• Tidak ada hasil yang ditemukan

2022, guna memenuhi amanat Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Seluruh pihak telah bekerja sangat baik,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2022, guna memenuhi amanat Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Seluruh pihak telah bekerja sangat baik,"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGANTAR

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau yang juga dikenal

dengan Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda

pembangunan global yang harus diikuti oleh semua negara, ternasuk

Indonesia. Upaya pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

sebagai sebiah agenda pembangunan global tidak hanya bertumpu pada

level pemerintah pusat atau nasional, akan tetapi justru sangat bergantung

pada mobilitas di tingkat kabupaten/kota dan sampai ke tingkat basis

(kelurahan, desa, bahkan komunitas).

Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah upaya pencapaian

target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menjadi sebuah isu yang

sangata strategis, tidak hanya dikaitkan dengan pengintegrasian dalam

dokumen perencanaan pembangunan daerah, akan tetapi juga

diintegrasikan dengan potensi yang ada di tingkat basis.

Terkait dengan hal tersebut, maka pengintegrasian Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan dalam dokumen perencanaan daerah maupun

pemetaan terhadap potensi dan permasalahan di tingkat basis merupakan

sebuah keharusan, sehingga diperlukan peran semua aktor dalam

pemetaan potensi dan permasalahan yang berkaitan dengan upaya

pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagaimana tertuang

dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Merujuk pada hal tersebut, maka upaya pencapaian tujuan

pembangunan berkelanjutan akan lebih efektif apabila juga dimulai dari

tingkat basis, baik itu kelurahan/desa (bahkan lingkup yang lebih kecil)

maupun komunitas.

Merujuk pada hal tersebut, maka penyusunan Rencana Aksi Daerah

(RAD) menjadi sebuah keharusan dalam upaya pencapaian target agenda

pembangunan global tersebut. Selanjutnya dengan telah terselesaikannya

Rencana Aksi Daerah (RAD) Tujuan Pembangunan Berkelanjutan

(TPB)/Suistainable Development Goals (SDGs) Kota Salatiga periode 2019–

(2)

ii

2022, guna memenuhi amanat Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang

Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Seluruh pihak telah

bekerja sangat baik, secara bersama-sama menyusun dokumen RAD

TPB/SDGs ini.

RAD TPB/SDGs disusun dengan prinsip inklusifitas, terintegrasi, no

one left behind serta partisipatif. Rencana Aksi yang dijabarkan dari 17

goals dikelompokkan dalam 4 (empat) pilar pembangunan, yakni: pilar

pembangunan sosial, pilar pembangunan ekonomi, pilar pembangunan

lingkungan, serta pilar pembangunan hukum dan tata kelola. RAD

TPB/SDGs ini juga telah diinternalisasikan kedalam dokumen perencanaan

RPJMD, Renstra, dan RKPD serta selaras dengan visi, misi, target, dan

indikator pembangunan daerah.

Terkait dengan hal tersebut di atas, maka komitmen Pemerintah

Kota Salatiga dalam mewujudkan dan menempatkan upaya pencapaian

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) sebagai agenda prioritas,

dituangkan dalam dokumen Rencana Aksi Daerah yang diharapkan dapat

mendukung akselerasi pencapaian visi dan misi Pemerintah Kota Salatiga

yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah maupun

jangka panjang.

Sebagai sebuah dokumen perencanaan yang menjadi tindak lanjut

agenda pembangunan global serta hasil tagging dengan RPJMD Kota

Salatiga Tahun 2017-2022, maka RAD TPB/SDGs Kota Salatiga Tahun

2019-2022 ini agar dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh karena

bagaimanapun keberhasilan pencapaian target memerlukan komitmen

semua pihak, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring,

evaluasi hingga pelaporan pencapaiannya.

Sekali lagi, meskipun menurut Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun

2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,

Pemerintah Kabupaten/Kota tidak diwajibkan menyusun RAD TPB/SDGs,

akan tetapi penyusunan RAD TPB/SDGs Kota Salatiga Tahun 2019-2022

adalah bentuk komitmen pemerintah Kota Salatiga dalam mendukung

upaya pencapaian TPB/SDGs sebagai agenda pembangunan global yang

harus dipenuhi oleh negara pihak/negara yang menandatangani

(3)

iii

kesepakatan tentang Sustainable Developmet Goals pada 15 September

2015, termasuk Indonesia. Selanjutnya melalui dokumen RAD SDGs Kota

Salatiga Tahun 2019-2022 ini, diharapkan dapat mendukung akselerasi

terwujudnya visi misi Kota Salatiga sebagaimana tertuang dalam Rencana

Pembvangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Salatiga Tahun

2017-2022.

Salatiga, Desember 2019

Kepala BAPELITBANGDA Kota Salatiga

(4)

iv

DAFTAR ISI

Pengantar i

Daftar Isi iv

Daftar Tabel vi

Daftar Gambar/Grafik vii

Bab I Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Landasan Hukum 1.4. Sistematika Laporan 1 4 4 5

Bab II Pencapaian Pilar Pembangunan Sosial 6

2.1. Tujuan 1 Mengakhiri segala bentuk Kemiskinan

2.2. Tujuan 2 Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan

2.3. Tujuan 3 Menjamin Kehidupan yang Sehat dan

Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia

2.4. Tujuan 4 Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif 2.5. Tujuan 5 Mencapai Kesetaraan Gender

6

22

27 37 39

Bab III Pencapaian Pilar Pembangunan Ekonomi 41

3.1. Tujuan 7 Energi yang terjangkau, modern, dan berkelanjutan

3.2. Tujuan 8 Pertumbuhan Ekonomi yang Inkluisf dan Berkelanjutan

3.3. Tujuan 9 Membangun Infrastruktur yang tangguh, Industri inklusif dan berkalnjutamn, serta mendorong inovasi 3.4. Tujuan 10 Mengurangi Kesenjangan Intra dan Antarnegara 3.5. Tujuan 17 Memperkuat dan Merevitalisasi Kemitraan Global

41 42

49 50 51

Bab IV Pencapaian Pilar Pembangunan Lingkungan 55

4.1. Tujuan 6 Menjamin Ketersediaan serta Pengelolaan Air Bersih serta Sanitasi yang Berkelanjutan

4.2. Tujuan 11 Kota, Permukiman dan Komunitas Berkelanjutan 4.3. Tujuan 12 Pola Produksi dan Konsumsi yang Berkelanjutan 4.4. Tujuan 13 Penanganan Perubahan Iklim dan

Penanggulangan Kebencanaan

4.5. Tujuan 14 Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelanjutan Ekosistem Kelautan

4.6. Tujuan 15 Pelestarian dan Pemanfaatan Berkelanjutan Ekosistem Daratan 55 58 60 63 64 64

Bab V Pencapaian Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola 67

5.1. Tujuan 16 Menciptakan Perdamaian, Penegakan Hukim,

(5)

v

Bab VI Penutup 71

6.1. Kesimpulan 71

(6)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah KPM penerima PKH Kota Salatiga (15 februari

2019) 17

Tabel 2.2 Cakupan bayi yang mendapat imunisasi dasar lengkap 20

Tabel 2.3 Kondisi eksisting kondisi pangan tahun 2018 23

Tabel 2.4 Kondisi eksisting indikator tujuan 4 SDGs 38

Tabel 3.1 Kondisi eksisting indikator tujuan 7 SDGs Kota Salatiga

tahun 2016-2018 42

Tabel 3.2 Nilai PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2010 Kota Salatiga tahun 2015-2017 (dalam juta

rupiah) 43

Tabel 3.3 Kondisi eksisting infrastruktur dan industri inklusif dan

berkelanjutan Kota Salatiga tahun 2018 49

Tabel 3.4 Kondisi eksisting indikator disparitas wilayah Kota

Salatiga tahun 2018 51

Tabel 3.5 Kondisi Eksisting Indikator Tujuan 17 SDGs menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global (aspek kemitraan dalam pembiayaan pembangunan) Kota

Salatiga Tahun 2018 51

Tabel 3.6 Perkembangan PAD Kota Salatiga tahun 2012-2018 54 Tabel 4.1 Kondisi eksisting indikator Tujuan 6 SDGs Kota Salatiga

Tahun 2016-2018 58

Tabel 4.2 Kondisi eksisting indikator dan pemukiman yang

berkelanjutan Kota Salatiga tahun 2018 59

Tabel 4.3 Kondisi eksisting indikator pola produksi dan konsumsi

yang berkelanjutan Kota Salatiga tahun 2018 60 Tabel 4.4 Kondisi eksisting indikator perubahan iklim Kota Salatiga

tahun 2018 63

Tabel 4.5 Kondisi eksisting indikator pemanfaat ekosistim daratan

Kota Salatiga tahun 2018 65

Tabel 5.1 Kondisi eksisting indikator tujuan 16 SDGs (aspek hak

asasi manusia dan hukum) Kota Salatiga tahun 2018 67 Tabel 5.2 Kondisi eksisting indikator tujuan 16 SDGs (aspek tata

kelola dan pemguatan kelembagaaan) Kota Salatiga thun

(7)

vii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1 Tingkat kemiskinan (%) Kota Salatiga

6

Grafik 2.2 Perkembangan Tingkat kemiskinan (0%) Kota Salatiga 7 Grafik 2.3 Relevansi Tingkat Kemiskinan (%) Kota Salatiga provinsi

dan Nasional 7

Grafik 2.4 Perkembangan jumlah penduduk miskin (jiwa) Kota

Salatiga 8

Grafik 2.5 Perbandingan penduduk miskin (jiwa) Kota Salatiga,

Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun 2018 8 Grafik 2.6 Garis kemiskinan (Rp) Kota Salatiga, Provinsi Jawa

Tengah dan Nasional tahun 2018 9

Grafik 2.7 Perkembangan garis kemiskinan Kota Salatiga tahun

2014-2018 10

Grafik 2.8 Indeks kedalaman kemiskinan Kota Salatiga, Provinsi

Jawa Tengah dan Nasional tahun 2018 11

Grafik 2.9 Perkembangan indeks kedalman kemiskinan (P1) Kota

Salatiga tahun 2014-2018 11

Grafik 2.10 Efektifitas perkembangan indeks kedalaman kemiskinan

(P1) Kota Salatiga 12

Grafik 2.11 Relevensi perkembangan indeks kedalaman kemiskinan

(P1) Kota Salatiga terhadap provinsi dan Nasional 12 Grafik 2.12 Indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Salatiga,

provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun 2018 13 Grafik 2.13 Perkembangan indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota

Salatiga tahun 2014-2018 14

Grafik 2.14 Efektifitas indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota

Salatiga 14

Grafik 2.15 Relevensi efektifitas perkembangan indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Salatiga terhadap provinsi dan

Nasional 15

Grafik 2.16 Presentase peserta menurut jenis jaminan kesehatan di

Kota Salatiga tahun 2018 16

Grafik 2.17 Cakupan persalinan yang ditolong nakes Kota Salatiga

2014-2018 19

Grafik 2.18 Imunisasi dasar lengkap bayi tahun 2014-2018 20 Grafik 2.19 Cakupan peserta KB aktif Kota Salatiga tahun

2014-2018 21

Grafik 2.20 Preentase penduduk mengakses jamban sehat tahun

2014-2018 22

Grafik 2.21 Cakupan ASI eksklusif Kota Salatiga Kota Salatiga

tahun 2014-2018 26

Grafik 2.22 Cakupan persalinan yang ditolong nakes Kota Salatiga

tahun 2014-2018 30

(8)

viii

Grafik 2.24 Jumlah kasus malaria di Kota Salatiga tahun 2014-2018 35 Grafik 2.25 Cakupan peserta KB aktif Kota Salatiga tahun

2014-2018 37

Grafik 2.26 Presentase pendududk mengakses jamban sehat tahun

2014-2018 42

Grafik 3.1 Data pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga Provinsi Jawa

Tengah dan Nasional tahun 2013-2018 44

Grafik 3.2 Data posisi relatif pertumbuhan ekonomi di bandingkan dengan kota lain di Provinsi Jawa Tengah (Kota

Semarang, Kota Tegal, Kota Pekalongan, Kota Surakarta,

dan Kota Magelang ) tahun 2018 45

Grafik 3.3 Laju inflasi Kota Salatiga 46

Grafik 3.4 Laju inflasi Kota Salatiga di bandingkan kota di Provinsi

Jawa Tengah 46

Grafik 3.5 Perkembangan pengeluaran perkapita Kota Salatiga, Jawa Tengah dan Nasional tahun 2015-2017 (ribu rupiah)

51

Grafik 3.6 Perkembangan TPAK Kota Salatiga, Jawa Tengah dan

Nasional tahun 2014-2018 52

Grafik 3.7 Perkembangan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional tahun

2015-2017(%) 52

Grafik 4.1 Persentase Penduduk Mengakses Jamban Sehat Tahun

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable

Development Goals (SDGs) telah dirumuskan pada tingkat global melibatkan

para pemimpin 193 negara anggota PBB pada akhir September 2015. Agenda tersebut mengakui bahwa penghapusan kemiskinan dalam segala bentuk termasuk penghapusan ekstrim sebagai tantangan utama di tingkat global untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.Pembangunan berkelanjutan sebagai rencana aksi global dilaksanakan hingga tahun 2030 memiliki 5 (lima) prinsip dasar yaitu People, Planet, Prosperity, Peace dan

Partnership dalam 3 dimensi yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan yang

selaras.

Adapun Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/SDGs terdiri dari

17 Tujuan dan 169 Target yang tercakup dalam dimensi sosial, ekonomi

dan lingkungan secara terintegrasi, sebagaimana ditunjukkan tabel berikut:

No Goal SDGs Pilar

1 No Poverty Sosial

2 Zero Hunger Sosial

3 Good Health and Well-Being Sosial

4 Quality Education Sosial

5 Gender Equality Sosial

6 Clean Water and Sanitation Lingkungan

7 Affordable Energy Ekonomi

8 Decent Work and Economic Growth Ekonomi 9 Industry, inovation, and Infrastructure Ekonomi

10 Reduced and Inequalities Ekonomi

11 Sustainable Cities and Communities Lingkungan 12 Responsible Consumtion and Production Lingkungan

13 Climate Action Lingkungan

14 Life Below Wate Lingkungan

15 Life on Land Lingkungan

16 Peace, Justice, and Strong Institution Hukum dan Tata Kelola

17 Partnership for the Goals Ekonomi

Mendasarkan urutan waktu, TPB dirumuskan di tingkat global pada akhir tahun 2015, sejalan dengan waktu penyusunan RPJMN 2015-2019. Hal tersebut memudahkan pengarustamaan TPB ke dalam dokumen RPJMN 2015-2019, sehingga sebanyak 94 target dari 169 target SDGs telah selaras dengan RPJMN. Sebagai tindak lanjut, telah disusun Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan

(10)

2

Pembangunan Berkelanjutan. Sedangkan untuk Jawa Tengah, perumusan TPB di tingkat global pada akhir tahun 2015 dan pada saat penerbitan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 telah dilakukan penyusunan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Salatiga Tahun 2017-2022, namun demikian indikator yang tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan secara garis besar sudah terakomodir dalam RPJMD Kota Salatiga Tahun 2017-2022. Sehingga penyusunan pertama kali untuk Rencana Aksi Daerah (RAD) Kota Salatiga dilaksanakan dengan periodisasi 2019-2022. Sehubungan dengan itu, maka metode yang digunakan untuk penyusunan RAD TPB Jawa Tengah Tahun 2019-2022 menggunakan tagging terhadap dokumen RPJMD Kota Salatiga Tahun 2017-2022, sehingga dimungkinkan beberapa target dan sasaran pembangunan Kota Salatiga masih ada yang belum mengakomodir TPB.

Ide atau gagasan tentang SDGs pertama kali disampaikan oleh pemerintah Kolombia dan Guatemala dalam pertemuan tidak resmi di Solo, Indonesia, Juli 2011. Usulan ini terus bergulir dan menjadi perdebatan di kalangan anggota PBB dalam berbagai pertemuan tidak resmi untuk menyempurnakan usulan tersebut. Di dalam usulannya, kedua negara menyebutkan ada 8 (delapan) tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu:

(1) Combating Poverty

(2) Changing Consumption Patterns

(3) Promoting Sustainable Human Settlement Development (4) Biodiversity and Forests

(5) Oceans

(6) Water Resources

(7) Advancing Food Security

(8) Energy, including from renewable sources

TPB/SDGs merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari MDGs dengan target dan tujuan yang lebih ambisius. Salah satu contoh adalah target kemiskinan: pada MDGs mensyaratkan untuk menurunkan kemiskinan setengah dari angka baseline, namun TPB/SDGs lebih berat yaitu mensyaratkan tanpa kemiskinan. Selanjutnya, target indikator MDGs yang telah tercapai agar dipertahankan, dan target indikator yang belum tercapai diupayakan tercapai pada pelaksanaan Agenda TPB/SDGs.

Pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) merupakan pembangunan yang bersifat universal dan inklusif. Universal, karena tidak hanya

(11)

3

dilaksanakan oleh negara kurang berkembang namun juga negara maju untuk seluruh bangsa dunia. Inklusif, artinya manfaat pembangunan harus dapat dirasakan oleh segala lapisan dan kelompok masyakarat meliputi masyarakat rentan/miskin, disabilitas, anak-anak, dewasa, perempuan dan laki-laki.

Penetapan tujuan dan target dalam TPB/SDGs mempunyai keterkaitan yang komprehensif antar pilarnya yaitu pilar sosial, ekonomi, lingkungan dan hukum tata kelola. Tujuan akhir yang diharapkan dalam pencapaian TPB/SDGs yaitu: Menghilangkan kemiskinan, Menghilangkan kelaparan dan Berkurangnya kesenjangan. Untuk mempercepat pencapaian tujuan akhir tersebut terdapat tujuan-tujuan yang menjadi akselerasi/ pemercepat yaitu Kehidupan sehat sejahtera, Pendidikan berkualitas, Kesetaraan gender, Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, Kota pemukiman yang berkelanjutan, Penanganan perubahan iklim serta Perdamaian keadilan dan kelembagaan yang tangguh. Sedangkan tujuan-tujuan yang lain merupakan katalisator/daya ungkit yaitu: Air bersih dan sanitasi layak, Energi bersih dan terjangkau, Industri inovasi dan infrastruktur, Konsumsi dan produksiyang bertanggung jawab, Ekosistem lautan, Ekosistem daratan dan Kemitraan untuk mencapai tujuan.

Inklusif, tidak hanya dimaknai dari sisi penerima manfaat pembangunan, namun dimaknai juga bagi pelaku pembangunan. Pelaku pembangunan dalam mewujudkan TPB/SDGs bukan hanya pemerintah (eksekutif dan legislatif) namun juga melibatkan filantropi dan pelaku usaha, Akademisi dan Pakar, Organisasi Masyarakat Sipil bahkan Media. Setiap unsur tersebut memiliki peran masing-masing namun saling terkait. Pemerintah berperan dalam penyusunan kebijakan, pengalokasian anggaran dan evaluasi terhadap program/kegiatan yang mendukung pencapaian target TPB/SDGs. Organisasi Masyarakat Sipil memberikan advokasi, membangun kesadaran masyarakat dan berperan sebagai mitra pemerintah dalam pelaksanaan program/kegiatan yang mendukung pencapaian target TPB/SDGs. Filantropi dan pelaku usaha berperan untuk melakukan advokasi pada para pelaku usaha dan sektor bisnis. Peran akademisi bertumpu pada pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat mengupayakan terwujudnya pencapaian TPB/SDGs.

TPB/SDGs merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah saja, sehingga perlu peran serta aktif seluruh pihak dalam

(12)

4

fasilitasi, koordinasi, advokasi, sosialisasi dan diseminasi guna mewujudkan sinergitas pencapaian TPB/SDGs. Pembagian pola peran menjadi sangat penting dalam pelaksanaan TPB/SDGs, demikian halnya dengan pembiayaan yang dialokasikan untuk perwujudan pencapaian TPB/SDGs yang tidak hanya bersumber dari APBD namun juga sumber lainnya.

Pelaksanaan upaya pencapaian Tujuan pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dilakukan dengan sumber pembiayaan dari berbagai pihak selain dari instansi pemerintah. Hal tersebut sejalan dengan prinsip dalam papardigma baru pembangunan berkelanjutan yaitu inklusif dan terintegrasi dan melibatkan aktor di luar negara (non state actor).

1.2. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Maksud penyusunan laporan kinerja pelaksanaan tujuan pembangunan berkelanjutan ini adalah memberikan informasi berkaitan dengan kegiatan koordinasi yang telah dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Kota Salatiga dalam rangka pencapaian target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Kota Salatiga Tahun 2019.

2. Tujuan

a. Memberikan gambaran tentang kondisi pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan di Kota Salatiga dan pelaksanaan koordinasi dalam implementasi program dalam rangka pencapaian target tujuan pembangunan berkelanjutan di Kota Salatiga.

b. Memberikan gambaran tentang perkembangan dan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program dalam rangka pencapaian target tujuan pembangunan berkelanjutan di Kota Salatiga.

c.

Merumuskan saran tindak dalam rangka peningkatan efektivitas kinerja organisasi Tim Pelaksana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Kota Salatiga dalam pelaksanaan tugasnya.

1.3. Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

(13)

5

2. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.

3. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

4. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang perencana pembangunan jangka menengah Nasional Tahun 2015-2019

5. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

6. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang daerah Kota Salatiga tahun 2005-2025. 7. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah daerah Kota Salatiga tahun 2017-2022.

8. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 050-05/263/2019 tentang Tim Pelaksana, Kelompok Kerja dan Sekretariat Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs).

1.4. Sistematika Laporan

Laporan kinerja TKPK tahun 2019 disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, landasan hukum dan sistematika laporan.

Bab II Pencapaian Pilar Pembangunan Sosial, berisi tentang kondisi capaian Tujuan1, Tujuan 2, Tujuan 3, Tujuan 4, dan Tujuan 5. Bab III Pencapaian Pilar Pembangunan Ekonomi, berisi tentang kondisi

capaian Tujuan 7, Tujuan 8, Tujuan 9, Tujuan 10, dan Tujuan 17. Bab IV Pencapaian Pilar Pembangunan Lingkungan, berisi tentang kondisi

capaian Tujuan 6, Tujuan 11, Tujuan 12, Tujuan 13, Tujuan 14, dan Tujuan 15

Bab V Pencapaian Pilar Pembangunan Hukum dan Tata Kelola, berisi tentang kondisi capaian Tujuan 16.

(14)

6

BAB II

PENCAPAIAN PILAR PEMBANGUNAN SOSIAL

2.1. Tujuan 1. Mengakhiri Segala Bentuk Kemiskinan Angka Kemiskinan Kota Salatiga.

Kondisi Tingkat kemiskinan Kota Salatiga secara garis besar merujuk pada Kinerja Penanggulangan Kemiskinan Daerah.

1. Tingkat Kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin

Persentase penduduk miskin Kota Salatiga pada tahun 2018 sebesar 4,84% berada di bawah rata-rata capaian Jawa Tengah yaitu sebesar 11,32%, sedangkan capaian rata-rata nasional sebesar 9,82%. Jika dibandingkan dengan capaian Nasional dan Jawa Tengah, tingkat kemiskinan Kota Salatiga relatif masih lebih baik. Kondisi tersebut bisa dilihat pada grafik 2.1 di bawah ini.

Grafik 2.1.

Tingkat Kemiskinan (%)

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber: BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Persentase penduduk miskin Kota Salatiga dalam kurun waktu tahun 2014-2018 cenderung menurun. Perkembangan penduduk miskin Kota Salatiga dapat dilihat pada grafik 2.2 di bawah ini.

(15)

7 Grafik 2.2.

Perkembangan Tingkat Kemiskinan (%) Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber: BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Berdasarkan grafik di atas, tingkat kemiskinan Kota Salatiga mengalami penurunan dari 5,07% pada tahun 2017 menjadi 4.84% pada Tahun 2018. Hal ini sudah terlihat relevan (sejalan) dengan Provinsi maupun Nasional. Tingkat relevansi kemiskinan Kota Salatiga dapat dilihat pada gambar grafik 2.3 di bawah ini.

Grafik 2.3.

Relevansi Tingkat Kemiskinan (%) Kota Salatiga terhadap Provinsi dan Nasional

(16)

8

Dilihat dari sisi jumlahnya, penduduk miskin Kota Salatiga pada tahun 2017 sebesar 9550 jiwa menurun menjadi 9240 jiwa pada tahun 2018. Kondisi tersebut menurun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada grafik 2.4 perkembangan jumlah penduduk miskin di Kota Salatiga selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2014 - 2018 di bawah ini.

Grafik 2.4.

Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin (jiwa) Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Sedangkan perbandingan jumlah penduduk miskin antara Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional dapat dilihat pada grafik 2.5 berikut:

Grafik 2.5.

Perbandingan Jumlah Penduduk Miskin (jiwa)

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

(17)

9

2. Garis Kemiskinan

Penduduk dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per-kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Dalam menghitung GK, BPS melihat dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Dalam menghitung GKM, BPS memberikan definisi bahwa GKM adalah merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

Tahun 2018, garis kemiskinan Kota Salatiga sebesar Rp. 380.856,- dengan demikian lebih tinggi dari rata-rata garis kemiskinan Provinsi Jawa Tengah yaitu sebesar Rp. 350,875,- dan juga lebih tinggi dari garis kemiskinan nasional yaitu Rp. 383,908,-. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 2.6 di bawah ini.

Grafik 2.6. Garis Kemiskinan (Rp)

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

(18)

10

Garis kemiskinan menjadi ukuran yang paling berpengaruh terhadap perubahan jumlah penduduk miskin. Kenaikan garis kemiskinan jika tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan masyarakat maka akan berdampak pada kenaikan jumlah penduduk miskin. Untuk itu perlu ada penekanan dalam menghadapi tren atau kenaikan garis kemiskinan dengan mendorong program dan kegiatan sektor riil yang menyentuh langsung kepada masyarakat dengan kategori berpenghasilan rendah. Tren garis kemiskinan Kota Salatiga dapat dilihat pada grafik 2.7 di bawah ini.

Grafik 2.7

Perkembangan Garis Kemiskinan Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah 3. Indeks Kedalaman Kemiskinan

Untuk mengukur kesenjangan pengeluaran masing – masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, dilihat dari Indeks Kedalaman Kemiskinannya. Semakin kecil nilai Poverty Gap Index, semakin besar potensi ekonomi untuk dana pengentasan kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin dan juga untuk target sasaran bantuan dan program. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) sebagai rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan di Kota Salatiga pada tahun 2018 adalah sebesar 0,69. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar grafik 2.8 berikut ini

.

(19)

11 Grafik 2.8.

Indeks Kedalaman Kemiskinan

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber: BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Pencapaian P1 Kota Salatiga dalam kurun waktu tahun 2014-2018 terlihat fluktuatif, namun pada tahun 2014-2018 mengalami kenaikan yaitu sebesar 0,69. Untuk mengetahui perkembangan P1 Kota Salatiga tahun 2014-2018 dapat dilihat pada Grafik 2.9 dibawah ini

Grafik 2.9

Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Dilihat dari sisi kinerja penurunan indeks kedalaman kemiskinan di Kota Salatiga tahun 2014-2018 pada tahun terakhir

(20)

12

terlihat mengalami kenaikan. Namun secara keseluruhan tingkat kedalaman kemiskinan dari tahun 2014-2018 ada kecenderungan mengalami penurunan. Efektivitas penurunan indeks kedalaman kemiskinan Kota Salatiga dapat dilihat pada gambar grafik 2.10 berikut ini.

Grafik 2.10

Efektifitas Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota Salatiga

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Dari sisi relevansi penurunan indeks kedalaman kemiskinan yang dicapai oleh Kota Salatiga terhadap capaian Provinsi dan Nasional dapat dilihat pada grafik 2.11 di bawah ini.

Grafik 2.11

Relevansi Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Kota Salatiga terhadap Provinsi dan Nasional

(21)

13

Berdasarkan pada gambar grafik di atas, indeks kedalaman Kota Salatiga pada tahun 2018 lebih optimal bila dibandingkan dengan pencapaian indeks kedalaman kemiskinan Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional.

4. Indeks Keparahan Kemiskinan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Kondisi tahun 2018 indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Salatiga sebesar 0.13, Provinsi Jawa Tengah 0.45 dan nasional sebesar 0.44. Jika disandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah, capaian Kota Salatiga pada tahun 2018 masih lebih baik. Selengkapnya dapat dilihat pada gambar grafik 2.12 di bawah ini.

Grafik 2.12

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Dalam kurun waktu tahun 2014-2018, capaian indeks keparahan kemiskinan Kota Salatiga mengalami fluktuasi namun mengalami perbaikan di Tahun 2018. Hal tersebut dapat dilihat dari P2 Kota Salatiga pada Tahun 2017 yaitu 0.21 turun menjadi 0.13 pada Tahun 2018. Perkembangan Indeks Keparahan

(22)

14

Kemiskinan (P2) Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018 dapat dilihat pada gambar grafik 2.13 di bawah ini

.

Grafik 2.13

Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota Salatiga Tahun 2014 – 2018

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Pencapaian penurunan indeks keparahan kemiskinan (P2) Kota Salatiga terlihat lebih optimal jika dilihat dalam kurun waktu 2014-2018. Meskipun sempat mengalami kenaikan fluktuaktif namun kecenderungannya mengalami penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar grafik 2.14 di bawah ini.

Grafik 2.14

Efektifitas Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota Salatiga

(23)

15

Adapun relevansi penurunan indeks keparahan kemiskinan yang dicapai oleh Kota Salatiga terhadap tujuan provinsi dan nasional dapat dilihat pada grafik 2.15 di bawah ini.

Grafik 2.15

Relevansi Efektifitas Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Kota Salatiga terhadap Provinsi dan Nasional

Sumber : BPS Kota Salatiga 2018, diolah

Pada grafik 2.15 di atas dapat dilihat capaian indeks keparahan Kota Salatiga pada tahun 2018 mengalami perbaikan lebih optimal. Bila dibandingkan dengan capaian P2 provinsi Jawa Tengah dan capaian Nasional, capaian indeks keparahan Kota Salatiga terlihat lebih baik atau signifikan.

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Jaminan Kesehatan Nasional adalah salah satu perubahan paradigma dalam implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Universal

Health Care (UHC) merupakan salah satu isu strategis yang harus

dipenuhi oleh seluruh negara penandatangan kesepakatan tentang Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development

Goals) pada 15 September 2015.

Universal Health Care (UHC) merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam upaya mencapai derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, sebagaimana tujuan pembangunan kesehatan, maka sejak tanggal 1 Januari 2014 pemerintah telah menetapkan Jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia secara bertahap hingga 1 Januari 2019.

(24)

16

Jaminan kesehatan ini merupakan pola pembiayaan yang bersifat wajib, artinya pada tanggal 1 Januari 2019 seluruh masyarakat Indonesia (tanpa terkecuali) harus telah menjadi peserta. Melalui Jaminan Kesehatan Nasional, diharapkan tidak ada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat miskin yang tidak berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan di kala sakit dengan alasan tidak memiliki biaya. Persentase peserta menurut jenis jaminan kesehatan sebagai berikut

:

Grafik 2.16

Persentase Peserta Menurut Jenis Jaminan Kesehatan Di Kota Salatiga Tahun 2018

5,49 20,62 PBI APBN 21,78 PBI APBD PPU 13,11 PBPU BP 28,37

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Pada gambar di atas diketahui bahwa peserta jaminan kesehatan terdiri dari peserta jaminan kesehatan yang dijamin oleh pemerintah dan mandiri. Berdasarkan data dari UPT Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat peserta JKN sebanyak 173.052 jiwa terdiri dari:

1) Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBN adalah peserta jaminan kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang dibayar oleh pemerintah melalui APBN sebanyak 39.868 jiwa (20,62%).

2) PBI APBD adalah peserta PBI jaminan kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang dibayar oleh pemerintah daerah melalui APBD sebanyak 25.346 jiwa (13,11%).

3) Pekerja Penerima Upah (PPU) adalah peserta jaminan kesehatan yang terdiri dari PNS,TNI, POLRI, pejabat Negara, pegawai pemerintah non PNS, dan pegawai swasta sebesar 54.860 jiwa (28,37%).

(25)

17

4) Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU/Mandiri) adalah jaminan kesehatan dengan peserta yang berasai dari pekerja luar hubungan kerja atau pekerja mandiri termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling sedikit 6 (enam) bulan sebanyak 42.113 jiwa (21,78%).

5) Bukan Pekerja (BP) adalah peserta jaminan kesehatan yang terdiri dari investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, dan perintis kemerdekaan sebanyak 10.611 jiwa (5,49%).

Akses penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak potensial terhadap jaminan sosial.

Salah satu parameter yang berkaitan dengan upaya pencapaian Tujuan Pertama SDGs adalah Akses penyandang cacat fisik dan mental, serta lanjut usia tidak potensial terhadap jaminan sosial. Merujuk pada indikator tersebut, pada tahun 2018 akses penyandang cacat fisik dan mental, serta lansia tidak potensial terhadap jaminan sosial mencapai 78%.

Implementasi Program Keluarga Harapan.

Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan program yang menjadi ikon dalam percepatan penanggulangan kemiskinan. Pada tahun 2019 per Februari 2019 tertuang dalam tabel berikut. Sedangkan cakupan layanan mencapai 100%.

Tabel 2.1

Jumlah KPM Penerima PKH Kota Salatiga (15 Februari 2019)

KELURAHAN JUMLAH KPM PENERIMA PKH *PER 15 PEB 2019

1.Kel. Cebongan 96 2.Kel. Kumpulrejo 320 3.Kel. Ledok 127 4.Kel. Noborejo 268 5.Kel. Randuacir 197 6.Kel. Tegalrejo 121 1.Kel. Dukuh 291 2.Kel. Kalicacing 58 3.Kel. Kecandran 190 4.Kel. Mangunsari 269 1.Kel. Blotongan 241 2.Kel. Bugel 72

(26)

18

3.Kel. Kauman Kidul 34

4.Kel. Pulutan 120

5.Kel. Salatiga 164

6.Kel. Sidorejo Lor 268

1.Kel. Gendongan 56

2.Kel. Kalibening 57

3.Kel. Kutowinangun Kidul 81

4.Kel. Kutowinangun Lor 130

5.Kel. Sidorejo Kidul 143

6.Kel. Tingkir Lor 87

7.Kel. Tingkir Tengah 46

TOTAL 3436

Sumber: Dinas Sosial, 2019

Cakupan Persalinan di fasilitas kesehatan.

Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai 100% (2.538 persalinan). Meskipun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai target, namun angka kematian ibu masih tinggi, hal ini karena penyebab kematian ibu dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk mengetahui cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(27)

19 Grafik 2.17

Cakupan Persalinan yang Ditolong Nakes Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Persentase Bayi (0-12 bln) yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap.

Tujuan program imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi, anak dan balita akibat penyakit PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi) seperti penyakit TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio Hepatitis B, Campak, dan pneumonia. Bayi seharusnya mendapat imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT-HB-HiB 3 kali , Polio 4 kali, HB Uniject 1 kali dan campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bagi bayi dapat dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi yang terakhir yang diberikan pada bayi umur 9 bulan dengan harapan imunisasi sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB-Hib, Polio dan HB). Cakupan imunisasi dasar lengkap bayi di Kota Salatiga dapat dilihat pada gambar berikut :

(28)

20 Grafik 2.18

Imunisasi Dasar Lengkap Bayi Tahun 2014-2018

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Selain imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan program imunisasi tambahan / suplemen yaitu bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua usia kelas 1 SD/MI/SDLB/SLB, Blacklog Fighting (melengkapi status imunisasi).

Tabel 2.2.

Cakupan bayi yang Mendapatkan Imunisasi dasar Lengkap

No Kecamatan Puskesmas Jumlah Bayi Imunisasi Dasar lengkap

L P L+P L % P % L+P %

1 2 3 4 5 6 25 26 27 28 29 30

1 Sidorejo Sidorejo Lor 327 314 641 384 117,43 335 106,69 719 112,17 2 Sidomukti Kalicacing 133 126 259 151 113,53 142 112,7 293 113,13

Mangunsari 154 146 300 199 129,22 212 145,21 411 137

3 Argomulyo Tegalrejo 206 221 427 228 110,68 242 109,5 470 110,07 Cebongan 168 139 307 206 122,62 156 112,23 362 117,92 4 Tingkir Sidorejo Kidul 298 299 597 348 116,78 338 113,04 686 114,91 Jumlah Kota 1.286 1.245 2.531 1516 117,8 1425 114,46 2941 116,2 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Salatiga, 2019

(29)

21 Kepesertaan KB Aktif (Cakupan Peserta KB Aktif).

Keluarga Berencana yaitu suatu upaya yang berguna untuk perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Cakupan peserta KB aktif secara rinci seperti pada grafik sebagai berikut:

Grafik 2.19

Cakupan Peserta KB Aktif Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Akses Penduduk terhadap Air Minum Layak.

Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pekerjaan Umum memberikan dampak cukup berarti terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.

Jenis sarana akses air minum yang dipantau meliputi sumur gali (SGL) Terlindung, SGL dengan Pompa, Sumur Bor dengan Pompa,

(30)

22

Terminal Air (TA), Mata Air Terlindung, penampungan Air Hujan (PAH), Perpipaan BPSPAM. Tahun 2018 penduduk yang dapat mengakses air minum layak sebesar 94,75% (183.238 penduduk) dari jumlah penduduk 193.386. Proporsi jumlah penduduk pengguna jenis sarana air minum terbanyak adalah perpipaan dan sumur gali.

Akses terhadap Sanitasi yang Layak. Capaian penduduk

dengan akses jamban sehat pada tahun 2018 sebesar 100%. Jenis sarana sanitasi dasar yang dipantau sebagai akses jamban sehat meliputi jamban komunal, leher angsa, plengsengan dan cemplung. Gambar berikut adalah penduduk yang mengakses jamban sehat dari tahun 2014-2018.

Grafik 2.20

Persentase Penduduk Mengakses Jamban Sehat Tahun 2014-2018

2.2. Tujuan 2. Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan

Ketersediaan Pangan Utama Beras merupakan salah satu parameter untuk mencapai Tujuan 2 Pembangunan Berkelanjutan, yaitu Menghilangkan kelaparan, Mencapai ke Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan.

Secara garis besar tujuan 2 SDGs ini dibedakan dalam 2 (dua) aspek yaitu: (1) Ketahanan Pangan dan Pertanian Berkelanjutan, dan (2) Ketersediaan dan ketercukupan Gizi. Aspek Ketahanan Pangan dan Pertanian Berkelanjutan tertuang dalam tabel berikut:

(31)

23 Tabel 2.3

Kondisi Eksisting Kondisi Pangan Tahun 2018

Indikator Satuan Realisasi Tahun 2018

Ketersediaan Pangan Utama Beras ton 7.5 (Gabah Kering Giling)

Pola Pangan Harapan (PPH) Persen 91,2

Penguatan cadangan pangan persen 20

Presentase Penanganan Daerah

Rawan Pangan persen 30

Proporsi penduduk dengan asupan kalori minimum di bawah 1400 kkal/ kapita/hari

Skor 12

Sumber: Dinas Pangan Kota Salatiga, 2019

Selanjutnya aspek ketersediaan Gizi yang tercukupi, antara lain diukur dengan indikator gizi buruk yang ditangani, prevalensi gizi buruk, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif, dan lain sebagainya.

Gizi Buruk (Prevalensi).

Kejadian gizi buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal.

Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah didasarkan pada 2 (dua) kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di Posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus gizi buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit.

(32)

24

Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan dan atau di rumah oleh tenaga kesehatan sesuai tata laksana gizi buruk. Perkembangan cakupan balita gizi buruk yang mendapat perawatan tahun 2006 sampai dengan tahun 2018 adalah sebesar 100 % kasus gizi buruk mendapat pelayanan. Jumlah kasus gizi buruk tahun 2018 sebesar 4 kasus. Sedangkan selama tahun 2017 ditemukan kasus baru gizi buruk sebesar 11 kasus dan di akhir tahun 2018 masih terdapat 4 kasus gizi buruk. Tahun 2017 ditemukan kasus gizi buruk sebesar 11 kasus (3 kasus ditemukan di tahun 2016, 8 kasus ditemukan di tahun 2017). Sampai dengan akhir tahun 2017 masih terdapat 6 kasus gizi buruk.

Semua penderita gizi buruk di Kota Salatiga berhasil dirawat di sarana pelayanan kesehatan karena pemberian KIE dari petugas gizi yang berupaya menjelaskan dampak buruk balita penderita gizi buruk dan cara penanggulangan. Selain itu juga adanya dukungan dana dari pemerintah Kota Salatiga untuk mengurangi kasus gizi buruk berupa pendampingan dalam bentuk pemberian makan bagi penunggu selama dirawat dan PMT pasca perawatan selama 3 bulan (90 hari). Terkait dengan hal tersebut, maka Prevalensi Gizi Buruk yang Kota Salatiga dari tahun 2016 sebsear 0.04 persen, tahun 2017 sebesar 0,05 persen, dan tahun 2018 sebesar 0,04 persen.

Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif.

Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal.

ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin merupakan hadiah satu-satunya, dalam keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2 (dua) tahun.

(33)

25

Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam) bulan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif. ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global. Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh sehat dan kuat, ternyata menurut laporan UNICEF (Feat About Breast Feeding) merupakan kekeliruan fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi susu formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas, diabetes dan lain sebagainya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas capaian ASI Eksklusif Kota Salatiga pada tiga tahun terakhir mengalami penurunan, yaitu tahun 2018 sebesar 52,71% (1.273 dari 2.415 bayi), tahun 2017 sebesar 64,84% (474 dari 731 bayi), tahun 2016 sebesar 65,43% (528 dari 807 bayi). Berbagai upaya promosi tentang ASI Ekslusif telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan beserta jaringannya. Hal ini dapat dilihat dengan berdirinya ruang-ruang laktasi di tempat-tempat kerja baik pemerintah maupun swasta (perusahaan).

Cakupan ASI Eksklusif Kota Salatiga dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(34)

26 Grafik 2.21

Cakupan ASI Eksklusif Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Beberapa hal yang menghambat pemberiaan ASI eksklusif diantaranya adalah:

1. Masih kurangnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai manfaat ASI dan cara menyusui yang benar. 2. Masih adanya faktor sosial budaya.

3. Adanya pemasaran susu formula.

Upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan cakupan pemberiaan ASI eksklusif tetap berpedoman pada Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu:

1) Sarana pelayanan Kesehatan mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberiaan Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua petugas.

2) Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut. 3) Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat

menyusui dan penatalaksana dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan menyusui.

4) Membantu ibu menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi dini).

(35)

27

Apabila ibu mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.

5) Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi medis.

6) Tidak memberikan makanan dan minuman apapun selain ASI kepada bayi baru lahir.

7) Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi 24 jam sehari.

8) Membantu ibu menyusui semau ibu, tanpa pembatasan terhadap lama dan frekuensi menyusui.

9) Tidak memberikan dot atau kempeng bayi yang diberi ASI 10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI

(KP-ASI) dan rujuk ibu kepada kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan kesehatan.

Selain hal tersebut diatas, upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi agar di tempat-tempat kerja misalnya perkantoran pemerintah maupun swasta, perusahaan, dan sebagainya agar menyediakan ruang Menyusui /Laktasi

2.3. Tujuan 3. Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia

Angka Kematian Ibu

Kematian ibu adalah kematian wanita pada masa kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah persalinan, baik sebagai akibat langsung dari kehamilan atau persalinanya, maupun sebagai akibat tidak langsung dari penyakit lain kecuali kecelakaan. Lebih 90% kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung yaitu perdarahan, infeksi dan eklamsia. Ketiga penyebab langsung kematian ibu ini disebut komplikasi kebidanan (komplikasi obstetri).

Selain itu, persalinan lama (lebih dari 12 jam) dan pengguguran kandungan (abortus terinfeksi) dapat berakibat perdarahan dan atau infeksi. Kurang dari 10% kematian ibu disebabkan oleh penyebab tidak langsung, misalnya penyakit yang sudah diderita ibu sejak sebelum hamil atau penyakit lain yang diderita pada masa kehamilan. Keadaan gizi sejak

(36)

28

sebelum hamil, kehamilan yang terlalu sering/dekat, terjadi pada usia terlalu muda atau tua dapat menambah risiko timbulnya gangguan. Kematian ibu juga diwarnai oleh penyebab mendasar, yaitu rendahnya status wanita, terutama di pedesaan, dan rendahnya tingkat pendidikan.

Di Kota Salatiga AKI tahun 2016-2018 berurut-turut, 157.05/100.000 KH (4 kasus), 236,87/100.000 KH (6 kasus), dan 117,60/100.000 KH (3 kasus). Penyebab kematian tahun 2016 yaitu HHD, HELLP Syndrome, dan 2 lainnya disebabkan oleh emboli paru sedangkan penyebab kematian ibu tahun 2017 adalah Pre Eklamsi Berat (PEB) 2 kasus, Sepsis 2 kasus, Cardiomegali dan Udema pulmo 1 kasus, Lupus 1 kasus. Sedangkan penyebab kematian pada tahun 2018 adalah pre eklampsia berat.

Terdapat beberapa kendala dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), antara lain sebagai berikut:

 Kasus terlambat mengenali tanda bahaya dalam kehamilan masih menjadi kendala berat yang dihadapi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan keluarga tentang tanda bahaya dan ketidakpahaman keluarga tentang proses rujukan sehingga memperpanjang alur rujukan yang mengakibatkan klien terlambat mendapatkan penanganan yang tepat.

 Pergeseran trend dari hamil terlalu muda menjadi hamil terlalu tua, hal ini menunjukkan bahwa kurang optimalnya pelayanan KB Berkualitas dalam upaya mencegah terjadinya kehamilan 4T (Terlalu Tua, Terlalu Muda, Terlalu Banyak dan Terlalu Dekat) dan Kehamilan tidak diinginkan.

 Kurang optimalnya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang diberikan pasien paska persalinan di rumah sakit.

Belum optimalnya jejaring rujukan khususnya feedback (rujukan balik) dari rumah sakit ke fasilitas kesehatan yang merujuk.

 Potensi dan tantangan dalam penurunan kematian ibu dan anak adalah jumlah tenaga kesehatan yang menangani kesehatan ibu khususnya bidan dan dokter spesialis obgyn sudah mencukupi jika dibandingkan dengan sasaran ibu hamil, namun kepatuhan dalam pemberian pelayanan kebidanan belum sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur. Demikian juga secara kuantitas, Salatiga telah memiliki Puskesmas PONED dan RS PONEK namun

(37)

29

belum diiringi dengan optimalisasi kualitas pelayanan. Pelaksanaan serta evaluasi hasil rekomendasi Audit Maternal Perinatal (AMP) juga belum dapat dilakukan secara optimal.

 Perlu ditingkatkan upaya promosi kesehatan antara lain dalam pengenalan resiko tinggi dan tanda bahaya dalam kehamilan tidak hanya kepada ibu hamil saja tetapi juga kepada keluarga. Hal ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan saat melakukan konseling kesehatan pra nikah, pelayanan antenatal care maupun melalui kader kesehatan yang dapat disisipkan saat penyuluhan di lapangan. Selain itu pengoptimalisasian dan monitoring evaluasi pendampingan ibu hamil oleh kader kesehataan harus dilakukan secara berkesinambungan.

Selanjutnya terdapat berbagai upaya yang telah dilakukan untuk menekan Angka Kematian Ibu antara lain :

 Upaya Deteksi Dini Resiko Tinggi dan pendampingan pada kehamilan, pesalinan dan nifas oleh kader dan tenaga kesehatan mengalami peningkatan yang signifikan. Meskipun masih ada beberapa resiko tinggi yang tidak terdeteksi dan tidak terdampingi. Kondisi tersebut antara lain disebabkan beberapa faktor antara lain karena kehamilan tidak diinginkan, kondisi ekonomi maupun kondisi psikologis klien.

 Keberhasilan Manajemen Resiko Tinggi di Masyarakat melalui Program Kelompok Sayang Ibu, Pendampingan Ibu Hamil Resti oleh Anggota Dasawisma dan Pendampingan Ibu Hamil Resti oleh Mahasiswa Kebidanan.

Cakupan Pertolongan Persalinan Tenaga Kesehatan.

Upaya kesehatan ibu bersalin dilaksanakan dalam rangka mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih dan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pertolongan persalinan adalah proses pelayanan persalinan dimulai pada kala I sampai dengan kala IV persalinan. Pencapaian upaya kesehatan ibu bersalin diukur melalui indikator persentase persalinan ditolong tenaga kesehatan terlatih (Cakupan Pn). Indikator ini memperlihatkan tingkat kemampuan

(38)

30

pemerintah dalam menyediakan pelayanan persalinan berkualitas yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai 100% (2.538 persalinan). Meskipun cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah mencapai target, namun angka kematian ibu masih tinggi, hal ini karena penyebab kematian ibu dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk mengetahui cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Grafik 2.22

Cakupan Persalinan yang Ditolong Nakes Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber : Dinas Kesehatan, 2019

Angka Kematian Balita (AKBa).

Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah kematian Balita 0-5 tahun per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKABA menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan pada balita, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak, pelayanan Posyandu, dan tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu serta faktor kondisi sanitasi lingkungan.

AKABA tahun 2018 sebesar 9,80 per 1.000 KH (25 kasus), tahun 2017 sebesar 16,38 per 1.000 KH (42 kasus), dan tahun 2016 sebesar 16,10 per 1.000 KH (41 kasus). Terjadi penurunan kasus pada tahun 2018 sebagaimana AKB dan AKN.

Banyak faktor yang menyebabkan kematian balita, namun beberapa penyebab utama adalah keterlambatan mengakses pelayanan kesehatan. Keterlambatan ini sebagian besar disebabkan karena kurangnya

(39)

31

pengetahuan orang tua tentang tanda bahaya pada balita. Upaya yang perlu dilakukan adalah sosialisasi manajemen balita sakit.

Cakupan Pelayanan Kesehatan Bayi.

Pelayanan kesehatan bayi termasuk salah satu dari beberapa indikator yang bisa menjadi ukuran keberhasilan upaya peningkatan kesehatan bayi dan balita. Pelayanan kesehatan bayi ditujukan pada bayi usia 29 hari sampai dengan 11 bulan dengan memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi klinis kesehatan (dokter, bidan, perawat) minimal 4 kali, yaitu pada usia 29 hari-2 bulan, 3-5 bulan, 6-8 bulan dan 9-12 bulan sesuai standar di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

Pelayanan yang diberikan terdiri dari penimbangan berat badan, pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4, dan campak), Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) bayi, pemberian vitamin A pada bayi, dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi serta penyuluhan ASI Eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) dan lain-lain.

Cakupan pelayanan kesehatan bayi dapat menggambarkan upaya pemerintah dalam meningkatkan akses bayi untuk memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi. Cakupan pelayanan kesehatan bayi tahun 2018 sebesar 89,85%.

Angka kematian Bayi (AKB).

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-11 bulan) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi lingkungan sosial ekonomi.

AKB di Kota Salatiga tahun 2018 sebesar 7,84/1.000 KH (20 kasus), tahun 2017 sebesar 15,00/1.000 KH (38 kasus), dan tahun 2016 sebesar 15,31/1.000 KH (39 kasus). Angka kematian bayi menurun selama tiga tahun terakhir seperti juga angka kematian neonatal. Dari kasus

(40)

32

kematian bayi yang telah dilakukan audit ditemukan bahwa kondisi bayi yang dilahirkan berkaitan erat dengan riwayat dan kondisi ibu sejak hamil, penatalaksanaan persalinan atau bahkan penyakit penyerta/ kelainan bawaan pada bayi.

Faktor–faktor yang mempengaruhi kematian bayi tersebut, antara lain:

 Masih banyaknya kasus kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) baik faktor gagal KB maupun kehamilan pra nikah. Hal tersebut disebabkan karena kurang optimalnya pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi remaja.

 Penyebab kematian bayi masih didominasi oleh Asfiksia dan BBLR

 Kasus asfiksia terjadi erat hubungannya dengan proses persalinan yang tidak sesuai dengan prosedur. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor ketidakpatuhan petugas dalam menjalankan prosedur tidak terpenuhi sehingga penanganan kepada pasien tidak optimal.

 Selain itu beberapa kasus kematian di Rumah sakit adalah rujukan dari pelayanan kesehatan primer, sehingga perlu diperhatikan pula upaya stabilisasi bayi menuju ke fasilitas rujukan, kondisi bayi saat tiba di fasilitas rujukan serta sistem rujukan yang berlaku. Kondisi bayi saat tiba di fasilitas rujukan mempengaruhi besarnya peluang bayi untuk dapat diselamatkan. Dengan demikian perlu ditingkatkan pemahaman petugas kesehatan, serta sarana dan prasarana di fasilitas pelayanan dasar.

 Sedangkan Untuk kasus BBLR, banyak faktor yang mempengaruhi antara lain masih banyaknya ibu hamil KEK dan anemi, umur saat hamil, jumlah paritas serta penyakit penyerta pada ibu seperti asma, hipertensi, dll.

 Hal tersebut diatas terjadi akibat dari kurangnya konseling pra nikah yang dilakukan oleh petugas dan juga skrening pra kehamilan.

Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa langkah dan upaya yang dilakukan guna menurunkan AKB antara lain:

 Meningkatkan peran lintas program dalam upaya promosi kesehatan dalam bidang KIA, terutama dalam hal konseling pra nikah, skrening

(41)

33

awal pra kehamilan serta pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja.

 Meningkatkan dukungan lintas sektor, khususnya di sektor agama, dengan melakukan promosi penundaan usia nikah dan konseling pra nikah secara komprehensif.

 Meningkatkan dukungan lintas sektor khususnya di sektor pendidikan, dengan cara mengintegrasikan materi kesehatan reproduksi dalam muatan lokal/ kurikulum pendidikan.

Dengan demikian diharapkan akan terjadi penurunan AKB, seiring dengan upaya-upaya yang dilakukan. Gambaran AKB tahun 2014-2018 dapat dillihat pada gambar dibawah ini.

Grafik 2.23.

Angka Kematian Bayi Kota Salatiga Tahun 2014-2018 2500 2000 1500 1000 500 15,15 13,04 15,31 15 7,84 0 2014 2015 2016 2017 2018 Sumber: Dinas Kesehatan, 2019

Cakupan Kelurahan UCI.

Desa atau Kelurahan UCI adalah desa/kelurahan di mana minimal 85% dari jumlah bayi yang ada di desa/ kelurahan tersebut sudah memperoleh imunisasi dasar lengkap. Imunisasi dasar lengkap pada bayi (0-11 bulan) meliputi : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis polio, 3 dosis Hepatitis B dan 1 dosis campak. Cakupan kelurahan UCI di Kota Salatiga sejak tahun 2010 sampai 2018 seluruhnya sebanyak 23 kelurahan merupakan kelurahan UCI.

(42)

34

Keberhasilan Kota Salatiga mencapai UCI 100% didukung oleh beberapa elemen baik lintas program maupun lintas sektor, antara lain:

 Koordinasi rutin bulanan antara pengelola program di Dinas Kesehatan, Bidan Koordinator dan Koordinator Imunisasi menunjang pengumpulan dan validasi data sasaran dan cakupan imunisasi antar puskesmas.

 Dukungan PKK dalam sosialisasi baik imunisasi rutin maupun imunisasi tambahan kepada masyarakat sangat membantu peran aktif sasaran untuk mendapatkan pelayanan imunisasi.

 Pemberian piagam imunisasi bagi bayi yang sudah mendapatkan imunisasi lengkap merupakan reward atas partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan imunisasi.

Kejadian Malaria per 1000 orang.

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kota Salatiga malaria meskipun tidak termasuk daerah endemis, namun kasus masih banyak ditemukan penyakit malaria. Kasus malaria tahun 2018 sebesar 18 kasus (API: 0,09/1.000 pdd) menurun jika dibandingkan tahun 2017 sebesar 84 kasus (API: 0,45/1.000 pdd).

Kasus malaria yang ditemukan sebagian besar merupakan kasus yang di bawa dari daerah endemis. Oleh karena itu perlu diwaspadai sumber penularan dan peta wilayah kasusnya, sehingga penularan di wilayah Salatiga dapat dicegah sedini mungkin. Gambar menunjukan jumlah kasus malaria dari tahun 2012-2018, sebagai berikut:

(43)

35 Grafik 2.24

Jumlah Kasus Malaria di Kota Salatiga Tahun 2014-2018

Sumber : Dinas Kesehatan 2019

Presentase HIV AIDs ditangani.

Sesuai kebijakan program pencegahan dan pemberantasan penyakit HIV/AIDS, seluruh penderita HIV/AIDS harus mendapatkan pelayanan sesuai standar. Tata laksana penderita HIV/AIDS meliputi Voluntary Counseling Testing (VCT) yaitu tes konseling secara sukarela, perawatan orang sakit dengan HIV/AIDS, pengobatan Anti Retroviral (ARV), pengobatan infeksi oportunistik, dan rujukan kasus spesifik.

Tahun 2018 ditemukan kasus baru penderita HIV/AIDS sebesar 20 kasus, tahun 2017 sebesar 20 kasus, dan tahun 2016 ditemukan sebesar 18 kasus. Keseluruhan (100%) kasus HIV/AIDS di Kota Salatiga yang ditemukan tersebut sudah mendapatkan penanganan sesuai standar.

Succes Rate TB (Angka Keberhasilan Pengobatan).

Succes Rate TB (Angka Keberhasilan Pengobatan) Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan presentase seluruh pasien baru TB yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) sebanyak 179 pasien diantara pasien baru TB yang tercatat dan diobati sebanyak 187 pasien.

(44)

36 Prevalensi hipertensi penduduk usia >18.

Capaian prevalensi hipertensi penduduk usia >18 tahun pada Tahun 2018 sebesar 1,13%, angka tersebut diperoleh dari jumlah penduduk usia >18 tahun yang menderita hipertensi sebanyak 1.621 orang dibanding total jumlah penduduk usia >18 tahun di Kota Salatiga sebanyak 143.468.

Angka Penemuan Kasus Baru Kusta per 100.000 Penduduk.

Penyakit kusta atau lepra disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2-3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubansi 2-5 tahun bahkan bisa lebih dari 5 tahun. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak dan mata.

Tahun 2018 terdapat kasus baru sebanyak 5 kasus seluruhnya kaus kusta type Multi Basiler/MB (basah). Tahun 2017 kasus baru kusta sebanyak 7 kasus yang terdiri dari kasus kusta type Pausi Basiler/PB (kering) sebanyak 4 kasus dan Multi Basiler/MB (basah) sebanyak 3 kasus. Tahun 2016 kasus baru sebanyak 8 kasus yang terdiri dari kasus kusta kering (Pausi Basiler) sebanyak 5 kasus dan kusta basah (Multi Basiler) sebanyak 3 kasus. Dalam tiga tahun terakhir penemuan kasus baru kusta semakin menurun. Di wilayah Provinsi Jawa Tengah Kota Salatiga termasuk katagori beban rendah dengan angka NCDR sebesar 2,59 per 100.000 penduduk. Sedangkan prevalensi penyakit kusta tahun 2018 di Salatiga sebesar 0,26/10.000 penduduk. Penderita kusta yang ditemukan, semua menyelesaikan pengobatan, Release From Treatment (RFT) 100%.

Peserta KB Aktif.

Keluarga Berencana yaitu suatu upaya yang berguna untuk perencanaan jumlah keluarga dengan pembatasan yang bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Cakupan peserta KB aktif secara rinci seperti pada grafik sebagai berikut:

Gambar

Gambar berikut adalah penduduk yang mengakses jamban sehat dari  tahun 2014-2018.
Gambar  berikut  adalah  penduduk  yang  mengakses  jamban  sehat  dari  tahun 2014-2018.

Referensi

Dokumen terkait

5. Bahwa kemudian Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo berusaha untuk mendamaikan para pihak yang berperkara namun tidak berhasil, kemudian acara pemeriksaan dilanjutkan

[r]

spektrum phonon. Phonon adalah kuantum energi elastik analog dengan photon yang merupakan kuantum energi elektromagnetik. Kedua gelombang tersebut dapat menyebabkan getaran

Jika sistem dibuat melebihi kebutuhan perusahaan, penerapan sistem akan menjadi sia-sia, perusahaan akan merugi sebab biaya yang di keluarkan untuk penerapan

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Analisis Penerapan Kurikulum Development

IOI Loders Croklaan Wormerveer M0489 PALMERAS DE PUERTO WILCHES S.A... IOI Loders Croklaan Wormerveer

Bentuk teks yang dapat dianalisis dalam membongkar makna melalui dimensi tekstual, diantaranya adalah Kohesi dan Koherensi dan analisis tata bahasa Analisis

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014. PROVINSI :