• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan 1 Mangetahui teknik aplikasi feromon seks

Dalam dokumen Laporan Praktikum Pengendalian Hama dan (3) (Halaman 46-52)

PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH TOMAT

B. Tujuan 1 Mangetahui teknik aplikasi feromon seks

2. Mengetahui tingkat keberhasilan pengendalian hama lalat buah dengan menggunakan feromon seks (metyl eugenol).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada keunggulan-keunggulannya dalam memenuhi beberapa fungsi penting kehidupan. Fungsi-fungsi tersebut yaitu fungsi pemenuhan kebutuhan pangan, fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi, fungsi kesehatan, dan fungsi estetika. Tomat juga memiliki keunggulan pada jangkauan persebarannya. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis hingga daerah sub-tropis tanpa harus bergantung pada musim tanam (Zulfa, 2006).

Tanaman tomat dapat tumbuh pada curah hujan sekitar 750-1.250 mm/tahun. Keadaan ini berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non- parasit. Suhu untuk pertumbuhan tomat antara 20-27ºC. Jika suhu berada >30ºC atau <10ºC, dapat menghambat pembentukan buah tomat. Kelembaban relatif 25 % dan dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai dari tanah pasir sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung unsur hara. Kemasaman tanah berkisar 5,0-7,0. Akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen dan tidak boleh tergenangi oleh air. Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah (Balai Penelitian Tanaman Sayur, 2006).

Sayuran merupakan tanaman kaya nutrisi penting dan vitamin memainkan peran utama dalam pola makan seimbang bagi manusia. Salah satu jenis sayuran penting tersebut adalah tomat. Tomat merupakan sayuran yang sangat penting karena digunakan dalam setiap jenis pola makan vegetarian. Tomat juga dikenal mengandung zat antioksidan seperti likopen. Likopen yang terkandung dalam tomat adalah suatu

senyawa karotenoid dengan aktivitas antioksidan yang sangat poten. Dibandingkan senyawa karotenoid yang lain, likopen merupakan eliminator radikal bebas yang paling efektif. Selain likopen, tomat juga mengandung flavonoid dan vitamin C yang juga bekerja sebagai antioksidan dalam tubuh (Zulfa, 2006).

Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi sebagai produk ekspor. Produksi tomat di Indonesia mulai berkembang, tercatat tahun 2000 hingga 2011 produksinya relatif mengalami kenaikan dari 891,616 ton menjadi 954,046 tonkarena jumlah permintaan yang naik (Badan Pusat Statistik, 2012).

Budidaya tanaman tomat dikalangan petani mengalami kendala yang dapat menyebabkan tingkat produksi tanaman tomat rendah secara kuantitas dan kualitas. Kendala tersebut antara lain akibat hama dan infeksi patogen penyebab penyakit. Penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen seperti busuk daun, becak coklat, busuk buah, busuk lunak, becak bakteri. Hama yang sering ditemui pada tanaman tomat adalah lalat buah. Hama ini menjadi salah satu faktor pembatas produksi tomat karena mengakibatkan kerusakan dan kematian tanaman (Semangun, 2007).

Selama ini pencegahan yang dilakukan selalu menuju ke pemberantasan dengan pupuk dan bahan kimia yang sangat berdampak negatif dan berbahaya pada lingkungan yang mana makin lama akan menjadikan lingkungan semakin rusak. Maka dari itu dibutuhkan pencegahan secara hayati yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia serta ramah lingkungan sehingga lingkungan akan tetap lestari baik dimasa sekarang ataupun untuk masa yang akan datang.

Usaha pengendalian hama, petani banyak menggunakan fungisida sintetis karena cara ini lebih efektif dan dianggap lebih menguntungkan dibandingkan cara lainnya. Walaupun demikian ternyata kandungan bahan kimia sintetis berdampak negatif

terhadap kesehatan manusia dan mencemari lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan cara alternatif dalam pengendalian hama, seperti penggunaan feromon seks. Sumber biologi untuk pengendalian hama tanaman merupakan alternatif potensial sebagai pengganti pestisida, dan sering dianjurkan untuk mengganti pengendalian berbasis kimia terhadap hama atau untuk mengendalikan hama yang jika dikendalikan dengan bahan kimia tidak ekonomis (Suryanto, 2009).

Lalat buah adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera ini kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Lalat buah selain menjadi hama tanaman tomat juga merupakan hama bagi tanaman holtikultura lainnya, karena sering membuat produk menjadi turun kualitasnya (busuk dan berbelatung). Hama lalat buah juga dapat menjadi penghambat perdagangan antarnegara, karena bila pada komoditas ekspor suatu produk terdapat telur lalat buah, maka produk tersebut akan ditolak.

Siklus hidup dari lalat ini yaitu satu ekor lalat betina Bactrocera dorsalis menghasilkan telur 1200-1500 butir. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan berkelompok 2-15 butir. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/hari. Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva yang berwarna putih kekuningan atau putih keruh, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Caput berbetuk runcing dengan satu sampai dua bintik yang jelas, mempunyai alat kait mulut. Stadia larva terdiri atas tiga instar (Kalshoven, 2010).

Larva lalat buah berkembang melalui tiga tahap, dengan 3 sampai 4 hari untuk setiap tahap. Larva dewasa mencapai sekitar 2/5 inci (10 mm) panjang. Mereka adalah off-mulut hitam putih dengan kait dan cahaya spirakel posterior cokelat. Pakan larva dan berkembang di dalam material host, sehingga tidak layak untuk di konsumsi manusia. Larva makan biasanya menghasilkan buah drop premature (Steck, 2007).

Kerusakan akibat serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan adanya lubang kecil di kulitnya yang merupakan bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah. Bekas tusukan semakin meluas sebagai akibat perkembangan larva yang memakan daging buah sehingga terjadi kebusukan sebelum buah masak (Haq,2012).

Metil eugenol adalah substansi kimia yang dapat memikat lalat buah kelamin jantan yang nanti akan masuk ke dalam perangkap modifikasi dimana dinding bagian dalam perangkap telah diolesi insektisida kontak sehingga lalat buah yang terperangkap akan mati didalam perangkap. Metil eugenol yang diteteskan pada kapas dan di masukan dalam alat perangkap yang terbuat dari botol bekas air mineral memberikan hasil yang baik sebagai senyawa pemikat terhadap lalat buah jantan, cara ini efektif dalam mengurangi populasi serta membatasi masuk dan berkembangnya lalat buah dalam suatu areal.

Metil eugenol hanya mampu menarik lalat buah jantan, karena bersifat feromon (seks feromon) yaitu senyawa yang sama dengan feromon yang dihasilkan oleh serangga betina sehingga menarik lalat jantan untuk datang, sementara penyebab kerusakan pada buah itu sendiri adalah lalat betina yang meletakkan telur pada buah dengan cara memasukkan atau melukai buah dengan ovipositornya. Metil eugenol di alam terdapat pada beberapa jenis tumbuhan antara lain daun Melaleuca dan Selasih. Selasih dan Melaleuca dapat menghasilkan minyak atsiri yang mengandung metil eugenol melalui proses penyulingan. Minyak atsiri dari daun Melaleuca mengandung metil eugenol sekitar 80% sedangkan dari selasih 63% (Gionar, 2007).

Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu:

1. Mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah

2. Menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap

3. Mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan (Kardinan, 2013).

Penggunaan perangkap bertujuan untuk: 1) Menginventarisasi spesies lalat buah, 2) Mengetahui distribusi dan perkembangan populasi lalat buah, 3) Mengetahui sejak dini kehadiran lalat buah di lapangan, 4) Untuk mengevaluasi keefektifan berbagai teknik pengendalian lalat buah. Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan umpan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus-menerus dan dalam jumlah yang banyak. Bentuk, warna perangkap, dan jenis senyawa kimia atraktan memegang peranan penting terhadap respon lalat buah. Perangkap untuk B. dorsalis sebaiknya terbuat dari bahan yang ringan dan mudah didapat seperti botol plastik, papan kayu, alumunium, dan kertas manila yang tahan air. Pengendalian B. dorsalis menggunakan perangkap dengan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dalam jumlah yang banyak (Sunarno, 2012).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah botol aqua bekas, kapas, benang, tali rafia, kantong plastik, label, alat tulis, suntikan, dan kertas plano/ kertas manila. Bahan-bahan yang digunakan adalah metil eugenol dan tanaman tomat

B. Prosedur Kerja

Dalam dokumen Laporan Praktikum Pengendalian Hama dan (3) (Halaman 46-52)

Dokumen terkait