab yang besar pada mahasiswa dalam menentukan

mata kuliah dan jumlah SKS yang akan diambil. Lain halnya pada

sekolah menengah atas dimana beban studi, mata pelajaran, dan

masa studi siswa sudah ditentukan sehingga mereka tinggal

menjalaninya saja (USU,2010).

b. Disiplin

Di PT biasanya tidak sedisiplin di SLTA karena dianggap sudah

lebih dewasa dan tanggung jawab diserahkan kepada mahasiswa

yang bersangkutan. Hal ini mengubah cara belajar dan bisa

menyebabkan kesulitan tersendiri.

c. Hubungan dosen mahasiswa

Pola hubungan sangat berbeda dibandingkan ketika di SLTA.

Dialog langsung pada tingkat awal yang jumlah mahasiswanya

besar, cenderung jarang dilakukan di ruangan. Karena itu

mahasiswa harus menyesuaikan cara dosen memberi kuliah yang

masih banyak mempergunakan cara tradisional yakni dosen

menerangkan tanpa memperdulikan apakah mahasiswa mengerti

(35)

2. Hubungan sosial

Pada remaja lanjut, pola pergaulan sudah bergeser dari pola

pergaulan yang homoseksual ke arah heteroseksual sehingga

masalah pergaulan bisa menjadi masalah yang penting, baik

mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri, dan keterlibatan

terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif.

3. Masalah ekonomi

Sekalipun mahasiswa sudah bisa melepaskan diri dari

ketergantungan psikis, ketergantungan ekonomi masih ada karena

pada umumnya belum berpenghasilan. Kelonggaran untuk

mempergunakan uang tidak sebebas menentukan tingkah laku dan

sikap.

4. Pemilihan jurusan

Antara bakat dan minat dengan kesempatan sering tidak sejalan

sehingga merasa salah pilih jurusan. Tahap mencoba-coba dan

memilih jurusan sesuai dengan keinginan orang tua sering dialami

mahasiswa tahun pertama.

Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa antara lain :

1. Bersumber pada kepribadian

Aspek motivasi penting agar gairah untuk belajar dan menekuni

ilmu bisa berlangsung lancar. Kegairahan yang ditandai oleh

disiplin diri yang kuat dan ditampilkan dalam ketekunan belajar

dan menyelesaikan tugas-tugas.

2. Prestasi akademik

Kegagalan dalam prestasi akademik bisa disebabkan karena

kemampuan dasarnya tidak menyokong atau bakatnya kurang

(36)

kurang bisa mempergunakan cara belajar yang tepat atau

kurangnya fasilitas.

3. Kondisi yang kurang menunjang

Keadaan lingkungan perumahan yang tidak mendukung mahasiswa

belajar dengan baik, misalnya penerangan, ventilasi, meja belajar,

bising. Demikian pula keadaan psikologis di rumah, baik dalam

hubungan dengan orang tua maupun dengan saudara-saudara.

Bahkan juga lingkungan sosial dengan tuntutan yang memaksa

untuk menyesuaikan diri. Universitas dengan ketersediaan fasilitas

yang terbatas bisa menjadi sumber yang menghambat kelancaran

belajar mahasiswa (Gunarsa, 2000).

2.2.3 Hubungan Tingkat Kuliah dengan Tingkat Stres

Berdasarkan penelitian di Pakistan, dengan 252 partisipan dari Ziauddin Medical University, prevalensi stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama, kedua, ketiga, dan keempat berturut-turut adalah 73%, 66%, 49%, dan

47%. Hal ini menunjukkan tingkat stres mahasiswa fakultas kedokteran tahun

pertama lebih tinggi jika dibandingkan dengan mahasiswa fakultas kedokteran

tahun kedua, ketiga, dan keempat (Saqib, 2003). Berdasarkan penelitian lainnya di

Iran, jumlah mahasiswa fakultas kedokteran tingkat pertama yang mengalami

stres adalah 33% sedangkan tahun kedua dan ketiga adalah 26% dan 16%

(Marjani, 2008). Di Arab Saudi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Abdulghani (2008), menyatakan bahwa prevalensi stres tertinggi dialami oleh

mahasiswa fakultas kedokteran tahun pertama yaitu 74,2% dan pada tahun

berikutnya prevalensinya menurun menjadi 69,8% dan 48,6% (Lisa, 2012). Hal

ini menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa fakultas kedokteran yang mengalami

(37)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika

ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan

kemampuan untuk mengatasinya (Looker, 2005).

3.2.2 Mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara adalah mahasiswa angkatan 2012.

(38)

3.2.4 Suku adalah suku mahasiswa, terdiri dari Jawa, Batak, Melayu, Tionghoa,

dan suku yang tidak disebutkan dimasukkan ke kategori lainnya.

3.2.5 Alasan memilih Fakultas Kedokteran terdiri dari minat, coba-coba, dipaksa

orang tua, dan alasan lain yang tidak disebutkan dimasukkan ke kategori

lainnya.

3.2.6 Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat stres terdiri dari stresor

akademik, stresor psikososial, dan stresor yang berkaitan dengan

kesehatan.

3.2.7 Perceived Stress Scale (PSS-10) merupakan self report questionnaire yang terdiri dari 10 pertanyaan dan dapat mengevaluasi tingkat stres beberapa

bulan yang lalu dalam kehidupan subjek penelitian. Skor PSS diperolehi

dengan reversing responses (sebagai contoh, 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0) terhadap empat soal yang bersifat positif (pertanyaan 4, 5, 7 & 8) dan

menjumlahkan skor jawaban masing-masing (Olpin & Hesson, 2009). Soal

dalam Perceived Stress Scale ini akan menanyakan tentang perasaan dan pikiran responden dalam satu bulan terakhir ini. Anda akan diminta untuk

mengindikasikan seberapa sering perasaan ataupun pikiran dengan

membulatkan jawaban atas pertanyaan.

1) Tidak pernah diberi skor 0

2) Hampir tidak pernah diberi skor 1

3) Kadang-kadang diberi skor 2

4) Cukup sering skor 3

5) Sangat sering diberi skor 4

Semua penilaian diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan

stres sebagai berikut:

• Stres ringan (total skor 1-14)

• Stres sedang (total skor 15-26)

(39)
(40)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan

studi potong lintang (cross sectional study) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat stres pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara selama bulan Oktober 2013.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara angkatan 2013 yaitu 486 orang. Sampel diambil

sesuai dengan jumlah populasi dan pengambilan sampel dilakukan dengan

cara consecutive sampling.

Kriteria inklusi:

• Mahasiswa FK USU angkatan 2013

• Terampil berbahasa Indonesia

Kriteria ekslusi:

• Mahasiswa yang sebelumnya telah pernah mengikuti perkuliahan di fakultas

lain

(41)

4.4 Metode Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data.

Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh

responden yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap

sampel penelitian. Kuesioner telah dijelaskan secara menyeluruh

sampai benar-benar dimengerti dan dapat diisi secara benar oleh

responden.

4.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bagian pendidikan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, berupa jumlah

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan

2013 yang dipakai untuk perkiraan besar sampel.

4.4.3 Uji Validitas dan Reabilitas

Pada penelitian ini digunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang

berhubungan dengan tingkat stres berdasarkan penyebabnya. Kuesioner

yang digunakan adalah Perceived Stress Scale (PSS-10) yang diadopsi dari penelitian Pin (2011) yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya

dengan teknik korelasi product moment dan uji Cronbach (Cronbach Alpha).

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Metode pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan alat

ukur statistik yang tersedia. Analisis statistik untuk data deskriptif dilakukan

dengan persentase (data kategorik) untuk mengetahui tingkat stres

berdasarkan jenis kelamin, perbedaan suku, alasan masuk fakultas

(42)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang berlokasi di Jalan Dr.Mansyur No.5, Kelurahan Padang Bulan,

Kecamatan Medan Baru, Medan, Indonesia, dengan batas wilayah :

a. Batas Utara : Jalan Dr. Mansyur, Padang Bulan

b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

c. Batas Timur : Jalan Universitas, Padang Bulan

d. Batas Barat : Fakultas Psikologi USU

Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha dengan zona akademik seluas

sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. FK USU dibuka pertama kali pada

tanggal 20 Agustus 1952 dan hingga saat ini telah melakukan banyak

pembenahan dari seluruh komponen yang ada, baik peningkatan kualitas

sumber daya manusia sebagai pelaksana seluruh kegiatan yang ada di FK

USU, maupun pembangunan sarana dan prasarana dalam upaya mendukung

proses belajar mengajar yang dilakukan secara berkesinambungan.

FK USU menyediakan lokasi free wi-fi dan fasilitas internet bagi pada mahasiswa secara gratis yang juga dilengkapi dengan perpustakaan tempat

para mahasiswa menambah ilmunya. Disamping berbagai fasilitas yang

mendukung kegiatan perkuliahan tersebut, FK USU dilengkapi juga dengan

sarana dan prasarana dalam mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar yang

dilaksanakan seperti ruang seminar, berbagai ruang laboratorium, berbagai

ruang skills lab, dan tentunya kelas-kelas untuk perkuliahan biasa. Sedangkan untuk memenuhi kepentingan mahasiswa dalam mencari buku-buku

(43)

penjualan buku yang menyediakan berbagai buku-buku yang berhubungan

dengan dunia kedokteran.

5.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa

tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan

2013. Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah sebesar 422

responden yang memiliki kriteria inklusi dan eksklusi dengan karakteristik

berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, alasan masuk FK, dan faktor-faktor

lain yang mempengaruhi tingkat stres. Berdasarkan perhitungan distribusi

frekuensi diperoleh gambaran karakterisitik individu penelitian sebagai

berikut:

5.2.1 Usia Responden

Berdasarkan usia, peneliti memperoleh sebaran responden sebagai berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden

Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

16 15 3,6

17 126 29,9

18 237 56,2

19 35 8,3

20 7 1,7

21 2 0,5

Total 422 100

Sesuai dengan karakterisitik usia pada penelitian ini, maka usia responden

(44)

terlihat pada tabel di atas, persentase terbesar dimiliki oleh responden yang

berada pada usia 18 tahun sebesar 56,2%.

5.2.2 Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan jenis kelamin, peneliti memperoleh sebaran responden sebagai

berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)

Laki-laki 145 34,4

Perempuan 277 65,6

Total 422 100

Dari tabel yang disajikan di atas terlihat jumlah jenis kelamin perempuan

lebih banyak daripada jumlah jenis kelamin laki-laki yang berpartisipasi dalam

penelitian ini. Jenis kelamin perempuan mencapai 277 orang (65,6%).

5.2.3 Suku Responden

Gambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan suku dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.3 Distribusi Suku Responden

Suku Frekuensi (n) Persentase (%)

Jawa 47 11,1

Batak 197 46,7

Melayu 33 7,8

Tionghoa 37 8,8

Lain-lain 108 25,6

(45)

Tabel di atas menunjukkan persentase suku Batak lebih banyak

berpartisipasi dalam penelitian ini yaitu sebesar 46,7% (197 Mahasiswa).

5.2.4 Alasan Responden Masuk Fakultas Kedokteran

Gambaran penyebaran responden penelitian berdasarkan alasan responden

masuk FK dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4 Distribusi Alasan Responden Masuk FK

Alasan masuk FK Frekuensi (n) Persentase (%)

Minat 387 91,7

Coba-coba 15 3,6

Dipaksa orang tua 12 2,8

Lain-lain 8 1,9

Total 422 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase alasan responden masuk FK

lebih banyak karena minat, yaitu mencapai 91,7%.

5.2.5 Etiologi Stress pada Responden

Tabel 5.5 Distribusi Etiologi Stress pada Responden

Sumber Stress Persentase (%)

Stresor Akademik 45

Stresor Psikososial 41

Stresor Kesehatan 14

(46)
(47)
(48)

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa penyebab stress paling sering pada

mahasiswa tahun pertama FK USU angkatan 2013 adalah tingginya harapan

Orang Tua sebanyak 132 mahasiswa (31,3%) dan yang paling rendah adalah

penyalahgunaan narkoba/alkohol/merokok (0,7 %).

5.3 Distribusi Gambaran Stres

5.3.1 Distribusi Skor Stres

Sebaran skor stres dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6 Distribusi Skor Stres Responden

Rata-rata

Skor

Minimum

Skor

Maksimum

Skor Stres 21,92 6 32

Pada penyebaran skor stres, didapati rata - rata skor stres yang dimiliki oleh

responden adalah 21,92, skor maksimum 32, dan skor minimum 6. Skor

ideal adalah 40 (maksimum) dan 0 (minimum).

5.3.2 Tingkat Stres

Tingkat stres responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.7 Distribusi Tingkat Stres Responden

Tingkat Stres Frekuensi (n) Persentase (%)

Stres ringan 15 3,6

Stres sedang 365 86,5

Stres berat 42 10

(49)

Dari tabel di atas terlihat persentase terkecil adalah responden yang

mengalami stres ringan yaitu sebesar 3,6%.

5.3.3 Gambaran Stres Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.8 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Jenis

kelamin

Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total

n % n % n % n %

Laki-laki 5 3,4 129 89 11 7,6 145 100

Perempuan 10 3,6 236 85,2 31 11,2 277 100

Total 15 365 42 422

Dari tabel yang disajikan di atas dapat dilihat 89% responden yang berjenis

kelamin pria mengalami stres sedang dan 85,2% responden berjenis kelamin

wanita mengalami stres sedang.

5.3.4 Gambaran Stres Berdasarkan Suku

Tabel 5.9 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Suku Responden

Suku

Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total

n % n % n % n %

Jawa 1 2,1 40 85,1 6 12,8 47 100

Batak 2 1 172 87,3 23 11,7 197 100

Melayu 2 6,1 29 87,9 2 6,1 33 100

Tionghoa 2 5,4 33 89,2 2 5,4 37 100

Lain-lain 8 7,4 91 84,3 9 8,3 108 100

(50)

Tabel di atas menunjukkan gambaran stres ringan terbanyak pada suku

selain Jawa, Batak, Melayu, dan Tionghoa yaitu sebanyak 8 responden

(7,4%), stres sedang terbanyak pada suku Tionghoa (89,2%) dan stres berat

terbanyak pada suku Jawa (12,8%).

5.3.6 Gambaran stres Berdasarkan Alasan Masuk FK

Tabel 5.10 Distribusi Gambaran Stres Berdasarkan Alasan Responden

Masuk FK

Alasan masuk

FK

Stres Ringan Stres Sedang Stres Berat Total

n % n % n % n %

Minat 14 3,6 332 85,8 41 10,6 387 100

Coba-coba 0 0 15 100 0 0 15 100

Dipaksa orang tua 0 0 11 91,7 1 8,3 12 100

Lain-lain 1 12,5 7 87,5 0 0 8 100

Total 15 365 42 422

Dari tabel yang disajikan di atas dapat dilihat 85,8 % responden yang masuk

FK karena minat mengalami stres sedang, 100% responden yang masuk FK

karena coba-coba mengalami stres sedang, dan 91,7% responden yang

masuk FK karena keinginan orang tua mengalami stres sedang.

5.4 Pembahasan

Responden penelitian ini adalah mahasiswa tahun pertama Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran (TA) 2013/2014

(51)

Berdasarkan penelitian Abdulghani (2008) di Saudi Arabia, prevalensi stres

mahasiswa fakultas kedokteran adalah 57% dimana 21,5% merupakan stres

ringan, 15,8% stres sedang, dan 19,6% stres berat. Penelitian sejenis oleh

Marjani (2008) di Iran didapatkan prevalensi stres mahasiswa fakultas

kedokteran sebesar 61,41% dimana 26,22% merupakan stres ringan, 20,5%

stres sedang, dan 14,75% stres berat. Sementara pada hasil penelitian ini, dari

seluruh responden diperoleh jumlah responden dengan tingkat stres ringan

sebanyak 15 orang (3,6%), tingkat stres sedang sebanyak 365 orang (86,5%),

dan tingkat stres berat sebanyak 42 orang (10%).

Perbedaan berbagai hasil penelitian tersebut mungkin disebabkan oleh

perbedaan faktor penyebab stres misalnya tuntutan orang tua akan prestasi

akademik, kenyamanan ruang kelas kuliah, kualitas makanan, frekuensi ujian,

dan banyak sedikitnya waktu rekreasi (Sreeramareddy, 2007).

Distribusi gambaran stres berdasarkan jenis kelamin pada tabel 5.8

menunjukkan bahwa dari total responden laki-laki sejumlah 145 orang

diperoleh tingkat stres ringan sebanyak 5 orang (3,4%), tingkat stres sedang

sebanyak 129 orang (89%), dan tingkat stres berat sebanyak 11 orang (7,6%).

Sedangkan dari total responden perempuan sejumlah 277 orang diperoleh

tingkat stres ringan sebanyak 10 orang (3,6%), tingkat stres sedang sebanyak

236 orang (85,2%), dan tingkat stres berat sebanyak 31 orang (11,2%). Dari

data tersebut tingkat stres ringan dan tingkat stres berat lebih banyak terdapat

pada perempuan dibandingkan laki-laki, sedangkan untuk tingkat stres sedang

laki-laki lebih banyak dari perempuan. Hal ini tentunya sejalan dengan

pendapat Davis (1999) bahwa perempuan memiliki lebih banyak stresor

dibanding laki-laki sehingga lebih rentan untuk mengalami stres. Perempuan

juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk kembali membaik setelah

suatu peristiwa berlalu dibandingkan dengan laki-laki sehingga tingkat stres

perempuan menjadi lebih tinggi. Sampai sekarang masih tidak ada penelitian

yang membuktikan faktor jenis kelamin mempengaruhi kejadian stres pada

(52)

berbagai faktor. Terutama pada mahasiswa yang berada di dunia perkuliahan

yang kompleks dan ditambah dengan grafik usia para mahasiswa yang pada

umumnya berada dalam tahap remaja hingga dewasa muda menyebabkan

mahasiswa masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam

menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman

yang akhirnya memicu stres (Santrock, 2003).

Distribusi gambaran stres berdasarkan suku pada tabel 5.9 menunjukkan

bahwa responden terbanyak berasal dari suku Batak 197 orang dengan tingkat

stres ringan sebanyak 2 orang (1%), tingkat stres sedang sebanyak 172 orang

(87,3%), dan tingkat stres berat sebanyak 23 orang (11,7%). Sedangkan

responden terkecil berasal dari suku Melayu sebanyak 33 orang dengan

tingkat stres ringan sebanyak 2 orang (6,1%), tingkat stres sedang sebanyak

29 orang (87,9%), dan tingkat stres berat sebanyak 2 orang (6,1%). Dari data

tersebut persentase tingkat stres berat paling banyak dimiliki oleh suku Jawa

yaitu sebanyak 6 orang (12,8%), hal ini sesuai dengan pendapat Sarafino

(2006) yang menyatakan bahwa populasi minoritas memiliki tingkat stres

lebih tinggi daripada populasi mayoritas.

Distribusi gambaran stres berdasarkan alasan masuk FK pada tabel 5.10

menunjukkan bahwa dari total responden masuk FK karena minat sejumlah

387 orang diperoleh tingkat stres ringan sebanyak 14 orang (3,6%), tingkat

stres sedang sebanyak 332 orang (85,8%), dan tingkat stres berat sebanyak 41

orang (10,6%). Dari total responden masuk FK karena coba-coba sejumlah 15

orang diperoleh tingkat stres ringan tidak dijumpai (0%), tingkat stres sedang

sebanyak 15 orang (100%), dan tingkat stres berat tidak dijumpai (0%). Dari

total responden masuk FK karena dipaksa orang tua sejumlah 12 orang

diperoleh tingkat stres ringan tidak dijumpai, tingkat stres sedang sebanyak

11 orang (91,7%), dan tingkat stres berat sebanyak 1 orang (8,3%).

Sedangkan dari total responden masuk FK karena alasan-alasan yang lain

sejumlah 8 orang diperoleh tingkat stres ringan sebanyak 1 orang (12,5%),

(53)

dijumpai. Dari data tersebut tingkat stres lebih tinggi terdapat pada responden

yang masuk FK karena coba-coba. Hal ini sesuai dengan pendapat Gunarsa

(2000) bahwa pemilihan jurusan yang tidak berdasarkan minat akan

menyebabkan kesulitan penyesuaian oleh mahasiswa tahun pertama dan

mahasiswa cenderung mengalami stres lebih tinggi.

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sumber stress yang sangat

sering menyebabkan stress pada mahasiswa tahun pertama FK USU yaitu

Tingginya harapan Orang Tua sebanyak 132 mahasiswa (31,3%), Kehadiran

di kelas sebanyak 78 mahasiswa (18,5%), Menjadi Dokter sebanyak 76

mahasiswa (18%), Ketidakpuasan dengan kelas kuliah sebanyak 61

mahasiswa (14,5%), Frekuensi Ujian sebanyak 55 mahasiswa (13%), Hasil

Ujian sebanyak 47 mahasiswa (11,1%), Kurangnya waktu untuk rekreasi

sebanyak 45 mahasiwa (10,7%), Kurangnya Bimbingan Khusus dari fakultas

sebanyak 45 mahasiswa (10,7%), Tidak adanya bahan belajar yang memadai

sebanyak 42 mahasiswa ( 10%), dan Kompetisi antar mahasiswa sebanyak 40

orang (9,5%). Sedangkan, yang paling tidak menyebabkan stress pada

mahasiswa tahun pertama FK USU yaitu Penyalahgunaan narkoba dan

alkohol sebanyak 399 mahasiswa (94,5%), Cacat Fisik sebanyak 379

Mahasiswa (89,8%), Kurangnya minat (pribadi) dalam kedokteran sebanyak

259 mahasiswa (61,4%), Penyesuaian diri dengan teman sekamar sebanyak

259 mahasiswa (61,4%), Masalah dengan teman sebaya sebanyak 240

mahasiswa (56,9%), Kondisi kehidupan di asrama sebanyak 234 mahasiswa

(55,5%), Makanan di asrama sebanyak 213 mahasiswa (50,5%), Kualitas

makanan sebanyak 211 mahasiswa (50%), Kehadiran dikelas sebanyak 195

mahasiswa (46,2%), dan Masalah Keluarga sebanyak 187 mahasiswa

Gambar

Gambar 2.1  Efek Stresor pada Tubuh (Sherwood, 2001)
Tabel 2.3 Efek Negatif dari Stres (Mayoclinic, 2009)
Tabel 5.1 Distribusi Usia Responden
Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Responden
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) angkatan 2014 karena kelompok mahasiswa tersebut merupakan calon

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas

Pengaruh Penggunaan Gadget dengan Pola Tidur Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.. Angkatan 2011, 2012

Mengetahui pola tidur pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Utara angkatan 2011, 2012

Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang gambaran pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2018 & 2019

Dari hasil penelitian ini, populasi penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara angkatan 2019 yang berjumlah 203 orang.

Saya yang bernama Kesavanraj A/L Konarsigaran adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Tingkat Pengetahuan

Judul penelitian : Hubungan Tingkat Stres dengan Kejadian Dispepsia Fungsional pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Nama peneliti : Monica