• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCAPAIAN PILAR PEMBANGUNAN LINGKUNGAN

4.2. Tujuan 11. Kota dan Permukiman Berkelanjutan

4.2. Tujuan 11. Kota dan Permukiman Berkelanjutan

Sebuah kota yang humanis dan layak huni merupakan padanan dari Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan. Sebuah kota dan pemukiman yang berkelanjutan adalah sebuah kota yang dikelola dengan memperhatikan 4 (empat) aspek pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek sosial, ekonomo, lingkungan, maupun aspek hak asasi manusia dan tata kelola.

Kota dan Permukiman yang berkelanjutan merupakan salah satu kunci dalam upaya mewujudkan kota yang humanis dan layak huni. Terkait dengan hal tersebut kondisi eksisting tahun 2018 Kota Salatiga tertuang dalam tabel berikut:

59 Tabel 2.10

Kondisi Eksisting Indikator Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan Realisasi 2018 Penanggung-jawab Sumber Data 1 Cakupan Ketersediaan

Rumah Layak huni persen 99,61 Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman

2 Persentase kendaraan angkutan umum yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan

persen 80 Dinas Perhubungan

3 Persentase masyarakat

dalam Musrenbang Persen 94,7 Bappeda

4 Persentase Cagar Budaya

yang dilestarikan Persen 11,2 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

5 Indeks Resiko Bencana

(IRB) Persen dilakukan Belum pengukuran

Satpol PP (saat ini sebagai OPD yang mengampu

8 Persentase Penanganan

Sampah persen 73,04 Dinas Lingkungan Hidup

9 Persentase pengurangan

sampah diperkotaan persen 16,77 Dinas Lingkungan hidup

10 Persentase Ruang Terbuka

Hijau persen 15.7 Dinas Lingkungan Hidup Sumber: Data Sekunder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

Indikator tersebut adalah indikator yang ada dan sejalan dengan RPJMD Kota salatiga Tahun 2017-2022, mengingat tidak semua indikator SDGs dapat diukur atau dihitung di tingkat kota, dengan berbagai pertimbangan antara lain karena aspek geografis, aspek kewenangan daerah, dan aspek cakupan indikator (aspek pembilang).

Merujuk pada tabel diatas, dapat diuraikan bahwa cakupan rumah layak huni pada tahun 2018 mencapai 99,61% (berdasarkan sinkronisasi data dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman dan BPS). Sedangkan dalam pengelolaan sampah terdapat 2 (dua) parameter yaitu Persentase Penanganan Sampah Perkotaan sebesar 75%, yang melampaui target sebesar 73%, dan Persentase Pengurangan Sampah Perkotaan pada tahun 2018 mencapai 22%, yang melebihi yang menjadi target pada tahun 2018 yaitu sebesar 16%.

Parameter lainnya adalah ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kondisi eksisting Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tahun 2018 sebesar 15,67%. Hal tersebut dapat tercapai karena Pemerintah Kota Salatiga dalam kurun waktu 3 tahun terakhir aktif dalam menyelenggarakan taman kota sebagai salah satu upaya untuk memenuhi ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebesar 30% dari luas wilayah.

60 4.3. Tujuan 12. Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan

Konsumsi berkelanjutan adalah hasil dari suatu proses pengambilan keputusan dari konsumen sebagai tanggung jawab terhadap terhadap lingkungan sesuai dengan kebutuhan. Menerapkan konsumsi berkelanjutan berarti menjadi seorang konsumen yang beretika, yaitu merasa bertanggung jawab terhadap isu-isu sosial dan lingkungan di dunia dan melawan masalah ini dengan pola perilaku sendiri.

Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan sangat terkait erat dengan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dimensi ekonomi dalam hal ini terkait dengan konsep supply dan demand akan kebutuhan manusia dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga unsur keberlanjutan (sustainability) akan sangat tergantung pada faktor ekonomi masyarakatnya yang terlibat. Tingkat ekonomi masyarakat yang meningkat setidaknya akan mengubah pola produksi dan konsumsi komoditas yang berimbang. Sementara dimensi sosial erat kaitannya dengan faktor peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam mengelola sumber daya alam secara lebih baik dan bijaksana

.

Tabel 4.3

Kondisi Eksisting Indikator Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan Realisasi 2018 Penanggung-jawab Data 1 Jumlah peserta PROPER yang

mencapai minimal ranking BIRU

Perusahaan 2 Dinas Lingkungan Hidup 2 Cakupan pembinaan perbaikan

kinerja pengelolaan B-3 dan limbah B-3 bagi pelaku usaha

dan/kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Persen 100 Dinas Lingkungan Hidup

3 Persentase penyimpanan limbah B3

sesuai dengan ketentuan persen 35 Dinas Lingkungan Hidup 4 Persentase penanganan sampah persen 75 Dinas Lingkungan

Hidup 5 Cakupan pengawasan terhadap

pelaksanaan AMDAL persen 100 Dinas Lingkungan Hidup 6 Cakupan pengawasan terhadap

pelaksanaan UKL/UPL persen 100 Dinas Lingkungan Hidup Sumber: Data Sekunder dari berbagai sumber, 2019 (diolah)

Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga telah memfokuskan diri pada upaya untuk mengendalikan pencemaran air dari sektor industri dan kegiatan usaha lain. Berbagai upaya dari hulu hingga hilir melalui

61

program pembinaan, pengawasan, susur sungai, patroli air, sidak, penilaian program peringkat kinerja lingkungan industri (PROPER) dan penegakan hukum. Upaya ini telah berhasil meningkatkan ketaatan pihak industri untuk memenuhi baku mutu air limbah di kota Salatiga.

Kegiatan PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan

dalam Pengelolaan Lingkungan) merupakan instrumen

insentif/disinsentif sesuai amanat dalam pasal 42 Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah dalam meningkatkan ketaatan industri/kegiatan usaha dengan memberikan penghargaan dan publikasi terhadap industri/kegiatan usaha yang telah melakukan ketentuan regulasi secara baik dan memberikan publikasi negatif terhadap industri/keg. usaha yang tidak melakukan pengelolaan lingkungan dengan baik.

Program PROPER sudah dimulai sejak tahun 1996, sempat dihentikan karena krisis ekonomi pada tahun 1997-2001. Tahun 2002 dihidupkan kembali dengan kriteria yang lebih lengkap, semula hanya dinilai aspek pengendalian pencemaran air, kemudian berkembang menjadi multimedia meliputi pengendalian pencemaran air, udara, pengelolaan limbah B3 dan penerapan AMDAL.

Sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 sebagian tugas pengawasan dan pemantauan PROPER diserahkan kepada Pemerintah Provinsi, termasuk Jawa Tengah, melalui program dekonsentrasi. Peringkat final perusahaan-perusahaan peserta PROPER ditetapkan berdasarkan hasil penilaian self-assessment (penilaian mandiri), pengawasan langsung oleh KLHK, maupun pelaksaan langsung oleh Provinsi. Adapun bagi perusahaan-perusahaan di Kota Salatiga, hasil penilaiannya adalah sebagai berikut:

 Peringkat Hijau : -

 Peringkat Biru : PT Kievit Indonesia, PT. Damatex  Peringkat Merah : PT. Timatex

 Peringkat Hitam :

Sistem pengelolaan limbah Kota Salatiga meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan sistem pembuangan air limbah terpusat. Rencana sistem pembuangan air limbah setempat yang dimaksud adalah meliputi: (1) Peningkatan kualitas septic tank dan/atau

62

cubluk; (2) Peningkatan kualitas pengumpulan/pengangkutan lumpur tinja; dan (3) Peningkatan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) di Kelurahan Kumpulrejo.

Rencana sistem pembuangan air limbah terpusat di Kota Salatiga meliputi : (1) Sistem air limbah mandiri skala kawasan di Kelurahan Kutowinangun, Kelurahan Salatiga, Kelurahan Pulutan, Kelurahan Kecandran, Kelurahan Noborejo, Kelurahan Tingkir Lor dan Kelurahan Tingkir Tengah; dan (2) Pembangunan IPAL skala kawasan.

Limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) merupakan bahan yang karena sifatnya dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Dengan sifat seperti itu, maka limbah B3 harus dikelola dengan benar. Pengelolaan harus dilakukan sejak dari sumber, pengangkutan sampai di lokasi pengelolaan akhir. Perusahaan/lembaga yang mengelola ataupun mengangkut limbah B3 harus mendapat izin khusus agar mudah dalam pengawasannya.

Hampir semua jenis industri menghasilkan limbah B3, baik berasal dari buangan bahan baku, bahan sampingan, maupun bahan pendukung operasional. Limbah B3 yang banyak dihasilkan dari kegiatan industri diantaranya adalah oli bekas, lampu tl, kain majun bekas, bahan kimia tertentu, sludge, aki, baterai bekas, tinta, limbah klinis, dan beberapa limbah lainnya yang dikategorikan sebagai limbah berbahaya dan beracun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan perlu diterapkan untuk mendorong pencapaian tujuan ke-12 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goal's (SDGs). Untuk itu standar fasilitas pelayanan publik pun akan diperbaiki berkonsep ramah lingkungan. Praktik ini berkaitan dengan banyak hal seperti perubahan iklim, kota berkelanjutan dan penggunaan sumber daya berkelanjutan

63 4.4. Tujuan 13. Penanganan Perubahan Iklim dan Penanggulangan

Kebencanaan

Iklim didefinisikan sebagai kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World

Climate Conference, 1979). Sedangkan perubahan iklim merupakan

berubahnya iklim yang diakibatkan, langsung atau tidak langsung, oleh aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global serta perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan (Undang-Undang Nomor 31 tahun 2009).

Serangkaian dampak negatif yang diakibatkan oleh perubahan iklim merupakan ancaman besar untuk mencapai SDGs secara keseluruhan. Perubahan iklim menimbulkan risiko substansial terhadap pertanian, kesehatan, persediaan air, produksi pangan, nutrisi, ekosistem, keamanan energi, dan infrastruktur. Gagasan untuk mengaitkan agenda perubahan iklim dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) sungguh relevan. Sejak konvensi PBB 1992 di Rio de Janeiro yang melahirkan Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, berbagai negara telah memulai dialog guna menyelaraskan konservasi lingkungan dalam proyek pembangunan global. Lambat atau cepat pemanasan global akan terjadi di bumi ini, dan hal ini juga akan berdampak pada timbulnya bencana, terutama bencana hidrometeorologi.

Tabel 4.4

Kondisi Eksisting Indikator Perubahan Iklim Kota Salatiga Tahun 2018

No Indikator SDGs Kota Satuan Realisasi 2018 Penanggung-jawab Sumber Data 1 Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) daerah Dokumen Belum diprioritaskan karena bukan daerah resiko bencana Satpol PP, Bappeda

2 Tersusunya Profil Emisi

Gas Rumah Kaca (GRK) Dokumen Sudah terpenuhi Tahun 2017

Dinas Lingkungan Hidup Sumber: Data Sekunder dari beberapa sumber, 2019 (diolah)

64 4.5. Tujuan 14 Pelestarian dan Pemanfaatan Ekosistem Lautan

Dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau

Sustainable Development Goals (SDGs) yang berpedoman pada Peraturan

Presiden Nomor 59 Tahun 2017, tidak semua Tujuan/Goals, Target, ataupun indikator dapat diterapkan diseluruh daerah di Indonesia. Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab Tujuan, Target, dan Indikator tidak dapat diterapkan di semua daerah: (1) Indikator tersebut bukan merupakan kewenangan dari daerah yang bersangkutan, (2) Tidak sesuai dengan karakteristik dan kondisi geografis daerah tersebut, dan (3) Cakupan penghitungan indikator tidak dapat diterapkan pada daerah otonom terendah. Terkait dengan hal tersebut, maka tujuan 14 Pelestarian dan Pemanfaatan Ekosistem Kelautan tidak dapat diterapkan di Kota Salatiga, mengingat karakteristik geografis Kota salatiga sebagai daerah pegununungan bukan merupakan daerah yang mempunyai wilayah laut.

4.6. Tujuan 15 Pelestarian dan Pemanfataan Berkelanjutan Ekosistem