• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Pengendalian Hama dan (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Pengendalian Hama dan (3)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU

Oleh :

Apriliane Briantika Louise

NIM A1L013055

Rombongan A2

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu. Laporan ini disusun untuk melengkapi acara praktikum mata kuliah Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tim pengampu mata kuliah Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu yang telah memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada kami.

2. Asisten praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu yang telah membimbing selama pelaksanaan acara praktikum.

3. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan ini.

Penulis berharap Laporan Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu ini bisa bermanfaat bagi para pembaca yang berkepentingan. Meskipun telah disusun dengan cermat laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik agar laporan selanjutnya bisa lebih baik.

Purwokerto, 18 November 2015

(3)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU

ACARA I

AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan A2

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN

(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Lingkungan yang baik akan mendukung pertumbuhan tanaman sehingga dapat berproduksi dan memiliki kualitas yang baik, begitu pula sebaliknya. Agroekosistem merupakan salah satu bentuk ekosistem binaan manusia yang bertujuan menghasikan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan manusia. Awalnya manusia hanya mengambil bahan makanan hanya yang ada, namun manusia terus berkembang dan mulai menanam tumbuhan yang dianggap bagi kelangsungan hidupnya. Manusia belajar dari pengalaman yang didapat, mulai dari teknologi sederhana untuk mengembangkan pertanian sampai teknologi canggih.

Kacang panjang (Vigna sinensis) termasuk dalam famili papilionaceae dan merupakan tipe tanaman kacang-kacangan yang buahnya berbentuk semacam tali yang panjang. Tanaman kacang panjang membutuhkan penyangga ketika tumbuh, dan tanaman ini memiliki daun yang majemuk berwarna hijau tua dan terlihat bulu-bulu halus pada permukaannya. Tanaman ini membutuhkan unsur hara nitrogen yang tinggi untuk bisa tumbuh dengan cara maksimal.

(5)

bahkan tulang daun, lalat kacang menyebabkan bintik-bintik putih dan tanaman layu mati, kutu kebul menimbulkan bintik-bintik klorotik mengakibatkan berkurangnya jumlah klorofil, dan siput mengakibatkan daun berlubang. Penyakit pada tanaman kacang panjang adalah mozaik kuning, dan bercak cescospora. Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman dengan bukan kacang-kacangan, penggunaan mulsa, pencabutan dan pemusnahan tanaman terserang dan penyemprotan insektisida.

Pengelolaan agroekosistem harus diupayakan tanpa menyebabkan kerusakan lingkungan maupun menurunkan kualitas sumber daya lahan, dan sebaiknya diarahkan pada perbaikan struktur fisik, komposisi kimia, dan aktivitas biota tanah yang optimum bagi tanaman. Interaksi antara komponen-komponen biotik dan abiotik tanah memberikan keseimbangan yang optimal bagi ketersediaan hara dalam tanah, yang selanjutnya menjamin keberlangsungan produktivitas lahan dan keberhasilan usaha tani. Sistem ini diharapkan dapat membentuk agroekosistem yang stabil dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman tanpa menurunkan kualitas lingkungan.

B. Tujuan

1. Mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem 2. Mengenal komponen ekosistem pertanian

3. Menentukan keputusan pengelolaan agroekosistem

(6)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Kacang panjang (Vigna sinensis L) merupakan tanaman hortikultura yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, baik sebagai sayuran maupun sebagai lalapan. Kacang panjang termasuk dalam famili papilionaceae yang tergolong tanaman semusim berbentuk perdu yang bersifat membelit atau setengah membelit. Tanaman kacang panjang saat berumur masih muda daunnya dapat dipakai sebagai bahan pangan. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral (Rasyid, 2012).

Kacang panjang dapat ditaman setiap saat dan dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0-800 m dpl. Jenis tanah yang cocok untuk pertumbuhannya adalah latosol (lempung berpasir), regosol dan alluvial dengan pH 5,5-6,5. Suhu udara yang dibutuhkan adalah 18-32ºC dengan suhu optimal 25ºC. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari dan curah hujan berkisar antara 600-2.000 mm/tahun. Waktu tanam yang baik adalah awal atau akhir musim hujan (Pitojo, 2006).

Agroekosistem adalah sebuah sistem lingkungan yang telah dimodifikasi dan dikelola oleh manusia untuk kepentingan produksi pangan, serat dan berbagai produk pertanian lain. Manusia atau petani melakukan intervensi terhadap sistem lingkungan dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup bagi keluarganya. Masyarakat juga ikut mendukung intervensi semacam ini karena kepentingan yang lain yaitu untuk menghasilkan pangan dengan harga yang terjangkau bagi mereka-mereka yang tidak bekerja di sektor pertanian, seperti para pekerja di sektor-sektor industri di perkotaan (Conway, 2007).

(7)

dari sumber-sumber lain yang sudah dikonsolidasikan oleh manusia, seperti pupuk, pestisida dan teknologi. Tingkat keanekaragaman hayati pada agroekosistem cenderung rendah, didominasi oleh varietas-varietas yang seragam serta kontrol dikendalikan oleh faktor eksternal sehingga dalam agroekosistem. Manusia adalah faktor yang memegang peranan sangat penting untuk tidak mengatakan sentral (Hernanto, 2009).

Perkembangan hama dan penyakit dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim baik langsung maupun tidak langsung seperti tanah, cuaca, air dan kelembapan yang berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul mempunyai suhu optimum 32,5ºC untuk pertumbuhannya (Bonaretal, 2007).

Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh faktor iklim terhadap vigor dan fisiologi tanaman inang, yang akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap hama. Suhu berpengaruh terhadap sintesis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, falvonoid yang berpengaruh terhadap ketahanan hama. Pengaruh tidak langsungnya adalah kaitannya dengan musuh alami hama baik predator, parasitoid dan patogen. Sebagai contoh adalah perkembangan populasi kutu kebul pada kacang panjang lebih tinggi pada musim kemarau, selain karena laju pertumbuhan intrinsik juga disebabkan oleh tingkat parasitasi dan tingkat infeksi patogen yang rendah (Sobirin, 2004.).

(8)

serangga hama terutama pada musim penghujan atau musim dingin. Peningkatan temperatur juga akan lebih mendukung perkembangan serangga hama dan daya tahan hidupnya pada musim penghujan atau musim dingin (Pustaka, 2012).

Meningkatnya kadar CO2 dapat menurunkan kualitas pakan serangga pemakan tumbuhan karena meningkatnya kadar nitrogen pada daun tanaman. Musim kemarau (meningkatnya suhu) akan menguntungkan golongan patogen itemofilik (golongan parasit yang mampu menimbulkan penyakit pada inangnya). Meningkatnya temperatur udara, distribusi geografis serangga vektor patogen penyakit tumbuhan berpotensi menjadi meluas sehingga menambah jumlah individu serangga penyerang tumbuhan (Lingga, 2006).

Musim dingin/musim penghujan berdampak pada meningkatnya serangan jamur patogen yang semula hanya dianggap sebagai penyakit minor. Musim dingin berpotensi meningkatkan serangan jamur penyebab penyakit yang sangat tergantung pada tekanan/stres yang dialami oleh inangnya, seperti jamur patogen yang menyerang akar tanaman. Berkurangnya hari hujan diperkirakan dapat menurunkan serangan jamur patogen yang menyerang daun. Efek perlindungan mikroba terhadap penyakit akar dapat dipengaruhi oleh perubahan suhu atau kelembaban tanah (Pustaka, 2012).

Pengelolaan agroekosistem agar lebih baik dapat dilakukan dengan:

1. Menggunakan lahan pada daerah hulu secara rasional sehingga dapat mewujudkan sistem pertanian yang tangguh dan secara menyeluruh menciptakan pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu DAS yang berkelanjutan.

(9)

3. Melakukan pengolahan tanah minimum agar kerusakan struktur tanah dapat dihindari dan aliran permukaan maupun erosi berkurang.

(10)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah kertas plano/ manila, alat tulis, buku catatan, pensil warna, spidol hitam, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan adalah pertanaman holtikultura (tanaman kacang panjang), dan jaring serangga.

B. Prosedur Kerja

1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil sesuai dengan pembagian dalam setiap rombongan.

2. Alat dan bahan disiapkan.

3. Mahasiswa ditugaskan ke lapangan dan diamati komponen agroekosistemnya, yang meliputi agroekosistem tanaman hortikultura (tanaman kacang panjang).

4. Keadaan umum agroekosistem yang diamati digambar. 5. Hasil pengamatan dituliskan pada kertas plano/manila.

6. Serangga yang bertindak sebagai hama dan musuh alami, juga tanaman/bagian tanaman yang bergejala sakit dikoleksikan.

(11)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

(12)

B. Pembahasan

Lingkungan merupakan sistem yang komplek yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman maka perlu dilakukan penggolongan faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan dapat digolongkan menjadi faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik terdiri atas tanah, cuaca, air, dan kelembapan, sedangkan lingkungan biotik terdiri dari organisme-organisme hidup diluar lingkungan abiotik (manusia, tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme). Organisme hidup didalam sebuah sistem yang ditopang oleh berbagai komponen yang saling berhubungan dan saling berpengaruh. Sistem inilah yang disebut dengan ekosistem. Ekosistem adalah tempat dimana terjadinya proses saling interaksi dan ketergantungan antara makhluk hidup sebagai komponen biotik, dengan lingkungan hidupnya yang merupakan komponen abiotik.

(13)

Agroekosistem tanaman kacang panjang yang ada di Kec. Sumbang memiliki lahan seluas 250 m², meskipun disekitar lahan kacang panjang tersebut terdapat tanaman jagung, buncis, talas, tebu dan pisang tetapi tidak dapat disebut sebagai pertanaman tumpang sari karena tidak dilakukan dalam satu areal lahan. Beberapa komponen natural dalam agroekosistem antara lain meliputi faktor-faktor biotik seperti tanah, air, cuaca, kelembapan, yang satu sama lain berinteraksi dalam suatu mekanisme tertentu sehingga perubahan pada komponen yang satu akan berpengaruh pada keberadaan komponen yang lain. Kondisi agroekosistem lahan ini sebenarnya termasuk dalam kondisi yang tidak sehat akan tetapi dusun ini mempunyai topografi daerah yang cukup bagus, karena desa ini tidak terlalu terletak pada daerah pegunungan sehingga pembentukan lahan untuk pertanian masih bisa ditata secara baik.

Agroekosistem pada daerah ini dikatakan tidak sehat karena pada daerah ini tanah atau lahan pertaniannya sudah terlalu banyak mengandung bahan kimia karena para petani di desa tersebut sering menggunakan pupuk kimia dibandingkan dengan pupuk organik. Kondisi yang seperti itu sebenarnya sudah sangat merugikan namun hal ini disebabkan karena semakin banyak kandungan kimia yang terkandung dalam tanah maka akan merusak tekstur serta struktur dari tanah di daerah tersebut. Musuh alami bagi hama yang menyerang tanaman para petani juga tampak sedikit karena sudah keracunan dengan terlalu seringnya menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida yang berlebihan.

(14)

dapat memakan hama yang begitu banyak barulah manusia turut andil dalam pembasmian hama tersebut, tetapi pada daerah ini musuh alaminya sedikit dan para petani lebih senang menggunakan pupuk kimia dan juga terlalu banyak menggunakan pestisida yang dosis pemakainannya juga sudah tidak pada takaran yang seharusnya. Pupuk yang digunakan juga difungsikan sebagai bahan untuk memperbaiki tanah mereka yang sudah kering dan sedikit kandungan bahan organiknya.

Agroekosistem merupakan ekosistem yang dimodifikasi dan dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Menunjang pemanfaatan tersebut setiap agroekosistem mempunyai karakteristik yang berbeda-beda tergantung sifat ekologis agroekosistem yang ada. Pengembangan suatu sumber daya alam harus didekati secara komprehensif sehingga harus menekankan pada hubungan satu sama lain antara pengaruh suatu sumberdaya alam terhadap sumber daya lain. Kondisi yang berpengaruh pada suatu ekosistem adalah tutupan lahan oleh vegetasi yang merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dalam penanganan pengelolaan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.

(15)

Sebaiknya tanaman kacang panjang ditanam dengan sistem tumpangsari agar hama dapat berkurang dan penyebaran penyakit dapat dikendalikan. Pemeliharaan tanaman kacang panjang sangat diperlukan seperti pengairan, pemupukan, penyiangan, penyulaman, pemangkasan serta pemberian pestisida. Dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman kacang panjang sebaiknya dilakukan dengan pengendalian hama terpadu (PHT). Pengendalian dilakukan dengan memperhatikan lingkungan, memanfaatkan agensi hayati, melakukan pemangkasan pada tanaman yang terserang, serta menggunakan pestisida yang ramah lingkungan.

Prinsip utama dalam pengelolaan agroekosistem untuk pengendalian hama adalah menciptakan keseimbangan antara herbivora dan musuh alaminya melalui peningkatan keragaman hayati. Peningkatan keragaman vegetasi dan penambahan biomassa, dapat meningkatkan keragaman hayati dalam suatu agroekosistem. Peningkatan keragaman vegetasi dilakukan melalui pola tanam polikultur dengan pengaturan agronomis yang optimal. Penambahan biomassa dilakukan dengan mengaplikasikan mulsa, penambahan pupuk hijau dan pupuk kandang (Lingga, 2006).

Intensitas serangan hama pada pertanaman kacang panjang hampir 55 %, hal ini terjadi karena pemeliharaan tanaman tidak dilakukan secara rutin sehingga populasi hama meningkat terutama hama belalang. Intensitas serangan ini menyebabkan produksi tanaman kacang panjang menurun. Pada lahan pertanaman terdapat capung yang berfungsi sebagai predator yang akan memakan lalat kacang. Capung akan merobek-robek tubuh mangsanya dan terus mengunyahnya sampai berbentuk gumpalan sebelum akhirnya menelannya.

(16)

menyukai sinar matahari penuh sehingga tanaman yang ada di dataran rendah lebih bagus. Pada tanaman kacang panjang dataran rendah masa panen polongnya lebih awal yaitu 85 hari setelah tanam. Kacang panjang dataran tinggi relatif lebih lama dan produksinya lebih rendah. Pada tempat yang agak terlindungi pertumbuhan tanaman agak lambat dan kurus serta buahnya sedikit.

(17)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Agroekosistem adalah komunitas tanaman dan hewan yang saling berhubungan dengan lingkungannya (baik fisik maupun kimia) yang telah diubah oleh manusia untuk menghasilkan pangan, pakan dan produk-produk lainnya.

2. Agroekosistem terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik yaitu air, tanah, kelembaban, cahaya, suhu dan iklim. Sedangkan komponen biotik yaitu manusia, patogen, gulma, dan hama

3. Pengelolaan agroekosistem meliputi kegiatan budidaya seperti teknik penanaman, pemeliharaan dan pengendalian hama penyakit dengan memperhatikan kondisi lingkungan atau pengendalian hama terpadu.

4. Tindakan yang akan dilakukan praktikan jika menjadi pemilik lahan tersebut yaitu menanam tanaman kacang panjang secara tumpangsari misalnya dengan tanaman caisim, melakukan penyiangan gulma, melakukan pemupukan, pengendalikan hama dan penyakit secara terpadu.

B. Saran

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Bonaretal. 2007. Teknik Budidaya Kacang Panjang dan Analisis Usaha Tani. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.

Conway. 2007. Hortikultura Aspek Budidaya Edisi Revisi. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hernanto. 2009. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kartawi. 2009. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Rajawali Pers. Jakarta.

Lingga. 2006. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Pitojo. 2006. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pustaka. 2012. Teknologi Budidaya Sayuran. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Jakarta.

Rasyid. 2012. Pengaruh Jenis Pupuk Terhadap Pertumbuhan Kacang Panjang. Pustaka Buana. Bandung.

(19)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU

ACARA II

PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN HAMA PADA TANAMAN KACANG PANJANG

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan A2

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kacang panjang merupakan salah satu sayuran yang banyak dikomsumsi masyarakat karena memiliki banyak khasiat untuk kesehatan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman kacang panjang petani tidak terlepas dari pengaruh faktor lingkungan yang ada di sekitar pertanaman tanaman. Faktor lingkungan tersebut dapat menunjang maupun menghambat pertumbuhan tanaman. Masalah yang dihadapi diantaranya masalah serangan hama dan penyakit.

Produksi tanaman kacang panjang dapat menurun akibat adanya serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) salah satunya yaitu hama. Hama yang banyak menyerang tanaman kacang panjang adalah lalat kacang, belalang, kutu kebul dan siput. Gejala serangannya itu dapat berupa kerusakan pada bagian daun dan tulang daun, polong yang masih muda menjdi kosong dan polong berbintik hitam.

Perkembangan hama perlu diketahui dengan melakukan pengamatan terhadap hama yang meliputi lokasi, intensitas, luas serangan, tingkat populasi dan penyebaran hama. Pengamatan tersebut merupakan salah satu komponen utama dari sistem pengendalian hama terpadu, hasil pengamatan akan menjadi bahan penentu dalam pengambilan keputusan perlu tidaknya dilaksanakan pengendalian. Pengendalian hama mutlak dilakukan agar usaha budidaya yang dilakukan tidak mengalami kerugian bagi petani.

B. Tujuan

1. Mengenal jenis hama utama pada tanaman hortikultura

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman hortikultura terdiri dari tanaman pangan, sayuran, buah, dan obat. Salah satu tanaman sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah tanaman kacang panjang. Kacang panjang (Vigna sinensis) termasuk jenis sayuran polong semusim yang berumur pendek. Tanaman ini berbentuk semak atau perdu. Pada musim penghujan, kacang panjang bisa dibudidayakan di lahan kering (tanah tegalan). Tetapi pada musim kemarau, kacang panjang hanya bisa dibudidayakan di lahan sawah atau lahan yang berpengairan teknis (Cahyono, 2003).

Berdasarkan data BPS (2012), produksi kacang panjang selama 5 tahun terakhir cenderung meningkat dari tahun sebelumnya. Produksi tanaman kacang panjang dari tahun 2008 sampai dengan 2012 berturut-turut yaitu 367,111 ton/tahun, 358,014 ton/tahun, 403,827 ton/tahun, 526,917 ton/tahun dan 458,392 ton/tahun. Hal ini menunjukan bahwa petani semakin banyak yang berminat untuk menanam kacang panjang, sehingga target untuk memenuhi permintaan konsumen akan sayuran kacang panjang setiap tahun dapat terpenuhi.

(22)

Tanaman kacang panjang petani tidak terlepas dari masalah diantaranya adalah masalah serangan hama dan penyakit. Adapun hama utama tanaman kacang panjang yaitu:

1. Lalat Kacang

Siklus hidup dari kacang yaitu lalat kacang dewasa berukuran 1,9-2,2 mm berwarna hitam, lalat dewasa meletakan telur sejak tanaman muncul diatas tanah sampai sekitar 2 minggu setelah tanam. Telur diletakan terpisah dalam lubang di pangkal helai daun pertama atau kedua. Seekor induk betina lalat mampu meletakan telur 94-183 butir menetas 48 jam setelah diletakan. Larva berbentuk ramping panjang maksimal 3,75 mm dan lebar 0,15 mm memakan daun selama 2 hari. Stadia larva berkisar 7-11 hari. Pupa terbentuk di bawah kulit pangkal akar. Siklus hidup lalat kacang berkisar 17-26 hari.

Serangannya berupa bintik-bintik putih pada keping biji dan daun. Bintik tersebut adalah bekas tusukan alat peletak telur dan kemungkinan juga bekas pengisapan cairan daun untuk makanan imago. Pada umumnya larva mulai memakan dan merusak jaringan keping biji bila umur tanaman 6 hari. Gejala liang gerekan larva pada keping biji dan daun tampak berupa garis lengkung berwarna coklat. Serangan sebelum umur 13 hari setelah tanam dapat menyebabkan kematian tanaman (Cahyono, 2003).

2. Belalang

(23)

lebih cepat dibandingkan dengan betinanya. Lama hidup dewasa adalah 11 hari. Siklus hidup rata-rata 76 hari .

Gejala serangannya biasanya daun bagian pertama yang diserang dan termakan hampir keseluruhan daun termasuk tulang daun jika serangannya parah. Pengendalian hama belalang dapat dilakukan dengan cara: 1. Pengendalian hayati misalnya Metharrizium anisopliae var. acridium, Beauveria bassiana, Enthomophaga sp. dan Nosuma cocustal, 2. Mengatur pola tanam dengan tanaman alternatif yang tidak atau kurang disukai belalang seperti, kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, tomat, 3. Mekanis yaitu kelompok telur diambil dan dimusnahkan, kemudian lahannya segera ditanami kembali dengan tanaman yang tidak disukai belalang, 4.Kimiawi misalnya jenis insektisida berbahan aktif organofosfat seperti fenitrothion (Talanca, 2008).

3. Kutu Kebul

Kutu kebul dewasa memiliki panjang tubuh sampai 0.8mm dan berwarna putih salju, yang disebabkan oleh sekresi lilin di sayap dan tubuhnya. Selama makan atau beristirahat kutu kebul dewasa menutupi tubuhnya dengan sayap. Ketika menyimpan telur, betina akan meletakkan telur 5-400 butir dengan ukuran mulai dari 0.10mm sampai 0.25mm di bagian bawah daun. Kutu kebul betina adalah diploid dan muncul dari telur yang dibuahi sedangkan lalat putih jantan adalah haploid dan muncul dari telur yang tidak dibuahi. Telur diletakkan berkelompok. Telur awalnya berwarna keputihan dan berubah menjadi coklat sampai menetas dalam waktu 5-7 hari. Setelah tahap telur, tukik berkembang melalui 4 tahap instar. Kutu kebul dewasa ukurannya sekitar 4 kali ukuran telurnya dengan tubuh berwarna kuning terang dan sayap putih.

(24)

Pengendalian kutu kebul dapat dilakukan dengan cara: 1. Penyemprotan dengan insektisida akan mampu menurunkan populasi kutu kebul, 2. Pengendalian fisik dan mekanik misalnya tindakan penyiangan gulma, pengairan/perbaikan pola tanam, 3.Pengelolaan ekosistem melalui bercocok tanam, untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan serangga hama, 4. Penggunaan agensia hayati yaitu penggunaan musuh alami seperti predator kutu kebul dari famili Anthocoridae dan Cendawan dari golongan entomophtorales (Conidiobolus spp., Entomopthora spp. dan Zoophthora spp).

4. Siput

Siklus hidup dari keong mas sanggup hidup 2-6 tahun dengan keperidian yang tinggi. Telur diletakkan dalam kelompok pada tumbuhan, telur berwarna merah muda, dengan diameter telur berkisar antara 2,2-3,5 mm tergantung pada lingkungan. Telur diletakkan berkelompok sehingga menyerupai buah murbei. Warna kelompok telur berubah menjadi agak muda menjelang menetas. Tiap kelompok telur keong mas berisi 235-860 butir dengan rata-rata 485±180 butir. Daya tetas berkisar antara 61-75%. Telur menetas setelah 8-14 hari. Ukuran keong yang baru menetas 2,2-3,5 mm dan menjadi dewasa dalam 60 hari atau lebih, bergantung pada lingkungan. Mortalitas keong sangat rendah, dalam stadia juvenile selama 30 hari survival dari juvenile yang berdiameter 0,5 cm antara 95-100% (Kurniawati, 2007).

(25)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah gunting tanaman, kantong plastik, jaring serangga, kertas label, alat tulis, kertas plano, buku catatan, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan adalah pertanaman hortikultura (pertanaman kacang panjang) dan petani sebagai narasumber.

B. Prosedur Kerja

1. Praktikan dikelompokkan sesuai dengan rombongannya (tiap kelompok 4-5 mahasiswa).

2. Setiap kelompok ditugaskan untuk melakukan pengamatan gejala serangan patogen di lapang sesuai pembagian kelompok kerjanya.

3. Gejala serangan dicatat.

4. Intensitas serangannya di prediksikan

5. Bagian tanaman yang diamati tersebut dibawa ke laboratorium sebagai koleksi. 6. Hasil analisis agroekosistem ditulis pada kertas plano, yang meliputi :

1) Gambar keadaan umum agroekosistem 2) Data hasil pengamatan

3) Serangga netral 4) Pembahasan 5) Simpulan

(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

(27)

B. Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh praktikan di Desa Kebanggan Kec. Sumbang pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015, petani yang mengelola lahan tersebut bernama Bapak Sikar. Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan dan informasi yang kami dapat dari hasil wawancara petani, pada agroekosistem tanaman kacang panjang terdapat komponen abiotiknya adalah tanah yang subur, cuaca yang cerah, perairan atau irigasi dan kelembaban yang kering. Pertanaman kacang panjang yang dibudidayakan yaitu secara monokultur. Hama yang ditemukan pada tanaman kacang panjang yaitu hama belalang, lalat kacang, kutu kebul dan siput.

Adapun pengendalian yang dilakukan oleh petani yaitu: 1. Belalang

Menggunakan insektisida 2. Kutu Kebul

- Rotasi tanaman

- Penggunaan musuh alami seperti kumbang dan laba-laba - Penggunaan/penyemprotan insektisida

(28)

Hama belalang merupakan faktor penghambat dalam program peningkatan produksi tanaman. Belalang ini mempunyai sifat cenderung untuk membentuk kelompok yang besar dan suka berpindah-pindah, sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebar pada areal yang luas. Kelompok yang berimigrasi dapat memakan tumbuhan yang dilewatinya selama dalam perjalanan. Perilaku makan belalang dewasa biasanya diwaktu hinggap pada sore hari sampai malam dan pada pagi hari sebelum terbang. Kelompok Nimfa yang berimigrasi dapat memakan tumbuhan yang dilokasi selama dalam perjalanan. Belalang ini cenderung memilih makanan yang lebih disukainya juga menyerang daun-daun tanaman dari golongan.

Pengendalian hama belalang selain dengan insektisida, petani juga melakukan pengendalian dengan mengatur pola tanam dan menanam tanaman alternatif yang tidak disukai oleh belalang, melakukan pengolahan tanah pada lahan yang diteluri sehingga telur tertimbun dapat diambil, mencari kelompok belalang di lapangan dengan menggunakan kayu, ranting, sapu dan jaring perangkap serta penggunaan Pestisida nabati adalah kelompok tumbuhan yang menghasilkan pestisida pengendali hama insekta seperti tanaman serai.

(29)

Jumlah polong tiap tanaman 4-15 buah dengan panjang 40-75 cm dan dapa dipanen pada umur 59-79 hari1. Produksi rata-rata polong muda ini mencapai 6,2 ton per hektar. Bila panen dalam bentuk biji kering hasilnya sekitar 0,4 ton/ha.

(30)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hama utama yang menyerang tanaman kacang panjang adalah hama belalang, kutu kebul, lalat kacang dan siput.

2. Gejala serangan hama belalang dapat menghabiskan seluruh bagian daun dan tulang daun, kutu kebul mengakibatkan bintik-bintik klorotik sehingga klorofil pada daun berkurang, lalat kacang mengakibatkan kematian pada tanaman dan siput menyerang tanaman di persemaian dan ditandai daun berlubang kecil.

3. Analisis agroekosistem pada lahan pertanaman kacang panjang yaitu banyak terdapat hama seperti hama belalang, kutu kebul, lalat kacang dan siput karena musim kering sehingga kondisi suhu udara tinggi dan kelembaban rendah. Hama sangat menyukai suhu udara yang panas. Petani hanya menggunakan pestisida sehingga populasi hama yang resisten semakin meningkat. Oleh karena itu perlu adanya pengendalian hama secara terpadu.

B. Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2012. Produksi Kacang Panjang. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Cahyono. 2003. Kacang Panjang Teknik Budidaya dan Analisis Usahataninya. CV. Aneka Ilmu. Semarang.

Kurniawati. 2007. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Martono. 2004. Usahatani Kacang Panjang. Kanisus. Yogyakarta.

(32)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU

ACARA III

PENGENALAN DAN PENGAMATAN SERANGAN PATOGEN PADA TANAMAN KACANG PANJANG

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan A2

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN

(33)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kacang panjang merupakan salah satu tanaman sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral. Fungsinya sebagai pengatur metabolisme tubuh, meningkatkan kecerdasan dan ketahanan tubuh memperlancar proses pencernaan karena kandungan seratnya yang tinggi. Kacang panjang adalah salah satu jenis sayuran yang sudah sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia maupun dunia.

Kacang panjang merupakan salah satu tanaman yang digemari dan permintaan konsumen terus meningkat tetapi peningkatan ini belum diikuti oleh produktivitas kacang panjang yang semakin menurun. Tercatat pada tahun 2010 produksi kacang panjang sebesar 489.449 ton kemudian pada tahun produksi kacang panjang menurun menjadi 458.307 ton serta pada tahun 2012 produksi kacang panjang kembali turun menjadi 455.615 ton (BPS, 2013).

Permasalahan yang mengakibatkan produksi tanaman kacang panjang kurang maksimal adalah serangan penyakit kuning dan bercak daun cercospora. Gejala awal serangan penyakit kuning adalah muncul bercak kuning pada daun muda, kemudian menyebar ke seluruh permukaan daun dan tulang daun, terjadi malformasi daun serta menyerang polong kacang panjang. Daun yang menunjukkan gejala penyakit kuning cerah akan diikuti oleh nekrosis dan kematian pada tanaman.

(34)

Gejalanya yaitu daun berbercak coklat dengan jumlah cukup banyak, bercak berbentuk bulat dengan diameter antara 1-5 mm dan di sekeliling bercak berwarna kuning. Bercak pada permukaan daun bagian bawah berwarna hitam. Serangan cendawan tersebut banyak terdapat pada daun tua. Pada serangan berat daun akan layu dan gugur. Cendawan ini dapat menyerang polong, tangkai daun, biji dan batang. Pada musim kemarau penyakit ini jarang dijumpai. Pengendalian dapat dilakukan dengan penanaman varietas unggul yang tahan penyakit dan pergiliran tanaman.

B. Tujuan

1. Mengenal jenis penyakit utama pada tanaman hortikultura

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Produksi tanaman kacang panjang dapat menurun akibat adanya penyakit pada tanaman. Penyakit pada tanaman budidaya biasanya disebabkan oleh Cendawan, Bakteri, Virus dan faktor lingkungan (iklim, tanah, dll). Sugandi (2013) menyatakan, Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyimpang dari keadaan normal, cukup jelas menimbulkan gejala yang dapat dilihat, menurunkan kualitas atau nilai ekonomis, dan merupakan akibat interaksi yang cukup lama. Penyakit pada tanaman kacang panjang yaitu bercak daun dan BCMV.

Kacang panjang merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia, namun produktivitas kacang panjang sangat rendah, yaitu 2-3 ton/ha. Gangguan penyakit yang penting pada kacang panjang disebabkan oleh infeksi Bean common mosaic virus (BCMV) dan bercak daun cercospora. Penyakit mosaik kacang panjang menyebabkan kerugian sebesar 65.87% dan BCMV dilaporkan sebagai salah satu penyebab mosaik kuning kacang panjang yang menginfeksi secara tunggal (Kuswanto, 2007).

(36)

Penyakit utama pada tanaman kacang panjang yaitu: 1. Mosaik Kuning

Gejala yang ditimbulkan pada tanaman kacang panjang jika terserang penyakit mosaik kuning adalah pemucatan tulang daun pada daun-daun muda, mengakibatkan jaringan sekitarnya mengalami klorosis, menjadi hijau muda, kemudian berkembang menjadi mosaik kuning disertai dengan malformasi daun, dan tulang daun mengerut sehingga daun bergelombang dan permukaan daun tidak merata, terjadi lepuhan, pengerdilan, dan akhirnya layu pada daun.

Akibat yang ditimbulkan pada tanaman kacang panjang yang terserang penyakit mosaik kuning adalah terhambatnya proses pembungaan, penurunan bobot polong dari 27.5% hingga 85.15%. Cara identfikasi penyakit mosaik kuning yaitu melakukan deteksi BCMV dengan uji serologi yang didasarkan pada reaksi antara antigen (virus) dan antibodi, seperti metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), metode gel double diffusion test, dot immunobinding assay (DIBA), immuno-blotting atau western blotting. Metode yang sering digunakan adalah metode deteksi molekuler polymerase chain reaction (PCR) yang memanfatkan sifat spesifik urutan nukleotida virus (Hardaningsih, 2010).

(37)

tanaman. Penularan oleh kutu daun yang mengandung virus tidak terjadi jika kutu daun tidak menghisap jaringan tanaman (Blackman, 2006).

Pengendalian dapat dilakukan dengan:

a. Menggunakan Kitosan dimana dalam pembuatan larutan kitosan, konsentrasi kitosan yang digunakan 0,1% dan 1%. Kitosan memperpanjang waktu ingkubasi sehingga virus berkembang biak dengan lambat.

b. Ekstrak kasar daun tumbuhan bunga pagoda, bayam duri, bunga pukul empat, C. amaranticolor, dan sambiloto dibuat dengan menggerus daun dalam air steril dan disaring. Ekstrak tanaman disemprot merata ke seluruh daun kacang panjang yang berumur 9 HST sehari sebelum inokulasi virus. Ekstrak tanaman tersebut juga memperpanjang waktu ingkubasi BCMV (Semangun, 2012).

2. Penyakit bercak daun

Disebabkan cendawan Cercospora canescens, termasuk dalam famili Dematiaceae. Sporanya dapat disebarkan melalui air hujan, angin, serangga, alat-alat pertanian, manusia. Gejala serangan adalah daun berbercak-bercak kecil berwarna cokelat kekuningan, lama-kelamaan bercak akan melebar dan bagian tepinya terdapat pita berwarna kuning. Bercaknya dapat menyatu sehingga bertambah besar dan mengakibatkan daun mengering dan rontok. Bila sampai menyerang polong, maka polong berbercak kelabu serta biji yang terbentuk kurang padat dan ringan. Ukuran polong dan biji menyusut. Gejala penyakit ini timbul pada umur 30- 35 HST.

(38)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah kantong plastik, gunting tanaman, buku catatan, kamera, kertas plano/manila, pensil warna, dan alat tulis. Bahan-bahan yang digunakan adalah pertanaman hortikultura (kacang panjang) dan petani sebagai narasumber.

B. Prosedur Kerja

1. Praktikan dikelompokkan (tiap kelompok 4-5 mahasiswa)

2. Setiap kelompok bertugas untuk melakukan pengamatan gejala serangan patogen di lapang sesuai pembagian kelompok kerjanya.

3. Gejala serangan dicatat dan ditentukan nama penyakit dan patogen penyebabnya 4. Intensitas serangan diprediksikan

5. Bagian tanaman yang terserang di bawa ke laboratorium sebagai koleksi.

6. Hasil analisis agroekosistem dituliskan pada kertas plano/manila, yang meliputi: 1) Gambar keadaan umum agroekosistem

2) Data hasil pengamatan 3) Serangga netral

4) Pembahasan 5) Simpulan

(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

(40)

B. Pembahasan

Analisis penyakit pada tanaman kacang panjang dilakukan pada hari Jumat, 30 Oktober 2015 pukul 14.00 di Desa Kebanggan Kec. Sumbang dengan kondisi cuaca saat itu cerah berawan dan kelembaban sedang sekitar 62%, tanah di sekitar lahan kering. Tanaman kacang panjang ditanam dengan sistem pertanaman monokultur. Penyakit yang ditemukan pada tanaman kacang panjang yaitu penyakit Mozaik kuning dan bercak daun cercospora. Penyakit yang dominan pada tanaman kacang panjang adalah penyakit Mozaik kuning. Tanaman yang terserang penyakit cukup banyak, hampir semua tanaman kacang panjang terserang terutama pada daun muda.

Pada agroekosistem tanaman kacang panjang tersebut komponen abiotiknya adalah tanah yang subur, cuaca yang cerah, perairan/ irigasi (pada saat musim hujan mengandalkan hujan dan kelembaban yang sedang. Untuk komponen biotiknya, tanaman kacang panjang merupakan tanaman pokok dari agroekosistem tersebut, juga ada tanaman lainnya seperti pohon pisang, jagung, buncis, talas, rumput gajah.

(41)

Pengaruh tekstrur tanah terhadap peningkatan penyakit Mozaik kuning dan bercak daun cercospora yaitu pada tanah yang bertekstur ringan, akan mempermudah bagi nematoda untuk berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain, sehingga akan membantu penyebaran patogen. Pada tanah bertekstur berat, air akan lebih mudah tertahan oleh tanah, dan akan menyebabkan tanaman inang menjadi lebih sukulentis, sehingga menjadi lebih rentan terhadap patogen. Selain itu tanah yang bertekstur berat juga memiliki aerasi yang kurang baik, sehingga akan mempengaruhi organisme yang hidup di dalamnya.

Patogen yang menyerang tanaman yang subur biasanya adalah parasit biotrof yang hidupnya tergantung pada sel yang hidup, sedangkan patogen yang menyerang tanaman yang lemah biasanya adalah patogen yang bersifat sebagai parasit lemah. Patogen yang bersifat parasit lemah apabila menyerang tanaman yang dalam kondisi subur (kuat) maka tanaman kerusakan yang ditimbulkan tidak akan mengakibatkan kerugian yang cukup berarti, tetapi apabila tanaman dalam kondisi lemah maka akan menimbulkan kerugian yang cukup besar.

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penyakit utama yang menyerang tanaman kacang panjang yaitu penyakit Mozaik kuning dan penyakit bercak daun cercospora. Patogen penyakit Mozaik kuning yaitu cendawan cowpea aphid borne mozaik virus. Sedangkan patogen penyakit bercak daun cercospora yaitu Cercospora canencens.

2. Gejala serangan cendawan cowpea aphid borne mozaik virus yaitu daun yang terserang berwarna hijau muda hingga kuning dan daun tampak berlekuk-lekuk. Gejala awal Cercospora canencens yaitu bercak bulat pada kedua permukaan daun. 3. Analisis agroekosistem pada lahan pertanaman kacang panjang yaitu terdapat gejala

serangan penyakit Mozaik kuning dan penyakit bercak daun cercospora. Intensitas serangan tidak terlalu tinggi karena musim kering sehingga kondisi suhu udara tinggi dan kelembaban rendah. Pathogen sangat lebih banyak berkembang biak pada kelembaban tinggi.

B. Saran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Blackman. 2005. Pengendalian Penyakit pada Kacang Panjang. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Jakarta.

BPS. 2012. Produksi Kacang Panjang. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

BPS. 2013. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Panjang. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Hardaningsih. 2010. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Bumi Aksara. Jakarta.

Kuswanto. 2007. Bertanam Kacang Panjang. Kanisius. Yogyakarta.

Semangun. 2012. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(44)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU

ACARA IV

PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH TOMAT

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan A2

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN

(45)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan tanaman sayuran yang dapat ditanam sepanjang tahun. Buah tomat dapat dikonsumsi langsung dan dijadikan produk yang banyak digemari oleh orang Indonesia. Kendala utama dalam meningkatkan hasil produksi buah tomat adalah banyaknya serangan hama. Lalat buah merupakan salah satu dari sekian banyak hama yang menyerang tanaman tomat. Serangan lalat buah terjadi saat tanaman tomat memasuki fase pembuahan (umur 45 hari setelah tanam) sampai masa awal panen pertama (umur 90 hari). Gejala yang muncul akibat serangan lalat buah ini adalah buah tomat matang sebelum waktunya, buah tomat membusuk, dan akhirnya gugur.

Menurut Drew dan Hancock (1994), kerugian hasil panen petani buah dan sayuran akibat serangan lalat buah pada tanaman tomat mencapai 95%. Petani telah mencoba upaya pengendalian hama lalat buah, diantaranya dengan membungkus buah menggunakan berbagai alat pembungkus, pengasapan disekitar pohon, pemadatan tanah dibawah pohon untuk memutus siklus hidup, penyemprotan dengan insektisida. Usaha para petani ini dimungkinkan untuk luas lahan yang relatif sempit, tetapi tidak efisien untuk lahan yang luasnya puluhan hektar. Pengendalian lain yang lebih efektif telah dilakukan yaitu dengan menggunakan perangkap beratraktan.

(46)

komoditas dan keadaan buah di lapangan. Penelitian menunjukkan penggunaan metil eugenol dapat menurunkan intensitas serangan lalat buah pada mangga sebesar 39-59%.

B. Tujuan

1. Mangetahui teknik aplikasi feromon seks

2. Mengetahui tingkat keberhasilan pengendalian hama lalat buah dengan menggunakan feromon seks (metyl eugenol).

(47)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill) memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada keunggulan-keunggulannya dalam memenuhi beberapa fungsi penting kehidupan. Fungsi-fungsi tersebut yaitu fungsi pemenuhan kebutuhan pangan, fungsi pemenuhan kebutuhan ekonomi, fungsi kesehatan, dan fungsi estetika. Tomat juga memiliki keunggulan pada jangkauan persebarannya. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah tropis hingga daerah sub-tropis tanpa harus bergantung pada musim tanam (Zulfa, 2006).

Tanaman tomat dapat tumbuh pada curah hujan sekitar 750-1.250 mm/tahun. Keadaan ini berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non-parasit. Suhu untuk pertumbuhan tomat antara 20-27ºC. Jika suhu berada >30ºC atau <10ºC, dapat menghambat pembentukan buah tomat. Kelembaban relatif 25 % dan dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai dari tanah pasir sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung unsur hara. Kemasaman tanah berkisar 5,0-7,0. Akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen dan tidak boleh tergenangi oleh air. Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah (Balai Penelitian Tanaman Sayur, 2006).

(48)

senyawa karotenoid dengan aktivitas antioksidan yang sangat poten. Dibandingkan senyawa karotenoid yang lain, likopen merupakan eliminator radikal bebas yang paling efektif. Selain likopen, tomat juga mengandung flavonoid dan vitamin C yang juga bekerja sebagai antioksidan dalam tubuh (Zulfa, 2006).

Tomat merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi sebagai produk ekspor. Produksi tomat di Indonesia mulai berkembang, tercatat tahun 2000 hingga 2011 produksinya relatif mengalami kenaikan dari 891,616 ton menjadi 954,046 tonkarena jumlah permintaan yang naik (Badan Pusat Statistik, 2012).

Budidaya tanaman tomat dikalangan petani mengalami kendala yang dapat menyebabkan tingkat produksi tanaman tomat rendah secara kuantitas dan kualitas. Kendala tersebut antara lain akibat hama dan infeksi patogen penyebab penyakit. Penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen seperti busuk daun, becak coklat, busuk buah, busuk lunak, becak bakteri. Hama yang sering ditemui pada tanaman tomat adalah lalat buah. Hama ini menjadi salah satu faktor pembatas produksi tomat karena mengakibatkan kerusakan dan kematian tanaman (Semangun, 2007).

Selama ini pencegahan yang dilakukan selalu menuju ke pemberantasan dengan pupuk dan bahan kimia yang sangat berdampak negatif dan berbahaya pada lingkungan yang mana makin lama akan menjadikan lingkungan semakin rusak. Maka dari itu dibutuhkan pencegahan secara hayati yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia serta ramah lingkungan sehingga lingkungan akan tetap lestari baik dimasa sekarang ataupun untuk masa yang akan datang.

(49)

terhadap kesehatan manusia dan mencemari lingkungan. Hal ini dapat diatasi dengan cara alternatif dalam pengendalian hama, seperti penggunaan feromon seks. Sumber biologi untuk pengendalian hama tanaman merupakan alternatif potensial sebagai pengganti pestisida, dan sering dianjurkan untuk mengganti pengendalian berbasis kimia terhadap hama atau untuk mengendalikan hama yang jika dikendalikan dengan bahan kimia tidak ekonomis (Suryanto, 2009).

Lalat buah adalah hama yang banyak menyerang buah-buahan dan sayuran. Anggota ordo Diptera ini kerap menggagalkan panen yang dinanti petani buah dan sayur. Lalat buah selain menjadi hama tanaman tomat juga merupakan hama bagi tanaman holtikultura lainnya, karena sering membuat produk menjadi turun kualitasnya (busuk dan berbelatung). Hama lalat buah juga dapat menjadi penghambat perdagangan antarnegara, karena bila pada komoditas ekspor suatu produk terdapat telur lalat buah, maka produk tersebut akan ditolak.

Siklus hidup dari lalat ini yaitu satu ekor lalat betina Bactrocera dorsalis menghasilkan telur 1200-1500 butir. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan berkelompok 2-15 butir. Seekor lalat betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/hari. Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva yang berwarna putih kekuningan atau putih keruh, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Caput berbetuk runcing dengan satu sampai dua bintik yang jelas, mempunyai alat kait mulut. Stadia larva terdiri atas tiga instar (Kalshoven, 2010).

(50)

Kerusakan akibat serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir

masak. Gejala awal ditandai dengan adanya lubang kecil di kulitnya yang merupakan bekas

tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah.

Bekas tusukan semakin meluas sebagai akibat perkembangan larva yang memakan daging

buah sehingga terjadi kebusukan sebelum buah masak (Haq,2012).

Metil eugenol adalah substansi kimia yang dapat memikat lalat buah kelamin jantan yang nanti akan masuk ke dalam perangkap modifikasi dimana dinding bagian dalam perangkap telah diolesi insektisida kontak sehingga lalat buah yang terperangkap akan mati didalam perangkap. Metil eugenol yang diteteskan pada kapas dan di masukan dalam alat perangkap yang terbuat dari botol bekas air mineral memberikan hasil yang baik sebagai senyawa pemikat terhadap lalat buah jantan, cara ini efektif dalam mengurangi populasi serta membatasi masuk dan berkembangnya lalat buah dalam suatu areal.

(51)

Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam 3 cara, yaitu:

1. Mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah

2. Menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap

3. Mengacaukan lalat buah dalam melakukan perkawinan, berkumpul ataupun tingkah laku makan (Kardinan, 2013).

(52)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah botol aqua bekas, kapas, benang, tali rafia, kantong plastik, label, alat tulis, suntikan, dan kertas plano/ kertas manila. Bahan-bahan yang digunakan adalah metil eugenol dan tanaman tomat

B. Prosedur Kerja

1. Praktikan dikelompokan sesuai dengan rombongannya.

2. Setiap kelompok ditugaskan untuk memasang kapas yang telah diolesi larutan metil eugenol

3. Alat tersebut dipasang pada pertanaman tomat 4. Diamati setiap hari sekali selama 3 hari.

(53)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

(54)

B. Pembahasan

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 01 november 2015. Praktikan memasang perangkap metil eugenol dengan menggunakan botol kemudian diletakkan dibagian cabang tanaman tomat, didekat buah yang mulai masak. Lokasi praktikum yaitu di Desa Tambaksogra Kec. Sumbang. Kondisi lahan agak subur dan dibawah tanaman tomat tidak terdapat seresah. Pengamatan dilakukan selama 3 hari, mulai tanggal 2-4 November 2015. Lalat buah yang didapat termasuk spesies Bactrocera Dorsalis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, pengamatan dilakukan terhadap perangkap lalat buah menggunakan umpan kapas yang telah di lapisi feromon seks yang di taruh pada tanaman tomat. Perangkap kami letakkan di cabang tanaman tomat di depan.

Pada hari pertama, terdapat 17 lalat buah hidup dan tidak ada yang mati pada pagi

hari sedangkan pada sore harinya terdapat lalat buah yang hidup sebanyak 7 dan yang mati ada 4 pada perangkap.

Pada hari kedua, terdapat 4 lalat buah hidup dan tidak ada yang mati pada pagi

hari sedangkan pada sore harinya terdapat lalat buah yang hidup sebanyak 5 dan tidak ada yang mati pada perangkap.

Pada hari ketiga, terdapat 2 lalat buah hidup dan 6 yang mati pada pagi hari

sedangkan pada sore harinya terdapat lalat buah yang hidup sebanyak 4 dan yang mati ada 1 pada perangkap.

Pada hari terjadi penurunan jumlah lalat buah yang mati maupun yang hidup. Hal

ini mungkin terjadi karena lalat buah yang hidup dapat meloloskan diri dari perangkap

karena lubang perangkap yang terlalu besar sehingga memungkinkan lalat buah kabur

(55)

memakan lalat buah tersebut sehingga lalat buah yang mati dalam perangkap berkurang.

Setelah dilakukannya identifikasi, jenis lalat buah yang berada dalam perangkap adalah

jenis Bactrocera papayae karena di samping pohon nangka yang kami amati terdapat

pohon papaya sehingga nangka dijadikan inang alternaltif bagi lalat tersebut.

Lalat buah merupakan salah satu hama potensial yang sangat merugikan produksi buah-buahan dan sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas). Pengendaliannya dapat dilakukan dengan tanaman Selasih (Ocimum sanctum L.) yang merupakan tanaman aromatik yang bisa juga digunakan untuk mengendalikan lalat buah, karena tanaman ini mengandung lebih dari 65% metil eugenol. Tanaman selasih juga mengandung metil kavikol (3%) dan senyawa geraniol. Penggunaan daun selasih mengakibatkan banyaknya lalat buah yang terperangkap diduga karena aroma yang dikeluarkan oleh perlakuan selasih lebih kuat sehingga menarik lalat buah dalam jumlah yang lebih banyak.

Pembuatan ekstrak selasih yaitu:

1. Menggunakan metode perendaman dalam air (meserasi) dan untuk mendapatkan ekstrak daun selasih, diambil daun selasih segar yang muda dengan berat ±500 gram 2. Daun dirajang kecil-kecil dengan cara dipotong dengan pisau,

3. Direndam dan diendapkan semalaman.

(56)

Ciri-ciri lalat Bactrocera dorsalis Complex:

1. Telur berwarna putih berukuran dengan panjang 0.8 mm dan lebar 0.2 mm.

2. Larva berukuran dengan panjang 7.5-10 mm dan lebar 1.5-2 mm, tidak berkaki dan berwarna putih kecoklatan.

3. Pupa berwarna coklat berbentuk oval dengan panjang 3-5mm.

4. Imago memiliki thoraks berwarna hitam dengan garis kuning di tepi thoraks, pada bagian abdomen berwana coklat kekuningan, dan sayap yang transparan (panjang satu sayap 4mm-6mm).

5. Panjang dari imago berukuran 6mm-8mm dengan lebar 1,5-2 mm.

(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Aplikasi feromon seks dilakukan pada tanaman tomat dengan penggunaan botol aqua bekas yang diberi lubang berbentuk segitiga dan diberi kapas yang telah diberi feromon seks.

2. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh jumlah lalat buah yang masuk kedalam botol dan mati pada hari pertama sebanyak ekor, pada hari kedua ekor dan pada hari ketiga adalah .

3. Dengan demikian, diketahui bahwa pengendalian lalat buah menggunakan feromon seks adalah berhasil. Keuntungan dari penggunaan feromon seks adalah menghemat biaya dan efektif dalam pengendalian hama lalat buah.

B. Saran

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanaman Sayur. 2006. Teknologi Produksi Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tomat Nasional. Jakarta.

Gionar. 2007. Budidaya Tomat Secara Komersial. Penebar Swadaya. Bandung.

Haq. 2012. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia. BB-Biogen. Jakarta.

Kalshoven. 2010. Keanekaragaman dan Kelimpahan Lalat Buah Pada Beberapa Sistem Penggunaan Lahan Di Bukit Rigis. Sumber Jaya. Lampung Barat.

Kardinan. 2013. Beberapa Jenis Tanaman Penghasil Atraktan Nabati Pengendali Hama Lalat Buah. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. Vol 16(1):17-25.

Semangun. 2007. Pedoman Identifikasi Hama Lalat Buah. Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura. Jakarta.

Sunarno. 2012. Keterarikan Lalat Buah (Bactrocera,spp) terhadap Perangkap dan Umpan Berwarna. Tesis UGM. Yogyakarta.

Steck. 2007. Sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian Yang Ramah Lingkungan. Jurnal Lintas Ilmu. Universitas Halmahera. Tobelo.

Suryanto. 2009. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

(59)

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU

ACARA V

PENERAPAN KOMPONEN PHT PADA TANAMAN KAKAO

Oleh :

Apriliane Briantika Louise NIM A1L013055

Rombongan A2

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN

(60)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman cokelat (Theobroma cacao L) termasuk famili sterculiaceae. Tanaman ini berasal dari hutan-hutan didaerah Amerika Selatan yang kemudian tanaman ini diusahakan penanamannya oleh orang-orang Indian Aztec. Kakao merupakan komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional. Kehilangan hasil kakao akibat serangan OPT di lapang merupakan kendala yang cukup dominan pada budidaya kakao di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari besarnya angka serangan OPT itu sendiri maupun dari besarnya angka input biaya pengendalian dalam pengelolaan tanaman kakao. Kerugian hakibat serangan hama dan penyakit kakao setiap tahun mencapai 30-40%, dan biaya pengendalian hama dan penyakit rata-rata sebesar 40% dari komponen biaya produksi.

Pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap tanaman kakao merupakan cara pengendalian yang dianggap perlu bagi petani kakao. Petani berharap dengan adanya PHT kakao ini dapat mengurangi tingkat kerusakan akibat hama. Selain itu, PHT merupakan upaya kombinasi dari berbagai macam perlakuan pengendalian hama dengan mengedepankan kelestarian ekologi. Oleh karena itu, baik petani kakao maupun mahasiswa harus mengetahui teknik PHT tanaman kakao.

(61)

konsep ini dikenal dengan konsep Pengendalian hama Terpadu (PHT). Oleh karena itu, pada laporan praktikum kali ini akan dibahas lebih mengenai penerapan komponen PHT pada tanaman kakao, khususnya kegiatan yang dilakukan saat praktikum.

B. Tujuan

1. Mengetahui jenis hama dan penyakit pada tanaman kakao 2. Menerapkan beberapa komponen PHT pada tanaman kakao

(62)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman kakao tumbuh baik di hutan tropik, sebab pertumbuhan kakao sangat dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu. Tanaman kakao yang dapat tumbuh ada di daerah yang terletak diantara 20 LU dan 20 LS dan dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan 1600-3000 mm/tahun atau rata-rata optimumnya sekitar 1500 mm/tahun yang terbagi merata sepanjang tahun. Tanaman kakao sangat peka terhadap kekeringan yang panjang (3-4 bulan) (Sunanto, 2007).

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon pohon yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan tinggi dan relatif sama. Habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur 3 tahun mencapai 1,8-3,0 m dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,50-7,0 m. Tinggi tanamannya beragam, dipengaruhi intensitas naungan serta faktor-faktor tumbuh yang tersedia. Tanaman kakao bersifat dimorsisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut tunas air (Abdullah, 2006).

Kakao merupakan tumbuhan tahunan berbentuk pohon yang biasanya mempunyai ketinggian hingga 10 m. Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi baik pada keadaan iklim dan keadaan tanah yang sesuai. Kakao merupakan tanaman tropis yang suka akan naungan dengan potensi hasil bervariasi 50-120 buah/ pohon/ tahun (Sudarmo, 2006).

(63)

pencapaian produksi. Hama ini menyebabkan kerugian yang besar bila menyerang buah-buah muda. Serangannya dapat menyebabkan buah berhenti berkembang, bahkan serangan yang berat dapat menyebabkan buah mati sehingga perlu adanya pengendalian secara terpadu agar tanaman dapat terpelihara dengan baik dan tidak merugikan secara ekonomi (BPS, 2010).

Pengendalian hama dan penyakit pada kakao dapat dilakukan secara terpadu. Komponen teknologi yang dapat dipadukan adalah kultur teknis, mekanis, biologis, pemanfaatan tanaman tahan dan kimiawi. Tujuan program PHT adalah pengembangan sistem pengelolaan hama terpadu dan berwawasan lingkungan untuk mewujudkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Pengembangan komponen pengendalian OPT yang akrab lingkungan seperti penggunaan agens hayati (predator, parasitoid dan patogen serangga) perlu memperoleh perhatian dan dukungan (Pawar, 2006).

Produktivitas kakao Indonesia masih dibawah rata-rata dunia dan penyebabnya adalah bahan tanaman yang kurang baik, teknologi budidaya yang kurang optimal, tanaman sudah berumur tua, serta masalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Kehilangan hasil akibat OPT mencapai 30% setiap tahunnya bahkan ada penyakit penting yang dapat mengakibatkan kematian tanaman, sehingga dalam budidaya kakao pada umumnya sekitar 40 % dari biaya produksi dialokasikan untuk biaya pengendalian OPT (Sutedjo, 2008).

Beberapa hama dan penyakit yang banyak ditemukan pada tanaman kakao diantaranya hama Penggerek Buah Kakao (Conopomopha cramerella), kepik pengisap buah (Helopeltis spp.), kutu putih dan penyakit busuk buah.

(64)

Saat ini PBK dianggap sebagai hama utama tanaman kakao yang paling merusak di Indonesia PBK, Conopomorpha cramerella (Famili Gracillariidae: Ordo Lepidoptera) menyerang tanaman kakao hampir di seluruh daerah utama penghasil kakao di Indonesia. Hama ini menyerang buah yang masih muda sampai dengan buah yang sudah masak. Serangan hama ini dapat menyebabkan penurunan produksi buah kakao hingga lebih dari 80% dan relatif sulit dikendalikan. Selain menurunkan produksi serangan hama ini juga menyebabkan kualitas biji menjadi rendah.

Daur hidup Conopomorpha cramerella yaitu Telur berwarna jingga, diletakkan satu persatu pada permukaan kulit buah. Ulat berwarna putih kekuningan atau hijau muda. Panjangnya sekitar 11 mm. Setelah ulat keluar dari dalam buah dia berkepompong pada permukaan buah,daun, serasah, karung atau keranjang tempat buah. Kepompong berwarna putih. Ngengat aktif pada malam hari,yaitu sejak matahari terbenam sampai dengan pukul 20.30. Pada siang harimereka berlindung di tempat yang teduh dan panjang 7 mm. Seekor ngengat betina mampu bertelur 50-100 butir (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2009).

(65)

buah, muncul warna belang hijau kuning atau merah jingga. Buah yang sudah tua apabila diguncang tidak berbunyi karena bijinya saling melekat.

Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan pembungkusan (Kondomisasi) buah kakao yang masih berukuran kecil (muda) dengan menggunakan plastik dengan bagian bawah plastik diberi lubang. Sanitasi pada lahan perkebunan kakao ini juga perlu dilakukan untuk mengurangi kelembaban dan menjaga kebersihan lingkungan. Pengendalian secara kimiawi dapat dilakukan dengan penggunaan insektisida sesuai dengan anjuran dan kebutuhan pemakaian.

2. KUTU PUTIH/ Pseudococcus lilacinus (Homoptera: Psudococcidae)

Kutu berwarna putih karena diselimuti lapisan Jilin. Biasanya, kutu bersimbiosis dengan semut hitam atau semut rang-rang. Kutu dewasa seiama hidupnya dapat meletakkan telur sebanyak 300 butir. Perkembangbiakan terjadi pada musim kemarau, hidup secara berkoloni, daur hidup 37-50 hari. Gejala serangan yang disebabkan oleh kutu putih yaitu terjadi infeksi pada pangkal buah, pada bagian yang terlindung, dilanjutkan ke bagian buah yang masih kecil (diameter kurang dari 3 cm). Menghambat pertumbuhan buah, bila kerusakan terlalu berat buah dapat mengering.

Pemeliharaan tanaman secara baik:

(66)

kemudian dimasukkan dalam kantong plastik hitam yang berukuran besar. Kumpulan daun dalam plastik tersebut kemudian digantung pada pohon kakao. b. Penggunaan insektisida ditambah larutan pelarut lilin agar insektisida dapat

langsung kontak dengan tubuh kutu. 3. Kepik Pengisap Buah (Helopeltis spp.)

Selain PBK, hama yang sering dijumpai pada pertanaman kakao adalah Helopeltis spp. (Famili Miridae: Ordo Hemiptera). Helopeltis spp. merupakan salah satu hama utama kakao yang banyak dijumpai hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Jenis Helopeltis yang menyerang tanaman kakao diketahui lebih dari satu spesies, yaitu H. antonii, H. theivora dan H. Claviver. Stadium yang merusak dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah muda dengan cara menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian mengisap cairan di dalamnya. Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga mengeluarkan cairan yang bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang pucuk dan daun muda.

(67)

kehitaman. Sedangkan serangan pada pucuk menyebabkan terjadinya layu, kering dan kemudian mati (BPS Sumut, 2011).

Pada buah yang besar (lebih dari 5 cm), serangan menyebabkan buah menjadi tidak sempurna dan kualitas menurun karena biji buah akan tetap kecil. Bila serangan tidak berat, buah kakao yang kecil (kurang dari 5 cm) akan mengering. Pada tanaman yang sedang tidak berbuah, serangan terjadi pada tunas atau pucuk daun muda, sehingga bagian tersebut menjadi layu dan kering, daun berguguran dan tampak seperti cabang yang gundul.

Pengendalian :

a. Pengaturan pohon pelindung karena Helopeitis sangat menyukai kelembapan tinggi dengan suhu udara agak panas. Pemangkasan yang sejajar dengan kerniringan tanah dapat mengurangi kelembapan.

b. Menghilangkan tanaman inang.

c. Penggunaan insektisida. Penyemprotan dilakukan pada pukul 18.00-20.00 karena pada saat itu gerakan Helopeltis lamban.

4. BUSUK BUAH, Penyebab Penyakit: Jamur Phytophthora palmivora

(68)

angin. jamur juga dapat terbawa serangga, misalnya semut, sehingga dapat mencapai buah-buah yang tinggi.

Buah yang terserang berubah warna mulai dari ujung buah atau dekat tangkai, meluas ke seluruh buah. Buah menjadi busuk dalam waktu 14-22 hari. Busuk buah dapat timbul pada berbagai UMW buah menyebabkan buah menjadi hitam. Pada permukaan buah yang sakit timbul lapisan putih bertepung, terdiri atas jamur-jamur sekunder yang banyak membentuk spora. Jamur juga massuk ke dalam buah dan menyebabkan busuk biji tetapi bila serangan muncul menjelang buah masak, biji masih dapat dipungut (Direktorat Perlindungan Perkebunan, 2012).

Faktor yang mempengaruhi serangan penyakit busuk buah meliputi : Kelembapan udara, curah hujan, cara bercocok tanam, banyaknya buah pada pohon, dan jenis tanaman. Pengendalian serangan penyakit ini meliputi :

a. Mempertambah seresah sebagai mulsa di sekitar pangkal batang akan mencegah terjadinya percikan air yang membawa tanah yang terinfeksi jamur. Adanya mulsa akan meningkatkan kegiatan mikroorganisme saprofit yang bersifat berlawanan terhadap jamur.

b. Mengurangi kelembapan kebun, dengan cara memperbaiki drainase serta pemangkasan tanaman dan pohon pelindung secara teratur.

c. Menggunakan fungisida, penyemprotan terhadap buah kakao dilakukan pada musim penghujan.

Terdapat beberapa komponen PHT yang dapat diterapkan dalam pertanaman kakao yaitu:

1. Sanitasi

(69)

disini seperti sisa-sisa kulit buah hasil panen termasuk juga buah kakao yang terserang hama penyakit, disamping itu juga dilakukan juga pembersihan terhadap gulma atau rumput. Keadaan ini akan menciptakan suatu kondisi yang tidak sesuai dengan lingkungan untuk perkembangbiakan hama PBK.

2. Pemangkasan

Tujuannya untuk membentuk tanaman dan tajuk kakao yang memacu perkembangan cabang sekunder, merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman seperti merangsang pembungaan dan pembuahan serta untuk pengendalian hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao dan menghasilkan banyak buah. Pemangkasan dilakukan dengan membuang cabang-cabang atau ranting kakao yang saling bertumpang tindih dan mengurangi lingkar tajuk tanaman penaung yang terlalu lebat agar cahaya matahari bisa masuk ke dalam kebun.

Keunggulan dari pemangkasan yaitu ketahanan kakao sangat ditentukan oleh pemangkasan, kalau tidak dilakukan dengan baik maka akan mengurangi hasil kakao selama beberapa bulan bahkan beberapa tahun dan meningkatkan serangan penyakit serta pertumbuhan gulma. Pemangkasan akan menghasilkan pohon dengan tajuk terbuka hingga memungkinkan matahari masuk.

3. Penyelubungan

(70)
(71)

4. Pembuatan sarang semut

Semut hitam dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hama penghisap buah dan PBK. Semut hitam dapat menjadi kompetitor yang menyebabkan serangga PBK betina kesulitan meletakkan telurnya di permukaan buah kakao. Semut hitam juga dapat memangsa larva (ulat) PBK yang baru keluar dari dalam buah kakao yang hendak mempupa.

5. Pemupukan

(72)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, kantong plastik (ukuran 15 x 35 cm dan tebal 0,25 cm) bambu (panjang 4 m), gergaji, gunting pangkas, karet gelang, dan alat tulis. Bahan- bahan yang digunakan adalah tanaman kakao yang sedang berbuah muda, pupuk kandang, dan air.

B. Prosedur Kerja

1. Mahasiswa dibagi ke dalam kelompok kecil (3-5 orang) 2. Bahan dan alat disiapkan

3. Mahasiswa diajak pergi ke pertanaman kakao 4. Hama dan penyakit yang ada diamati

(73)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Pemangkasan tanaman kakao

Pemupukan

(74)

Gambar

Gambar. Bagan alat dan bahan Petlap

Referensi

Dokumen terkait

Insektisida yang digunakan petani di Brebes dan Cirebon dalam pengendalian hama ulat bawang sebagian besar adalah insektisida campuran. Insektisida yang dicampur

Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan menyemprot tanaman cabai yang terserang dengan menggunakan insektisida secara bergilir.. Nematoda

Skripsi berjudul “Pengendalian Hama pada Tanaman Kubis dengan Sistem Tanam Tumpangsari” telah diuji dan disahkan oleh Program Studi Agroteknologi Fakultas

Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada tanaman kedelai merupakan salah satu bentuk pemberdayaan petani untuk menerapkan sistem PHT dalam pengendalian OPT

Evaluasi Implementasi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Terpadu oleh Petani Tanaman Hortikultura di Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.. (Dibimbing

Pengendalian Hama Tanaman dengan Manggunakan Pestisida Nabati Salah satu alternatif untuk menggantikan penggunaan pestisida kimia yang banyak menimbulkan dampak

Penelitian uji efikasi ekstrak tanaman suren (Toona sinensis Merr.) sebagai insektisida nabati dalam pengendalian hama daun (Eurema spp dan Spodoptera litura F) dilakukan

Penelitian uji efikasi ekstrak tanaman suren (Toona sinensis Merr.) sebagai insektisida nabati dalam pengendalian hama daun (Eurema spp dan Spodoptera litura F) dilakukan